Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Laparotomi
Oleh:
Atifa syofiza putri: 1610070100049
Nurhikmah : 1410070100050

Perseptor :
dr. Ade Ariadi, Sp.An
Pendahuluan

Laparotomi  salah satu tindakan bedah yang cukup sering dilakukan di


Indonesia
 Berdasar data Depkes RI 2009 33% seluruh tindakan bedah di
Indonesia adalah laparotomi.
 sering dilakukan pada bedah digestif dan obgyn

Laparotomi  tindakan bedah dengan melakukan insisi pada dinding


abdomen.

Biasanya dilakukan pada:


●Trauma abdomen
●Nyeri abdomen kronik
●Emergency surgery (peritonitis, ileus obstruktif, perforasi)
Kasus komplikasi laparotomi  cukup tinggi
 beresiko 4,6 kali terjadinya komplikasi infeksi
pasca operasi dibandingkan tindakan bedah lainnya.

RS Dr. Cipto Mangunkusumo  Juli-Desember 2004


 mortality rate mencapai 10,84%
 mengalami infeksi sekitar 44,19%

RSUP Dr. M. Djamil Padang  tahun 2012


 16% meninggal dan 4,8% mengalami komplikasi
LAPORAN KASUS
Seorang pasien perempuan, Ny. R 50 tahun, Didiagnosa saat masuk IGD
RS M.Natsir dengan colic abdomen ec suspek ca serviks + AKI, keluhan
utama masuk mengalami nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum masuk rumah
sakit, sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, tekanan darah
70/40 mmhg, pasien sebelumnya mempunyai riwayat ca serviks direncanakan
tindakan operasi pada pasien dengan kesadaran composmentis. Dilakukan
tindakan operasi laparotomy kepada pasien dan kemudian dirawat ke ICU
untuk rawatan lebih lanjut.
Hasil pemeriksaan :
S : Nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
O :- Tampak sakit berat, GCS E4M5V6, TD 70/40, nadi : 104x/menit, nafas :
28x/menit, saturasi 95% , T : 36,5'C
- Mata : konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik, pupil isokor.
- Jantung : Irama reguler, mumur tidak ada, galop tidak ada
Paru : vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
- Abdomen : supel bising usus (+) normal
- Ekstermitas : akral hangat, CRT>2 detik
- Laboratorium 04-11-2020, 00.45
-Hb : 13,5 g/dL
-Eritrosit : 4.82 106/mm3
-Trombosit 253 103/mm3
-Leukosit 11.0 103/mm3
-PT : 11.10 detik
-APTT : 25.90 detik

A : - Syok sepsis + Perikarditis + AKI


P : Acc perawat ICU
Selama 1 hari perawatan pasien di ICU, dengan kronologis sebagai berikut :

  Hari 1 Hari 2

Tgl 3 nov 2020 Tgl 4 nov 2020

Pukul 00.30 Pukul 00:08


Subjektif Pasien mengalami Penuruan Penurunan kesadarn
kesadarn.
Objektif - KU : tampak sakit berat - KU : tampak sakit berat
- Kes : Samnolen
- kes : koma
- TD : 70/40 mmHg
- HR : 104 x/menit
- TD : 114/73 mmHg
- RR :28 x/menit
- Spo2 : 95 % - HR : 155x/menit
- Suhu: 36 °C - RR: 41 x/menit
- Spo2 : 90 %
Mata : konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik, pupil
- Suhu: 37,8 °C
isokor.
Mata : konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik,
Jantung : Irama reguler, mumur tidak ada, galop tidak ada
pupil isokor.
Paru : vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
Jantung : Irama reguler, mumur tidak ada, galop tidak ada
Abdomen : supel bising , nyeri tekan nyeri lepas (+). BU (+)
Paru : vesikuler, rhonki tidak ada, wheezing tidak ada
normal
Abdomen : sukar dinilai
Ekstermitas : akral hangat, CRT>2 detik
Ekstermitas : akral hangat, CRT>2 detik
Hb : 13,5 g/dL - Hb : 13,5 g/dL
Objektif
-Eritrosit : 4.82 106/mm3 -Eritrosit : 4.82 106/mm3
-Trombosit 253 103/mm3 -Trombosit 253 103/mm3
-Leukosit 11.0 103/mm3 -Leukosit H 11.0 103/mm3
-PT : 11.10 detik - hematocrit 38,2 %
-APTT : 25.90 detik - albumin L 2,87 g/dl
- ALC L 605 -kalsium L 7,79 mg/dl
- NLR H 7,55 - ureum H 89 mg/dl
- kreatinin H 1,66 mg/dl

Assessment Syok sepsis + e.c perforasi Perikarditis + AKI Syok sepsis + post laparatomi a/I Perikarditis
+ CA cerviks
- Elevasi kepala 30’ Elevasi kepala 30’
Planning
- Pasang ventilator pc.simn - Pasang ventilator pc.simn

- Pasang DC , NGT - Pasang DC , NGT

-E1 metronidazile 1x1500 mg - IVFD aminopluit 1500cc/24 jam

- Syr ketamine 50 mg - dobutamin 250 mg/ 50cc

- Inj morfin ( extra ) 2 mg -NE 8 mg/50cc

- parasematamol infus 4x1 gr -Vasopresin 0,04 unit / menit

- IVFD RL 500 cc/8aminofluid 150 cc/24 jam - ketamine 50 mg/jam

- Syr dobutamin - E2 metrinidazol 1x1500 mg

- Syr NE 4 mg - paracematol infus 4x1 gr

 
Planning - E1 inj ceftriaxone 2x2 gr - paracematol infus 4x1 gr

- Inj dexametason 4x10 mg -E2 injceftriaxon 3x2 gr

- inj ranitidine 2x50 mg - inj. Ranitidine 2x50 gr

-inj ondansentron 3x4 mg - inj. Ondansentron 3x4 mg

- inj D40% ektra - E1 levofloxacin


- gutur RL - syr hidrokortison 200mg
- inj dexametason 2 amp ektra
- syr morfin 2mg/jam
- Ijn furosemid 10 mg
- NAC granul 4x200 mg
- Nebu combivent 1:1/ 8 jam
- Nebu combivent : NAC 1:1 / 8 jam
- NAC granul 4x200mg
- puasa  spooling
- puasa
-Diet : Mc 61200 cc
- Cek labor ulang
- A.P
 

 
Tinjauan Pustaka
DEFINISI

Berasal dari kata lapara  panggul, dan tomy  memotong

Laparotomy  suatu tindakan berupa pembedahan abdomen untuk meihat


kelainan yang ada pada organ bagian dalam.

Bahasa yunani laparos  tindakan pembedahan yang dilakukan pada bagian


lunak antara tulang rusuk dan pinggul

Laparotomi  bisa dilakukan elektif atau emergency


EPIDEMIOLOGI

Di Indonesia  meningkat setiap tahunnya

2005  162 kasus


2006  983 kasus
2007  1281 kasus

RSCM  Juli-Desember 2004


83 kasus, dengan 10,84 kematian dan 44,19 komplikasi
RS Dr. Sardjito Yogyakarta  82 kasus dengan indikasi terbanyak trauma abdomen
 mortalitas 18,3%
RSU Faisal Makasar  tahun 2017
 79 kasus,
RSUP Dr. M. Djamil  tahun 2013 tercatat sebanyak 300 tindakan laparotomi
INDIKASI

● Apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya defans muskular


dan nyeri tekan yang meluas, peningkatan tegangan distensi
abdomen, terdapat masa yang nyeri khususnya jika disertai suhu
yang tinggi atau hipotensi, adanya tanda yang meragukan seperti
tanda perdarahan dan sepsis serta beberapa tanda iskemia.
● Pada pemeriksaan radiologik menunjukkan tanda ekstravasasi bahan
kontras, tumor diserta suhu tinggi, pneumoperitoneum, oklusi vena
atau arteri mesentrika.
● Pada pemeriksaan endoskopi ditemukan perifirasi saluran cerna dan
perdarahan saluran cerna yang tidak teratasi
● Hasil pemeriksaan laparoskopi ditemukan darah segar, empedu,
nanah, isis usus, atau urin
INDIKASI LAINNYA

● Trauma abdomen (baik tajam atau tumpul) / Ruptur Hepar


● Peritonitis
● Perdarahan saluran pencernaan (Internal Bleeding)
● Sumbatan pada usus halus dan usus besar
● Adanya masa pada abdomen
JENIS TINDAKAN
● Midline Incision
 paling sering digunakan. perdarahannya sedikit, eksplorasi dapat lebih luas, cepat
dibuka dan ditutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Tetapi kerugian teknik ini
adalah dapat terjadi hernia cikatrialis. Indikasi dilakukannya metode ini adalah eksplorasi
gaster, pankreas, hepar, dan lien serta dibawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis,
rektosigmoid, dan organ dalam pelvis.
● Paramedian
Sering digunakan untuk operasi untuk lambung, eksplorasi pangkreas, organ pelvis,
usus bagian bawah, serta plenoktomi. Keuntungan metode ini adalah bentuk insisi
anatomis dan fisiologi, tidak memotong ligamen dan saraf, dan insisi mudah diperluas
kearah atas maupun bawah.
● Transverse Upper Abdomen Incision
Ini merupakan metode insisi laparotomi dengan insisi pada bagian
atas. Misalnya, pembedahan kolesistotomi dan splenoktomi
● Transverse Lower Abdomen Incision
Metode ini merupakan insisi laparotomi dengan insisi melintang
pada bagian bawah sekitar lebih kurang 4 cm diatas anterior spina
iliaa. Misalnya, pada operasi appendiktomi.
KOMPLIKASI

Komplikasi laparotomi tidak jauh berbeda dengan tindakan operasi


lainnya.
1. Perdarahan
2. Infeksi luka operasi
3. Hernia insisional
4. Pembentukan abses
5. Komplikasi lain terkait anestesi
6. Terbentuk sinus  terowongan yang terbentuk ke permukaan kulit
karena adanya abses atau benda asing
7. Terbentuk fistula  saluran abnormal yang menghubungkan satu
organ dengan organ lainnya atau satu organ ke permukaan kulit
PROSES PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI

1. Fase Inflamasi
 Dari mulai luka hingga hari ke-5
 terjadi reaksi hemostasis
2. Fase Proliferasi
 terdiri dari proses destruktif (pembersihan), granulasi (pelepasan
sel-sel baru atau pertumbuhan), dan epitelisasi (migrasi sel atau
penutupan)
3. Fase Remodelling
 penyerapan kembali jaringan yang berlebih
 berlangsung hingga berbulan-bulan
PERAWATAN PASCA OPERASI

Penyembuhan pada insisi abdomen umumnya memakan


waktu sekitar 10 hingga 14 hari. Setelah dilakukan laparotomi,
jahitan harus ditutup dengan menggunakan pembalut yang
steril. Dilakukan pemberian infus intravena pada beberapa
kasus. Pemberian infus intarvena diberikan selama 24 jam
pasca bedah dan kemudan dilanjutkan hingga pasien dapat
makan secara oral. Pemberian obat-obatan berupa opioid
seperti morfin atau buprenorfin juga digunakan dalam jangka
waktu 48 jam pasca laparotomi dan kemudian dapat dilanjutkan
dengan analgetik oral setelah pasien dapat makan
ANESTESI PADA LAPAROTOMI

Evaluasi dan persiapan.

American Society of Anesthesiologist (ASA)


● ASA I: pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik
● ASA II: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan
sampai sedang.
● ASA III: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa secara
langsung.
● ASA IV: pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang
secara langsung mengancam kehidupannya.
● ASA V: pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat
yang sudah tidak mungkin ditolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24
jam pasien akan meninggal.
ANESTESI PADA LAPAROTOMI

Anestesi yang diberikan  anestesi umum (General Anesthesi).

