Anda di halaman 1dari 13

PRESPEKTIF PERAWATAN PALIATIF

& ETIK DALAM KEPERAWATAN

BY : Ns. Tri Wahyuni,.S.Kep,.M.Kep


• Perawatan paliatif merupakan pendekatan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan
keluarga dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan
penderitaan terhadap rasa sakit dan memberikan dukungan fisik, psikososial dan spiritual
yang dimulai sejak tegaknya diagnosa hingga akhir kehidupan pasien (World Health
Organization, 2014). Perawatan paliatif juga merupakan suatu pendekatan dalam perawatan
pasien yang terintegrasi dengan terapi pengobatan untuk mengoptimalkan kualitas hidup
pasien dengan penyakit kronis atau mengancam jiwa (National Consensus Project for
Quality Palliative Care, 2009).
• Perawatan paliatif pada anak merupakan suatu pendekatan aktif dan peduli secara penuh,
dari tegaknya diagnosis, sepanjang hidup, hingga kematian anak.Hal ini mencakup
pendekatan secara fisik, emosional, sosial, spiritual dan berfokus pada peningkatan kualitas
hidup bagi anak dan dukungan bagi keluarga. Perawatan paliatif pada anak dirancang untuk
memenuhi kebutuhan unik dan khusus anak dengan kondisi yang mengancam jiwa seperti
kanker, distrofi otot, cystic fibrosis, masalah otak parah, komplikasi dari prematuritas dan
cacat lahir serta gangguan langka (Association for Children’s Palliative Care, 2009)
• Pada tahun 2011, 29.063.194 orang di dunia meninggal karena penyakit yang membutuhkan
perawatan paliatif dan 6% dari jumlah tersebut merupakan anak-anak. Setiap tahunnya
diperkirakan 63 anak dari 100.000 anak dibawah usia 15 tahun membutuhkan perawatan
paliatif pada akhir kehidupannya. Penyebab kematian terbanyak pada anak dengan
kebutuhan perawatan paliatif adalah kelainan konginetal 25,06%, kondisi neonatal 14,64%,
penyakit KEP 14,12%, meningitis 12,62%, HIV/AIDS 10,23% dan penyakit kardiovaskuler
6,18%. Wilayah Asia Tenggara merupakan wilayah tertinggi kedua dengan anak yang
membutuhkan perawatan paliatif (24%) termasuk Indonesia (WHO, 2014).
• Perkembangan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata. Rumah sakit yang
mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih terbatas di 5 (lima) ibu
kota provinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar dan Makassar. Sedangkan
pasien membutuhkan pelayanan perawatan paliatif yang bermutu, komprehensif dan holistik.
Sehingga Departemen Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan tentang
perawatan paliatif agar dapat memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk
menyelenggarakan perawatan paliatif (SK Menteri Kesehatan Indonesia Nomor 812/
Menkes/ SK/ VII/ 2007).
• Perawatan paliatif pada anak sangat penting. Perawatan paliatif pada anak dapat
meningkatkan kualitas hidup pada anak maupun keluarga dan dapat membantu keluarga
dalam mengambil keputusan terkait perawatan pada anak. Perawatan paliatif juga dapat
meningkatkan sistem koping pada anak (Sharon et al, 2007). Selain itu, perawatan paliatif
dapat memastikan kualitas hidup yang terbaik pada anak maupun keluarga. Perawatan
paliatif dapat meningkatkan kesejahteraan fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada anak
dan keluarga (Liben et al, 2008).
• Perawatan paliatif pada anak memiliki aspek khusus yang harus diperhatikan yaitu semua
kebutuhan anak disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Hal ini
sangat penting untuk diperhatikan oleh perawat agar dapat menyesuaikan cara
berkomunikasi yang efektif dan perawatan yang sesuai serta evaluasi yang tepat sesuai
dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak. Komunikasi yang efektif akan
membantu dalam mengatasi keluhan anak (Morgan, 2009). Perawat sebagai salah satu tim
perawatan paliatif pada anak harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam
memberikan perawatan paliatif yang terbaik untuk anak dan keluarganya. Pengetahuan yang
kurang akan memberikan dampak yang negatif terhadap pasien maupun terhadap perawat,
hal ini dapat menyebabkan pelayanan yang diterima kurang bermutu, memperberat kondisi
sakit pasien karena pelayanan yang diperoleh tidak sesuai dengan kebutuhan pasien
(Ningsih, 2011). Cara pandang perawat dalam memberikan perawatan paliatif pada pasien
dapat terlihat dari sikap seorang perawat (Hasheesh et al, 2013).
• Perawat bertindak sebagai fasilitator untuk memenuhi kebutuhan spiritual agar pasien tetap melakukan yang
terbaik sesuai dengan kondisinya. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Qaf: 19 “Dan datanglah
sakratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya.” Dalam Al-Qur’an telah
dijelaskan bahwa sakratul maut adalah sesuatu yang ditakuti manusia sehingga dilakukan upaya untuk
menghindarinya dengan melakukan pengobatan.Diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah SAW bersabda
“Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara baik karena
sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan.” Berdasarkan hasil penelusuran
literatur yang dilakukan oleh peneliti, penelitian tentang perawatan paliatif pada anak sangat jarang dilakukan
di Yogyakarta. Penelitian untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap perawat tentang perawatan paliatif
pada anak bahkan belum pernah dipublikasikan di Yogyakarta ataupun di Indonesia. Selain itu, berdasarkan
hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Panembahan Senopati Bantul dengan
metode wawancara pada perawat didapati bahwa perawat belum mengetahui tentang pengertian, tujuan dan
manfaat perawatan paliatif pada anak. ikap perawat terkait perawatan paliatif pada anak adalah baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut, kajian mengenai tingkat pengetahuan dan sikap perawat di Rumah Sakit
Daerah Umum Panembahan Senopati Bantul terhadap perawatan paliatif pada anak perlu dilakukan
• Penelitian Fadare et al (2014) berjudul “Healthcare Workers Knowledge and Attitude Toward
Palliative Care in Emerging Tertiary Centre in South –West Nigeria.” Penelitian ini menggunakan
metode penelitian crosssectional dengan memberikan kuesioner tentang definisi perawatan paliatif,
filosofi, masalah komunikasi, obat-obatan, dan konteks tentang praktek kepada petugas kesehatan
di Ekiti State University Teaching Hospital, Ado-Ekiti, south-west Nigeria. Hasil penelitian ini
menunjukkan ada kesenjangan dalam pengetahuan para pekerja kesehatan di bidang perawatan
paliatif. 2. Penelitian Kassa et al (2014) berjudul ”Assessment of Knowledge, Attitude and Practice
and Associated Factors Toward Palliative Care Among Nurses Working in Selected Hospitals,
Addis Ababa, Ethiopia.” Penelitian ini menggunakan metode penelitian cross-sectional dengan
memberikan kuesioner Frommelt’s Attitude Toward Care of the Dying Scale, Palliative Care Quiz
for Nursing dan pertanyaan praktik perawatan paliatif. Penelitian ini menggunakan teknik
systematic random sampling dalam menentukan responden. Hasil penelitian menunjukkan perawat
memiliki pengetahuan kurang, sikap yang baik dan praktik yang kurang tentang perawatan paliatif.
Untuk dapat melaksanakan pelayanan paliatif secara komprehensif, maka kita sebagai relawan
perlu memahami dan mengerti tentang prinsip prinsip etik, agar kita tidak salah melangkah
dan melanggar etik dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
• Prinsip-Prinsip Etik
1. Autonomy (otonomi )
• Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa kita mampu berpikir logis dan mampu
membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki kekuatan
membuat dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus dihargai oleh orang lain.
Prinsip otonomi merupakan bentuk respek terhadap seseorang, atau dipandang sebagai
persetujuan tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan pasien yang menuntut haknya diri sendiri. Oleh karena itu dalam
otonomi ini, kita dalam tim pelayanan paliatif harus menghargai hak-hak pasien dalam
membuat keputusan tentang perawatan dirinya sendiri.
2. Non maleficience (tidak merugikan)
• Pelayanan paliatif tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pasien. Prinsip tidak merugikan (Non-maleficience, do no harm)
dalam arti bahwa kita berkewajiban bila melakukan suatu tindakan agar jangan sampai merugikan orang lain. Prinsip ini nampaknya sama
dengan salah satu prinsip dari Hippocrates, yaitu Premium non nocere yang berarti bahwa yang terpenting adalah jangan sampai merugikan.
3. Beneficience (berbuat baik)
• Beneficience berarti, mengerjakan segala sesuatu dengan baik atas dasar kepentingan pasien dan memberikan keuntungan bagi pasien.
Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan, terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi.
4. Veracity (kejujuran)
• Prinsip ini berarti penyampaian dengan kejujuran dan kebenaran dengan bahasa dan tutur kata yang baik dan sopan, tidak berkesan
menggurui. Nilai ini diperlukan oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap pasien dan untuk meyakinkan
bahwa pasien sangat mengerti. Veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus menjadi
akurat, komprehensif dan objektif untuk memberikan pemahaman dan penerimaan informasi, dan mengatakan yang sebenarnya kepada
pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya salama menjalani perawatan. Tetapi sebagai relawan tetap ada
keterbatasan dan tidak dianjurkan untuk mengatakan secara jujur dalam hal yang terkait dengan ranah dokter seperti penyampaian diagnosa
dan perjalanan penyakit, tindak lanjut pengobatan dan tindakan. Jadi jika tidak berkompeten untuk menjawab pertanyaan pasien dan
keluarga, sebaiknya disampaikan dengan jujur bahwa harus dikonsultasikan lebih dulu dengan tim medis ( dokter dan perawat). Kebenaran
adalah dasar dalam membangun hubungan saling percaya.
5.Justice (keadilan)
• Prinsip keadilan dibutuhkan untuk tercapai yang sama dan adil terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan
dalam praktek profesional ketika tim perawatan paliatif bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh
kualitas pelayanan kesehatan.
6. Kerahasiaan (confidentiality)
• Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi tentang pasien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan pasien hanya
boleh dibaca dalam rangka pengobatan pasien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi tersebut kecuali jika diijin kan oleh pasien dengan bukti persetujuannya.
Diskusi tentang pasien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada teman atau keluarga tentang pasien dengan tenaga kesehatan lain harus dicegah. Komunikasi yang
terjaga adalah informasi yang diberikan oleh tim perawatan  kepada  pasien  dengan  kepercayaan  dan  keyakinan  informasi  tersebut  tidak  akan bocor.
7. Akuntabilitas (accountability)
• Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk menilai orang lain. Akuntabilitas
merupakan standar yang pasti yang mana tindakan seorang relawan dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.. Secara moral kita memulai sesuatu
yang baik dengan melihat pada situasi untuk menentukan apa yang harus dilakukan, berdasaran konsekwensi apa yang akan dialami orang yang terlibat jika tindakan
tersebut dilakukan.
• Kesadaran  etis itu perlu dimiliki oleh tim perawatan paliatif agar dapat selalu mempertimbangkan setiap tindakan yang akan dilakukan dengan mengingat dan
mengutamakan kepentingan pasien. Demikian juga kesadaran etis dari pasien juga diperlukan agar menghargai setiap upaya medis yang dilakukan tim perawatan paliatif
dalam usaha meringankan/ membebaskan penderitaan penyakitnya. Kesadaran etis itu akan berfungsi dalam tindakan konkret ketika mengambil keputusan terhadap
tindakan tertentu dengan mempertimbangkan baik bruknya secara bertanggung jawab.
 
 
TERIMA KASIH

ANY QUESTION????

Anda mungkin juga menyukai