Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN

RESIKO PERILAKU KEKERASAN


Disusun Oleh :

Asma fida ulya 192303101168


Alfia nur qomaria 192303101107
Herfiana okta natasha 192303101121
Ajheng gusti ayu putri S 192303101023
Adam malik 192303101126
Meisany indah safitri 192303101139
Nur qoriatus sayidah 192303101104
Dipta anrelyona gresikha 192303101164
Nia marethalia erna 192303101160
Adi darma nugroho 192303101131
Siti Nur Kholifatus S 192303101035

PRODI D3 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER KAMPUS LUMAJANG
Konsep Dasar Perilaku Kekerasan
Pengertian
Perilaku kekerasan menurut Kusumawati dan Hartono (2011)
adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun
orang lain, disertai dengan amuk dan aduh, gelisah yang tidak
terkontrol.
Perilaku kekerasan merupakan respon terhadap stressor yang
dihadapi seseorang yang ditunjukan dengan perilaku actual melakukan
kekerasan, baik pada diri sendiri, orang lain secara fisik maupun
psikologis (Berkowits, 2000 dalam Yosep, 2011). Sedangkan menurut
Keliat, dkk perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang
bertujuan untuk melukai seseorang secara fisik maupun psikologik
(Keliat, dkk, 2011).
Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala perilaku kekerasan menurut Direja (2011) sebagai berikut :
1) Fisik
Mata melotot, pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wjah merah dan
tegang, serta postur tubuh kaku.
2) Verbal
Mengancam, mengumpatdengan kata-kata kasar, bicaradengan nada keras, kasar,
danketus.
3) Perilaku
Menyerang orang lain, melukai diri sendiri/orang lain, merusak lingkungan, amuk/ agresif.
4) Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, merasa terganggu, dendam, jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan, dan menuntut.
5) Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, dan jarang mengeluarkan kata-kata
bernada sarkasme.
6) Spiritual
Merasa dirinya berkuasa, merasa dirinya benar, keragu-raguan, tidak bermoral, dan
kreativitas terhambat.
7) Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, ejekan, dan sindiran.
8) Perhatian
Bolos, melarikan diri, dan melakukan penyimpangan seksual.
Tingkat Kecemasan

ADAPTIF MALADAPTIF

ASERPTIF FRUSTASI PASIIF AGRESIF KEKERASAN

• Keterangan:
Respon Adaptif
- Asertif : individu dapat mengungkapkan marah tanpa menyalahkan orang lain dan memberikan
kenyamanan.
- Frustasi : individu gagal mencapai tujuan kepuasan saat marah dan tidak dapat menemukan alternative.
Respon Maladaptif
- Pasif: individu tidak dapat mengungkapkan perasaannya
- Agresif : perilaku yang menyertai marah dan bermusuhan yang kuat serta hilangnya control.
- Kekerasan :suatu bentuk kerusakan yang menimbulkan kerusuhan
Proses Terjadinya Masalah Perilaku Kekerasan
Menurut Badan PPSDM (2013) Proses terjadinya perilaku kekerasan dijelaskan dengan menggunakan konsep
stress adaptasi Struart yang meliputi stressor dari factor predisposisi dan presipitasi.
- Faktor Predisposisi
Faktor Biologis
Meliputi adanya faktor herediter mengalami gangguan jiwa, riwayat penyakit atau trauma kepala, dan
riwayat penggunaan NAPZA.
Faktor Psikologis
Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap stimulus eksternal, internal maupun
lingkungan. Perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi.
Faktor Sosiokultural
Fungsi dan hubungan social yang terganggu disertai lIngkungan social yang mengancam kebutuhan individu,
yang mempengaruhi sikap individu dalam mengekspresikan marah. Norma dan budaya dapat mempengaruhi
individu untuk berperilaku asertif atau agresif.
- Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yang dapat menimbulkan perilaku kekerasan pada setiap individu bersifat unik, berbeda
satu orang dengan orang yang lain.
Faktor internal meliputi keinginan yang tidak terpenuhi, perasaan kehilangan dan kegagalan dalam
kehidupan (pekerjaan, pendidikan, dan kehilangan orang yang dicintai), kekhawatiran terhadap penyakit fisik.
Faktor eksternal meliputi kegiatan atau kejadian social yang berubah seperti serangan fisik atau tindakan
kekerasan, kritikan yang menghina, lingkungan yang terlalu ribut, atau putusnya hubungan
social/kerja/sekolah.
Sumber-Sumber Koping
Menurut Widi Astuti (2017), mengungkapkan bahwa sumber koping
dibagi menjadi 4, yaitu:
– Kemampuan personal Meliputi kemampuan untuk mencari informasi
terkait masalah, kemampuan mengidentifikasi masalah, pertimbangan
alternative, kemampuan untuk untuk mengungkapkan masalah, tidak
semangat menyelesaikan masalah, kemampuan mempertahankan
hubungan interpersonal, dan identitas ego tidak adekuat.
– Dukungan sosial Meliputi dukungan dari keluarga dan masyarakat,
keterlibatan atau perkumpulan dimasyarakat dan pertentangan nilai
budaya.
– Aset meteri Meliputi penghasilan yang layak, tidak mempunyai tabungan
untuk mengantisipasi hidup, tidak mampu menjangkau pelayanan
kesehatan.
– kinan positif Adanya motivasi dan penilaian terhadap pelayanan
kesehatan.
Mekanisme koping
– Konstruktif Mekanisme konstruktif terjadi ketika kecemasan
diperlakukan sebagai sinyal peringatan dan individu menerima
sebagai tantangan untuk menyelesaikan masalah, menggunakan
kata-kata yang dapat dimengerti dan diterima tanpa menyakiti
orang lain akan memberikan kelegaan pada individu (Yusuf, 2015)
– Destruksif Mekanisme koping destruksif menghindari kecemasan
tanpa menyelesaikan konflik. Pada pasien dengan risiko perilaku
kekerasan , apabila perasaan marah diekspresikan dengan perilaku
agresif dan menentang, biasanya dilakukan karena ia merasa kuat.
Cara ini menimbulkan masalah yang berkepanjangan dan dapat
menimbulkan tingkah laku yang destruktif dan amuk (Yusuf, 2015).
Mekanisme Pertahanan Ego
Menurut Stuart dan Laria ( 2001), yang diikuti dari damaiyanti 2012,
mekanisme koping yang dipaka pada klien marah untuk melindungi diri
antara lain :
– Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulai
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyaluranya secara normal.
– Proyeksi, menyalahkan orang lain mengenai kesukaranya atau
keinginan yang tidak baik.
– Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke dalam alam sadar.
– Reaksi Formasi , yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan dengan melebihlebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakanya sebagai rintangan.
– Displacment, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada objek yang begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Askep Resiko Perilaku Kekerasan
Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada pasien gangguan jiwa dilakukan dengan cara wawancara dan observasi pada pasien dan keluarga.
Tanda dan gejala pasien dengan resio perilaku kekerasan dapat ditemukan pada wawancara melalui pertanyaan sebagai berikut :
• Coba ceritakan ada kejadian apa atau apa yang menyebabkan Anda marah ?
• Coba Anda ceritakan apa yang Anda rasakan ketika marah ?
• Perasaan apa yang Anda rasakan ketika marah ?
• Sikap atau perilaku atau tindakan apa yang dilakukan saat Anda marah ?
• Apa akibat dari cara marah yang Anda lakukan ?
• Apakah dengan cara yang digunakan penyebab marah Anda hilang ?
• Menurut Anda apakah ada cara lain untuk mengungkapkan kemarahan Anda ?
Hasil pengkajian yang biasa ditemukan yaitu :
Data Subjektif :
• Ungkapan berupa ancaman
• Ungkapan kata-kata kasar
• Ungkapan ingin memukul atau melukai
Data Objektif :
• Wajah memerah dan tegang
• Pandangan tajam
• Mengatupkan rahang dengan kuat
• Mengepalkan tangan
• Bicara kasar
• Suara tinggi, menjerit atau berteriak
• Mondar mandir
• Melempar atau memukul benda atau orang lain
• Mudah tersinggungan dan mudah marah.
Anamnesa
1.Identitas
- Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama
perawat, nama klien, tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan.
- Usia dan No. Rekam Medik.
2.Alasan Masuk
Biasanya alasan utama pasien untuk masuk ke rumah sakit yaitu pasien sering mengungkapkan
kalimat yang bernada ancaman, kata-kata kasar, ungkapan ingin memukul serta memecahkan
perabotan rumah tangga. Pada saat berbicara wajah pasien terlihat memerah dan tegang,
pandangan mata tajam, mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan. Biasanya tindakan
keluarga pada saat itu yaitu dengan mengurung pasien atau memasung pasien. Tindakan yang
dilakukan keluarga tidak dapat merubah kondisi ataupun perilaku pasien.
3. Faktor Predisposisi
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan sebelumnya pernah mendapat perawatan di rumah
sakit. Pengobatan yang dilakukan masih meninggalkan gejala sisa, sehingga pasien kurang dapat
beradaptasi dengan lingkungannya. Biasanya gejala sisa timbul merupakan akibat trauma yang
dialami pasien berupa penganiayaan fisik, kekerasan di dalam keluarga atau lingkungan, tindakan
kriminal yang pernah disaksikan, dialami ataupun melakukan kekerasan tersebut.
4.Pemeriksaan Fisik
Biasanya saat melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah meningkat,
nadi cepat, pernafasan akan cepat ketika pasien marah, mata merah, mata melotot, pandangan
mata tajam, otot tegang, suara tinggi, nada yang mengancam, kasar dan kata-kata kotor, tangan
menggepal, rahang mengatup serta postur tubuh yang kaku.
5. Psikososial
1) Genogram
Biasanya menggambarkan tentang garis keturunan keluarga pasien, apakah anggota keluarga ada yang
mengalami gangguan jiwa seperti yang dialami oleh pasien.
2) Konsep diri
a. Citra tubuh
Biasanya tidak ada keluhan mengenai persepsi pasien terhadap tubuhnya, seperti bagian tubuh yang tidak
disukai.
b. Identitas diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan merupakan anggota dari masyarakat dan keluarga. Tetapi karena
pasien mengalami gangguan jiwa dengan perilaku kekerasan maka interaksi antara pasien dengan keluarga
maupun masyarakat tidak efektif sehingga pasien tidak merasa puas akan status ataupun posisi pasien sebagai
anggota keluarga dan masyarakat.
c. Peran diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang dapat melakukan peran dan tugasnya dengan baik sebagai
anggota keluarga dalam masyarakat.
d. Ideal diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan ingin diperlakukan dengan baik oleh keluarga ataupun masyarakat
sehingga pasien dapat melakukan perannya sebagai anggota keluarga atau anggota masyarakat dengan baik.
e. Harga diri
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki hubungan yang kurang baik dengan orang lain sehingga
pasien merasa dikucilkan di lingkungan sekitarnya.
f. Hubungan social
Biasanya pasien dekat dengan kedua orang tuanya terutama dengan ibunya. Karena pasien sering marah-
marah, bicara kasar, melempar atau memukul orang lain, sehingga pasien tidak pernah berkunjung ke rumah
tetangga dan pasien tidak pernah mengikuti kegiatan yang ada di lingkungan masyarakat.
3) Spiritual
a. Nilai keyakinan
Biasanya pasien meyakini agama yang dianutnya dengan melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
b. Kegiatan ibadah
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan kurang (jarang) melakukan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
4) Status mental
Penampilan ,biasanya pasien berpenampilan kurang rapi, rambut acak-acakan, mulut dan gigi kotor, badan pasien bau.
5) Pembicaraan
Biasanya pasien berbicara cepat dengan rasa marah, nada tinggi, dan berteriak (menggebu-gebu).
6) Aktivitas Motorik
Biasanya pasien terlihat gelisah, berjalan mondar-mandir dengan tangan yang mengepal dan graham yang mengatup,
mata yang merah dan melotot.
7) Alam Perasaan
Biasanya pasien merasakan sedih, putus asa, gembira yang berlebihan dengan penyebab marah yang tidak diketahui.
8) Afek
Biasanya pasien mengalami perubahan roman muka jika diberikan stimulus yang menyenangkan dan biasanya pasien
mudah labil dengan emosi yang cepat berubah. Pasien juga akan bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.
9) Interaksi selama wawancara
Biasanya pasien memperlihatkan perilaku yang tidak kooperatif, bermusuhan, serta mudah tersinggung, kontak mata
yang tajam serta pandangan yang melotot. Pasien juga akan berusaha mempertahankan pendapat dan kebenaran
dirinya.
10) Persepsi
Biasanya pasien mendengar, melihat, meraba, mengecap sesuatu yang tidak nyata dengan waktu yang tidak diketahui
dan tidak nyata.
11) Proses atau Arus Pikir
Biasanya pasien berbicara dengan blocking yaitu pembicaraan yang terhenti tiba-tiba dikarenakan
emosi yang meningkat tanpa gangguan eksternal kemudian dilanjutkan kembali.
12) Isi Pikir
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki phobia atau ketakutan patologis atau tidak logis
terhadap objek atau situasi tertentu.
13) Tingkat Kesadaran
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tingkat kesadarannya yaitu stupor dengan gangguan
motorik seperti kekakuan, gerakan yang diulang-ulang, anggota tubuh pasien dalam sikap yang
canggung serta pasien terlihat kacau.
14) Memori
Biasanya klien dengan perilaku kekerasan memiliki memori yang konfabulasi yaitu pembicaraan yang
tidak sesuai dengan kenyataan dengan memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi
gangguan yang dialaminya.
15) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan tidak mampu berkonsentrasi, pasien selalu meminta agar
pernyataan diulang/tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan. Biasanya pasien pernah
menduduki dunia pendidikan, tidak memiliki masalah dalam berhitung (penambahan maupun
pengurangan).
16) Kemampuan penilaian
Biasanya pasien memiliki kemampuan penilaian yang baik, seperti jika disuruh untuk memilih mana
yang baik antara makan atau mandi terlebih dahulu, maka ia akan menjawab mandi terlebih dahulu.
17) Daya tilik diri
Biasanya pasien menyadari bahwa ia berada dalam masa pengobatan untuk mengendalikan emosinya
yang labil.
18) Kebutuhan Persiapan Pulang
a) Makan
Biasanya pasien makan 3x sehari dengan porsi (daging, lauk pauk, nasi, sayur, buah).
b) BAB/BAK
Biasanya pasien menggunakan toilet yang disediakan untuk BAB/BAK dan membersihkannya kembali.
c) Mandi
Biasanya pasien mandi 2x sehari dan membersihkan rambut 1x2 hari. Ketika mandi pasien tidak lupa
untuk menggosok gigi.
d) Berpakaian
Biasanya pasien mengganti pakaiannya setiap selesai mandi dengan menggunakan pakaian yang bersih.
e) Istirahat dan tidur
Biasanya pasien tidur siang lebih kurang 1 sampai 2 jam, tidur malam lebih kurang 8 sampai 9 jam.
Persiapan pasien sebelum tidur cuci kaki, tangan dan gosok gigi.
f) Penggunaan obat
Biasanya pasien minum obat 3x sehari dengan obat oral. Reaksi obat pasien dapat tenang dan tidur.
g) Pemeliharaan kesehatan
Biasanya pasien melanjutkan obat untuk terapinya dengan dukungan keluarga dan petugas kesehatan
serta orang disekitarnya.
h) Kegiatan di dalam rumah
Biasanya klien melakukan kegiatan sehari-hari seperti merapikan kamar tidur, membersihkan rumah,
mencuci pakaian sendiri dan mengatur kebutuhan sehari-hari.
i) Kegiatan di luar rumah
Biasanya klien melakukan aktivitas diluar rumah secara mandiri seperti menggunakan kendaraan
pribadi atau kendaraan umum jika ada kegiatan diluar rumah.
19) Mekanisme Koping
Biasanya data yang didapat melalui wawancara pada pasien/keluarga, bagaimana
cara pasien mengendalikan diri ketika menghadapi masalah:
1) Koping Adaptif
a) Bicara dengan orang lain
b) Mampu menyelesaikan masalah
c) Teknik relaksasi
d) Aktifitas konstrutif
e) Olahraga, dll.
2) Koping Maladaptif
a) Minum alkohol
b) Reaksi lambat/berlebihan
c) Bekerja berlebihan
d) Menghindar
e) Mencederai diri
20) Masalah Psikososial dan Lingkungan
Biasanya pasien dengan perilaku kekerasan memiliki masalah dengan psikososial dan
lingkungannya, seperti pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan keluarga atau
masyarakat karena perilaku pasien yang membuat orang sekitarnya merasa ketakutan.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan ditetapkan sesuai dengan data yang didapat dan saat ini tidak melakukan perilaku kekerasan tetapi pernah melakukan
perilaku kekerasan dan belum mempunyai kemampuan mencegah atau mengontrol perilaku kekerasan tersebut. Diagnosa yang ditegakkan pada
pasien adalah resiko perilaku kekerasan berdasarkan teori dari Yusuf dkk (2015), menjelaskan bahwa yang menjadi core problem adalah resiko
perilaku kekerasan, etiologinya adala harga diri rendah, dan efeknya adalah resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dalam kasus ini yang berfokus pada diagnosa pertama dengan resiko perilaku kekerasan, dengan tujuan setelah
dilakukan tindakan pasien dapat dilakukan :
1. Kognitif :
a. Menyebutkan penyebab risiko perilaku kekerasan
b. Menyebutkan tanda dan gejala risiko perilaku kekerasan
c. Menyebutkan akibat yang ditimbulkan, Menyebutkan cara mengatasi risiko perilaku kekerasan.
2. Psikomotor, mengendalikan risiko perilaku kekerasan dengan :
a. Relaksasi: Tarik napas dalam, pukul kasur dan bantal, senam, dan jalan-jalan
b. Berbicara dengan baik: Mengungkapkan, meminta, dan menolak dengan baik
c. Melakukan deeskalasi yaitu mengungkapkan perasaan marah secara verbal atau tertulis
d. Melakukan kegiatan ibadah seperti sholat, berdoa, kegiatan ibadah lain
e. Patuh minum obat dengan 8 benar.
3. Afektif :
a. Merasakan manfaat dari latihan yang dilakukan
b. Membedakan perasaan sebelum dan sesudah latihan
c. Pasien dapat mengikuti Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi persepsi sesi 1 sampai 5
4. Implementasi Keperawatan
1. Tindakan keperawatan untuk pasien resiko perilaku kekerasan
Tujuan : pasien mampu :
a. Membina hubungan saling percaya
b. Menjelaskan penyebab marah
c. Menjelaskan perasaan saat penyebab marah atau perilaku kekerasan
d. Menjelaskan perilaku yang dilakukan saat marah
e. Menyebutkan cara mengontrol rasa marah atau perilaku kekerasan
f. Melakukan kegiatan fisik dalam menyalurkan kemarahan
g. Memakan obat secara teratur
h. Berbicara yang baik saat marah
i. Melakukan kegiatan ibadah untuk mengendalikan rasa marah
Tindakan keperawatan kepada pasien :
a. Membina hubungan saling percaya
Tindakan yang harus dilakukan dalam rangka membina hubungan saling percaya adalah :
1. Ucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien
2. Perkenalkan diri : nama, nama panggilan yang perawat sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien yang disukai
3. Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini
4. Buat kontrak asuhan : apa yang perawat lakukan bersama pasien, berapa lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana
5. Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk kepentingan terapi
6. Tunjukkan sikap empati
7. Penuhi kebutuhan dasar pasien
b. Diskusikan bersama pasien penyebab rasa marah atau perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu
c. Diskusikan tanda-tanda pasien jika terjadi perilaku kekerasan :
1. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik
2. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis
3. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial
4. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual
5. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual
d. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah secara verbal :
1. Terhadap orang lain
2. Terhadap diri sendiri
3. Terhadap lingkungan
e. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya
f. Latih pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara :
1. Fisik : tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal
2. Patuh minum obat
3. Sosial atau verbal : bicara yang baik, mengungkapkan, menolak
4. Spiritual : sholat atau berdoa sesuai keyakinan pasien
Tindakan keperawatan untuk keluarga pasien resiko perilaku
kekerasan
Tujuan : keluarga mampu :
2. Mengenal masalah risiko perilaku kekerasan
3. Memutuskan untuk melakukan perawatan pada pasien risiko
perilaku kekerasan
4. Merawat pasien risiko perilaku kekerasan dengan mengajarkan
dan mendampingi pasien berinteraksi secara bertahap, berbicara
saat melakukan kegiatan rumah tangga dan kegiatan sosial
5. Memodifikasi lingkungan yang kondusif agar pasien mampu
berinteraksi dengan lingkungan sekitar
6. Mengenal tanda kekambuhan dan mencari pelayanan
kesehatan
7. Keluarga dapat meneruskan melatih pasien dan mendukung
agar kemampuan pasien risiko perilaku kekerasan mengatasi
masalahnya dapat meningkat
Tindakan keperawatan kepada keluarga :
a. Mendiskusikan masalah yang dirasakan dalam merawat pasien
b. Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala, dan proses terjadinya
perilaku kekerasan atau risiko perilaku kekerasan
c. Melatih keluarga cara merawar risiko perilaku kekerasan
d. Membimbing keluarga merawat risiko perilaku kekerasan
e. Melatih keluarga menciptakan suasana lingkungan dan lingkungan yang
mendukung pasien untuk mengontrol emosinya
f. Mendiskusikan tanda dan gejala kekambuhan yang memerlukan
rujukan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan
g. Menganjurkan follow upke fasilitas pelayanan kesehatan secara teratur.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi kemampuan pasien mengatasi risiko perilaku kekerasan berhasil
apabila pasien dapat :
a. Menyebutkan penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan, perilaku
kekerasan yang bisa dilakukan, dan akibat dari perilaku kekerasan
b. Mengontrol perilaku kekerasan secara teratur sesuai jadwal :
1. Secara fisik : tarik nafas dalam dan pukul bantal atau kasur
2. Terapi psikofarmaka
3. Secara sosial atau verbal : meminta, menolak, dan mengungkapkan perasaan dengan cara baik
4. Secara spiritual
c. Mengidentifikasi manfaat latihan yang dilakukan dalam mencegah perilaku kekerasan
Evaluasi kemampuan keluarga (pelaku rawat) risiko perilaku kekerasan berhasil apabila keluarga dapat :
a. Mengenal masalah yang dirasakan dalam merawat pasien (pengertian, tanda dan gejala, dan proses
terjadinya risiko perilaku kekerasan)
b. Mencegah terjadinya perilaku kekerasan
c. Menunjukkan sikap yang mendukung dan menghargai pasien
d. Memotivasi pasien dalam melakukan cara mengontrol perasaan marah
e. Meciptakan suasana keluarga dan lingkungan yang mendukung pasien mengontrol perasaan marah
f. Mengevaluasi manfaat asuhan keperawatan dalam mencegah perilaku kekerasan pasien
g. Melakukan follow up ke puskesmas, mengenal tanda kambuh dan melakukan rujukkan.
6. Dokumentasi hasil asuhan keperawatan
Pendokumentasian dilakukan setiap selesai melakukan pertemuan dengan pasien dan keluarga. Berikut
adalah contoh pendokumentasian asuhan keperawatan risiko kekerasan pada kunjungan pertama.
Latihan 1 untuk pasien : pengkajian dan latihan nafas dalam dan memukul kasur atau bantal
Identifikasi penyebab, tanda dan gejala perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat perilaku kekerasan
yang dilakukan, jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan : fisik, obat, verbal, spiritual ; latihan cara
mengontrol perilaku kekerasan secara fisik : tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal ; masukkan pada
jadwal kegiatan untuk latihan fisik.
Latihan 2 untuk pasien : latihan patuh minum obat
Evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan
tarik nafas dalam dan pukul kasur dan bantal, tanyakan manfaatnya dan beri
pujian, latih cara mengontrol perilaku kekerasan dengan obat (jelaskan 6 benar :
benar nama, benar jenis, bener dosis, benar waktu, benar cara, kontinuitas
minum obat dan dampat jika kontinu minum obat), masukkan pada jadwal
kegiatan latihan fisik dan minum obat
Latihan 3 untuk pasien : latihan cara sosial atau verbal
Evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan
tarik nafas dalam dan pukul kasur dan bantal, makan obat dengan patuh dan
benar, tanyakan manfaatnya dan beri pujian, latih cara mengontrol perilaku
kekerasan secara verbal (tiga cara : mengungkapkan, meminta, menolak dengan
benar), masukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, dan
verbal
Latihan 4 untuk pasien : latihan cara spiritual
Evaluasi tanda dan gejala perilaku kekerasan, validasi kemampuan melakukan
tarik nafas dalam dan pukul kasur dan bantal, makan obat dengan patuh dan
benar, bicara yang baik, tanyakan manfaatnya dan beri pujian, latih cara
mengontrol perilaku kekerasan dengan cara spiritual (2kegiatan), masukkan pada
jadwal kegiatan untuk latihan fisik, minum obat, verbal, dan spiritual.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai