Asetaldehid yang
Enzim alkohol bersifat toksik,
karsinogenik, sangat
dehidrogenase reaktif, dan
atau ADH menyebabkan
kecanduan.
MEKANISME ETANOL
Dekontaminasi Gastrointestinal:
Dekontaminasi gastrointestinal (saluran cerna) tidak disarankan untuk dilakukan
karena risikonya lebih tinggi daripada manfaat.
Antidotum:
Tidak ada antidotum khusus untuk keracunan etanol
DEFINISI METANOL
1. Untuk cat
2. Penghilang vernis
3. Pelarut dalam industri
4. Pembuatan formaldehid, asam asetat, derivat metil, dan asam anorganik
5. Penguat bahan bakar (fuel octane booster), bahan bakar pada kompor
portable.
TOKSISITAS METANOL
NADH dengan
bantuan enzim Formaldehid 33 kali lebih toksik daripada
ADH metanol itu sendiri
Menelan metanol berpotensi mengancam jiwa. Mula timbulnya (onset) gejala dapat tertunda
selama 18 hingga 24 jam setelah menelan methanol. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
1. Jangan lakukan induksi muntah, kecuali ada instruksi dari petugas kesehatan.
2. Jangan berikan apapun melalui mulut pada korban yang tidak sadarkan diri.
3. Longgarkan pakaian yang melekat ketat, seperti kerah baju, ikat pinggang, atau dasi.
4. Bersihkan mulut menggunakan air bersih.
5. Segera bawa ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan terdekat
PENATALAKSANAAN PADA KORBAN
KERACUNAN METANOL
Dekontaminasi gastrointestinal:
Aspirasi nasogastric, aspirasi nasogastrik merupakan prosedur
dekontaminasi yang direkomendasikan jika dapat dilakukan dalam
waktu 1 jam setelah pasien menelan metanol.
PENATALAKSANAAN PADA KORBAN KERACUNAN
METANOL
Antidotum:
a. Etanol diindikasikan jika:
1. Kadar metanol plasma >6,25 mmol/L (20 mg/dL)
2. Pasien telah menelan metanol 0,4 mL/kg dan osmolal gap >10 mosm/L
3. Ada riwayat atau secara klinis dicurigai mengalami keracunan metanol dengan
sekurangnya menunjukkan 2 dari gejala berikut: pH arteri <7,3; kadar bikarbonat
serum <20 mmol/L (20 mEq/L); osmolal gap >10 mosm/L
PENATALAKSANAAN PADA KORBAN KERACUNAN
METANOL
Antidotum:
b. Fomepizole juga terbukti berkhasiat, tetapi harganya mahal. Baik etanol maupun
fomepizol, keduanya bertindak menghambat alkohol dehidrogenase, sehingga dapat
menghambat konversi metanol menjadi metabolit yang toksik (asam).
c. Asam folinat diindikasikan sebagai terapi pendukung pada keracunan metanol. Senyawa
ini bertindak sebagai kofaktor dalam pembentukan metabolit nontoksik. Dosis yang
dianjurkan adalah 1 mg/kg (hingga 50 mg) secara intravena setiap 4 jam.
DEFINISI BOTULISMUS
1. Dalam tanah
2. Tumbuh-tumbuhan ( buah, sayuran dll)
3. Isi usus hewan mamalia
4. Unggas
5. Ikan
6. Lingkungan perairan yang tercemar botulismus
TOKSISITAS BOTULISMUS
1. C. botulinum toksigenik masuk ke dalam tubuh melalui kontaminasi luka, mulut/makanan dan
inhalasi.
2. C. botulinum memproduksi toksin dalam saluran pencernaan atau jaringan tubuh yang luka.
3. Toksin masuk dalam aliran darah dan ditransportasikan menuju synaps cholinergik perifer terutama
neuromuscular junction dan mencegah pelepasan asetilkolin ke dalam celah sinaptik.
4. Tanpa pelepasan asetilkolin neuronal, otot yang berhubungan tidak dapat berkontraksi dan menjadi
lumpuh blockade pelepasan asetilkolin dapat berlangsung beberapa bulan.
5. Kematian akibat botulisme secara akut terjadi karena obstruksi udara pernafasan atau kelumpuhan
otot-otot pernafasan.
MEKANISME
1. Memanaskan makanan dengan temperatur yang tinggi (makanan kaleng) dengan tujuan
untuk mematikan spora
2. Mendinginkan makanan yang tidak dimasak (suhu lebih rendah dari 3.3 0c
3. Segera mengkonsumsi makanan yang telah dimasak karena apabila dibuarkan terlalu lama
(suhu makanan 200c sampai 450c) adalah suhu optimal untuk pertumbuhan C. botulinum.
4. Hindari mengkonsumsi makanan dengan kemasan rusak, makanan berbau dan kadaluarsa
5. Hindari penggunaan NAPZA (heroin) sebab kontaminasi bakteri diperoleh dari heroin.
PENATALAKSANAAN KERACUNAN BAKTERI
BOTULISMUS
1. Pasien yang terinfeksi memerlukan terapi suportif seperti bantuan pernafasan/ventilator
sebab kematian bisanya disebabkan oleh paralisis pernafasan
2. Pemberian nutrisi dengan menggunakan feeding tube
3. Menggunakan obat emesis dan bilas lambung apabila pasien sadar
4. Karbon aktif
5. Diberikan antitoksin pada setiap kasus yang dicurigai botulismus (perlu dilakukan uji
alergi sebelumnya)
6. Pemberian antibiotic hanya jika penderita mengalami wound botulism.
7. Melakukan fisioterapi untuk pemulihan paralisis.
DAFTAR PUSTAKA