Anda di halaman 1dari 38

GANGGUAN

SOMATOFORM
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
• Istilah histeria merupakan keluhan fisik multipel tanpa adanya dasar
organik, biasanya digambarkan dengan cara yang dramatis. Konsep
histeria mung­kin berasal dari Mesir sekitar 4000 tahun yang lalu. Pada
saat Abad Pertengahan, histeria dihubungkan dengan ilmu sihir, setan,
dan tukang sihir. Individu yang mengalami histeria, biasanya wanita,
dianggap jahat atau dirasuki oleh roh jahat (Goodwin & Guze, 1989).
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
• Pada awal tahun 1800-an, bidang medis mulai mempertimbangkan
berbagai faktor sosial dan psi­kologis yang memengaruhi penyakit. Istilah
psikosomatik mulai digunakan untuk menyatakan hubungan antara pikiran
(psike) dan tubuh (soma) dalam keadaan sehat dan sakit. Paul Briquet dan
Jean Martin Charcot, keduanya dokter dari Prancis, mengidentifikasi
histeria sebagai gangguan pada sistem saraf. Sigmund Freud, yang bekerja
sama dengan Charcot, mengobservasi bahwa pasien yang mengalami
histeria dipulihkan dengan hipnosis dan sembuh dari gejala fisik mereka
saat memori dimun­culkan kembali dan emosi diungkapkan. Hal ini
mendorong Freud untuk mengusulkan bahwa emosi yang tidak
terungkapkan dapat berubah menjadi gejala fisik (Guggenheim, 2000).
PENDAHULUAN
Pengertian
• Somatisasi didefinisikan sebagai transferens pengalaman dan kondisi
kejiwaan menjadi gejala fisik.
• Gangguan somatoform dapat ditandai dengan adanya gejala fisik yang
menunjukkan kondisi medis tanpa dasar organik yang dapat
dibuktikan untuk menjelaskan gejala secara lengkap.
Ada tiga gam­baran utama gangguan
somatoform:
• Keluhan fisik yang menunjukkan penyakit medis utama, tetapi tidak
memiliki dasar organik yang dapat dibuktikan
• Faktor psikologis dan konflik yang tampak penting dalam mengawali,
memperburuk, dan mempertahankan gejala
• Gejala atau masalah kesehatan yang dibesar- besarkan yang tidak
berada dalam kontrol sadar pasien (Guggenheim, 2000).
• Klien yakin bahwa mereka memiliki masalah fisik yang serius
meskipun pemeriksaan diagnostik menunjukkan hasil negatif.
• Mereka benar-benar mengalami gejala fisik serta nyeri dan
distres yang menyertai dan keterbatasan fungsi yang
disebabkan oleh gejala fisik tersebut.
• Gejala fisik mereka tidak dikontrol dengan sadar. Penyakit
mereka dipandang bersifat psikiatri meskipun banyak yang
tidak mencari bantuan dari profesional kesehatan jiwa.
• Sayangnya, banyak orang di komunitas perawatan kesehatan
yang tidak mengerti sifat gangguan ini mungkin tidak
mengerti atau simpati dengan keluhan klien (Bartol & Eakes, .
1995).
Ada lima gangguan somatoform spesifik:
• Gangguan somatisasi yang ditandai dengan gejala fisik multipel. Gangguan ini dimulai pada usia
30 tahun, berkembang selama bebe­rapa tahun, dan ditandai dengan kombinasi nyeri dan gejala
gastrointestinal, seksual, dan gejala pseudoneurologis.
1. Gangguan konversi, kadang-kadang disebut dengan reaksi konversi, merupakan defisit fungsi sensorik
atau motorik yang biasanya tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan, seperti kebutaan atau paralisis, yang
menunjukkan gangguan neurologis, tetapi berhubungan de­ngan faktor psikologis. Sikap la belle
indiffer­ence, tampak kurang perhatian atau distres, adalah gambaran utamanya.
2. Gangguan nyeri memiliki gejala fisik utama nyeri. Nyeri ini biasanya tidak berkurang de­ngan analgesik
dan sangat dipengaruhi oleh
3. Gangguan somatoform faktor psikologis dalam hal awitan, keparahan, eksaserbasi, dan pemeliharaan
nyeri.
4. Hipokondriasis adalah preokupasi dengan ketakutan bahwa diri sendiri mengalami atau akan
mendapatkan penyakit yang serius. Diperkirakan bahwa klien salah menginterpretasikan sensasi atau
fungsi tubuh.
5. Gangguan dismorfik tubuh adalah pre­okupasi dengan kecacatan yang dibayangkan atau yang dilebih-
lebihkan dalam penampilan fisik.
AWITAN DAN PROSES KLINIS
• Klien yang mengalami gangguan somatisasi dan gangguan dismorfik
tubuh sering mengalami gejala tersebut pada usia remaja meskipun
diagnosis ini tidak dapat ditegakkan sampai masa dewasa awal
(sekitar usia 25 tahun). Gangguan konversi biasanya terjadi antara
usia 10 dan 35 tahun. Gangguan nyeri dan hipokondriasis dapat
terjadi pada segala usia (DSM-IV-TR, 2000).
AWITAN DAN PROSES KLINIS
• Semua gangguan somatoform bersifat kronis atau kambuhan, yang berlangsung selama
beberapa dekade bagi banyak orang.
• Klien yang mengalami gangguan somatisasi dan gangguan konversi paling mungkin
ditemukan di lingkungan kesehatan jiwa setelah mereka bersusah payah mendapatkan
diag­nosis medis.
• Individu yang mengalami hipokon­driasis, gangguan nyeri, dan gangguan dismorfik tubuh
tidak mungkin dirawat di lingkungan kesehatan jiwa kecuali jika ada kondisi komorbid.
• Individu yang mengalami gangguan somatoform cenderung pergi ke dokter atau klinik
yang satu ke dokter atau klinik yang lain, atau mungkin menemui banyak pemberi
perawatan pada waktu yang ber­samaan dalam upaya untuk menghilangkan gejala. Klien
tersebut cenderung pesimis tentang usaha medis, sering meyakini penyakitnya dapat
didiag­nosis jika pemberi perawatan lebih kompeten.
GANGGUAN TERKAIT
GANGGUAN TERKAIT
• Gangguan somatoform perlu dibedakan dari gangguan jiwa lain yang berhubungan dengan tubuh
seperti malingering dan gangguan faktisius, ketika klien berpura-pura atau menimbulkan gejala
secara sengaja untuk beberapa tujuan atau manfaat dan dapat mengontrol gejala tersebut secara
sadar. Perbedaannya adalah klien yang mengalami gang­guan somatoform tidak dapat mengontrol
gejala fisik mereka secara sadar.
• Malingering adalah membuat kepura-puraan de­ngan sengaja atau gejala fisik atau psikologis yang
terlalu dilebih-lebihkan, yang didorong oleh dorong­an eksternal seperti menghindari pekerjaan,
meng­hindari tuntutan kriminal, mendapatkan kompen­sasi finansial, atau mendapatkan obat-obatan.
• Individu yang mengalami malingering tidak mempunyai gejala fisik yang nyata atau terlalu melebih-
lebihkan gejala yang relatif kecil. Tujuan mereka dalam melakukan hal tersebut adalah beberapa
jenis dorongan eksternal atau hasil yang dipandang penting bagi individu yang merupakan akibat
langsung suatu penyakit. Contohnya adalah tidak lagi harus bekerja, mendapatkan uang dalam
jumlah besar berdasarkan laporan cedera, atau menghindari konsekuensi yang tidak menyenangkan,
seperti penjara. Individu yang mengalami malingering dapat menghentikan gejala fisik segera
setelah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan
ETIOLOGI
Teori Psikososial
ETIOLOGI
Teori Psikososial
• Ahli teori psikososial meyakini bahwa individu yang mengalami gangguan somatoform menyimpan pera­
saan stres, ansietas, atau frustrasi dalam diri mereka sendiri, bukan mengekspresikannya secara langsung.
Hal ini disebut internalisasi. Perasaan dan stres yang diinternalisasi tersebut diekspresikan melalui gejala
fisik, bukan emosi; hal ini disebut somatisasi. Inter­nalisasi dan somatisasi adalah mekanisme perta­hanan
yang tidak disadari. Individu ini tidak menya­dari proses tersebut, ia juga tidak dapat mengontrol
mekanisme tersebut secara sadar.
• Individu yang mengalami gangguan somatoform tidak mudah mengungkapkan perasaan dan emosi
mereka secara verbal dan langsung dan mengalami kesulitan yang besar dalam menghadapi konflik in­
terpersonal. Saat ditempatkan pada situasi yang melibatkan konflik dengan orang lain, atau di bawah
keadaan stres secara emosional, gejala fisik mereka tampak semakin buruk. Perburukan gejala fisik mem­
bantu individu memenuhi kebutuhan psikologis akan keamanan, perhatian, dan kasih sayang melalui
primary gain dan secondary gain (Guggenheim, 2000). Primary gain adalah manfaat eksternal langsung
yang dicapai oleh individu dengan menjadi sakit, seperti berkurangnya ansietas, konflik, atau distres.
Secondary gain adalah manfaat personal atau internal yang didapat melalui perhatian khusus dan kepe­
dulian yang d.iterima dari orang lain karena individu sakit (mis., perhatian dari anggota keluarga, tindakan
kenyamanan seperti membawakan teh atau mem­berikan pijat punggung).
ETIOLOGI
Teori Psikososial
ETOLOGI
Teori Psikososial
• Somatisasi paling sering dikaitkan dengan wanita, seperti yang ditunjukkan oleh istilah
kuno histeria (bahasa Yunani untuk "penyimpangan uterus"). Nyeri pada wanita yang
tidak dapat dijelas­kan diduga disebabkan oleh perpindahan uterus di seluruh tubuh
wanita.
• Ahli teori psikososial meyakini bahwa gangguan ini mungkin berhubungan dengan
beberapa alasan:
• Anak laki-laki di Amerika Serikat diajari untuk menahan rasa sakit dan "berperilaku seperti seorang
pria", yang menyebabkan mereka mengungkapkan keluhan fisik lebih sedikit ketika dewasa.
• Wanita mencari terapi medis lebih sering daripada pria, dan hal ini lebih dapat diterima secara
sosial bagi mereka untuk melaku­kannya.
• Penganiayaan seksual pada masa kanak- kanak, yang dihubungkan dengan somatisasi, terjadi lebih
sering pada anak perempuan.
• Wanita lebih sering diterapi untuk gangguan jiwa yang mempunyai komponen somatik yang kuat,
seperti depresi (Wool & Barsky, 1994).
ETIOLOGI
Teori Bologi
ETIOLOGI
TEORI BIOLOGI
• Penelitian menunjukkan perbedaan dalam cara klien mengatur dan menginterpretasi stimulus.
• Individu yang mengalami gangguan somatoform tidak dapat membedakan stimulus yang relevan dari stimulus yang
tidak relevan dan mempunyai respons yang sama terhadap keduanya.
• Dengan kata lain, individu tersebut mungkin mengalami sensasi tubuh yang nor­mal seperti peristalsis dan
mengartikannya sebagai hal yang patologis, bukan hal yang normal (Guggenheim, 2000).
• Terlalu sedikit inhibisi pada in­put sensori menyebabkan kesadaran yang kuat akan gejala fisik, juga respons yang
berlebihan terhadap sensasi tubuh.
• Misalnya, ketidaknyamanan ringan, seperti kekakuan otot, menjadi kuat karena orang tersebut memberikan
perhatian dan kepedulian pada kekakuan itu.
• Kesadaran sensori yang kuat ini menyebabkan individu tersebut mengalami sensasi somatik yang lebih intens,
membahayakan, dan mengganggu (Barsky et al., 1988).
• Gangguan somatisasi ditemukan pada 10% sampai 20% kerabat tingkat pertama wanita dari individu yang mengalami
gangguan somatisasi.
• Gejala konversi ditemukan lebih sering pada kerabat individu yang mengalami gangguan konversi. Kerabat tingkat
pertama dari orang dengan gangguan nyeri lebih mungkin mengalami gangguan depresif, ketergantungan alkohol,
dan nyeri kronis (D5M-IV- TR, 2000).
PERTIMBANGAN
BUDAYA
PERTIMBANGAN BUDAYA
• Jenis dan frekuensi gejala somatik serta maknanya dapat bervariasi pada tiap budaya. Gejala pseudo-
neurologis gangguan somatisasi di Afrika dan Asia Selatan mencakup tangan dan kaki seperti terbakar, atau
sensasi nondelusi akan adanya cacing di kepala atau semut di kulit. Gejala yang berhubungan dengan
reproduksi pria lebih sering terjadi pada beberapa negara atau budaya misalnya, pria India sering mengalami
masalah hipokondriasis tentang kehi­langan semen, yang disebut dhat. Gangguan somati- sasi jarang terjadi
pada pria di Amerika Serikat, tetapi lebih sering terjadi di Yunani dan Puerto Riko.
• Ada banyak sindrom batasan-budaya yang mempunyai gejala somatik terkait yang tidak dijelas­kan oleh
kondisi medis (Tabel 19-1).
• Koro terjadi di Asia Tenggara dan mungkin berhubungan dengan gangguan dismorfik tubuh. Hal ini ditandai
dengan kepercayaan bahwa penis menyusut dan akan hilang ke dalam abdomen, yang menyebabkan pria
meninggal.
• Episode falling-out, yang ditemukan di Amerika Serikat bagian selatan dan kepulauan Karibia, ditandai oleh
kolaps yang tiba-tiba dan individu tidak dapat bergerak ataupun melihat.
• Hiva- byung adalah sindrom rakyat Korea yang disebabkan oleh supresi kemarahan dan mencakup insomnia,
keletihan, panik, gangguan pencernaan, dan sakit serta nyeri yang umum.
• Sangue dormido ("darah yang tidur") terjadi di antara Penduduk Kepulauan Cape Verde Portugis yang
melaporkan adanya nyeri, kebas, tremor, paralisis, kejang, kebutaan, serangan jantung, dan keguguran.
• Sbenjing shuariuo terjadi di Cina dan mencakup keletihan fisik dan mental, pusing, sakit kepala, nyeri,
gangguan tidur, kehilangan memori, masalah gastrointestinal, dan disfungsi seksual (Mezzich et al, 2000).
TERAPI
TERAPI
• Terapi difokuskan pada penanganan gejala dan peningkatan kualitas hidup. Pemberi perawatan kesehatan harus
menunjukkan empati dan sensiti­vitas terhadap keluhan fisik klien. Membangun hubungan saling percaya dengan klien
akan mem­bantu menjaga klien dengan satu pemberi pera­watan. Depresi dapat menyertai atau disebabkan oleh
gangguan somatoform bagi banyak individu; oleh karena itu, antidepresan berguna pada beberapa kasus. Inhibitor
reuptake serotonin selektif, seperti fluoksetin (Prozac), sertralin (Zoloft), dan paroksetin (Paxil), adalah obat yang paling
sering digunakan (Tabel 19-2).
• Bagi klien yang mengalami gangguan nyeri, rujukan ke klinik nyeri kronis dapat bermanfaat. Klinik nyeri membantu klien
mempelajari metode penatalaksanaan nyeri seperti imajinasi visual dan relaksasi serta membantu meningkatkan
kemampuan fungsional klien melalui terapi fisik, yang mem­pertahankan dan membangun tonus otot. Analgesik narkotik
dihindari karena adanya risiko keter­gantungan atau penyalahgunaan, dan agens anti- inflama$i..nonsteroid digunakan
untuk membantu mengurangi nyeri.
• Keterlibatan dalam kelompok terapi juga berman­faat.bagi beberapa individu yang mengalami gang­guan somatoform.
Studi tentang klien yang meng­alami gangguan somatisasi yang berpartisipasi pada kelompblc kognitif-perilaku terstruktur
menunjukkan bukti peningkatan kesehatan fisik dan emosional setahun kemudian (Guggenheim, 2000). Tujuan kelompok
secara keseluruhan adalah menawarkan dukungan teman sebaya, berbagi metode koping, dan merasakan serta
mengungkapkan emosi.
• Dalam hal prognosis, gangguan somatoform cenderung menjadi kronis atau kambuh. Gangguan konversi sering
berkurang dalam beberapa minggu dengan terapi, tetapi terjadi lagi pada 25% klien. Gangguan somatisasi,
hipokondriasis, dan gang­guan nyeri sering berlangsung selama beberapa tahun, dan klien melaporkan kondisi kesehatan
yang buruk. Individu dengan gangguan dismorfik tubuh mungkin mengalami preokupasi dengan kecacatan tubuh yang
dirasakan sama atau berbeda di sepan­jang hidupnya (DSM-IV-TR, 2000).
APLIKASI PROSES KEPERAWATAN
• Mekanisme somatisasi yang mendasar adalah sesuai untuk klien yang
mengalami semua jenis gangguan somatoform.
• Pada bagian ini, aplikasi proses keperawatan akan didiskusikan untuk
klien dengan somatisasi; perbedaan di antara gangguan tersebut
dijelaskan pada bagian yang tepat.
Pengkajian
• Status kesehatan fisik klien harus diperiksa secara menyeluruh untuk
memastikan tidak ada patologi mendasar yang memerlukan terapi.
Saat klien didiagnosis dengan gangguan somatoform, penting untuk
tidak meng­abaikan semua keluhan yang akan datang karena klien
dapat mengembangkan kondisi fisiknya setiap saat yang akan
memerlukan penanganan medis.
RIWAYAT
• Klien biasanya memberikan penjelasan yang panjang dan terperinci
tentang masalah fisik sebelumnya, banyak pemeriksaan diagnostik, dan
bahkan mungkin sejumlah prosedur pembedahan. Hal ini mungkin
karena klien menemui banyak pemberi perawatan kesehatan selama
periode beberapa tahun. Klien mungkin mengekspresikan distres atau
kemarahan pada masyarakat medis, dengan komentar seperti, "Mereka
hanya tidak dapat mene­mukan apa yang salah pada diri saya" atau
"Mereka semua tidak kompeten dan mereka mencoba mengatakan
pada saya bahwa saya gila!" Kemung­kinan pengecualian adalah klien
dengan gangguan konversi yang menunjukkan sedikit emosi saat
menggambarkan keterbatasan fisik atau kurangnya diagnosis medis.
PENAMPILAN UMUM DAN PERILAKU
MOTORIK
• Penampilan secara keseluruhan biasanya tidak luar biasa. Klien
mungkin sering berjalan lambat atau gaya berjalan yang tidak
biasanya karena nyeri atau disabilitas yang disebabkan oleh gejala-
gejala. Klien mungkin menunjukkan ekspresi wajah tidak nyaman atau
distres fisik. Pada banyak kasus., klien terlihat bersemangat dan
tampak lebih baik saat wawancara pengkajian dimulai karena klien
mendapatkan perhatian penuh dari perawat. Klien yang mengalami
gangguan somatisasi biasanya menggambarkan keluhannya dengan
bersemangat dan berlebihan, tetapi informasi yang diberikan sering
kali kurang spesifik.
MOOD DAN AFEK
• Mood klien sering kali labil, berubah dari depresi dan sedih saat
menggambarkan masalah fisiknya menjadi tampak bersemangat dan
antusias saat membicarakan tentang bagaimana ia harus pergi ke
rumah sakit pada tengah malam dengan ambulans.
• Emosi sering kali dilebih-lebihkan, seperti halnya klien melaporkan
gejala fisik. Klien mungkin men­ceritakan rangkaian krisis personal
yang ber­hubungan dengan kesehatan fisiknya, tampak senang dengan
keadaan tersebut, bukan tampak distres.
• Klien yang mengalami gangguan konversi menunjukkan kurangnya
distres yang tidak diharapkan.
PROSES DAN ISI PIKIR
• Klien yang mengalami somatisasi tidak mengalami gangguan proses pikir. Isi pikir mereka terutama
tentang masalah fisik, sering kali berlebihan; misal­nya, saat mereka mengalami demam ringan,
mereka mungkin menganggapnya sebagai pneumonia. Mereka bahkan mungkin membicarakan
tentang kematian dan musik apa yang mereka ingin perdengarkan pada saat pemakaman mereka.
• Klien tidak mungkin mampu berpikir atau beres­pons terhadap pertanyaan tentang perasaan emo­
sional. Pertanyaan tentang bagaimana perasaan klien akan dijawab dalam hal kesehatan fisik atau
sensasi. Misalnya, perawat dapat menanyakan, "Bagaimana perasaan Anda ketika harus berhenti
bekeija?" Klien mungkin berespons, "Ya, saya pikir saya merasa lebih baik dengan istirahat yang
lebih banyak, tetapi nyeri punggung saya masih sama seperti yang dulu."
• Klien yang mengalami hipokondriasis berfokus pada ketakutan akan penyakit yang serius, bukan
pada adanya penyakit yang terlihat pada klien dengan gangguan somatoform yang lain. Mereka
mengalami preokupasi dengan masalah fisik sama seperti klien somatisasi lain dan juga
kemampuan mereka sangat terbatas untuk mengidentifikasi perasaan emosional atau masalah
interpersonal
SENSORIUM DAN PROSES
INTELEKTUAL
• Klien waspada dan terorientasi.

• Fungsi intelektual­nya tidak terganggu


PENILAIAN DAN DAYA TILIK
• Penilaian klien mungkin dipengaruhi oleh respons mereka yang
berlebihan terhadap kesehatan fisik. Mereka memiliki sedikit atau
tidak memiliki daya tilik terhadap perilaku mereka. Mereka sangat
yakin bahwa masalah mereka sepenuhnya merupakan masalah fisik
dan sering kali yakin bahwa orang lain tidak mengerti.
KONSEP DIRI
• Klien berfokus hanya pada bagian fisik mereka sendiri.
• Mereka tidak mungkin memikirkan tentang karakteristik atau
kekuatan personal dan tidak nyaman saat diminta untuk
memikirkannya.
• Klien yang mengalami somatisasi mempunyai harga diri yang rendah
dan tampak menghadapinya dengan fokus total pada masalah fisik.
• Mereka kurang percaya diri, meraih sedikit kesuksesan dalam situasi
kerja,..dan mengalami kesulitan mengatasi masalah kehidupan.sehari-
hari, yang hanya mereka hubung­kan dengan.keadaan fisik mereka.
PERAN DAN HUBUNGAN
• Klien, .tidak mungkin dipekerjakan meskipun mungkin ada riwayat pengalaman kerja. Klien
sering kali kehilangan pekerjaan karena sering absen atau tidak mampu melaksanakan
pekerjaan; klien mungkin berhenti bekerja dengan sengaja karena kesehatan fisiknya yang
buruk. Klien mengalami kesulitan memenuhi peran dalam keluarga karena terlalu sering
mendatangi perawatan medis. Mung­kin bagi klien untuk memiliki sedikit teman dan
meluangkan sedikit waktu dalam aktivitas sosial. Klien mungkin menolak menemui teman-
temannya atau pergi bersosialisasi karena takut sakitnya bertambah parah jika jauh dari
rumah. Sebagian besar sosialisasi klien terjadi dengan anggota komunitas perawatan
kesehatan.
• Klien mungkin melaporkan kurangnya dukung­an dan pengertian keluarga. Anggota keluarga
mungkin lelah terhadap keluhan klien yang terus- menerus dan penolakan klien untuk
menerima tidak adanya diagnosis medis. Kondisi fisik dan penyakit klien sering kali
mengganggu acara keluarga yang telah direncanakan, seperti pergi berlibur atau menghadiri
pertemuan keluarga. Kehidupan di rumah sering kali kacau dan tidak dapat diprediksi.
PERTIMBANGAN FISIOLOGIS DAN
PERAWATAN DIRI
• Selain banyak keluhan fisik, sering kali ada kebu­tuhan yang logis
dalam hal praktik kesehatan klien. Klien yang mengalami somatisasi
sering kali mengalami gangguan pola tidur, kurang nutrisi dasar, dan
tidak melakukan olahraga. Selain itu, mereka mungkin meminta
banyak resep untuk nyeri atau keluhan lainnya. Jika klien
menggunakan ansiolitik atau obat untuk nyeri, kemungkinan putus
obat perlu dipertimbangkan.
Analisis Data dan Perencanaan
• Diagnosis keperawatan yang biasanya digunakan ketika menangani klien yang
mengalami somatisasi adalah:
• KetidakefektifanKoping Individu
• Penyangkalan Tidak Efektif
• Hambatan Interaksi Sosial
• Ansietas
• Gangguan Pola Tidur
• Keletihan
• Nyeri.
• Klien yang mengalami gangguan konversi mung­kin berisiko terhadap disuse syndrome
karena meng­alami gejala paralisis pseudoneurologis. Dengan kata lain, jika klien tidak
menggunakan ekstremitas untuk waktu yang lama, ototnya mungkin melemah atau
menjadi atrofi karena kurang digunakan.
Identifikasi Hasil

• Kriteria hasil untuk klien yang mengalami gangguan somatoform


adalah:
1. Klien akan mengidentifikasi hubungan antara stres dan gejala fisik.
2. Klien akan mengungkapkan perasaan emo­sional secara verbal.
3. Klien akan mengikuti rutinitas sehari-hari yang telah ditetapkan.
4. Klien akan menunjukkan cara alternatif untuk menghadapi stres, ansietas,
dan perasaan lainnya.
5. Klien akan menunjukkan perilaku yang lebih sehat yang terkait dengan
istirahat, aktivitas, dan asupan nutrisi.
Petunjuk yang Bermanfaat untuk Menangani
Klien yang Mengalami Gangguan Somatoform
• Kaji keluhan fisik klien secara cermat. Walau­pun klien mempunyai
riwayat gangguan somatoform, keluhan fisik tidak boleh diabai­kan
atau dianggap bersifat psikologis. Klien mungkin benar-benar
mengalami suatu kon­disi medis.
• Validasi perasaan klien saat mencoba untuk melibatkannya dalam
terapi, seperti "Saya tahu Anda tidak merasa baik, tapi penting untuk
melakukan olahraga setiap hari."
• Ingat bahwa keluhan somatik tidak berada dalam kontrol sadar klien.
Klien akan mengalami lebih sedikit keluhan somatik saat ia
meningkatkan keterampilan, koping dan hubungan interpersonalnya.

Anda mungkin juga menyukai