Dosen pengampu
Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
KAMPUS LUMAJANG
2021
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah atas rahmat dan hidayah Tuhan yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang berkat penyertaan-Nya kami dari kelompok lima dapat menyelesaikan
makalah ini. Dengan terselesaikannya makalah ini kelompok kami telah
memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa, bagi kelompok khususnya untuk
mendapatkan nilai tugas yang telah diberikan oleh dosen pengajar mata kuliah
Keperawatan Medikal Bedah II. Tak lupa pula kami sampaikan banyak
terimakasih kepada :
1. selaku dosen mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II untuk tingkat dua
yang telah membimbing kami untuk menyelesaikan makalah ini.
2. Orangtua kami yang selalu mendoakan dan mendukung dalam proses belajar
kami di Universitas Jember Kampus Lumajang ini.
3. Teman-teman yang telah membantu guna memberikan kelancaran dalam
penyelesaian tugas ini.
4. Makalah yang penyusun susun berjudul ASUHAN KEPERAWATAN
PADA ANAK DENGAN GANGGUAN PEMENUHAN NUTRISI
PATOLOGIS DARI SISTEM PENCERNAAN DAN METABOLIK
ENDOKRIN : KKP, Thypoid dan DM Juvenil dengan tepat waktu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, demi
kesempurnaan makalah ini penyusun menerima kritik dan saran dari pembaca
agar penyusunan makalah jauh lebih baik kedepannya.
ii
DAFTAR ISI
Cover................................................................................................................ i
Kata Pengantar...........……………………………………………………… ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………. iii
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………....... 1
1.1 Latar belakang…………………………………………………….. 1
1.2 Tujuan............................................................................................. 3
1.3Manfaat............................................................................................ 3
BAB 2 PEMBAHASAN……………………………………………..……….. 4
Asuhan keperawatan
3.1 Kesimpulan………………………………………………………. 8
3.2 Saran……………………………………………………………… 8
LAMPIRAN………………………...……………………………………...... 22
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………….. 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
bakteri salmonella thypi. Beberapa gejalanya meliputi demam tinggi atau
hipertermia pada malam hari yang berkepanjangan, kenaikan suhu pada
minggu pertama, menurun pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari,
mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sembelit atau diare. Penyakit-penyakit
tersebut tentu berbahaya bagi kesehatan anak karena akan menimbulkan
masalah pada kurangnya kebutuhan nutrisi anak, sehingga diperlukan asuhan
keperawatan yang perlu diperhatikan untuk memperbaiki/mencukupi
kebutuhan nutrisinya.
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi gangguan pemenuhan nutrisi patologis dari
sistem pencernaan dan metabolik endokrin : KKP, Thypoid dan DM
Juvenil
2. Untuk mengetahui
3. Untuk mengetahui
4. Untuk mengetahui
1.3 Manfaat
1. Pembaca dapat mengetahui definisi gangguan pemenuhan nutrisi patologis
dari sistem pencernaan dan metabolik endokrin : KKP, Thypoid dan DM
Juvenil
2. Pembaca dapat mengetahui
3. Pembaca dapat mengetahui
4. Pembaca dapat mengetahui
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
4) Bagaimana keadaan sosial ekonomi keluarga.
e. Riwayat spiritual
1) Adanya kepercayaan yang melarang makanan tertentu.
4. pemeriksaan fisik.
a. Inspeksi:
Meliputi observasi sistemik keadaan pasien sehubungan dengan status
gizi
pasien meliputi :
1) Pemampilan umum pasien menunjukkan status nutrisi atau gizi
pasien
2) Pada kwashiorkor; apakah ada edema, rambut rontok, BB
menurun, muka seperti bulan.
3) Pada marasmus : badan kurus, atrofi otot, rambut kemerahan dan
kusam, tampak siannosis, perut membuncit.
b. Palpasi
1) Pada marasmus terdapat tugor kulit yang jelek
2) Pada kwashiorkor terdapat pembesaran hati.
Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah
pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan
atas dan tebal lipaatan kulit). Tanda dan gejala yang mungkin
didapatkan :
1) Penurunan ukuran antropometri
2) Perubahan rambut (defigmentasi, kusam, kering , halus, jarang dan
mudah dicabut)
3) Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema
palpebral
4) Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi,
retraksi otot intercostal)
5) Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat
meningkat bila terjadi diare.
6) Edema tungkai
4
7) Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement
dematosis popliteal, lutut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)
5. Pemeriksaan diagnostic
Data laboratorium;
a. Pada kwashiorkor ; penurunan kadar albumin,kolesteron dan glukosa
b. Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan
albumin dan globulin serum dapat terbalik
c. Kadar asam amino essensial dalam plasma relatif lebih rendah dari
pada asam amino non essiensial.
d. Kadar imunoglobulin normal, bahkan dapat menigkat
e. Kadar IgA serim normal, namun kadar IgA sekretori rendah.
f. Pemeriksaan Feses, urine, darah lengkap
g. Pemeriksaan albumin.
h. Hitung leukosit, trombosit
i. Hitung glukosa darah
B. Diagnosa
1. Gangguan nutrisi b/d intake yang kurang ( protien )
2. intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3. gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi metabolic
4. resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakadekuatan
asupan cairan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan malnutrisi.
C. Intervensi
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan,
BB
bertambah ½ kg per 3 hari.
Intervensi Rasonal
1. Ukur dan catat BB pasien 1. BB menggambarkan status gizi
5
2. Makan dalam porsi kecil tapi pasien
sering 2. Sebagai masukan makanan
3. Sajikan makanan yang dapat sedikit-sedikit dan mencegah
menimbulkan selera makan muntah
4. Berikan makanan tinggi TKTP 3. Sebagai alternatif meningkatkan
5. Berikan motivasi kepada pasien nafsu makan pasien
agar mau makan. 4. Protein mempengaruhi tekanan
6. Berikan makan lewat parenteral osmotik pembuluh darah.
5. Alternatif lain meningkatkan
motivasi pasein untuk makan.
6. Mengganti zat-zat makanan secara
cepat melalui parenteral
D.Implementasi
1. Mengukur dan mencatat BB pasein
2. makanan dalam porsi kecil tapi sering
3. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
4. Memberikan makanan TKTP
5. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
6. Memberi makan lewat parenteral
E.Evaluasi
1. Nafsu makan meningkat
2. Berat badan bertambah 1/2 kg tiap 3 hari
3. Masukan kalori ,protein adekuat ditandai dengan peningkatan berat
badan atau nafsu makan meningkat.
6
2. Asuhan Keperawatan Pasien Anak Dengan Thypoid
A. Pengkajian
Demam thypoid pada umumnya menyerang anak-anak dan anak muda
antara umur 5-19 tahun.Pada anak umur 5 tahun keatas merupakan masa
anak mulai mengenal lingkungan dan mengkonsumsi makanan serta
minuman yang belum diketahui kebersihannya secara jelas.
Riwayat penyakit :
1) Keluhan utama :
Pada umumnya klien dengan demam thypoid mengeluh tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing, mual, muntah, kurang semangat serta
nafsu makan berkurang (pada masa inkubasi).
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Apa yang dirasakan atau dialami klien hingga masuk rumah sakit
(perjalanan penyakit).
3) Riwayat kesehatan dahulu :
Apakah sudah pernah mengalami sakit demam thypoid sebelumnya
dan pernah di rawat di rumah sakit dengan penyakit yang sama.
a) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Keadaan ibu saat hamil, gizi dan obat-obatan yang pernah
dikonsumsi.
b) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan
Pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia.
c) Imunisasi
7
Apakah anak mendapat imunisasi secara lengkap sesuai dengan
usianya dan jadwal pemberian serta efek sampingnya seperti panas
dan alergi.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah di dalam keluarga pasien ada yang pernah mengalami
demam thypoid.
e) Riwayat psikososial
Psikososial sangat mempengaruhi terhadap psikologi pasien,
dengan timbul gejala-gejala yang di alami.Apakah pasien dapat
menerimanya.
1. Pola nutrisi dan metabolisme
Terjadi penurunan nafsu makan karena terjadi gangguan pada
usus halus.
2. Pola eliminasi alvi dan urine
Penderita mengalami konstipasi karena tirah baring dan
diare.Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami gangguan.
3. Pola istirahat tidur
Selama sakit penderita merasa tidak dapat istirahat karena pasien
merasa sakit perutnya mual.
4. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pasien akan terganggu katena tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan pasien dibantu.
5. Pola kognitif
Apakah pasien mengalami keluhan tentang panca indera.
4) Pemeriksaan fisik
1. Kesadaran dan keadaan umum
Mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien.
2. Kepala
8
Rata-rata rambutnya tipis dan agak kemerahan jika anak mengalami
kekurangan nutrisi.
3. Mata
Jika hemoglobin rendah maka konjungtiva akan pucat, pupil isokor.
4. Hidung
Tidak ada nyeri tekan, mukosa lembab dan tidak ada pernafasan
cuping hidung.
5. Mulut
Mukosa bibir kering, bibir pecah-pecah dan lidah tampak kotor.
6. Toraks dan paru
Tidak ada keluhan sesak nafas, bentuk dada simetris, irama nafas
teratur.
7. Abdomen
Di dapat limpa hati membesar dengan konsistensi lunak serta nyeri
tekan pada abdomen.Perkusi di dapatkan perut kembung serta pada
auskultasi pristaltik usus meningkat.
8. Ekstremitas dan persendian
Pergerakan sendi bebas, tidak ada kelainan ekstremitas, turgor
menurun, akral hangat, pasien lemah.
B. Diangnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering muncul pada demam thypoid menurut (NANDA,
2015):
9
5. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan
dengan kelemahan fisik
6. Kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan
kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat
C. Intervensi
10
16. Membrane mukosa pucat 2. Asupan Makanan perubahan nafsu
17. Ketidakmamapuan 3. Asupan Cairan makan
memakan makanan 4. Energi 10. Monitor adanya
18. Cepat kenyang setelah 5. Rasio berat mual muntah
makan badan/tinggi badan 11. Monitor diet
19. Sariawan rongga mulut Hidrasi asupan kalori
20. Kelemahan otot Skala:
Terapi Nutrisi
mengunyah 1. Sangat menyimpang
21. Kelemahan otot untuk 2. Banyak menyimpang 1. Lengkapi
adekuat makanan/cairan
Nafsu makan
Faktor yang berhubungan: dan hitung
11
1. Sangat terganggu kebutuhan
2. Banyak terganggu
3. Cukup terganggu
4. Sedikit terganggu
5. Tidak terganggu
D. Implementasi
Monitor Nutrisi
1. Menimbang berat badan pasien
2. Memonitor pertumbuhan dan perkembangan
3. Memonitor adanya penurunan berat badan
4. Memonitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah
5. Memonitor adanya warna pucat, kemerahan dan jaringan
konjungtiva yang kering
6. Memonitor turgor kulit
7. Memonitor kulit kering
8. Mengidentifikasi abnormalitas eliminasi bowel
9. Mengidentifikasi perubahan nafsu makan
10. Memonitor adanya mual muntah
11. Memonitor diet asupan kalori
Terapi Nutrisi
12
6. Memastikan makanan lunak, lembut dan tidak mengandung asam
sesuai kebutuhan
E. Evaluasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan :
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
3. Nafsu makan meningkat
4. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dan menelan.
5. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes juvenile
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, keadaan
umum pasien, tanda-tanda vital, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat
keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan
sehari-hari.
a) Identitas
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor
register, tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini
digunakan untuk membedakan klien satu dengan yang lain. Jenis
kelamin, umur dan alamat dan lingkungan kotor dapat mempercepat
atau memperberat keadaan penyakit infeksi.
b) Keluhan utama
13
Polifagi, Poliuria, Polidipsi, penurunan berat badan, frekuensi minum
dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat kesadaran,
perubahan perilaku.
c) Riwayat penyakit sekarang
Berapa lama klien menderita diabetes juvenile, bagaimana
penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara
minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan
klien untuk menanggulangi penyakitnya.
d) Riwayat penyakit dahulu.
Diduga diabetes tipe 2 disebabkan oleh infeksi atau toksin lingkungan
seperti oleh virus penyakit gondok (mumps) dan virus coxsackie B4,
oleh agen kimia yang bersifat toksik, atau oleh sitotoksin perusak dan
antibodi.
e) Riwayat kesehatan keluarga.
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang
menderita diabetes juvenile. Riwayat kehamilan karena stress saat
kehamilan dapat mencetuskan timbulnya diabetes melitus.
Tingkat pengetahuan keluarga tentang penyakit diabetes juvenile.
Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit diabetes
juvenile.
Kesiapan/kemauan keluarga untuk belajar merawat anaknya.
Koping keluarga dan tingkat kecemasan.
f) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Usia
Tingkat perkembangan
Toleransi / kemampuan memahami tindakan
Koping
Pengalaman berpisah dari keluarga / orang tua
Pengalaman infeksi saluran pernafasan sebelumnya
g) Pemeriksaan fisik
a. Aktivitas / istrahat.
14
Lemah, letih, susah, bergerak / susah berjalan, kram otot, tonus
otot menurun. Tachicardi, tachipnea pada keadaan istrahat/daya
aktivitas. Letargi / disorientasi, koma.
b. Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi : infark miokard akut, kesemutan pada
ekstremitas dan tachicardia. Perubahan tekanan darah postural :
hipertensi, nadi yang menurun / tidak ada. Disritmia, krekel : DVJ
ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi,
perubahan tekanan darah
c. Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi /
tidak)
d. Neurosensori
Pusing / pening, gangguan penglihatan, disorientasi : mengantuk,
lifargi, stuport / koma (tahap lanjut). Sakit kepala, kesemutan,
kelemahan pada otot, parestesia, gangguan penglihatan, gangguan
memori (baru, masa lalu) : kacau mental, refleks fendo dalam
(RTD) menurun (koma), aktifitas kejang.
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri (sedang berat), wajah
meringis dengan palpitasi : tampak sangat berhati – hati.
f. Keamanan
Kulit kering, gatal : ulkus kulit, demam diaporesis.
g. Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria / anuria jika terjadi hipololemia barat). Abdomen keras,
bising usus lemah dan menurun : hiperaktif (diare).
h. Integritas Ego
Stress, ansietas
i. Makanan / Cairan
15
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat
badan, haus, penggunaan diuretik
h) Psikososial
Dapat menyelesaikan tugas – tugasnya sampai menghasilkan sesuatu
Belajar bersaing dan koperatif dengan orang lain
i) Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 200-100mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d.. Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330
mOsm/l
e. Elektrolit : ·Natrium : mungkin normal, meningkat, atau menurun ·
Kalium : normal atau peningkatan semu ( perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun. · Fosfor : lebih sering menurun
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari
normal yang mencerminkan control DM yang kurang selama 4
bulan terakhir ( lama hidup SDM) dan karenanaya sangat
bermanfaat untuk membedakan DKA dengan control tidak adekuat
versus DKA yang berhubungan dengan insiden ( mis, ISK baru)
g. Gas Darah Arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan
penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolic) dengan kompensasi
alkalosis respiratorik.
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat ( dehidrasi) ;
leukositosis : hemokonsentrasi ;merupakan respon terhadap stress
atau infeksi.
i. Ureum / kreatinin : mungkin meningkat atau normal ( dehidrasi/
penurunan fungsi ginjal)
j. Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya
pancreatitis akut sebagai penyebab dari DKA.
k. Insulin darah : mungkin menurun / atau bahka sampai tidak ada
( pada tipe 1) atau normal sampai tinggi (pada tipe II) yang
16
mengindikasikan insufisiensi insulin / angguan dalam
penggunaannya (endogen/eksogen). Resisten insulin dapat
berkembang sekunder terhadap pembentukan antibody.
( autoantibody)
l. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormone tiroid
dapat meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
m. Urine : gula dan aseton positif : berat jenis dan osmolalitas
mungkin meningkat.
n. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernafasan dan infeksi pada luka.
2. PATWAY
Faktor genetik respon auto umun firus masuk ketubuh infeksi
L
Kegagalan fungsi sistem imun
Resiko
kekurangan Meningkatkan gula darah Membuang massa tubuh fatiqe
volume cairan
17
poliuri Polidipsi poliphagi
Ketidak seimbangan
peningkatan gula darah kronik
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
nekrosis
Kerusakan
integritas kulit
pembedahan amputasi
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
2. Resiko Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka
( trauma )
3. Resiko Infeksi ganguan penyembuhan luka berhubungan dengan
penurunan fungsi leucosit/ gangguan sirkulasi
4. Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan diuresis meningkat,
hiperglikemia, diare, muntah, poliuria, evaporasi.
4. RENCANA INTERVENSI
18
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan
metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan BB sesuai dengan tujuan
BB ideal sesuai dengan TB
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Tidak terjadi penurunan BB yang berarti
Intervensi :
- Management nutrisi :
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
d. Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
e. Berikan substansi gula
f. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
g. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
h. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
i. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan
- Monitoring nutrisi
a. Monitor adanya penurunan BB
b. Monitor lingkungan selama makan
c. Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
d. Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
e. Monitor mual muntah
f. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, Ht
19
g. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik, papilla lidah, dan
cavitas oral
5. 1IMPLEMENTASI
Merupakan tahap dimana rencana keperawatan dilaksanakan sesuai
dengan intervensi. Tujuan dari implementasi adalah membantu klien
dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
mandiri maupun kolaborasi dan rujukan.
6. EVALUASI
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes juvenile adalah :
1. Tidak ada penurunan berat badan secara signifikan
2. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan tidak
ada tanda-tanda malnutrisi
3. Kebutuhan nutrisi terpenuhi
4. Fungsi pengecapan dan menelan meningkat
20
2. Menanyakan identitas pasien
3. Memperkenalkan diri
4. Menjelaskan tujuan kedatangan, prosedur
pelaksanaan, dan kontrak waktu
5. Menanyakan kesiapan pasien
C. Fase kerja
1. Menanyakan bagaimana napsu makan sebelum
dan selama sakit
2. Menanyakan bagaimana pola makan pasien
sebelum dan selama sakit (frekuensi,porsi)
3. Menanyakan apakah sedang menjalani diet
4. Menanyakan pasien apakah mengalami
penurunan berat badan dalam kurun waktu 6
bulan terakhir
5. Menanyakan apakah pasien mengalami kesulitan
menelan
6. Menanyakan apakah pasien mengalami mual,
muntah
7. Menanyakan makanan kesukaan pasien (asin,
manis, gurih, berlemak/ gorengan, bakar-bakaran)
8. Menanyakan apakah pasien sering
mengkonsumsi makanan buah-buahan, sayur-
sayuran
9. Menanyakan apakah pasien sering
mengkonsumsi suplemen jenis vitamin
untukmeningkatkan daya tahan tubuh
10. Menanyakan apakah pasien sering mengalami
kesulitan penyembuhan luka
11. Menanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita sakit (kencing manis, hipertensi,
kanker, stroke)
21
D. Fase terminasi
1. Menyampaikan hasil anamnesa dan
mengevaluasi
2. Member kesempatan pasien untuk bertanya
3. Menyampaikan rencana tindak lanjut
4. Berpamitan
5. Cuci tangan
22
2) Lengan non dominan klien direlaksasikan, dan lingkarnya diukur pada titik
tengah, antara ujung dari prosesus akromial skapula dan prosesus olekranon
ulna.
d. Lipatan kulit tricep (triceps skinfold, TSF)
1) Digunakan untuk memperkirakan isi lemak dari jaringan subkutan.
2) TSF adalah pengukuran yang paling umum
3) Dengan ibu jari dan jari tengah, lipatan panjang dari kulit dan lemak yang
dipegang kira-kira 1 cm dari titik tengah MAC. Jepitan dari jangka lengkungan
lipatan kulit standar ditempatkan pada sisi lain dari lipatan lemak. Pengukuran
rata-rata diambil dari ketiga catatan. Area anatomi lain untuk pengukuran lipatan
kulit termasuk bisep, skapula, dan otot abdominal.
e. Lingkar otot lengan bagian tengah atas (mid-upper arm muscle
circumference, MAMC)
MAMC adalah perkiraan dari masa otot skelet, dihitung dari pengukuran
antropometrik MAC dan TSF.
MAMC = MAC – (TSF x 3,14).
Nilai untuk MAC, TSF, dan MAMC dibandingkan dengan standar dan dihitung
sebagai suatu persentase standar
b. Pemeriksaan kondisi saluran pencernaan, bentuk abdomen, kesulitan
mengunyah dan menelan serta bising usus
1. Pemeriksaan kondisi saluran pencernaan dan bentuk abdomen
Prosedur pemeriksaan fisik abdomen meliputi inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi. Sebelum melakukan pemeriksaan fisik abdomen. Baju yang dikenakan
perlu diangkat sampai minimal setinggi garis puting, serta menggunakan selimut
untuk menutup tungkai sampai simfisis pubis. Minta pasien untuk melipat paha
dan lutut agar dinding abdomen lebih rileks.
- Inspeksi
Inspeksi dilakukan dengan cara melihat permukaan, kontur, dan
pergerakan dinding abdomen. Inspeksi meliputi :
23
a. Kulit : Pada kulit, perhatikan apabila terdapat skar, striae, dilatasi vena,
serta kemerahan dan ekimosis (dapat terlihat pada perdarahan
intraperitoneal atau retroperitoneal)
b. Ekimosis : Selain menunjukkan adanya perdarahan intraperitoneal atau
retroperitoneal, adanya ekimosis juga dapat mengarahkan diagnosis
lainnya. Grey Turner sign merupakan ekimosis yang dapat disertai warna
kehijauan pada area flank pada pasien pankreatitis akut dengan perdarahan
ekstraperitoneal yang berdifusi sampai ke jaringan subkutan area flank.
Cullen’s sign merupakan ekimosis yang dapat disertai warna kebiruan
pada kulit area periumbilikal karena adanya perdarahan retroperitoneal
atau intraabdominal, seperti kehamilan ektopik terganggu.
c. Umbilikus : Pada umbilikus, perlu diperhatikan kontur dan lokasinya, serta
ada atau tidaknya inflamasi ataupun benjolan, seperti pada hernia
umbilikalis.
d. Kontur abdomen : Kontur abdomen yang dimaksud adalah permukaan
(datar, distensi, menonjol, atau cekung), bagian samping abdomen (ada
atau tidaknya benjolan atau massa), kesimetrisan dinding abdomen, massa
atau organomegali yang tampak menonjol (misalnya hepatomegali atau
splenomegali).
e. Peristaltik : Pada pasien yang sangat kurus, kemungkinan gerakan
peristaltik usus dapat terlihat, terutama apabila terdapat obstruksi
- Pulsasi : Pulsasi aorta juga dapat terlihat pada pasien yang sangat kurus. Apabila
terlihat pada area epigastrium, maka dapat dikatakan normal.
- Auskultasi
Auskultasi pada pemeriksaan abdomen terutama memberikan informasi
mengenai bising usus. Berbeda dari pemeriksaan fisik lainnya, disarankan untuk
melakukan pemeriksaan auskultasi terlebih dahulu pada pemeriksaan fisik
abdomen karena manuver perkusi dan palpasi dapat menstimulasi ataupun
mendepresi peristaltik usus. Bising usus normal berkisar antara 5-34 kali/menit.
Auskultasi minimal dilakukan selama 2 menit pada tiap regio, dan minimal
dilakukan pada 1 regio untuk menentukan kesimpulan bunyi usus pasien.
24
Adanya inflamasi (misal peritonitis), infeksi, ileus paralitik, dan ileus
obstruktif akan mengubah karakteristik bising usus. Pada keadaan tertentu seperti
infeksi, dapat terdengar bunyi borborygmi dan hiperperistalsis. Pada auskultasi
peristaltik usus, perlu diperhatikan frekuensi, durasi, volume, dan kualitas bising
usus.
Pada auskultasi abdomen, dapat ditemukan adanya bunyi seperti murmur
di aorta, arteri iliaca, dan arteri femoralis. Murmur dapat terdengar terutama pada
pasien dengan hipertensi. Murmur juga dapat terdengar pada pasien dengan
stenosis arteri maupun dilatasi arteri yang disebabkan oleh aneurisma. Murmur
arteri renalis, sesuai dengan posisi anatomisnya akan lebih terdengar dari
punggung.
Pada area hepar dan lien, perlu dilakukan auskultasi untuk melihat adanya
friction rub. Hal ini dapat terjadi pada pasien dengan hepatoma, infeksi
gonococcus pada area hepar, dan infark lien.
- Perkusi
Perkusi dilakukan untuk melihat distribusi gas intraabdomen,
kemungkinan adanya massa, serta ukuran hepar dan lien serta organ lainnya.
Perkusi dilakukan pada keempat kuadran abdomen dengan melihat area yang
timpani maupun pekak. Bunyi timpani disebabkan karena adanya gas pada traktus
gastrointestinal, sedangkan bunyi pekak dapat disebabkan oleh adanya cairan,
massa atau pembesaran organ, maupun feses.
Perkusi pada bagian infero-anterior arcus costae sebelah kanan dapat
ditemukan pekak karena adanya hepar, sedangkan di sebelah kiri akan ditemukan
timpani pada area gaster dan fleksura lienalis.
Perkusi dilakukan dengan mengekstensikan jari tengah telapak tangan kiri
(pleximeter) pada permukaan bagian abdomen yang mau diperkusi, dengan jari
tengah kanan difleksikan (perkusor) sambil diketuk berulang di sendi
interphalangeal distal pada pleximeter.
-Palpasi
Palpasi pada pemeriksaan fisik abdomen terdiri dari palpasi ringan dan
dalam. Palpasi ringan dapat menilai adanya nyeri tekan, defans muskular, dan
25
massa pada organ-organ superfisial. Palpasi ringan dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
a. Meletakkan telapak tangan dengan jari-jari yang rapat dan rata pada
dinding abdomen
b. Lakukan penekanan ringan pada keempat kuadran abdomen. Pada palpasi
ringan ini, perlu dilakukan identifikasi organ-organ maupun massa yang
letaknya superfisial, serta area yang mengalami nyeri tekan.
c. Apabila terdapat defans, bedakan antara tahanan volunter dan spasme otot
involunter, karena adanya spasme yang involunter dapat mengarahkan
diagnosis ke peritonitis.
d. Palpasi dalam dilakukan untuk menggambarkan massa intra-abdomen
serta adanya organomegali.
Palpasi ini dilakukan dengan :
a. Gunakan permukaan telapak tangan, kemudian lakukan penekanan pada
keempat kuadran
b. Apabila terdapat massa, lakukan identifikasi lokasi, ukuran, bentuk,
konsistensi, nyeri saat penekanan, pulsasi, dan mobilitas massa
2. Kesulitan mengunyah dan menelan
a. Amati kesimetrisan bibir, dalam posisi tertutup, menyeringai (mringis), dan
posisi mulut terbuka kemudian amati keadaan gigi.
b. Amati posisi ovula (anak langitan) apakah simetris.
c. Amati gerakan lidah sesuai intruksi: dijulurkan, digerakkan ke kiri dan kanan,
atas dan bawah dan suruh klien untuk bicara kata yang mengandung huruf “r”.
d. Amati adakah lesi pada rongga mulut, sisa-sisa makanan yang tidak menempel
pada gigi yang tertinggal, atau dahak.
e. Lakukan asesmen menelan sederhana dengan memberikan air dengan sendok
teh, apakah batuk? Kalau tidak, minta klien untuk untuk bicara “aaaah”, amati
adakah batuk, apakah suara menjadi parau atau beriak (gurgling). Ulangi 3-4 kali.
F. Jika tidak ditemukan gangguan menelan, minta klien untuk minum dengan
gelas
50-150 cc, amati adakah batuk (tersedak), suara menjadi parau atau beriak.
26
g. Inspeksi dan palpasi pada daerah leher: kesimetrisan, pergerakan glotis saat
menelan ludah.
3. Bising usus
Bising usus sudah lama dijadikan patokan untuk mendeteksi kelainan pada
abdomen. Namun, bukti yang ada saat ini belum cukup untuk menyatakan bahwa
hasilnya (normal atau abnormal) bermakna secara klinis. Selain itu, masih
terdapat perdebatan mengenai interpretasi pemeriksaan ini, baik temuan normal
atau abnormal.
Bising usus yang normal memiliki frekuensi 5–34 kali per menit.
Terkadang, jarak antar siklus bising usus mencapai 5–35 menit. Hal ini berarti
bahwa pemeriksaan bising usus yang ideal dilakukan selama >35 menit. Sebab,
bising usus mungkin tidak terdengar selama 35 menit dan hal tersebut belum tentu
menandakan kelainan pada abdomen. Meskipun demikian, pemeriksaan yang
ideal tersebut sangat memakan waktu dan tidak mungkin dilakukan. Biasanya,
pemeriksaan bising usus dilakukan 30 detik–7 menit. Selain itu, tidak semua
gerakan peristaltik usus menghasilkan bising usus yang dapat didengar melalui
stetoskop. Oleh karena itu, tidak terdengarnya bising usus bukan berarti tidak ada
gerakan peristaltik.
Tidak terdengarnya bising usus berhubungan dengan obstruksi usus,
iskemia usus, ileus paralitik, dan peritonitis. Sementara itu, peningkatan bising
usus dapat disebabkan oleh gastroenteritis, diare, penyakit inflamasi usus
(inflammatory bowel disease/IBD), penggunaan laksatif, perdarahan saluran
cerna, dan obstruksi usus. Temuan lain dari pemeriksaan auskultasi abdomen
adalah bruit, hepatic venous hum, dan friction rub. Bruit menandakan aneurisma
aorta atau stenosis arteri renal. Hepatic venous hum dapat ditemukan pada
hipertensi porta, sedangan friction rub berhubungan dengan inflamasi peritoneal,
infark limpa, atau metastasis hepar.
6. Prosedur persiapan pemeriksaan diagnostik dan labolatorium pada anak
dengan gangguan kebutuhan nutrisi: pemeriksaan barium, meal/barium
enema, USG abdomen dan endoskopi
a. Pemeriksaan barium enema
27
Barium enema adalah jenis pemeriksaan radiologi atau rontgen untuk
mendeteksi perubahan atau kelainan pada usus besar. Pada prosedur ini, cairan
kontras yang mengandung zat logam (barium) akan dimasukkan melalui enema ke
dalam rektum dan melalui lubang dubur. Cairan tersebut kemudian akan melapisi
permukaan usus besar sehingga saat pengambilan rontgen dilakukan, gambar usus
besar akan terlihat lebih jelas.
Sebelum menjalani pemeriksaan barium enema :
1. Menerapkan pola makan khusus sehari sebelum pemeriksaan. Anda hanya
akan diperbolehkan mengonsumsi cairan bening, seperti air putih dan sup
kaldu.
2. Berpuasa setidaknya delapan jam sebelum pemeriksaan.
3. Mengonsumsi obat pencahar pada malam sebelum hari pemeriksaan.
4. Menanyakan pada dokter mengenai obat rutin yang boleh dan tidak boleh
terus dikonsumsi sebelum pemeriksaan.
Prosedur :
28
8. Pasien akan diminta berubah posisi beberapa kali sembari petugas medis
mengambil gambar rontgen. Langkah ini akan memastikan agar
keseluruhan usus besar sudah dilapisi oleh barium dan memudahkan
petugas radiologi untuk menilai keadaan usus besar Anda dari berbagai
posisi.
Prosedur 1.
3. Pemeriksaan Endoskopi
29
a. Anak akan diminta berbaring di atas meja pemeriksaan
b. Dokter anestesi akan melakukan pembiusan dan jika diperlukan, dokter
juga mungkin akan memberikan obat penenang agar pasien merasa lebih
rileks selama prosedur dijalankan
c. Alat endoskop akan dimasukkan ke dalam tubuh anak. Jalan masuknya
dapat melalui mulut, anus, atau saluran kemih, tergantung dari bagian
tubuh mana yang akan diperiksa.
d. Dokter kemudian mengendalikan endoskop hingga mencapai bagian tubuh
yang menjadi tujuan.Setelah endoskopi selesai, anak akan dibawa ke ruang
pemulihan. Di ruangan ini, tanda-tanda vital dan tingkat kesadaran anak
akan dipantau secara saksama oleh petugas medis.Setelah siuman, anda
akan diizinkan untuk pulang. Pastikan ada orang yang menemani dan
mengantar anak pulang karena efek samping pembiusan bisa saja masih
tersisa.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit terkait dengan sistem
endokrinologi dan pankreas sebagai penghasil insulin yang menjadi pusat
30
kajian serta studi penyakit ini. Insulin memegang peranan pokok dalam
metabolisme glukosa serta alur energi tubuh manusia. Diabetes Mellitus
adalah penyakit dengan banyak gejala yang menyertai dan memiliki faktor
dalam dan faktor luar sebagai pencetusnya. Ada 2 etiologi utama dari
diabetes mellitus yang menjadi dasar klasifikasi penyakitnya. Diabetes
mellitus tipe 1 yang dicetuskan oleh tidak cukupnya jumlah insulin sampai
tidak terbentuknya insulin oleh pankreas ( Sel Beta Pulau Langerhans )
disebabkan oleh proses autoimunitas yang menghancurkan sel beta pulau
langerhans pankreas.
Diabetes tipe 1 menyerang anak dengan umur < 18 tahun dengan rataan
umur penderita 4 - 10 tahun. T1DM menyebabkan ketergantungan abosolut
insulin eksogenik untuk mengatur kadar gula darah, dan menjaga status
diabetes tidak berkembang menjadi penyakit dengan banyak komplikasi.
Penatalaksanaan dengan insulin bertujuan untuk menghentikan proses
pembentukan gula hati dan menghentikan ketogenesis.
Thypoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
bakteri salmonella thypi. Beberapa gejalanya meliputi demam tinggi atau
hipertermia pada malam hari yang berkepanjangan, kenaikan suhu pada
minggu pertama, menurun pagi hari dan meningkat pada sore dan malam
hari, mual, muntah, kehilangan nafsu makan, sembelit atau diare. Penyakit-
penyakit tersebut tentu berbahaya bagi kesehatan anak karena akan
menimbulkan masalah pada kurangnya kebutuhan nutrisi anak, sehingga
diperlukan asuhan keperawatan yang perlu diperhatikan untuk
memperbaiki/mencukupi kebutuhan nutrisinya.
3.3 Saran
Penulis menyadari makalah yang dibuat masih banyak kekurangan, maka
dari itu saran kami bacalah buku, tidak hanya berasal dari satu sumber saja
dan terkait dengan DM. Tujuannya agar lebih mudah dimengerti
31
DAFTAR PUSTAKA
32
padapasien marasmus.html Carpenito, L.J. 2009. Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Jakarta: EGC
Marimbi, Hanun. 2010. Tumbuh Kembang g, Status Gizi, dan Imunisasi pada
Balita.Yogyakarta: Nuha Medika
Hidayat, Aziz Alimul. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
33
Ar-Ruzz MediaSodikin.2011.AsuhanKeperawatanAnakGangguanSistem
Gastrointestinal Dan Hepatobilier, Jilid 1.Jakarta:SalembaMedika.
Rampengan, 2008. Buku Infeksi Tropik pada Anak, Edisi 2Jakarta :EGC. Wahyu
Rahayu Utaminingsih, 2010. Menjadi Dokter Bagi Anak Anda, Yogyakarta:
Cakrawala Ilmu.
34
35