Anda di halaman 1dari 27

Journal Reading

ABSTRAK
Toxic epidermal necrolysis (TEN) dan Stevens Johnson Syndrome (SJS) adalah reaksi kutaneus
akibat penggunaan obat, yang mengancam nyawa dan sebagian besar melibatkan kulit dan
membran mukosa. TEN dan SJS ditandai dengan adanya nyeri mukokutan dan erosi hemoragik,
eritema dan banyak atau sedikitnya lapisan epidermal kulit yang terlepas akan menyebabkan
erosi dan hilangnya rambut (gundul) pada area kulit yang terkena. Obat-obatan diasumsikan atau
diidentifikasi sebagai penyebab utama SJS / TEN dalam banyak kasus, tetapi infeksi
Mycoplasma pneumoniae dan virus Herpes simpleks juga pernah dilaporkan dapat menyebabkan
TEN / SJS, meskipun hal ini sangat jarang terjadi dan etiologinya belum diketahui. Beberapa
obat yang berisiko tinggi menginduksi terjadinya TEN / SJS adalah: allopurinol, trimethoprim
sulfamethoxazole dan antibiotik golongan sulfonamide lainnya, aminopenicillins, sefalosporin,
kuinolon, karbamazepin, fenitoin, fenobarbital, dan NSAID jenis oksikam. Diagnosis banding
meliputi dermatosis IgA linier dan pemfigus paraneoplastik, pemfigus vulgaris dan pemfigoid
bulosa, acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP), disseminated fixed bullous drug
eruption dan staphyloccocal scalded skin syndrome (SSSS). Karena tingginya risiko kematian,
penatalaksanaan pasien dengan SJS / TEN memerlukan diagnosis cepat, identifikasi dan
penghentian obat penginduksi, perawatan suportif khusus yang ideal di unit perawatan intensif,
dan pertimbangan pemberian agen imunomodulasi seperti terapi imunoglobulin intravena dosis
tinggi.
Kata kunci: Toxic epidermal necrolysis, Stevens Johnson Syndrome, kulit dan membran mukosa
PENDAHULUAN

SindromStevens-Johnson (SJS) → reaksi hipersensitivitas yang


dimediasi oleh kompleks sistem imun yang biasanya melibatkan
kulit dan membran.

Tahun 1922 → SJS pertama kali dijelaskan sebagai erupsi kulit


epidermal generalisata. Kondisi ini disertai demam, radang
mukosa bukal, dan konjungtivitis purulen yang parah

Insiden SJS → Tidak diketahui, tetapi diperkirakan sangat rendah

Etiologi SJS → obat-obatan, agen infeksi, dan idiopatik.

Kematian biasanya terjadi karena komplikasi infeksi.


PENDAHULUAN

Toxic epidermal necrolysis (TEN) → biasanya berkaitan dengan


pengunaan obat

Dalam laporan kasus dan studi kasus, lebih dari 100 obat telah
terlibat sebagai penyebab sindrom Stevens-Johnson atau toxic
epidermal necrolysis.

Sejumlah obat, termasuk sulfonamid, agen antikonvulsan, dan


allopurinol, paling sering dikaitkan dengan kondisi tersebut;
sedangkan keterlibatan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID),
agen analgesik, dan antibiotik nonsulfonamid masih
kontroversial.
PENDAHULUAN

Bentuk yang lebih ringan dikenal sebagai sindrom Stevens


Johnson atau overlapping Stevens– Johnson syndrome and toxic
epidermal necrolysis.
Klasifikasi paling sederhana untuk membedakan SJS dan TEN
adalah sebagai berikut:
• Sindrom Stevens-Johnson: suatu bentuk minor dari nekrolisis
epidermal toksik, dengan pelepasan lapisan epidermis kulit
kurang dari 10% area permukaan tubuh
• Overlapping Stevens– Johnson syndrome and toxic epidermal
necrolysis: pelepasan epidermis 10-30% area permukaan tubuh
• Nekrolisis epidermal toksik: pelepasan epidermis lebih dari
30% area permukaan tubuh
PENDAHULUAN

Baik SJS dan TEN masih diperdebatkan termasuk dalam


kelompok penyakit yang sama dengan Erythema Multiforme
(EM).
PENDAHULUAN
ETIOLOGI

4 kategori etiologi :
• Infeksi
• Diinduksi obat
• Terkait keganasan
• Idiopatik
Infeksi
 Penyakit akibat virus yang dilaporkan menyebabkan SJS :
• Virus herpes simpleks
• AIDS
• Infeksi virus Coxsackie
• Influensa
• Hepatitis
• Penyakit gondong (mumps)
ETIOLOGI
Infeksi
 SJS dengan Infeksi saluran pernapasan bagian atas, etiologi :
• Group A beta-hemolytic streptococci
• Diphtheria
• Brucellosis
• Lymphogranuloma venereum
• Mycobacteria
• Mycoplasma pneumonia15,16
• Rickettsial infections
• Tularemia
• Typhoid
ETIOLOGI
Induksi Obat
 Antibiotik adalah penyebab paling umum dari sindrom
Stevens-Johnson, diikuti oleh analgesik, obat batuk dan pilek,
NSAID, psikoepilepsi, dan obat antigout. Antibiotik, penisilin
dan obat sulfa menonjol; ciprofloxacin juga telah dilaporkan.
 Antikonvulsan yang terlibat pada SJS:
• Phenytoin
• Carbamazepine
• oxcarbazepine (Trileptal)
• Valproic acid
• Lamotrigine
• Barbiturates
ETIOLOGI
Induksi Obat
 Sindrom Stevens-Johnson juga telah dilaporkan pada pasien
yang memakai obat berikut ini:
• Modafinil (Provigil)
• Allopurinol20
• Mirtazapine21
• TNF-alpha antagonists (eg, infliximab, etanercept,
adalimumab)22
• Cocaine
• Sertraline
• Pantoprazole
• Tramadol
ETIOLOGI
Faktor Genetik
 Pembawa antigen leukosit manusia berikut telah dikaitkan
dengan peningkatan risiko SJS:
• HLA-B*1502
• HLA-B*5801
• HLA-B*44
• HLA-A29
• HLA-B12
• HLA-DR7
• HLA-A2
• HLA-B*5801
• HLA-A*0206
• HLA-DQB1*0601
ETIOLOGI
Faktor Genetik
 Beberapa alel HLA ini dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan
pengembangan sindrom Stevens-Johnson setelah terpapar obat
tertentu.
 HLA-B * 5801 memberikan risiko reaksi terkait allopurinol.
 Kulit putih dengan HLA-B * 44 tampaknya lebih rentan untuk
mengalami sindrom Stevens-Johnson.
 HLA-A29, HLA-B12, dan HLA-DR7 sering dikaitkan dengan sindrom
Stevens-Johnson yang diinduksi sulfonamida.
 HLA-A2 dan HLA-B12 sering ditemui pada sindrom Stevens-
Johnson yang disebabkan oleh obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) .
 Alel HLA-A * 0206 dan HLA-DQB1 * 0601 telah terbukti sangat
terkait dengan sindrom Stevens-Johnson dengan penyakit mata.
ETIOLOGI
Faktor Genetik
 Beberapa alel HLA ini dikaitkan dengan peningkatan kemungkinan
pengembangan sindrom Stevens-Johnson setelah terpapar obat
tertentu.
 HLA-B * 5801 memberikan risiko reaksi terkait allopurinol.
 Kulit putih dengan HLA-B * 44 tampaknya lebih rentan untuk
mengalami sindrom Stevens-Johnson.
 HLA-A29, HLA-B12, dan HLA-DR7 sering dikaitkan dengan sindrom
Stevens-Johnson yang diinduksi sulfonamida.
 HLA-A2 dan HLA-B12 sering ditemui pada sindrom Stevens-
Johnson yang disebabkan oleh obat antiinflamasi nonsteroid
(NSAID) .
 Alel HLA-A * 0206 dan HLA-DQB1 * 0601 telah terbukti sangat
terkait dengan sindrom Stevens-Johnson dengan penyakit mata.
TANDA DAN GEJALA

Gejala prodromal khas sindrom Stevens-Johnson :


• Batuk, menghasilkan dahak kental bernanah
• Sakit kepala
• malaise
• Arthralgia

Pasien mungkin mengeluhkan ruam terbakar yang timbul secara


simetris di wajah dan bagian atas batang tubuh.
TANDA DAN GEJALA
Dapat Dijumpai Lesi Pada kulit sebagai berikut:
 Ruam bisa dimulai sebagai makula yang berkembang menjadi papula, vesikula, bula, plak
urtikaria, atau eritema konfluen.
 Lesi tipikal tampak seperti target
 Berbeda dengan lesi khas eritema multiforme, lesi ini hanya memiliki 2 zona warna
 Inti lesi mungkin vesikuler, purpura, atau nekrotik; zona itu dikelilingi oleh eritema makula
 Lesi bisa menjadi bulosa dan kemudian pecah, meninggalkan kulit yang gundul; kulit
menjadi rentan terhadap infeksi sekunder
 Lesi urtikaria biasanya tidak gatal
 Infeksi mungkin bertanggung jawab atas jaringan parut yang berhubungan dengan
morbiditas
 Lesi dapat terjadi di mana saja, telapak tangan, telapak kaki, punggung tangan, dan
permukaan ekstensor paling sering terkena.
 Ruam mungkin terbatas pada satu area tubuh, paling sering di batang tubuh
TANDA DAN GEJALA
Tanda-tanda keterlibatan mukosa dapat meliputi:
• Erythema
• Edema
• Sloughing
• Blistering
• Ulceration
• Necrosis

Tanda-tanda okuler berikut mungkin dapat dijumpai pada pemeriksaan slit-


lamp:
• Kelopak mata: Trichiasis, distichiasis, disfungsi kelenjar meibom, blepharitis
• Konjungtiva: Papilla, folikel, keratinisasi, fibrosis subepitel, penyusutan
konjungtiva, foreshortening fornices, symblepharon, ankyloblepharon
• Kornea: keratitis pungtata superfisial, defek epitel, ulkus stroma,
neovaskularisasi, keratinisasi, limbitis, konjungtivalisasi, opasitas stroma,
perforasi.
PATOFISIOLOGI
 Patogenesis SJS / TEN tidak sepenuhnya dipahami tetapi
diyakini dimediasi oleh respon imun (Reaksi hipersensitivitas
yang lambat ).
 Asetilator lambat, immunocompromised (terutama yang
terinfeksi HIV), dan pasien dengan tumor otak yang menjalani
radioterapi dengan antiepilepsi bersamaan termasuk di antara
mereka yang paling berisiko.
 Baik SJS dan TEN ditandai dengan terlepasnya epidermis dari
dermis papiler di pertemuan antara epidermal-dermal, yang
bermanifestasi sebagai ruam papulomakuler dan bula sebagai
akibat apoptosis keratinosit.
PATOFISIOLOGI

 Apoptosis keratinosit dimediasi oleh sel sitotoksik lomfosit T


(CD8) pada SJS dan TENS yang dimodulasi oleh plasma TNF-
alpha dan interferon-gamma, proses ini meningkat pada
pasien dengan SJS dan TEN. Proses ini saat ini dihipotesiskan
terjadi melalui 3 jalur yang mungkin:
• interaksi ligan Fas-Fas
• perforin / granzim B
• dimediasi granulysin.
DIAGNOSIS

 Diagnosis bergantung pada gejala klinis dan gambaran


histologis.
 Tanda-tanda klinis yang khas dapat dijumpai berupa area
eritematosa dan makula pucat pada kulit, selain itu didapati
juga tanda Nikolsky yang positif yang dapat diinduksi oleh
tekanan mekanis pada kulit, diikuti dalam beberapa menit
hingga beberapa jam dengan dimulainya pelepasan epidermal
yang ditandai dengan peningkatan lepuh.
 Untuk membedakan SJS, SJS-TEN dan TEN, dapat dilihat pada
luas permukaan yang terlepas (detasemen) yang merupakan
faktor pembeda utama.
DIAGNOSIS

 Pemeriksaan histologis dengan cryosection langsung atau


bagian kulit yang difiksasi dengan formalin konvensional →
menunjukkan epidermis nekrotik yang menyebar luas yang
melibatkan semua lapisan → mengkonfirmasi diagnosis.
 Untuk menyingkirkan diagnosis penyakit lepuh akibat
autoimun, harus dilakukan tambahan pemeriksaan yaitu
pewarnaan fluoresensi imun langsung → tidak dijumpai
adanya deposisi imunoglobulin dan atau komplemen di
epidermis dan atau zona epidermal-dermal harus dideteksi.
DIAGNOSIS

diagnosis banding
Diagnosis banding utama dari SJS / TEN adalah penyakit lepuh
autoimun, dermatosis linier IgA dan pemfigus paraneoplastik
tetapi juga pemfigus vulgaris dan pemfigoid bulosa, pustulosis
eksantematosa umum akut (AGEP), dan staphyloccocal Scalded
skin syndrome (SSSS).
PENGOBATAN

 penghentian obat penyebabnya


 Perawatan suportif
Elemen penting dari perawatan suportif adalah pengelolaan
kebutuhan cairan dan elektrolit. Cairan intravena harus
diberikan untuk mempertahankan output urin 50 - 80 mL per
jam dengan NaCl 0,5% ditambah dengan 20 mEq KCl → kasus
hiponatremia, hipokalemia atau hipofosfatemia yang cukup
sering terjadi.
 Terapi farmakologi
• Steroid sistemik
• Imunoglobulin intravena dosis tinggi
PENGOBATAN
 Terapi farmakologi
• Ciclosporin (CsA)
Pada laporan kasus dengan tiga pasien TEN yang awalnya
diobati dengan deksametason intravena dosis tinggi diikuti
oleh CsA menunjukkan penghentian perkembangan
penyakit dalam 72 jam.
• Pengobatan pada manifestasi mata
o Pengobatan pada manifestasi mata yang bersifat akut →
pelumasan yang agresif pada permukaan mata
o Ketika peradangan dan perubahan sikatrikial → steroid
topikal, antibiotik, dan lisis symblepharon.
o keratopati eksposur → tarsorrhaphy
PENGOBATAN
 Terapi farmakologi
• Pengobatan topical
o Erosi dapat diatasi dengan larutan klorheksidin, oktenisept
atau poliheksanida dan jaring nonadesif yang diresapi kasa
o Pembersih kumur desinfektan harus digunakan untuk
mengobati erosi mulut dan salep, seperti dexpanthenol,
harus dipergunakan pada erosi dan kerak bibir yang
berdarah.
KESIMPULAN
 SJS dan toksik epidermal necrolysis (TEN) dianggap sebagai
satu kesatuan penyakit dengan tingkat keparahan yang
berbeda.
 SJS / TEN terutama disebabkan oleh obat-obatan, infeksi dan
mungkin faktor risiko lain yang belum teridentifikasi.
 Patogenesis SJS / TEN belum sepenuhnya dipecahkan, tetapi
telah diidentifikasi predisposisi genetik spesifik, yang
bervariasi di antara kelompok etnis dan berbeda di antara
obat penyebab tertentu.
 Karena hingga saat ini belum ada pengobatan yang
diidentifikasi mampu menghentikan perkembangan
pelepasan kulit.
KESIMPULAN
 penatalaksanaan suportif sangat penting untuk memperbaiki
keadaan pasien, mungkin lebih dari sekadar pengobatan
imunomodulasi spesifik.
 Terlepas dari semua upaya terapeutik, mortalitas akan
semakin meningkat seiring dengan keparahan penyakit, usia
pasien, dan kondisi medis yang mendasarinya.
 Orang yang selamat dapat menderita gejala sisa jangka
panjang seperti penyempitan selaput lendir termasuk
masalah mata yang parah. Oleh karena itu, perawatan
interdisipliner dan tindak lanjut pasien dengan SJS / TEN
sangat penting.

Anda mungkin juga menyukai