Anda di halaman 1dari 27

Suku asmat

Suku asmat adalah nama dari sebuah suku yang ada di papua, indonesia. Suku asmat dikenal dengan
hasil ukiran kayu tradisional yang sangat khas. Beberapa ornamen / motif yang sering kali digunakan
dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku asmat
adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut mbis. Namun tak
berhenti sampai disitu, sering kali juga ditemui ornamen / motif lain yang menyerupai perahu atau
wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka
di alam kematian. Bagi penduduk asli suku asmat, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah
perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual untuk mengenang arwah para leluhurnya
Kondisi alam
Wilayah yang ditempati suku asmat adalah dataran coklat lembek yang tertutup oleh jaring
laba-laba sungai. Wilayah yang ditinggali suku asmat ini telah menjadi kabupaten sendiri
dengan nama kabupaten asmat dengan 7 kecamatan atau distrik.Hampir setiap hari hujan
turun dengan curah 3000-4000 milimeter/tahun.Setiap hari juga pasang surut laut masuk
kewilayah ini,sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah sangat lembek dan
berlumpur.Jalan hanya dibuat dari papan kayu yang ditumpuk di atas tanah yang
lembek.Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa lewat jalan ini.Orang yang berjalan
harus berhati-hati agar tidak terpeleset,terutama saat hujan.
pertentanggan
Ada banyak pertentangan di antara desa berbeda asmat. Yang
paling mengerikan adala cara yang dipakai suku asmat untuk
membunuh musuhnya. Ketika musuh dibunuh, mayatnya
dibawa ke kampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada
seluruh penduduk untuk dimakan bersama. Mereka
menyanyikan lagu kematian dan memenggalkan kepalanya.
Otaknya dibungkus daun sago yang dipanggang dan dimakan.
Namun hal ini sudah jarang terjadi bahkan hilang resmi dari
ingatan
persebaran
Suku asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai laut arafuru dan pegunungan
jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang ditempati adalah
hutan belantara, dalam kehidupan suku asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata
sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-batu itu bisa dijadikan sebagai maskawin. Semua
itu disebabkan karena tempat tinggal suku asmat yang membetuk rawa-rawa sehingga sangat
sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak,
palu, dan sebagainya.
Kampung asmat
Sekarang biasanya, kira-kira 100 sampai 1000 orang hidup di satu
kampung. Setiap kampung punya satu rumah bujang dan banyak
rumah keluarga. Rumah bujang dipakai untuk upacara adat dan
upacara keagamaan. Rumah keluarga dihuni oleh dua sampai tiga
keluarga, yang mempunyai kamar mandi dan dapur sendiri. Hari ini,
ada kira-kira 70.000 orang asmat hidup di indonesia. Mayoritas
anak-anak asmat sedang bersekolah.
 
 
 
 
Ciri fisik

Penduduk asmat pada umumnya memiliki ciri fisik yang khas,berkulit hitam dan berambut keriting.
Tubuhnya cukup tinggi. Rata-rata tinggi badan orang asmat wanita sekitar 162 cm dan tinggi badan
laki-laki mencapai 172 cm.
Mata pencaharian
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah distrik citak-
mitak ternyata hampir sama. Suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari
nafkah adalah berburu binatang hutan seperti, ular, kasuari, burung, babi hutan dll. Mereka juga selalu meramuh / menokok
sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. Kehidupan dari ketiga suku ini
ternyata telah berubah.
Sehari-hari orang asmat bekerja dilingkungan sekitarnya,terutama untuk mencari makan, dengan cara berburu maupun
berkebun, yang tentunya masih menggunakan metode yang cukup tradisional dan sederhana. Masakan suku asmat tidak
seperti masakan kita. Masakan istimewa bagi mereka adalah ulat sagu. Namun sehari-harinya mereka hanya memanggang
ikan atau daging binatang hasil buruan.
Dalam kehidupan suku asmat “batu” yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan, batu-
batu itu bisa dijadikan sebagai maskawin. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku asmat yang membetuk rawa-
rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu jalanan yang sangat berguna bagi mereka untuk membuat kapak, palu, dan
sebagainya.

MAKANAN POKOK
Makanan pokok orang asmat adalah sagu,hampir setiap hari mereka makan sagu yang dibuat jadi bulatan-bulatan yang dibakar
dalam bara api.Kegemaran lain adalah makan ulat sagu yang hidup dibatang pohon sagu,biasanya ulat sagu dibungkus dengan
daun nipah,ditaburi sagu,dan dibakar dalam bara api.Selain itu sayuran dan ikan bakar dijadikan pelengkap. Namun yang
memprihatinkan adalah masalah sumber air bersih.Air tanah sulit didapat karena wilayah mereka merupakan tanah
berawa.Terpaksa menggunakan air hujan dan air rawa sebagai air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.
Pola hidup
Satu hal yang patut ditiru dari pola hidup penduduk asli suku asmat,mereka merasa dirinya
adalah bagian dari alam, oleh karena itulah mereka sangat menghormati dan menjaga alam
sekitarnya, bahkan, pohon disekitar tempat hidup mereka dianggap menjadi gambaran
dirinya. Batang pohon menggambarkan tangan, buah menggambarkan kepala, dan akar
menggambarkan kaki mereka
Cara merias diri
Suku asmat memiliki cara yang sangat sederhana untuk merias diri mereka. Mereka hanya
membutuhkan tanah merah untuk menghasilkan warna merah. Untuk menghasilkan warna
putih mereka membuatnya dari kulit kerang yang sudah dihaluskan. Sedangkan warna hitam
mereka hasilkan dari arang kayu yang dihaluskan. Cara menggunakan pun cukup simpel,
hanya dengan mencampur bahan tersebut dengan sedikit air, pewarna itu sudah bisa
digunakan untuk mewarnai tubuh.
Adat istiadat suku asmat
Suku Asmat adalah suku yang menganut Animisme, sampai dengan masuknya para
Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain agam
nenek-moyang. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti
 Protestan,
Kehamilan,Khatolik bahkan
selama proses Islam. Seperti
ini berlangsung, masyarakat
bakal generasi peneruspada
dijagaumumnya, dalam
dengan baik agar menjalankan
dapat lahir dengan
proses
selamatkehidupannya, masyarakat
dengan bantuan ibu kandung atauSuku Asmat pun, melalui berbagai proses, yaitu:
ibu mertua.
 Kelahiran, tak lama setelah si jabang bayi lahir dilaksanakan upacara selamatan secara sederhana dengan acara
pemotongan tali pusar yang menggunakan sembilu, alat yang terbuat dari bambu yang dilanjarkan. Selanjutnya,
diberi ASI sampai berusia 2 tahun atau 3 tahun.
 Pernikahan, proses ini berlaku bagi seorang baik pria maupun wanita yang telah berusia 17 tahun dan dilakukan
oleh pihak orang tua lelaki setelah kedua belah pihak mencapai kesepakatan dan melalui uji keberanian untuk
membeli wanita dengan mas kawinnya piring antik yang berdasarkan pada nilai uang kesepakatan kapal perahu
johnson, bila ternyata ada kekurangan dalam penafsiran harga perahu johnson, maka pihak pria wajib
melunasinya dan selama masa pelunasan pihak pria dilarang melakukan tindakan aniaya walaupun sudah
diperbolehkan tinggal dalam satu atap.
 Kematian, bila kepala suku atau kepala adat yang meninggal, maka jasadnya disimpan dalam bentuk mumi dan
dipajang di depan joglo suku ini, tetapi bila masyarakat umum, jasadnya dikuburkan. Proses ini dijalankan dengan
iringan nyanyian berbahasa asmat dan pemotongan ruas jari tangan dari anggota keluarga yang ditinggalkan.
keunikan
Dalam memenuhi kebutuhan biologisnya, baik kaum pria maupun wanita melakukannya di
ladang atau kebun, disaat prianya pulang dari berburu dan wanitanya sedang berkerja di
ladang. Selanjutnya, ada peristiwa yang unik lainnya dimana anak babi disusui oleh wanita
suku ini hingga berumur 5 tahun.
Ruma adat

Rumah tradisional suku asmat adalah jeu dengan panjang sampai 25 meter.Sampai sekarang masih
dijumpai rumah tradisional ini jika kita berkunjung ke asmat pedalaman. Bahkan masih ada juga di
antara mereka yang membangun rumah tinggal di atas pohon.
agama
Masyarakat suku asmat beragama katolik,protestan,dan animisme yakni suatu ajaran dan
praktik keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung. Bagi suku
asmat ulat sagu merupakan bagian penting dari ritual mereka.Setiap ritual ini diadakan,dapat
dipastikan,kalau banyak sekali ulat yang dipergunakan.
Kepercayaan dasar

Adat istiadat suku asmat mengakui dirinya sebagai anak dewa yang berasal dari dunia mistik
atau gaib yang lokasinya berada di mana mentari tenggelam setiap sore hari. Mereka yakin
bila nenek moyangnya pada zaman dulu melakukan pendaratan di bumi di daerah
pegunungan. Selain itu orang suku asmat juga percaya bila di wilayahnya terdapat tiga
macam roh yang masing-masing mempunyai sifat baik, jahat dan yang jahat namun mati.
Berdasarkan mitologi masyarakat asmat berdiam di teluk flamingo, dewa itu bernama
fumuripitis. Orang asmat yakin bahwa di lingkungan tempat tinggal manusia juga diam
berbagai macam roh yang mereka bagi dalam 3 golongan.
 Yi – ow atau roh nenek moyang yang bersifat baik terutama bagi keturunannya.
 Osbopan atau roh jahat dianggap penghuni beberapa jenis tertentu.
 Dambin – ow atau roh jahat yang mati konyol
Kehidupan orang Asmat banyak diisi oleh upacara-upacara. Upacara besar
menyangkut seluruh komuniti desa yang selalu berkaitan dengan penghormatan roh
nenek moyang seperti berikut ini:

• MBISMBU (PEMBUAT TIANG)


• YENTPOKMBU (PEMBUATAN DAN PENGUKUHAN RUMAH YEW)
• TSYIMBU (PEMBUATAN DAN PENGUKUHAN PERAHU LESUNG)
• YAMASY POKUMBU (UPACARA PERISAI)
• MBIPOKUMBU (UPACARA TOPENG)
Suku ini percaya bahwa sebelum memasuki surga, arwah orang yang sudah meninggal
akan mengganggu manusia. Gangguan bisa berupa penyakit, bencana, bahkan
peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang
masih hidup membuat patung dan menggelar pesta seperti pesta patung bis
ROH-ROH DAN
(Bioskokombi), KEKUATAN
pesta topeng, pesta MAGIS
perahu, dan pesta ulat-ulat sagu.
 ROH SETAN

Kehidupan orang-orang asmat sangat terkait erat dengan alam sekitarnya. Mereka memiliki kepercayaan bahawa alam ini didiami oleh
roh-roh, jin-jin, makhluk-makhluk halus, yang semuanya disebut dengan setan. Setan ini digolongkan ke dalam 2 kategori:
1. Setan yang membahayakan hidup. Setan yang membahayakan hidup ini dipercaya oleh orang asmat sebagai setan yang dapat
mengancam nyawa dan jiwa seseorang. Seperti setan perempuan hamil yang telah meninggal atau setan yang hidup di pohon beringin,
roh yang membawa penyakit dan bencana (osbopan).
2. Setan yang tidak membahayakan hidup. Setan dalam kategori ini dianggap oleh masyarakat asmat sebagai setan yang tidak
membahayakan nyawa dan jiwa seseorang, hanya saja suka menakut-nakuti dan mengganggu saja. Selain itu orang asmat juga mengenal
roh yang sifatnya baik terutama bagi keturunannya., Yaitu berasal dari roh nenek moyang yang disebut sebagai yi-ow

 KEKUATAN MAGIS DAN ILMU SIHIR

Orang asmat juga percaya akan adanya kekuatan-kekuatan magis yang kebanyakan adalah dalam bentuk tabu. Banyak hal -hal yang
pantang dilakukan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari, seperti dalam hal pengumpulan bahan makanan seperti sagu, penangkapan
ikan, dan pemburuan binatang.
Kekuatan magis ini juga dapat digunakan untuk menemukan barang yang hilang, barang curian ataupun menunjukkan si pencuri barang
tersebut. Ada juga yang mempergunakan kekuatan magis ini untuk menguasai alam dan mendatangkan angin, halilintar, hujan, dan topan.
Sumber alam dan potensi alam

Selain ikan,cucut,kepiting,udang,teripang,ikan penyu,cumi-cumi,dan hewan lainnya yang


melimpah ruah.Daerah asmat juga memiliki sumber daya alam yang amat luar biasa,seperti:
rotan,kayu,gahar,kemiri,kulit masohi,kulit lawang,damar,dan kemenyan.
Wanita dalam pandanggan suku asmat
Simbolisasi perempuan dengan flora & fauna yang berharga bagi masyarakat asmat (pohon/kayu,kuskus,anjing,burung kakatua dan nuri,serta
bakung),seperti kata asmat di atas,menunjukkan bagaimana sesungguhnya masyarakat asmat menempatkan perempuan yang sangat berharga bagi
mereka.Hal ini tersirat juga dalam berbagai seni ukiran dan pahatan mereka.Namun dalam gegap gempitanya serta kemasyuran pahatan dan
ukiran asmat.Tersembunyi suatu realita derita para ibu dan gadis asmat yang tak terdengar dari dunia luar.
Derita perempuan asmat menjadi pelakon tunggal dalam menghidupi suku tersebut.Setiap harinya mereka harus menyediakan makanan untuk
suami dan anak-anaknya,mulai dari mencari ikan,udang,kepiting,dan tembelo sampai kepada mencari pohon sagu yang tua,menebang pohon
sagu,menokok,membawa sagu dari hutan,memasak dan menyajikan.Setelah itu mencuci tempat makanan atau tempat masak termaksud
mengambil air dari telaga atau sungai yang jernih untuk keperluan minum keluarga.
Sementara itu kegiatan laki-laki asmat sehari-harinya adalah menikmati makanan yang disediakan istrinya,mengisap tembakau,dan
berjudi.Kadang suami membuat rumah atau perahu,namun dengan batuan istri.Ada pula suami yang mau menemani istrinya mencari kayu
bakar.Sayangnya mereka hanya benar-benar menemani.Mendayung perahu,menebang kayu,dan membawanya pulang adalah tugas istri.Suami
yang cukup berbaik hati akan membantu membawakan kapak istrinya.
Jika istri tidak menyiapkan permintaan suaminya seperti sagu atau ikan,maka istri akan menjadi korban luapan kemarahan.Jika mereka kalah
judi,maka istri pula yang akan dijadikan objek kekesalan.Mereka yang tinggal di agats,kini terbiasa pula untuk mabuk,mereka lebih rentan untuk
mengamuk,sehingga istripun yang akan lebih banyak menerima tindak kekerasan.
Kadang kala laki-laki asmat mengukir,jika mereka ingin tau atau jika hendak menyelenggarakan pesta.Ketika laki-laki mengukir,maka tugas
perempuan akan semakin bertambah.Perempuan harus terus menyediakan sagu bakar dan makanan lain yang diinginkan suami mereka agar
dapat terus bertenaga untuk mengukir.Semakin lama laki-laki mengukir,semakin banyak pula makanan yang harus mereka sediakan.Hal itu
berarti akan semakin lelah perempuan asmat,karena harus memangur,meramah,dan mengolah sagu,dan bahkan menjaring ikan,lebih tragisnya
lagi,jika ukiran itu dijual,maka uangnya hanya untuk suami yang membuatnya,perempuan asmat tidak menerima imbalan apapun untuk jerih
payahnya menyediakan makanan. Padahal tanpa makanan itu,satu ukiranpun tidak akan selesai dibuat.(Dewi linggasari,2004,yang perkasa yang
tertindas. Potret hidup perempuan asmat.Yogyakarta: bigraf publishing,bekerjasama dengan yayasan adhikarya IKAPI dan the fourt
foundation.Hal.22).
Bencana yang di waspadai
Bencana bagi suku asmat kurang lebih ada 3,yaitu ;

 Penyakit malaria
 Buaya
 Hiv/aids

Setelah virus HIV/AIDS marak di asmat dan mulai merenggut korban jiwa,semakin bertumpuk daftar
persoalan yang harus dihadapi PEMDA dan seluruh masyarakat asmat.Sebagai sebuah kabupaten baru
yang tengah sibuk-sibuknya melakukan pembenahan infrastruktur dan segala sesuatu yang dibutuhkan
dalam rangka menyelenggarakan sebuah pemerintahan baru,dalam berbagi aspek,berjangkitnya
HIV/AIDS ini merupakan sebuah pukulan telak yang bakal menyedot dana,waktu,tenaga,dan pikiran
dari segenap komponen masyarakat asmat,instansi-instansi terkait dalam jajaran pemerintahan
kabupaten asmat khususnya dan sudah pasti butuh pemerintah pusat perlu segera mengambil langkah-
langkah penanggulanggannya.
mitologi
Dalam hal kepercayaan orang asmat yakin bahwa mereka adalah keturunan dewa yang turun dari dunia
gaib yang berada di seberang laut di belakang ufuk, tempat matahari terbenam tiap hari. Menururt
keyakinan orang asmat, dewa nenek-moyang itu dulu mendarat di bumi di suatu tempat yang jauh di
pegunungan. Dalam perjalanannya turun ke hilir sampai ia tiba di tempat yang kini didiami oleh orang
asmat hilir, ia mengalami banyak petualangan. Dalam mitologi orang asmat yang berdiam di teluk
flaminggo misalnya, dewa itu namanya fumeripitsy. Ketika ia berjalan dari hulu sungau ke arah laut, ia
diserang oleh seekor buaya raksasa. Perahu lesung yang ditumpanginya tenggelam. Dalam perkelahian
sengit yang terjadi, ia dapat membunuh si buaya, tetapi ia sendiri luka parah. Ia terbawa arus yang
mendamparkannya di tepi sungai asewetsy, desa syuru sekarang. Untung ada seekor burung flamingo
yang merawatnya sampai ia sembuh kembali; kemudian ia membangun rumah yew dan mengukir dua
patung yang sangat indah serta membuat sebuah genderang em, yang sangat kuat bunyinya. Setelah ia
selesai, ia mulai menari terus-menerus tanpa henti, dan kekuatan sakti yang keluar dari gerakannya itu
memberi hidup pada kedua patung yang diukirnya. Tak lama kemudian mulailah patung-patung itu
bergerak dan menari, dan mereka kemudian menjadi pasangan manusia yang pertama, yaitu nenek-
moyang orang asmat.
Upacara adat
UPACARA SUKU ASMAT YAITU

TENGKORAK NENEK MOYANG ASMAT.


 RITUAL HARI KEMATIAN

Orang asmat tidak mengenal dalam hal mengubur mayat orang yang telah meninggal. Bagi mereka, kematian bukan hal yang alamiah. Bila seseorang
tidak mati dibunuh, maka mereka percaya bahwa orang tersebut mati karena suatu sihir hitam yang kena padanya. Bayi yang baru lahir yang
kemudian mati pun dianggap hal yang biasa dan mereka tidak terlalu sedih karena mereka percaya bahwa roh bayi itu ingin segera ke alam roh-roh.
Sebaliknya kematian orang dewasa mendatangkan dukacita yang amat mendalam bagi masyarakat asmat.
Suku asmat percaya bahwa kematian yang datang kecuali pada usia yang terlalu tua atau terlalu muda, adalah disebabkan oleh tindakan jahat, baik
dari kekuatan magis atau tindakan kekerasan. Kepercayaan mereka mengharuskan pembalasan dendam untuk korban yang sudah meninggal. Roh
leluhur, kepada siapa mereka membaktikan diri, direpresentasikan dalam ukiran kayu spektakuler di kano, tameng atau tiang kayu yang berukir figur
manusia. Sampai pada akhir abad 20an, para pemuda asmat memenuhi kewajiban dan pengabdian mereka terhadap sesama anggota, kepada leluhur
dan sekaligus membuktikan kejantanan dengan membawa kepala musuh mereka, sementara bagian badannya di tawarkan untuk dimakan anggota
keluarga yang lain di desa tersebut.
Apabila ada orang tua yang sakit, maka keluarga terdekat berkumpul mendekati si sakit sambil menangis sebab mereka percaya ajal akan
menjemputnya. Tidak ada usaha-usaha untuk mengobati atau memberi makan kepada si sakit. Keluarga terdekat si sakit tidak berani mendekatinya
karena mereka percaya si sakit akan ´membawa´ salah seorang dari yang dicintainya untuk menemani. Di sisi rumah dimana si sakit dibaringkan,
dibuatkan semacam pagar dari dahan pohon nipah. Ketika diketahui bahwa si sakit meninggal maka ratapan dan tangisan menjadi-jadi. Keluarga yang
ditinggalkan segera berebut memeluk sis akit dan keluar rumah mengguling-gulingkan tubuhnya di lumpur. Sementara itu, orang-orang di sekitar
rumah kematian telah menutup semua lubang dan jalan masuk (kecuali jalan masuk utama) dengan maksud menghalang-halangi masuknya roh-roh
jahat yang berkeliaran pada saat menjelang kematian. Orang-orang asmat menunjukkan kesedihan dengan cara menangis setiap hari sampai berbulan-
bulan, melumuri tubuhnya dengan lumpur dan mencukur habis rambutnya. Yang sudah menikah berjanji tidak akan menikah lagi (meski nantinya juga
akan menikah lagi) dan menutupi kepala dan wajahnya dengan topi agar tidak menarik bagi orang lain.
Mayat orang yang telah meninggal biasa diletakkan di atas para (anyaman bambu),
yang telah disediakan di luar kampung dan dibiarkan sampai busuk. Kelak, tulang
belulangnya dikumpulkan dan disipan di atas pokok-pokok kayu. Tengkorak kepala
diambil dan dipergunakan sebagai bantal petanda cinta kasih pada yang meninggal.
Orang Asmat percaya bahwa roh-roh orang yang telah meninggal tersebut (bi) masih
tetap berada di dalam kampung, terutama kalau orang itu diwujudkan dalam
bentuk patung mbis, yaitu patung kayu yang tingginya 5-8 meter. Cara lain yaitu
dengan meletakkan jenazah di perahu lesung panjang dengan perbekalan seperti
sagu dan ulat sagu untuk kemudian dilepas di sungai dan seterusnya terbawa arus
ke laut menuju peristirahatan terakhir roh-roh

Saat ini, dengan masuknya pengaruh dari luar, orang asmat telah mengubur
jenazah dan beberapa barang milik pribadi yang meninggal. Umumnya, jenazah laki-
laki dikubur tanpa menggunakan pakaian, sedangkan jenazah wanita dikubur
dengan menggunakan pakaian. Orang asmat juga tidak memiliki pemakaman
umum, maka jenazah biasanya dikubur di hutan, di pinngir sungai atau semak-
semak tanpa nisan. Dimana pun jenazah itu dikubur, keluarga tetap dapat
menemukan kuburannya.
• Ritual Pembuatan dan Pengukuhan Perahu Lesung
Setiap 5 tahun sekali, masyarakat Asmat membuat perahu-perahu baru.Dalam proses pembuatan prahu
hingga selesai, ada berapa hal yang perlu diperhatikan. Setelah pohon dipilih, ditebang, dikupas
kulitnya dan diruncingkan kedua ujungnya, batang itu telah siap untuk diangkut ke pembuatan perahu.
Sementara itu, tempat pegangan untuk menahan tali penarik dan tali kendali sudah dipersiapkan.
Pantangan yang harus diperhatikan saat mengerjakan itu semua adalah tidak boleh membuat banyak
bunyi-bunyian di sekitar tempa itu. Masyarakat Asmat percaya bahwa jika batang kayu itu diinjak
sebelum ditarik ke air, maka batang itu akan bertambah berat sehingga tidak dapat dipindahkan.
Untuk menarik batang kayu, si pemilik perahu meminta bantuan kepada kerabatnya. Sebagian kecil
akan mengemudi kayu di belakang dan selebihnya menarik kayu itu. Sebelumnya diadakan suatu
upacarapun
Perahu khusus
dicat yang dipimpin
dengan olehdiseorang
warna putih bagian tua yang
dalam danberpengaruh dalam
di bagian luar masyarakat.
berwarna Maksudnya
merah berseling putih. Perahu
juga diberi
adalah agarukiran
perahuyang
itu berbentuk keluarga
nantinya akan yang seimbang
berjalan telah meninggal .
atau berbentuk
dan lancar burung dan binatang
lainnya.Setelah dicat, perahu dihias dengan daun sagu. Sebelum dipergunakan, semua perahu diresmikan terlebih
dahulu. Para pemilik perahu baru bersama dengan perahu masing-masing berkumpul di rumah orang yang paling
berpengaruh di kampung tempat diadakannya pesta sambil mendengarkan nyanyi -nyanyian dan penabuhan tifa.
Kemudian kembali ke rumah masing-masing untuk mempersiapkan diri dalam perlombaan perahu. Para
pendayung menghias diri dengan cat berwarna putih dan merah disertai bulu-bulu burung. Kaum anak-anak dan
wanita bersorak-sorai memberikan semangat dan memeriahkan suasana. Namun, ada juga yang menangis
mengenang saudaranya yang telah meninggal.
Dulu, pembuatan perahu dilaksanakan dalam rangka persiapan suatu penyerangan dan pengayauan kepala. Bila
telah selesai, perahu -perahu ini dicoba menuju tempat musuh dengan maksud memanas -manasi mereka dan
memancing suasana musuh agar siap berperang. Sekarang, penggunaan perahu lebih terarahkan untuk
pengangkutan bahan makanan.
• Upacara Bis
Upacara Bis merupakan salah satu kejadian penting di dalam kehidupan suku Asmat sebab
berhubungan dengan pengukiran patung leluhur (Bis) apabila ada permintaan dalam suatu keluarga.
Dulu, upacara Bis ini diadakan untuk memperingati anggota keluarga yang telah mati terbunuh, dan
kematian itu harus segera dibalas dengan membunuh anggota keluarga dari pihak yang membunuh.
Untuk membuat patung leluhur atau saudara yang telah meninggal diperlukan kurang lebih 6-8
minggu. Pengukiran patung dikerjakan di dalam rumah panjang (bujang) dan selama pembuatan
patung berlangsung, kaum wanita tidak diperbolehkan memasuki rumah tersebut. Dalam masa-masa
pembuatan patung bis, biasanya terjadi tukar-menukar istri yang disebut dengan papis. Tindakan ini
bermaksud untuk mempererat hubungan persahabatan yang sangat diperlukan pada saat tertentu,
seperti peperangan. Pemilihan pasangan terjadi pada waktu upacara perang-perangan antara wanita
dan pria yang diadakan tiap sore.
Upacara perang-perangan ini bermaksud untuk mengusir roh-roh jahat dan pada waktu ini, wanita
berkesempatan untuk memukul pria yang dibencinya atau pernah menyakiti hatinya. Sekarang ini, karena
peperangan antar clan sudah tidak ada lagi, maka upacara bis ini baru dilakukan bila terjadi mala petaka
di kampung atau apabila hasil pengumpulan bahan makanan tidak mencukupi. Menurut kepercayaan, hal
ini disebabkan roh-roh keluarga yang telah meninggal yang belum diantar ketempat perisitirahatan
terakhir, yaitu sebuah pulau di muara sungai sirets.
Patung bis menggambarkna rupa dari anggota keluarga yang telah meninggal. Yang satu berdiri di atas
bahu yang lain bersusun dan paling utama berada di puncak bis. Setelah itu diberikan warna dan diberikan
hiasan-hiasan.Usai didandani, patung bis ini diletakkan di atas suatu panggung yang dibangun dirumah
panjang. Pada saat itu, keluarga yang ditinggalkan akan mengatakan bahwa pembalasan dendam telah
dilaksanakan dan mereka mengharapkan agar roh-roh yang telah meninggal itu berangkat ke pulau sirets
dengan tenang. Mereka juga memohon agar keluarga yang ditinggalkan tidak diganggu dan diberikan
kesuburan. Biasanya, patung bis ini kemudian ditaruh dan ditegakkan di daerah sagu hingga rusak.
Orang-orang asmat mempunyai 2 tipe rumah, yaitu rumah keluarga dan rumah bujang (je). Rumah
• bujang inilah
Upacara yang amat dan
pengukuhan penting bagi orang-orang
pembuatan rumahasmat.
bujangRumah bujang ini dinamakan sesuai nama
(yentpokmbu)
marga (keluarga) pemiliknya.
Rumah bujang merupakan pusat kegiatan baik yang bersifat religius maupun yang bersifat nonreligius.
 Suatu keluarga dapat tinggal di sana, tetapi apabila ada suatu penyerangan yang akan direncanakan
 atau upacara-upacara tertentu, wanita dan anak-anak dilarang masuk. Orang-orang asmat melakukan
upacara khusus untuk rumah bujang yang baru, yang dihadiri oleh keluarga dan kerabat. Pembuatan
rumah bujang juga diikuti oleh beberapa orang dan upacara dilakukan dengan tari-tarian dan
penabuhan tifa.
 
 

Anda mungkin juga menyukai