Premedikasi diberikan secara intramuscular sekitar 30-45 menit pra induksi dengan obat-
obat sebagai berikut:
● Petidin 1,0 – 2,0 mg/kgBB
● Midazolam 0.04 – 0,10 mg/kgBB
● Atropin 0,01 mg/kgBB.
 tujuan agar pasien merasa rileks dan nyaman, serta meningkatkan kerja saraf simpatis
sehingga motilitas usus berkurang selama pelaksanaan operasi.

Selanjutnya diberikan obat-obatan induksi bisa berupa propofol.

Induksi anestesi adalah tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan untuk dimulainya anestesi dan pembedahan. Kemudian
apabila apsien sudah masuk kedalam stadium anestesi barulah dilakukan intubasi
endotrakeal pada pasien
PEMBAHASAN

Seorang pasien perempuan, Ny. R 50 tahun, Didiagnosa saat masuk


IGD RS M.Natsir dengan colic abdomen ec suspek ca serviks + AKI,
keluhan utama masuk mengalami nyeri ulu hati sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit, sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit,
tekanan darah 70/40 mmhg, pasien sebelumnya mempunyai riwayat ca
serviks direncanakan tindakan operasi pada pasien dengan kesadaran
composmentis. Dilakukan tindakan operasi laparotomy kepada pasien dan
kemudian dirawat ke ICU untuk rawatan lebih lanjut. Di ICU pasien di
diagnosa Syok sepsis + Perikarditis + AKI.
Pasien dikonsulkan untuk perawatan di ICU karena mengalami penurunan
kesadaran post laparotomy dengan tekanan darah mmhg, nadi x/menit,
nafas x/menit, suhu 'C, dan saturasi 98%.
Terapi medikamentosa untuk penanganan pada Eklampsia adalah pemberian
magnesium sulfat direkomendasikan sebagai profilaksis terhadap kejang berulang
pada pasien. Pemberian obat antihipertensi pada kehamilan adalah untuk
keselamatan ibu dalam mencegah penyakit serebrovaskular.
Monitoring tekanan darah selama di ICU dengan menggunakan nonivasif, selama
perawatan ICU tekanan darah dikontrol dengan nifedipin, karena jika tekanan
darah sistolik kurang dari 180 mmHg atau tekanan darah kurang dari 110 mmHg
diberikan Nifedipin 3x10 mg jika tekanan darah sistolik lebih dari 200 mmHg atau
tekanan darah lebih dari 100 mmHg pada pasien yang belum dilakukan clipping
maka disarankan untuk menurunkan dengan antagonis kalsium atau dengan
penghambat β.
Pemberian MgSO4 merupakan terapi pilihan pada
tatalaksana berat ataupun Eklampsia. Kemungkinan kejang
pasca tatalaksana MgSO4 masih dapat terjadi, oleh karena
itu pemantauan pasca pemberia obat sangat penting untuk
dilakukan. Penatalaksanaan eklampsia meliputi: memastikan
bahwa wanita tersebut dapat bernapas, mengendalikan
kejang, mengendalikan tekanan darah, mengendalikan
keseimbangan cairan, melahirkan bayi, mencegah kejang
lanjutan, dan mengidentifikasi komplikasi.
KESIMPULAN
Laparotomi merupakan salah satu tindakan bedah yang sering
dilakukan di Indonesia. Indikasi dilakukannya laparotomi
biasanya karena adanya trauma abdomen, peritonitis, internal
bleeding, obstruksi, atau adanya masa pada abdomen. Anestesi
yang digunakan dalam laparotomi adalah anestesi umum. Sebelum
dilakukan tindakan laparotomy pasien harus dievaluasi dan
diklasifikasikan kedalam ASA terlebih dahulu. Komplikasi yang
terjadi setelah dilakukannya tindakan laparotomi juga tidak jauh
berbeda dengan tindakan bedah lainnya yaitu bisa terjadi
perdarahan, infeksi luka operasi, hernia insisional, pembentukan
abses, serta komplikasi lain yang berhubungan dengan anestesi.
Thanks!

Anda mungkin juga menyukai