Anda di halaman 1dari 19

Komunikasi Perubahan Perilaku

Konselor harus mampu berkomunikasi dengan baik


agar tercapai perubahan perilaku yang diharapkan
Seorang konselor memiliki peran dalam membantu
klien mengenali perilaku yang merugikan, mengerti
alternatif yang tersedia, dapat berperilaku sesuai
pengetahuan perilaku yang sehat dan menerima
dukungan yang diperlukan untuk mempertahankan
perubahan perilaku
Apa yang terjadi jika seseorang dengan HIV tetap
menggunakan Napza suntik bergantian tanpa
disterilkan terlebih dahulu?
Apa yang terjadi jika seseorang dengan HIV tetap
berganti-ganti pasangan tanpa menggunakan
kondom?”
Tantangan sebagai konselor adalah Perubahan
Perilaku
Hal ini sulit namun harus dilakukan untuk
memperoleh perilaku yang tidak berisiko
Precomtemplation/Pra-perenungan
Pada tahap pra kontemplasi, klien belum memiliki
pengetahuan tentang perilaku berisiko mereka.
Konselor perlu menumbuhkan kesadaran diri klien
agar memahami risiko akibat perilakunya, meskipun
saat itu mereka belum mau mengubah perilakunya.
Gunakan pertanyaan terbuka untuk penilaian. Klien
belum menyadari adanya akibat dariperbuatannya.
Belum berkeinginan atau belum berminat untuk
berubah.
Contemplation/Perenungan
Pada tahap kontemplasi ini klien menyadari informasi
dan makna bagi dirinya berkaitan dengan perilaku
yang rentan pada dirinya. Seringkali klien mengetahui
fakta bagaimana infeksi HIV terjadi, tetapi belum
mengetahui bagaimana mereka melindungi dirinya
agar tidak terinfeksi HIV.
Respon klien terhadap risiko terinfeksi HIV adalah
sebagai berikut:
Mengenali bahwa perilaku mereka berisiko terinfeksi
HIV.
Tidak dapat menerima atau memahami bahwa
perilaku mereka dapat menyebabkan terinfeksi HIV.
Memahami risiko dan merasa tidak berdaya, putus asa
dan merasa tidak mampu mengubah perilaku.
Preparation/Persiapan
Pada tahap ini klien perlu melakukan persiapan dua
langkah.
tahap pertama. Dalam tahap pertama persiapan, klien
akan menimbang untung rugi dan mendorong
perubahan perilaku dari prilaku yg diingin kan dan
mengutamakan prilaku yang aman
Klien telah bertekad dan telah berencana untuk
membuat perubahan diri secepatnya, yang akan berguna
untuk masa mendatang.
Klien telah memahami dan mengakui adanya ‘masalah’,
dapat mengambil keputusan untuk menetapkan mau
berubah, mau memulai upaya pencegahan masuknya
virus HIV.
Klien membuat hubungan awal dengan beberapa orang
yang dia yakini dapat membantunya.
Tahap ke dua. Dalam tahap persiapan ke dua, konselor
mengajak klien membangun kapasitas diri (capacity
building)
Hal merupakan persiapan untuk perubahan perilaku,
termasuk meningkatkan keterampilan praktis dan
dukungan manajemen risiko/biaya yang harus
ditanggung sebagai akibatnya.
Strategi konseling untuk membangun kapasitas diri termasuk:
Memberikan ketrampilan praktis, spesifik, dan mampu
dikerjakan.
Melakukan permainan peran yang mengacu pada perubahan
perilaku dan penguatan.
Mendemonstrasikan penggunaan kondom dan juga mencari
tahu alasan-alasan mengapa klien tidak bersedia mengenakan
kondom.
Menegosiasikan suatu rencana perubahan dan kontrak
perilaku yang akan dilakukan.
Mendiskusikan dengan klien tentang hambatan-hambatan
yang ada dan cara untuk mengatasinya.
Membantu klien melakukan inventarisasi semua dukungan
sosial yang akan diperoleh bila ia berubah.
Action/Tindakan
Dalam tahap tindakan ini, klien mencoba
menerapkan langkah perubahan perilaku ke depan
Strategi konseling dalam masa uji coba tersebut antara
lain:
Merencanakan cara menghadapi hambatan yang
mungkin akan dihadapi klien.
Membuat kerangka ulang jika terdapat kegagalan
yang dialami klien.
Klien - konselor harus ingat bahwa model perubahan
perilaku ada kemungkinan berkali-kali untuk
mengalami kegagalan.
Meskipun pelaksanaan uji coba tidak selalu berhasil
namun sekecil apapun perubahan perilaku dapat
dipertimbangkan sebagai keberhasilan dan yang harus
didukung oleh konselor..
Maintenance/Rumatan/Memelihara
Memelihara/mempertahankan perubahan perilaku
seksual merupakan tahap rumatan yang aman
sepanjang waktu secara alamiah dan
berkesinambungan. Diharapkan perubahan perilaku
dapat berubah seiring dengan perubahan kehidupan
seseorang.
Dalam tahap rumatan klien mencapai sasaran
misalnya abstinensia/suntikan bersih dan bekerja
keras untuk tetap mempertahankannya,
menghindarkan diri dari teman-teman yang masih
menyuntik. Klien melatih diri dengan cara memakai
kondom dengan berbagai variasi dan
mempertahankan keberlanjutannya
Bila klien mengalami 'slip‘ atau ‘relaps’ (kembali pada
perilaku semula) klien tidak panik karena klien yakin
ia sudah dibekali keterampilan untuk mengatasi diri.
Klien akan segera mengubah diri dengan mengakui
kesalahannya dan mengambil langkah perbaikan.
KEWASPADAAN
 Kembali (kambuh) pada perilaku yang kurang aman dapat
menyebabkan perilaku aman sebelumnya tidak berlaku sehingga
menyebabkan terinfeksi HIV.
 Jumlah perilaku berisiko tinggi dan infeksi-infeksi baru akan meningkat
jika intervensi dihentikan. Berlangsungnya pengurangan risiko
tergantung pada program-program perubahan perilaku yang
berkelanjutan, dorongan dan dukungan konselor.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai