Anda di halaman 1dari 22

1

ABSTRAK
2
LATAR BELAKANG
3

 Morbus Hansen/kusta/lepra adalah penyakit infeksi kronis yang

disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang lebih cenderung


menyerang saraf perifer dan kulit
 Data WHO tahun 2017 menunjukkan bahwa Indonesia adalah

salah satu dari 3 negara teratas dengan jumlah kasus baru kusta
terbanyak
 India, Brasil, dan Indonesia berkontribusi sebanyak 80,2% dari

jumlah kasus baru kusta di seluruh dunia


4

 Diagnosis kusta ditegakkan berdasarkan adanya salah satu dari

tiga cardinal signs


 Beberapa pemeriksaan penunjang diagnostik kusta adalah

pemeriksaan histopatologi dan serologi, termasuk titer antibodi


PGL-1 dan PCR
 Diagnosis dini penyakit kusta sangat penting dilakukan untuk

memastikan penderita mendapat pengobatan Multi Drug


Therapy (MDT) yang memadai sesuai dengan jenis kusta.
ULASAN
5

 Berdasarkan kriteria klinis, histopatologi, dan imunologisnya,

kusta dikelompokkan menjadi 6 bentuk dengan menggunakan


klasifikasi Ridley-Jopling (1962), yaitu Tuberculoid (TT),
Borderline Tuberculoid (BT), Borderline-borderline Mid-borderline
(BB), Borderline-Lepromatous (BL), Subpolar Lepromatous
(LLs), dan Polar Lepromatous (LLp)
 Kusta dibagi menjadi 2 kelompok menurut WHO yaitu jenis

paucibacillary (PB) dan multibacillary (MB).


Gambaran klinis penyakit kusta
6
Fitur Tuberculoid Borderline Midborderline Borderline Lepromatous
tuberculoid lepromatous

Jumlah lesi 1 atau lebih Lebih dari 10 10-30 Banyak, asimetris Banyak sekali,
dari 3 (>30) simetris

Ukuran Bervariasi, Bervariasi, Bervariasi Kecil, beberapa Kecil


biasanya beberapa lesi ada yang lebih
besar berukuran lebih besar
besar

Permukaan lesi Kering, Kering, bersisik Agak kasar, Halus, mengkilat Halus, mengkilat
bersisik agak mengkilat

Hilang sensasi Jelas Jelas Lebih jelas Tidak jelas Biasanya tidak
jelas

BTA Negatif Negatif atau +1 +1 sampai +3 +3 sampai +5 Banyak, terdapat


globus (+6)

Tes lepromin Pasti positif Positif Negatif Negatif Negatif


7

 Diagnosis secara klinis dipastikan jika terdapat dua dari tiga

kriteria, atau terdapat bakteri BTA pada apusan kerokan kulit,


atau ditemukan ciri khas histologis kusta.
 Cardinal sign kusta meliputi:

1) Lesi hipopigmentasi atau eritematosa pada kulit, seperti makula atau


plak, disertai hilangnya sensasi pada kulit;
2) Penebalan atau pembesaran saraf perifer dan tanda-tanda kerusakan
saraf perifer, seperti hilangnya sensorik, paralisis, atau disfungsi motorik
dengan atau tanpa pembesaran saraf;
3) Ditemukan basil tahan asam (BTA) pada apusan kerokan dan / atau
biopsi yang diambil dari lesi kulit.
Kusta tuberkuloid: lesi tunggal, anestesia
dan anular

Kusta borderline: lesi wajah


yangmeninggi
8
Kusta borderline lepromatous: plak multipel (A). Kusta lepromatous: madarosis (B)

9
Saraf yang paling sering terkena pada penyakit kusta 10
11

 Saat ini belum ada pemeriksaan laboratorium yang dianggap memadai

untuk mendiagnosis kusta. Pemeriksaan tambahan terdiri dari apusan


kerokan kulit, pemeriksaan serologi, histopatologi, molekuler dan juga
pemeriksaan lain seperti reaksi intradermal Mitsuda dapat membantu
menegakkan diagnosis pada kasus yang meragukan
 Apusan kerokan kulit merupakan pemeriksaan mikroskopis sederhana

untuk melihat keberadaan BTA, mudah dilakukan, berguna dalam


tahapan diagnosis, klasifikasi, pemantauan pengobatan dan observasi
tingkat keparahan penyakit.
12

 Biopsi kulit adalah pemeriksaan histopatologi dengan akurasi yang

adekuat dalam mengklasifikasi lesi. Biopsi saraf perifer adalah


pemeriksaan yang berguna untuk mendiagnosis kusta jika
pemeriksaan fisik dan biopsi kulit tidak meyakinkan
 Reaksi imunohistokimia menggunakan antibodi monoklonal atau
poliklonal untuk mendeteksi antigen M.leprae menjanjikan sensitivitas
dan spesifisitas yang lebih baik dan merupakan alat penting dalam
mendiagnosis kusta, terutama pada fase awal atau pada kusta PB.
13

 Beberapa antibodi yang digunakan dalam diagnosis, misalnya, S-100

dan heat shock protein seperti 35 kDa dan 65 kDa, anti


lipoarabinomannan dan phenolic glicolipid-1 (PGL 1)
 Pemeriksaan lainnya yaitu PCR, merupakan alat diagnostik sederhana

dan sensitif yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur, dan


menentukan viabilitas M.leprae
 PCR dapat mendeteksi M.leprae sebelum adanya tanda-tanda
penyakit yang jelas dalam kelompok berisiko tinggi (kontak serumah).
14

 Pengobatan kusta menggunakan regimen MDT yang


direkomendasikan oleh WHO (1998, 2012). Pengobatan dengan MDT
disesuaikan berdasarkan tipe penyakit kusta, yaitu PB dan MB.

Multi-Drug Therapy untuk kusta tipe PB


Jenis obat <10 tahun 10-15 tahun >15 tahun Catatan

Rifampisin 300 mg/bulan 450 mg/bulan 600 mg/bulan Diminum di depan


petugas

Dapson 25 mg/bulan 50 mg/bulan 100 mg/bulan Diminum di depan


  petugas
25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Diminum di rumah
15

Multi-Drug Therapy untuk kusta tipe MB

Jenis obat <10 tahun 10-15 tahun >15 tahun Catatan

Rifampisin 300 mg/bulan 450 mg/bulan 600 mg/bulan Diminum di depan


petugas

Dapson 25 mg/bulan 50 mg/bulan 100 mg/bulan Diminum di depan


  petugas

25 mg/hari 50 mg/hari 100 mg/hari Diminum di rumah

Clofazimine 100 mg/bulan 150 mg/bulan 300 mg/bulan Diminum di depan


(Lampren) petugas

50 mg 2 kali 50 mg setiap 2 50 mg/hari Diminum di rumah


seminggu hari sekali
16
 Intoleransi terhadap Rifampisin mungkin disebabkan oleh alergi,
penyakit penyerta seperti hepatitis kronis, atau infeksi bakteri yang
resistan terhadap Rifampisin. Pasien yang terinfeksi bakteri resisten
Rifampisin biasanya juga resisten terhadap Dapson

Regimen terapi untuk pasien yang tidak dapat menerima Rifampisin

Durasi terapi Jenis obat Dosis


6 bulan pertama Klofazimin 50 mg/hari
Ditambah dengan 2 dari 3  
obat berikut:  
Ofloksasin 400 mg/hari
Minosiklin 100 mg/hari
Klaritromisin 500 mg/hari

18 bulan selanjutnya Klofazimin 50 mg/hari


  Dengan Ofloksasin 400 mg/hari
ATAU  
Minosiklin 100 mg/hari
Rifampisin
17

 Rifampisin tidak boleh diberikan sebagai terapi tunggal karena dapat

memicu resistensi. Obat ini memiliki sifat bakterisidal yang kuat.


 Rifampisin menyebabkan perubahan warna urin, telinga, dan keringat

menjadi merah-oranye
 Rifampisin mampu menembus sawar darah otak dan plasenta

 Karena kelarutannya dalam lemak, rifampisin dapat meresap melalui

membran sel dan efektif dalam memberantas bakteri intraseluler.


Dapson
18
 Dosis Dapson untuk orang dewasa adalah 100 mg/hari dan 2
mg/kgBB/hari untuk anak-anak
 Dapson memiliki efek samping, seperti anemia hemolitik, serta berpotensi

menyebabkan gagal hati pada beberapa pasien


 Reaksi hipersensitivitas berupa sindrom Dapson sering terlihat pada

pasien setelah beberapa bulan pengobatan.


 Tidak ada modifikasi terapi MDT untuk pasien kusta MB yang mengalami

sindrom Dapson; karenanya MDT dilanjutkan tanpa Dapsone selama 12


bulan.
 Sedangkan pada terapi kusta PB, Dapson digantikan dengan Clofazimine

dengan dosis yang sama dengan MDT untuk kusta MB selama 6 bulan.
Klofazimin
19

 Klofazimin memiliki efek bakterisidal ringan terhadap M.leprae, efeknya

sedikit lebih rendah dibandingkan Dapson


 Hampir semua jenis kusta merespon dengan baik penggunaan obat ini.

Namun, Clofazimine tidak boleh digunakan sebagai monoterapi atau


pengganti Dapson yang lebih murah dan efektif
 Jika pasien menolak untuk menggunakan Klofazimin, dapat diganti dengan

Minosiklin 100 mg/hari selama 12 bulan rejimen MDT atau Ofloxacin 400
mg/hari selama 12 bulan atau kombinasi Rifampisin 600 mg/bulan,
Ofloxacin 400 mg/bulan, dan Minosiklin 100 mg/bulan selama 24 bulan.
KESIMPULAN
20

 Kusta adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh


Mycobacterium leprae, bakteri obligat intraseluler. Penyakit ini
terutama menyerang saraf perifer dan kulit. Indonesia termasuk dalam
tiga negara teratas, bersama dengan India dan Brazil, dengan kasus
kusta terbanyak di dunia
 Untuk memastikan diagnosisnya, terdapat cardinal sign penyakit kusta

 Apusan kerokan kulit tetap menjadi pilihan utama pemeriksaan

tambahan untuk kusta.


21

 Pemeriksaan tambahan untuk memastikan diagnosis dan klasifikasi

adalah histopatologi kulit dan saraf, uji serologi, reaksi histokimia, dan
PCR
 Diagnosis yang tepat untuk kusta, baik pemeriksaan fisik atau

pemeriksaan tambahan, sangat penting untuk menentukan regimen


Multi-Drug Therapy (MDT) dan memutus rantai penularan.
22

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai