Anda di halaman 1dari 24

ASSALAMUALAIKUM, WR, WB.

TRAUMA KEPALA
KELOMPOK :

1. PRIMBA ARI WIJAYA (192303101055)


2. ROFIT SULIYANTO (192303101140)
3. EFI NURWATI (192303101011)
4. DEVIN SISKA R (192303101052)
5. ACHMAD FANI F (192303101112)
A. PENGERTIAN

Cidera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma


langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan
kerusakan kepala atau otak (Borley & Grace,2006).

Cidera kepala merupakan trauma yang terjadi pada otak yang


disebabkan kekuatan atau tenaga dari luar yang menimbulkan
berkurang atau berubahnya kesedaran, kemampuan kognitf,
kemampuan fisik, perilaku, ataupun kemampuan emosi
(Ignatavicius, 2009).
Menurut mansjoer (2000) cidera kepala tersebut dibedakan
menjadi ringan,sedang,berat. Adapun kriteria dari masing-masing
tersebut adalah :

1. Cidera kepala ringan (CKR) Tanda-tandanya adalah: Skor


glasgow coma scale 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
dan tidak ada kehilangan kesadaran
2. Cidera kepala sedang(CKS) Tanda-tandanya adalah: Skor
glasgow coma scale 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor),
konkusi, amnesia pasca trauma, muntah dan kejang.
3. Cidera kepala berat(CKB) Tanda-tandanya adalah: Skor
glasgow coma scale 3-8 (koma), penurunan derajat kesadaran
secara progresif; tanda neurologis fokal, cidera kepala
penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium.
B. ETIOLOGI
Menurut Borley & Grace (2006) cidera kepala dapat
disebabkan karena beberapa hal diantaranya adalah :
1. Pukulan langsung: Dapat menyebabkan kerusakan otak pada
sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang berlawanan dari
pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai
dinding yang berlawanan (contrecoup injury).
(hudak&gallo,1996)
2. Rotasi /deselerasi: Fleksi,ekstensi,atau rotasi leher
menghasilkan serangan pada otak yang menyerang titik-titik
tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang
sfenoid). Rotasi yang hebat juga menyebabkan trauma
robekan di dalam substansi putih otak dan batang otak,
menyebabkan cedera aksonal dan bintik-bintik perdarahan
intraserebral.
3. Tabrakan : Otak seringkali terhindar dari trauma langsung
kecuali jika berat (terutama pada anak-anak yang elastis)
4. Peluru : Cenderung menimbulkan hilangnya jaringan seiring
dengan trauma. Pembengkakan otak merupakan masalah akibat
disrupsi. Terngkorak yang secara otomatis akan menekan otak
5. Oleh benda / serpihan tulang yang menembus jaringan otak
misalnya kecelakaan, dipukul danterjatuh
6. Trauma saat lahir misalnya sewaktu lahir dibantu dengan forcep
atau vacum
7. Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan keotak
8. Efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada
otak.
C. TANDA DAN GEJALA
Gangguan tanda vital, apatis, letargi, berkurangnya perhatian,
menurunnya kemampuan untuk mempergunakan percakapan kognitif
yang tinggi, hemiparesis, kelainan pupil, pusing menetap, sakit
kepala, gangguan tidur, gangguan bicara, hipoksia, hipotensi sistemik,
hilangnya autoregulasi aliran darah, inflamsi, edema, peningkatan
tekanan intrakranial yang terjadi dalam waktu singkat (Price.
2003:1177 ).
Menurut Doengoes (2000: 270-272) tanda dan gejala dari cedera
kepala yaitu:
1. Aktivitas/istirahat
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise), keterbatasan yang ditimbulkan
oleh kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter.
Kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak,
hipotonia.
2. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi, seperti endokarditis,
beberapa penyakit jantung kongenital (abses otak).
Tanda : Tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan
nadi berat (berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh
pada pusat vasomotor). Takikardi, disritmia (pada fase akut).
3. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, kesulitan menelan (pada
periode akut).
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa
kering.
4. Higiene, Neurosensori, Nyeri/kenyamanan dan g. Pernafasan
D. KLASIFIKASI
Menurut Doenges (2000: 270) klasifikasi cedera kepala
dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Trauma otak primer


Terjadi karena benturan langsung atau tak langsung
(akselerasi/deselerasi otak).

2. Trauma otak sekunder


Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea atau hipotensi
sistemik.
Pathway
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Foto Rontgen Polos
Pada cedera kepala perlu dibuat foto rontgen kepala dan
kolumna vertebralis servikalis. Film diletakkan pada sisi lesi
akibat benturan.
B. Computed Temografik Scan (CT-scan)
Dengan pemeriksaan ini kita dapat melihat ke dalam rongga
tengkorak. Potongan-potongan melintang tengkorak bersama
isinya tergambar dalam foto dengan jelas.
C. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitif
dibandingkan dengan Computed Temografik Scan (CT-Scan).
Kelainan yang tidak tampak pada Computed Temografik Scan
(CT-Scan) dapat dilihat dengan Magnetic Resonance Imaging
(MRI).
D. Electroencephalogram (EEG)
G. PENTALAKSANAAN
Penatalaksanaan cedera kepala menurut Plantz (1998;526)
Jika pasien dengan GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi.
Dengan diberikan tekanan PCO2 sebanyak 25-30 mmHg dapat
mengakibatkan vasokontriksi cerebral dan membantu
menurunkan TIK. Namun bila hiperventilasi ini diberikan secara
berlebihan dapat mengakibatkan penurunan perfusi cerebral.
A. Penanganan kejang : kejang biasanya diberikan phenytoin
dengan atau tanpa benzoidiazepines
B. Penanganan luka pada kulit kepala: berikan irigasi yang
berlebih, penekanan harus diberikan untuk mengontrol
perdarahan dan luka ditutup dengan jaritan.
H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Pengkajian
a. Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma,
posisisaatkejadian, status
b. Kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
c. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem respirasi :suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi, ataksik)
2. Kardiovaskuler :pengaruhperdarahan organ ataupengaruh PTIK
3. Sistem saraf :
 Kesadaran→GCS.
 Fungsi saraf kranial→trauma yang mengenai / meluas kebatang otak
akan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
 Fungsi sensori-motor→adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguan diskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia, riwayat
4. Sistem pencernaan
 Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleksmenelan,
kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah tersedak.
Jika pasien sadar→tanyakan pola makan?
 Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
 Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
5. Kemampuan bergerak
Kerusakan area motorik→hemiparesis/plegia, gangguan gerak
volunter, ROM, kekuatan otot.
6. Kemampuan komunikasi
Kerusakan pada hemisferdominan→disfagia atau afasia akibat
kerusakan saraf hipoglosus dan saraffasialis.
7. Psikososial→data ini penting untuk mengetahui dukungan
yang didapat pasien dari keluarga.
I. DIAGNOSIS KEPERAWATAN DAN
INTERVENSI
A. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera jaringan
sekitar fraktur,kerusakan rangka neuromuskuler

Tujuan: kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan


Tindakan keperawatan

Kriteria hasil:
1. Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
2. Mempertahankan posisi fungsinal
3. Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
4. Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
1. Pertahankan tirah baring dalamposisi yang diprogramkan
2. Tinggikan ekstrimitas yang sakit
3. Instruksikan klien/bantu dalam latian rentanng gerak pada
ekstrimitas yang sakit dan tidak sakit
4. Beri penyangga pada ekstrimit yang sakitdiatas dandibawah
fraktur ketika bergerak
5. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
6. 6. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam
lingkup keterbatasan dan beri bantuan sesuai kebutuhan, Awasi
tekanan darah, nadi dengan melakukan aktivitas.
7. Ubah Posisi secara periodic
8. Kolabirasi fisioterapi/okuasiterapi
B. Nyeri Akut

Tujuan; nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan

Kriteria hasil:
1. Klien menyatakan nyeri berkurang
2. Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam
aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
3. Tekanan darah normal
4. Tidak ada peningkatan nadi dan RR
Intervensi:
1. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
2. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
3. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk
melakukan aktivitas hiburan
4. Jelaskan prosedur sebelum memulai
5. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
6. Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh :
relaksasi, latihan nafas dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan
7. Observasi tanda-tanda vital
8. Kolaborasi : pemberian analgetic
C. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur terbuka, bedah
perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan
perawatan
Kriteriahasil:
1. Penyembuhan luka sesuai waktu
2. Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
3. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau
drainage
4. Monitor suhu tubuh
5. Lakukan perawatan kulit, dengan sering
6. Lakukan alih posisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
7. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
8. Masage kulit sekitar dengan alcohol
9. Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
10. Kolaborasi pemberian antibiotik.
D. Ketidak seimbangan nutrisi, kurang dari kebutuhan

Tujuan : Setelah dilakukan Tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi


klien terpenuhi

Kriteria hasil:
1. Asupan makanan tercukupi
2. Asupan gizi tercukupi
3. Energi cukup
4. Berat badan ideal
5. Hidrasi baik
Intervensi:
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan (pasien) untuk
memenuhi kebutuhan gizi
2. Identifikasi (adanya) alergi atau intoleransi makanan yang
dimiliki pasien
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (yaitu: membahas
pedoman diet dan piramida makanan)
4. Tentukan jumlah kalori dan jenus nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
5. Atur diet yang diperlukan (yaitu: menyediakan makanan protein
tinggi; menyarankan menggunakan bumbu dan rempah-rempah
sebagai altrrnatif untuk garam, menyeduakan pengganti gula;
menambah atau mengurangi kalori, menambah atau mengurangi
kalori, menambah atau mengurangi vitamin, mineral, atau
suplemen)
Implementasi

Pada proses keperawatan, implementasi adalah salah satu fase ketika


perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan. Perawat
melaksanakan atau mendelegasikan tindakan keperawatan untuk
intervensi yang disusun dalam tahap perencanaan dan kemudian
mengakhiri tahap implementasi dengan men catat tindakan keperawatan
dan respon klien terhadap tindakan tersebut. Tindakan keperawatan
merupakan perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh perawat
untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Pada proses implementasi biasanya mencakup yaitu mengkaji
kembali pasien, menentukan kebutuhan perawat terhadap bantuan,
mengimplementasikan intevensi keperawatan, melakukan supervisi
terhadap asuhan yang di delegasikan, dan mendokumentasikan tindak
keperawatan. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan perawat
menyelesaikan fase implementasi dengan mencatat intervensi dan
respons klien dalam catatan kemajuan keperawatan (Kozier et al., 2010)
Evaluasi

Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk


SOAP (subjective, objective, assesment, planning). Adapun
komponen SOAP yaitu:
S (subjective) adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari
pasien setelah tindakan diberikan,
O (objektive) merupakan informasi yang didapat berupa hasil
pengamatan, penilaian, pengukuran yang dilakukan oleh perawat
setelah tindakan dilakukan,
A (assesment) yaitu membandingkan antara informasi subjektif dan
objektif dengan tujuan dan kriteriahasil yang telah dirumuskan,
P (planing) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa (Dermawan, 2012).
TERIMAKASIH...

Anda mungkin juga menyukai