Anda di halaman 1dari 81

Disusun oleh :

BURHAN LEGOWO EKH S. Kep

LAPORAN HASIL PELATIHAN


SURVEYLANS KESEHATAN BDSDMD
JAWA TENGAH
KEBIJAKAN
KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN 2015-
2015-
RPJMN
2015-
2019
2019 2019

Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat,
VISI Mandiri, dan Berkepribadian
Berlandaskan Gotong-royong Renstra
Kesehatan
2015-2019


Mewujudkan bangsa yang
MISI berdaya saing. (misi 5)

PROGRAM
AGENDA ●
Meningkatkan kualitas hidup INDONESIA
PRIORITAS (Nawa manusia dan masyarakat Indonesia
cita) SEHAT
Tujuan ● Tersedianya informasi tentang situasi, kecenderungan
Penyelenggara penyakit, dan faktor risikonya serta masalah kesehatan
an Surveilans masyarakat dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sebagai
bahan pengambilan keputusan
Kesehatan ● Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan
(prasyarat terjadinya KLB/Wabah dan dampaknya
program ● Terselenggaranya investigasi dan penanggulangan
kesehatan) KLB/Wabah
Pasal 2 PMK 45 ● Dasar penyampaian informasi kesehatan kepada para pihak
2014 yang berkepentingan sesuai dengan pertimbangan kesehatan
• Kemampuan Surveilans,
dan Kesiapsiagaan Kerangka Strategi
• Kemampuan deteksi dini
dan respon Surveilans
• Koordinasi dan Jejaring
Kerja

- Jml Kasus
Pengembangan turun
sistem - Jml
Kematian
Penguatan KLB turun
Sumber Daya Sustainability ditanggulangi - Daerah
< 24 jam terjangkit
Penguatan Jejaring
tdk
meluas
Penguatan Tanggung jawab:
Peraturan  Pemerintah Pusat
 Pemerintah Provinsi
 Pemerintah Kab/Kota
 Masyarakat STATUS KES.MAS
MENINGKAT
Bentuk Penyelenggaraan Surveilans
Kesehatan

memperoleh gambaran menangkap &


penyakit, faktor risiko & memberikan informasi
masalah kesehatan secara cepat ttg suatu
dan/atau masalah yg penyakit, faktor risiko,
berdampak thd & masalah kesehatan 
kesehatan  indikator sumber data selain
program  sumber data yg terstruktur.
data yg terstruktur
Progr
am
PD3I

Eliminasi
Campak &
Kontrol
Rubela
Eradika
si Polio
thn
STRATEGI
/CRS
2020
1. Imunisasi
thn 2020

2. Surveilans PD3I
3. Laboratorium
Pencega
Eliminasi han &
Tetanus Pengend
Neonatal alian
Difteri
PENGERTIAN :

1. KLB : SUATU KEJADIAN TIMBULNYA / MENINGKATNYA


KESAKITAN/KEMATIAN YANG BERMAKNA SECARA
EPIDEMIOLOGI DLM WAKTU TERTENTU DIBANDING
KAN KURUN WAKTU SEBELUMNYA. (Kep.DIRJEN .
PPM & PLP. 451-I/PD.03.04-IF/1991)

2. WABAH : PADA DASARNYA = KLB, TETAPI WABAH DITE -


RAPKAN UNTUK WILAYAH YANG LEBIH LUAS
DAN HARUS DITETAPKAN OLEH MENTERI.
PENTAHAPAN KLB

1. Laporan diterima
2. Rencana penyelidikan
3. Penyelidikan
4. Rencana penanggulangan
5. penanggulangan
LINGKUP PENANGANAN

a. Penyelidikan Epidemiologi
b. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan dan
isolasi penderita termasuk tindakan karantina
c. Pencegahan dan Pengebalan
d. Pemusnahan Penyebab penyakit
e. Penanganan jenazah akibat wabah
f. Penyuluhan kesehatan masyarakat
g. Upaya penanggulangan lainnya
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI KLB

PENYELIDIKAN :
Upaya pencarian  Pemastian
Sifat – sifat penyebab

EPIDEMIOLOGI :
Penyakit
Populasi
Faktor determinan
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI :

SEMUA KEG YG DILAKUKAN UNTUK MEMASTIKAN


ADANYA PEND PENYAKIT YG DPT MENIMBULKAN KLB,
MENGENAI SIFAT PENYEBAB DAN FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI TERJADINYA &
PENYEBARLUASANNYA

TUJUAN PE :
UNTUK MENENTUKAN JENIS PENYAKIT YG
MENIMBULKAN KLB & CARA MENCEGAH MELUASNYA
DAERAH/POPULASI YANG TERKENA & CARA
PEMBERANTASANNYA
TUJUAN KHUSUS :

• Melindungi penduduk dari malapetaka yang di


timbulkan wabah sedini mungkin.
(Kasus kesakitan dan kematian)
• Menghentikan atau membatasi penyebar luasan
penyakit diwilayah yang terjangkit wabah/KLB
( memperpendek periode KLB/wabah)
• Menentukan jenis penyakit yang menimbulkan
KLB/Wabah serta upaya pencegahan dan pembe-
rantasannya
Langkah PE

1. Konfirmasi/penegakan diagnosa
2. Menentukan bahwa kjd  KLB
3. Mendiskripsikan KLB
4. Rumusan hypotesa
5. Rencana Penyelidikan yg detail
6. Pelaksanaan
7. Analisa & interpretasi data
8. Tes hipotesa dan rumusan kesimpulan
9. Penentuan tindakan penanggulangan
10.Pelaporan
PENANGGULANGAN KLB

1. TUJUAN
MENGHENTIKAN
MEMBATASI PENYEBARAN

2. KEBIJAKSANAAN DAN STRATEGI


1. KEBIJAKSANAAN
• UPAYA PENANGGULANGAN  DINI
• KLB PENY. MENULAR & KERACUNAN HRS :
DILAPORKAN, PE, DITANGGULANGI
• UPAYA PENANGGULANGAN  SPECIFIK & TERPADU
• PENANGG. KEG. BERKELANJUTAN, PELAKS
KONSISTEN, TERUS MENERUS (LP & LS)
STRATEGI

1. IDENTIFIKASI PENY & KERACN


PEMANTAUAN
EVALUASI BERDSARKAN ANALISIS
EPIDEMIOLOGI

2. UPAYA PENANGGULANGAN KLB &


KERACUNAN  TERPADU, LS (PEMTH. DAN
MASY.)
KEGIATAN POKOK PENANGGULANGAN KLB:

1. PENETAPAN POPULASI RENTAN WAKTU,


TEMPAT & KELOMPOK MASY.
2. UPAYA PENCEGAHAN  PERBAIKAN KEADAAN
3. MEMANTAPKAN SKD KLB
4. MEMANTAPKAN KEADAAN KESIAP SIAGAAN
MENGHADAPI KLB
5. PE & PENANGGULANGAN KLB
6. KAJIAN INFORMASI/DATA KLB
Pentahapan KLB

Tahap Pra KLB Tahap KLB Tahap Pasca KLB

Kewaspadaan Penanggulangan Pemulihan :


- Inventarisasi - Pengobatan - Pengamatan 2 x
kemungkinan - Penyelidikan masa inkubasi
jenis KLB - Laboratorium - Perbaikan sarana/
- Peta rawan KLB - Isolasi kondisi(recovery)
- Persiapan sumber - Out breaks respon - Promosi kesehatan
daya. 1. Desinfeksi.
- Koordinasi LP/LS 2. Vaksinasi
- Monitoring 3. Pemusnahan
- Penyuluhan
Dalam Reduksi Campak
Case Based Measles Surveillance
(CBMS)
PENGERTIAN :
Setiap penderita campak dicatat identitasnya
secara individual (individual record): Nama,
umur, jenis kelamin, status imunisasi dan
riwayat sakitnya.
Catatan :
Indonesia telah melaksanakan CBMS di tingkat
puskesmas di seluruh Indonesia dengan
menggunakan formulir C1 (format 2009)
TUJUAN :

 Evaluasi dampak imunisasi campak (rutin


dan kampanye)

 Mengetahui adanya perubahan


epidemiologi penyakit dengan gejala
seperti campak (demam, rash,
conjunctivitis/batuk/pilek)

 Teridentifikasinya penyakit lain (Rubela)


yang memp. gejala seperti campak
sebagai dampak positif CBMS
DEFINISI KASUS CAMPAK
Campak Panas , rash, disertai satu gejala
Klinis batuk, pilek atau conjungtivitis atau
didiagnosa kasus campak

Kasus Pasti secara laborat campak klinis dg


Campak hasil konfirm lab positif terinfeksi virus
campak (IgM campak positif)

Pasti secara epidemiologi  kasus campak


klinis dg hub epidemiologi dg kasus pasti
konfirm lab/kasus pasti secara epidemiologi
yang lain

Bukan kasus campak (discarder) tersangka


campak dg hasil konfirm lab negatif / memiliki
hub epidemiologi dg Rubella
KRITERIA KLB
Tersangka KLB

ditemukan 5 ks campak klinis/lebih dlm


waktu 4 mg berturut-turut, mengelompok &
terbukti ada hub epidemiologi

Pasti KLB

minimal ada 2 spes positif IgM campak dari


hasil konfirm laborat
Tata laksana kasus
 Pengobatan tanpa komplikasi
 Pemberian vit A
Umur Dosis Segera Dosis Hari ke 2
< 6 bulan (dg ASI) - -
< 6 bulan (tanpa ASI) 50.000 IU 50.000 IU
6 – 11 bulan 100.000 IU 100.000 IU
12 – 59 bulan 200.000 IU 200.000 IU

 Pengobatan komplikasi di pusk


 Rujukan penderika jk diperlukan
Spesimen adekuat

Spesimen Darah :
Pengambilan serum dilakukan pada hari ke 4-28
sejak hari pertama timbulnya rash

Spesimen Urine :
Diambil sesegera mungkin sampai
dengan hari ke 5 setelah timbulnya rash
PE KLB Lengkap

1. Melakukan kunjungan rumah ke rumah


untuk mencari kasus tambahan dan faktor
risiko
2. Investigasi lapangan dg menggunakan form
C-1
3. Pengambilan sampel darah
Apa yg dilakukan bidan jika menemukan ks
campak klinis ?
 Catat dlm form C-1/buku bantu
 Laporkan ke petugas surveilans pusk
 Buatkan surat pengantar pengambilan spesimen
darah di pusk, jika merupakan kasus pertama di
pusk ybs
 Cari ks tambahan di lapangan
 Jk lebih dr 5 ks, mengelompok secara epidemiologi
dlm waktu 4 mg  KLB  lapor petugas surveilans
pusk
 Lakukan tatalaksana KLB & ambil 5 sampel darah
SURVEILANS
CRS
Satu entry point: Bayi (usia <12 bulan) dengan
cacat bawaan lahir

Semua suspek CRS harus dilakukan


investigasi dan klasifikasi
berdasarkan SOP
sesuai pedoman surveilans CRS
Surveilans CRS
• Pengamatan terus menerus secara sistematis
terhadap penderita CRS  bukan sebuah
penelitian
• Sasaran anak usia <1th yang menderita salah satu
kelainan grup A (jantung, tuli, katarak, glaukoma,
pigmentari retinopati)
• Dilakukan penyelidikan/pemeriksaan lebih lanjut
adanya kelainan tambahan (grup A dan atau grup B)
Konsul ke Unit Anak, THT dan Mata
• Dilakukan pengambilan serum dan pemeriksaan
spesimen di Lab Nasional Campak-Rubela
Definisi Kasus CRS
1. Suspek CRS : Bayi usia <1 tahun
dengan:
•Terdapat minimal satu gejala klinis pada
kelompok A Kumpulan gejala CRS
2. CRS klinis: Bayi usia < 1 tahun dengan:
•Dua gejala klinis dari kelompok A; atau
•Satu gejala dari kelompok A dan satu Kelompok A
gejala dari kelompok B
Penyakit Jantung Kongenital
HARUS disertai minimal 1 gejala
3. CRS Pasti : klinis Kelompok A atau B ●
Gangguan pendengaran

Kasus suspek CRS dengan hasil pemeriksaan Penyakit jantung kongenital



Katarak kongenital

Glaukoma kongenital

Pigmentary retinopathy

laboratorium salah satu diantara berikut:


•jika usia bayi <6 bulan: IgM rubela (+)
•jika usia bayi 6 bulan - <1 tahun:
IgM dan IgG rubela (+); atau Kelompok B
IgG dua kali pemeriksaan dengan selang
waktu 1 bulan (+)
4. Bukan CRS (Discarded CRS) : ●


Purpura
Splenomegali
Microcephaly
Suspek CRS yang tidak memenuhi kriteria CRS


Retardasi mental

Meningoensefalitis
Penyakit “Radiolucent bone”
klinis dan tidak memenuhi kriteria CRS pasti


Ikterik yang muncul dalam waktu 24 jam setelah lahir
Pengambilan Spesimen
Untuk anak usia < 6 bulan:
Yang diperiksa hanya IgM
Spesimen : serum 1 cc dari darah 3 cc

Untuk anak usia 6-12


bulan:
Yang diperiksa IgM dan IgG
Spesimen : serum 1 cc dari darah 3 cc
 Spesimen ditaruh pada suhu 20 – 80 C.
 Spesimen diperiksa di Lab Nasional Campak-Rubela
 Pengiriman spesimen ke lab nasional dapat dilakukan
RS atau diambil oleh Dinkes Provinsi
Surveilans & Investigasi
Wabah Difteri
PENYAKIT DIFTERI
Kuman Penyebab Corynebacterium diphtheriae
Sumber penularan Manusia (Penderita/Carrier)

Cara penularan Kontak dengan penderita pada masa


inkubasi
Kontak dengan Carrier
Melalui pernafasan (droplet
infection, muntahan, luka (difteri
kulit)- Mencemari tanah sekitarnya.

Masa Inkubasi 2 – 5 hari


Masa penularan  Dari penderita : 2 – 4 minggu (sejak
masa inkubasi)
 Dari Carrier bisa sampai 6 bulan
DEFINISI OPERASIONAL

Difteri adalah suatu penyakit yang ditandai


dengan panas lebih kurang 38oC disertai
adanya pseudomembran (selaput tipis) putih
keabu-abuan pada tenggorokan (laring, faring,
tonsil) yang tak mudah lepas dan mudah
berdarah.

Satu Kasus Difteria adalah KLB (KemenKes RI)


Penemuan Kasus (2)
 Definisi Kontak:
 Serumah atau sepermainan atau kontak dengan sekret
penderita
 Definisi Karier:
 Hasil lab positif tetapi tidak ada manifestasi klinis
Tatalaksana Kasus (1)
 Difteri Laring
 Diisolasi
 Anti toksin: ADS (test sensitivitas lebih dulu)
 Terapi Curative selama 14 hari:
 Eritromysin 40 - 50 mg/kgbb/hr mak 2 g/hr
 Atau PP-G 25rb – 50rb U/kgbb/hr max 1.2 jt dibagi dalam 2
dosis
 Suportif
 Difteria kulit
 cleansing dan terapi antimikrobial 10 hari
Penyelidikan KLB (1)
 Tujuan:
 Memastikan KLB
 Mencegah/memutus rantai penularan
 Mencari kasus tambahan
 Menentukan karier dan kontak
 Memberikan pengobatan yang tepat
 Menentukan faktor resiko
 Mengetahui gambaran Epidemiologi
 Memberikan rekomendasi pengendalian kejadian
difteria
Alur Penyelidikan Epidemiologi KLB Difteri
Kasus dilaporkan
Manajemen Kasus Pengawasan minum obat
(dg Format W1) (Rujuk ke RS) (PMO) thdp ESO dan DO!
Ambil spesimen, Pengobatan (AB &
ADS), dan vaksinasi setelah 1 bln
ADS
Kontak Erat
Penyelidikan Identifikaksi Karier
Epidemiologi Ambil spesimen, Prophylaxis, dan vaksinasi

(Form PE)

Identifikasi Faktor Resiko:


- Status vaksinasi kasus dan kontak
- Cakupan imunisasi di wilayah terjangkit,
berdasarkan laporan rutin maupun
survei.
- Manajemen Coldchain

Pemberian vaksinasi dengan jenis vaksin sesuai umur


sasaran dan dosis sesuai kebutuhan.
Outbreak Response Early detection in the community and health facility
Immunization (ORI) Deteksi kasus secara dini di komunitas dan fasilitas
kesehatan.
Penyelidikan KLB (2)
 Memastikan KLB
 Klinis/Probable
 Lab konfirm: sample swab
faring dan nasal
 Mencegah Penularan • Serumah
 Mencari kasus • Tetangga
• Sekolah
tambahan/kontak/karier • Tempat kerja
dari rumah ke rumah • Pertemuan
 Memberikan pengobatan
sesuai klasifikasinya.  Kasus
 Karier
 Kontak
Penyelidikan KLB (3)
 Menentukan faktor resiko
 Usia
 Status imunisasi : kasus, karier dan
kontak
 Bayi 3 dosis
 Umur 24 – 36 bln: booster ke-1
 Umur 6-7 th : booster ke-2
 Cakupan imunisasi
 Rutin (Bayi) Desa tempat tinggal kasus pada
periode sesuai usia kasus
 Booster: BIAS, PIN/SubPIN
 Kebersihan lingkungan
Penyelidikan KLB (4)
 Memberikan rekomendasi Identifikasi faktor resiko:
pengendalian kejadian 1. Umur
difteria, berdasarkan hasil 2. Status im
3. Cakupan Imunisasi area
kajian penyelidikan KLB KLB
 Sweeping/BLF untuk
melengkapi status
imunisasi dasar atau
booster Analisa data
 Perbaikan cold chain
 Sistem surveilans yang
Tindak Lanjut
lebih sensitif dalam deteksi
dan laporan dini.
 Perbaikan kesling
DIFTERIA FARING – LARING
Tatalaksana bedah:
tracheostomi untuk mengatasi sumbatan
DIFTERIA KULIT & MUKOSA

Tumpukan
nanah dan
membran pada
dasar tukak
DIFTERIA MATA,
SECRET SEROSANGUINEUS
Omong omong

EPIDEMIOLOGI TN
ELIMINASI TN
SURVEILANS TN
Gambaran Klinis Tetanus

Masa inkubasi 8 hari (3-21 hari)

3 bentuk manifestasi klinis:


Lokal dan Cephal– Jarang dijumpai
Umum sering terjadi
Tetanus secara Umum: Gejala dari atas ke bawah
 trismus, sulit menelan, otot kaku, kejang

Kejang dapat berlangsung 3-4 minggu; sembuh total


dapat terjadi beberapa bulan
Tetanus Neonatorum (2)
Tetanus pada bayi baru lahir

Bayi tanpa kekebalan pasif

Angka kematian sangat tinggi tanpa


pengobatan

Diperkirakan 270,000 kematian di dunia


pada 1998
Epidemiologi Tetanus Neonatorum (1)

 Etiologi : Clostridium Tetani yang mengeluarkan


eksotoksin
 Sifat Clostr.Tetani : hidup anaerob, berbentuk
spora, tersebar di tanah, dalam feses binatang
dan kadang-kadang feses manusia. Spora dapat
bertahan hidup bertahun-tahun di lingkungan.
 Port d’ entry : tali pusat bayi
 Masa inkubasi : 3 –21 hari (rata-rata 6 hari)
Diagnosis TN

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis,


yaitu pada awalnya bayi dapat
menetek/mengisap selama 2 hari, pada hari 3 -
28 muncul gejala antara lain:
 Tiba2 tidak bisa menetek/mengisap
 Mulut Mencucu
 Kejang rangsang (bunyi,sinar,sentuh)
 Kejang tonik umum
Surveilans TN

UMUM
Tersedia informasi epid tentang tetanus
neonatorum yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
status ETN

KHUSUS
 Ditemukan kasus & kematian TN di RS & Puskesmas
(termasuk di masyarakat)
 Identifikasi faktor resiko TN dan diseminasikan kepada
program terkait (Immunisasi & KIA) untuk mencapai
dan mempertahankan status ETN
Definisi Operasional (1)

 Neo Natus = bayi umur 0 – 28 hari


 Kasus/Kematian TN
 Konfirm/pasti
 lahir normal, dapat menangis & menetek
selama 2 hr, kemudian timbul gejala sulit
menetek disertai kejang rangsang dalam usia
3- 28 hr
 Atau didiagnose dokter sebagai TN
Definisi Operasional (2)

Tersangka
 Kematian bayi umur 3 – 28 hr tak
diketahui penyebab
 TN yang dilaporkan bukan oleh
dokter/petugas terlatih.
KEGIATAN SURVEILANS TN
Penemuan Kasus

1. Puskesmas, termasuk di masyarakat.


2. Rumah Sakit, termasuk Klinik Bersalin.

Penanganan yang cepat dan tepat


untuk mencegah kematian
KEGIATAN SURVEILANS TN (1)

~INVESTIGASI KASUS TN~

• Tujuan :
1. Menetapkan diagnosis
• Konfirm TN
• Suspek TN
2. Mencari kasus tambahan
• Penolong persalinan sebagai “center point”
• Budaya perawatan tali pusat
3. Mengetahui faktor resiko
4. Mengetahui gambaran epid
• Penyelidikan menggunakan form T2
KEGIATAN SURVEILANS TN (2)

~INVESTIGASI KASUS TN~

Investigasi kasus TN berdasarkan daerah


Resiko:
Pada daerah resiko rendah  setiap kematian di
bawah umur 1 bulan dan tersangka TN
 Pada daerah resiko tinggi  kasus dan kematian
TN yang dilaporkan oleh RS dan Puskesmas
KEGIATAN SURVEILANS TN (3)

~INVESTIGASI KASUS TN~

Laporan Hasil Investigasi Kasus TN,


meliputi:
 Jumlah konfirm TN, jumlah suspek TN dan jumlah
kematian
 Faktor resiko utama:
 Status imunisasi TT ibu
 Riwayat ANC (ante natal care)
 Riwayat persalinan: 3 “B”
 Riwayat perawatan tali pusat: bahan yang
digunakan
 Faktor resiko pendukung:
KEGIATAN SURVEILANS TN (3)

~INVESTIGASI KASUS TN~

Analisa Data Hasil Investigasi T N :


• Faktor resiko utama yang erat hubungannya
dengan kejadian TN
• Faktor resiko pendukung yang memperkuat
kejadian TN
KEGIATAN SURVEILANS TN (3)

~INVESTIGASI KASUS TN~

Analisa Data Surveilans T N secara


Periodik (tahunan)
• Jumlah lahir hidup, Jumlah kasus dan kematian
• Sebaran kasus
• Faktor resiko yang dominan
• Cakupan imunisasi TT dan cakupan persalinan
nakes.

 Penilaian status eliminasi dilakukan bersama


program imunisasi dan KIA
KEGIATAN SURVEILANS TN (3)

~INVESTIGASI KASUS TN~

Rekomendasi berdasarkan Hasil


Investigasi T N
• Ditujukan untuk perbaikan program terkait,
termasuk surveilans.
rembugan

KONSEP SURVEILANS AFP


TUJUAN SURVEILANS AFP
STRATEGI SURVEILANS AFP
PENULARAN
 Melalui saluran cerna (tinja, air minum / makanan yang terkontaminasi /
tidak dimasak dengan baik)
 Melalui air liur (droplets)
GEJALA dan TANDA
 Masa inkubasi penyakit 3-6 hari dan
kelumpuhan terjadi dalam waktu 7-21
hari.
 Menyerang anak !!!
 72% (90%) tanpa gejala
 24% gejala ringan panas, lemah, lesu,
mual, muntah, sakit tenggorokan 
seperti flu
 4% radang selaput otak  gejala ringan
+ kaku kuduk dan nyeri kepala hebat
 < 1% Polio paralitik  kelumpuhan
 Post polio syndrome  nyeri otot hebat
Lumpuh layuh mendadak
belum tentu disebabkan
polio
DETEKSI DINI PENYEBARAN VIRUS POLIO
LIAR MELALUI SURVEILANS AFP (Lumpuh
Layuh Mendadak)
 Mencari
 Menemukan
 semua kelumpuhan yang mirip polio (lumpuh layuh
mendadak / Acut Flaccid Paralysis) bukan karena
rudapaksa pada anak usia < 15 th
 Membuktikan
 kelumpuhan tersebut disebabkan virus polio liar atau
bukan, dengan memeriksa tinja penderita lumpuh layuh
Tujuan Surveilans AFP

1. Mengidentifikasi daerah berisiko transmisi virus-


polio liar.

2. Memantau perkembangan program eradikasi polio.

3. Membuktikan Indonesia bebas polio.


Konsep Dasar SAFP

 Temukan semua kelumpuhan yang mirip polio (lumpuh


layuh mendadak / Akut Flaccid Paralysis bukan karena
rudapaksa) pada anak usia < 15 th

 Buktikan kelumpuhan tersebut bukan Polio dengan


memeriksa secara teliti ada tidaknya virus polio liar
pada tinja

 SAFP s/d Dunia dinyatakan Bebas Polio


Strategi Surveilans AFP

 Menemukan kasus AFP minimal “2”/100.000 penduduk < 15


tahun
 Laporan rutin, termasuk Zero Reporting
 Mengumpulkan 2 spesimen tinja dg selang wkt >= 24 Jam. plg
lambat 14 hr stlh lumpuh
 Pemeriksaan Klinis dan Laboratorium
 Keterlibatan ahli
 Pemeriksaan Ulang 60 hari pd kasus dg sp. tdk adekwat atau
vaksin (+)
Definisi Kasus AFP

 Semua anak berusia kurang dari 15 tahun


dengan kelumpuhan yang sifatnya flaccid
(layuh), terjadi secara akut (mendadak), bukan
disebabkan oleh ruda paksa

Catatan: bila > 15 th tapi diduga kuat polio oleh


ahli, laporkan dan tatalaksana seperti kasus AFP
Tatalaksana Kasus AFP

Mulai
Periksa Lumpuh
Dilaporkan
Ulang
Dilacak

Spesimen I
>2
4
jam
LAB hasil Spesimen II
<28
hr LAB terima Kirim Spesimen
<3 hr
Spesimen Adekuat
1. Waktu Pengumpulan Spesimen: Tidak lebih dari
14 hr pertama lumpuh
2. Kondisi Spesimen pada saat diterima Lab polio:
• Dingin (suhu 2 – 8 º C atau ice pack masih terisi
es) ≤ 3 hr
• Tidak bocor
• Volume cukup  8 gr / sendok makan
Selain hal diatas: Packing
spesimen!!!!!!!
 letak pot dalam spesimen carrier
 Pot yang digunakan
 Bahan yang digunakan untuk cegah
60 days FU atau KU 60 hari
kunjungan yang dilakukan pada penderita AFP pada 60 hari sejak
terjadinya kelumpuhan, untuk memeriksa apakah ada sisa kelumpuhan
pada penderita
 Ada sisa kelumpuhan menunjukkan kelumpuhan bersifat permanen,
seperti pada poliomyelitis paralitika
 Menjadi bahan pertimbangan komisi ahli untuk menentukan klasifikasi
final
Kasus yang tidak dapat difollow up :
Penderita meninggal sebelum tanggal KU, Pindah, alamat tidak jelas, dll.
Untuk kasus2 ini, tetap isi formulir KU dg menyebutkan KU tidak dilakukan karena
alasan di atas.
Semua kasus AFP diharapkan mempunyai spesimen tinja yang adekwat,
sehingga klasifikasi bisa sepenuhnya berdasarkan hasil pemeriksaan
laboratorium
Bila spesimen tidak adekwat: : hsl lab (+) VPL: pasti Polio atau hsl lab (-) blm
KASUS POLIO DI CILACAP

Nama : Mm
Ds. Karangsari Kec. Cimanggu
Umur : 1 tahun 3 bulan
Lumpuh : tgl 25 Juli 2005
Kaki kiri
Hasil Lab BF : 10 Agt 2005
Tidak pernah diimunisasi
MENUJU LOKASI KASUS DI DESA KARANGSARI

Naik gunung … Nyeberang sungai … Jalan kaki …


LINGKUNGAN RUMAH PENDERITA POLIO DI CILACAP

RUMAH PENDERITA BALONG… TEMPAT BAB…..

TANDON AIR, CUCI, MANDI WUDHU CUCI TAUGE BUAT LALAP


KELUMPUHAN ANAK2 DI DESA KLUWUT, KEC.
BULAKAMBA, KAB. BREBES
TEMPAT BUANG AIR BESAR DI DESA GRINTING BREBES

TINJA BERTEBARAN DI KEBUN DAN SAWAH DI DESA GRINTING


Tempat BAB massal Rumah Boleh Mewah, tapi WC tak punya

LINGKUNGAN DESA KLUWUT, BREBES


LINGKUNGAN RUMAH KASUS POLIO BREBES

Mayoritas penduduk berprofesi ‘krido lumahing asto’ di Jakarta…..


MATUR NUWUUUUUNNNNNN.....

 KEPARENGGGG...............

Anda mungkin juga menyukai