Anda di halaman 1dari 60

KERANGKA PUU

Universitas
Universitas Indonesia
Indonesia
Maret 2017
OUTLINE

1. Kerangka PUU
2. Batang Tubuh
3. Penutup
NEGARA CIVIL LAW
Negara common law
1.   Adanya sistem kodifikasi
 tercipta keseragaman hukum dalam dan di tengah-tengah keberagaman hukum.
 Agar kebiasaan-kebiasaan yang telah ditetapkan sebagai peraturan raja supaya ditetapkan
menjadi hukum yang berlaku secara umum
2.   Hakim tidak terikat dengan preseden atau doktrin stare decicis, sehingga undang-undang menjadi
rujukan hukum yang utama.
 pemisahaan antar kekuasaan membuat undang-undang, kekuasaan peradilan dan sistem kasasi
serta kekuasaan eksekutif, dan tidak dimungkinkannya kekuasaan yang satu mencampuri
urusan kekuasaan lainnya
3.   Sistem peradilannya bersifat inkuisitorial
Hakim bersifat aktif dalam menemukan fakta hukum dan cermat dalam menilai bukti
NEGARA COMMON LAW
1.    Yurisprudensi sebagai sumber hukum utama
• adanya putusan yang seragam karena sering diungkapkan bahwa
hukum harus mempunyai kepastian daripada menonjolkan keadilan
pada setiap kasus konkrit
• menempatkan undang-undang sebagai acuan utama merupakan suatu
perbuatan yang berbahaya karena aturan undang-undang itu
merupakan hasil karya kaum teoretisi yang bukan tidak mungkin
berbeda dengan kenyataan dan tidak sinkron dengan kebutuhan
2.    Dianutnya Doktrin Stare Decicis/Sistem Preseden
hakim terikat untuk mengikuti dan atau menerapkan putusan pengadilan
terdahulu, baik yang ia buat sendiri atau oleh pendahulunya untuk kasus
serupa

3.    Adversary System dalam proses peradilan


kedua belah pihak yang bersengketa masing-
masing  menggunakanlawyernya berhadapan di depan hakim
NEGARA DENGAN SISTEM CIVIL LAW

 Menggunakan Peraturan Perundang-undangan untuk


mengatur kehidupan berbangsa dan bernegaranya

 Seperti Indonesia
 Pembentukan PUU dewasa ini lebih berorientasi kepada
memodifikasi peraturan yang ada
 Bukan sekedar kodifikasi norma-norma yang ada di dalam
masyarakat
 Karena hampir seluruh urusan atau yang menyangkut hajat hidup
masyarakat telah ada pengaturannya
 Dengan demikian, legislator cenderung menyempurnakan
peraturan-peraturan yang sudah ada tsb disesuaikan dengan
perkembangan jaman
 Contoh

 UU Nomor 10 Tahun 2004 disempurnakan dengan UU Nomor 12


Tahun 2011
 UU Nomor 1 Tahun 1995 disempurnakan dengan UU Nomor 40
Tahun 2007
 dst
 PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-
UNDANGAN
Kerangka Peraturan Perundang–undangan terdiri atas:

i. Judul;
ii. Pembukaan;
iii. Batang Tubuh;
iv. Penutup;
v. Penjelasan (jika diperlukan);
vi. Lampiran (jika diperlukan).

Pertemuan terakhir tanggal 27 September 2018:


Judul dan Pembukaan
SISTEMATIKA/KERANGKA PERATURAN
PERUNDANG–UNDANGAN

A. JUDUL
B. PEMBUKAAN
1. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-undangan
3. Konsiderans
4. Dasar Hukum
5. Diktum (Memutuskan dan Menetapkan)
C. BATANG TUBUH
6. Ketentuan Umum
7. Materi Pokok yang Diatur
8. Ketentuan Pidana (jika diperlukan)
9. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan)
10. Ketentuan Penutup
D. PENUTUP
E. PENJELASAN (jika diperlukan)
F. LAMPIRAN (jika diperlukan)
BATANG TUBUH
UMUM
 Batang tubuh Peraturan Perundang-undangan memuat semua
materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang
dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal.

 Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang-


undangan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam
satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas.
BATANG TUBUH DAN MATERI MUATAN
 UU
(Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2011

 Perppu

Batang tubuh Peraturan (Pasal 11 UU Nomor 12 Tahun 2011).

Perundang-undangan:
 Peraturan Pemerintah
1. memuat semua (Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2011)
materi muatan
Peraturan  Peraturan Presiden
Perundang-undangan (Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2011)
2. dirumuskan dalam
pasal atau beberapa  Peraturan Daerah
pasal. (Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2011)

 PUU lain (Per DPR, MPR, BI, MK, KY, Peraturan


Menteri dsb)
(Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011)
• perintah oleh PUU yang lebih tinggi
• melaksanakan kewenangan
MUATAN MATERI

Pasal 10
(1) Materi muatan yang harus diatur dengan Undang-Undang
berisi:
a. pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan
Undang-Undang;
c. pengesahan perjanjian internasional tertentu;
d. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e. pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
(2) Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau
Presiden.
MUATAN MATERI UU
1. PENGATURAN LEBIH LANJUT MENGENAI KETENTUAN UUD 45

Definisi: Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama
Presiden
Pasal 10 ayat 1 huruf a 
Sistematika UUD 45:
a.BAB I BENTUK DAN KEDAULATAN NEGARA

b. BAB II MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT

UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang Mpr, Dpr, Dpd, Dprd

c. BAB III KEKUASAAN PEMERINTAHAN NEGARA

UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

d. BAB V KEMENTERIAN NEGARA

UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara

e.BAB VI PEMERINTAH DAERAH

UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

f. BAB VII DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD

g. BAB VIIA***) DEWAN PERWAKILAN DAERAH

UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD


MUATAN MATERI UU (LANJUTAN)

h. BAB VIIB***) PEMILIHAN UMUM

UU Nomor 7 Tahun 2017

i. BAB VIII HAL KEUANGAN

UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara, UU Nomor 18 TAHUN 2016 TENTANG APBN

j. BAB VIIIA ***) BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK

k. BAB IX KEKUASAAN KEHAKIMAN

UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,

UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK,

UU Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY

l. BAB IXA**) WILAYAH NEGARA

UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara

m. BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK

UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang kewarganegaraan, UU Keimigrasian


MATERI MUATAN UU (LANJUTAN)

n. BAB XA**) HAK ASASI MANUSIA


UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM,
UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,
UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,
UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dst
o. BAB XI A G A M A
RUU tentang Kerukunan Umat Beragama
p. BAB XII PERTAHANAN NEGARA DAN KEAMANAN NEGARA**)
UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,
RUU Keamanan Nasional,
UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI,
UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri
q. BAB XIII PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
UU Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya,
UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan
r. BAB XIV PEREKONOMIAN NASIONAL DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL****)
UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
s. BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN **)
UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan
MATERI MUATAN UU (LANJUTAN)

2. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang

Lampiran II Angka 41 UU Nomor 12 Tahun 2011

Peraturan Perundang–undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya Peraturan


Perundang–undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.

Contoh:
UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Pasal 21
(1) Pemerintah mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan
kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
(3) Ketentuan mengenai tenaga kesehatan diatur dengan Undang-Undang.
MATERI MUATAN UU (LANJUTAN)

3. pengesahan perjanjian internasional tertentu;

Penjelasan Pasal 10 ayat (1) huruf c UU Nomor 12 Tahun 2011

Yang dimaksud dengan “perjanjian internasional tertentu” adalah perjanjian internasional yang
menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban
keuangan negara dan/atau perjanjian tersebut mengharuskan perubahan atau pembentukan Undang-
Undang dengan persetujuan DPR.

Pasal 9 UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional


(1) Pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang
dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut.
(2) Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) dilakukan dengan
undang-undang atau keputusan presiden

Contoh:
1. UU Nomor 42 Tahun 2007 tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi Antara Republik Indonesia
Dan Republik Korea (Treaty On Extradition Between the Republic of Indonesia And The Republic
Of Korea)

2. UU Nomor12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political
Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik)
MATERI MUATAN UU (LANJUTAN)

4. tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;

Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk:
a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;

Pasal 57

(1) Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa materi muatan
ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang bertentangan dengan Undang- 17 Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, materi muatan ayat, pasal, dan/atau bagian
undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
MATERI MUATAN UU (LANJUTAN)

5. Pemenuhan Kebutuhan Masyarakat

DAPAT DITAFSIRKAN SANGAT LUAS


MUATAN MATERI PERPPU
Pasal 11
Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan
materi muatan Undang-Undang.

Definisi:

Perppu adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden


dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.

Contoh:
1. Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan
2. Perppu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan
MUATAN MATERI PP
Pasal 12
Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi
untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana
mestinya.

Definisi PP:
Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan Undang-Undang
sebagaimana mestinya.
MATERI MUATAN PERPRES

Pasal 13
Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang
diperintahkan oleh Undang-Undang, materi untuk
melaksanakan Peraturan Pemerintah, atau materi untuk
melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan.

Definisi Perpres:
Peraturan Perundangundangan yang ditetapkan oleh
Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan
Perundangundangan yang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
Pasal 9
(1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah
Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang,
pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung.
PENGELOMPOKAN MATERI MUATAN

Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh


dikelompokkan ke dalam:
a. ketentuan umum;
b. materi pokok yang diatur;
c. ketentuan pidana (jika diperlukan);
d. ketentuan peralihan (jika diperlukan); dan
e. ketentuan penutup.
UMUM
 Pengelompokan materi muatan dirumuskan secara lengkap
sesuai dengan kesamaan materi yang bersangkutan

 jika terdapat materi muatan yang diperlukan tetapi tidak dapat


dikelompokkan dalam ruang lingkup pengaturan yang sudah
ada, materi tersebut dimuat dalam bab ketentuan lain-lain.
Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat.
 Materi muatan PUU lebih baik dirumuskan dalam banyak
pasal yang singkat dan jelas daripada ke dalam beberapa
pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat,
kecuali jika materi muatan yang menjadi isi pasal itu
merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan.
Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab dan huruf awal
kata pasal ditulis dengan huruf kapital

.
BATANG TUBUH

KETENTUAN UMUM
 Ketentuan umum diletakkan di awal
 Bisa dalam bab yaitu BAB I; atau

 Jika tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum


diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal awal.

 Ketentuan umum dapat memuat lebih dari satu pasal.

 Contoh:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Ketentuan umum berisi:
a. batasan pengertian atau definisi;
b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi; dan/atau
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya
antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan
tersendiri dalam pasal atau bab.
Contoh:
Pasal 1 dan Pasal 4 UU Nomor 12 Tahun 2011

d. Tidak perlu diberi penjelasan


e. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang
digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa pasal selanjutnya.
f. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu
diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu, kata atau istilah
itu diberi definisi
g. Frasa pembuka dalam ketentuan umum disesuaikan dengan jenis peraturannya :

“Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:”

“Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:”


Contoh batasan pengertian:

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:


1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.

2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah


sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah
Kabupaten Mimika.

Contoh definisi:
1. Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian
yang mencakup lokasi, letak, dan posisinya.
Contoh singkatan:
1. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya
disingkat BPK adalah lembaga negara yang
bertugas memeriksa pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan negara.

Contoh akronim:
1. Asuransi Kesehatan yang selanjutnya disebut Askes
adalah…
 Apabila rumusan definisi dari suatu Peraturan Perundang-
undangan dirumuskan kembali dalam Peraturan Perundang-
undangan yang akan dibentuk, rumusan definisi tersebut harus
sama dengan rumusan definisi dalam Peraturan Perundang-
undangan yang telah berlaku tersebut.
 Rumusan batasan pengertian dari suatu Peraturan Perundang-undangan
dapat berbeda dengan rumusan Peraturan Perundang-undangan yang
lain karena disesuaikan dengan kebutuhan terkait dengan materi muatan
yang akan diatur.

 Contoh:
a. Hari adalah hari kalender (rumusan ini terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).
b. Hari adalah hari kerja (rumusan ini terdapat dalam Undang- Undang
Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah).
MATERI POKOK YANG DIATUR

TOPIK:
- MATERI PUU
- PERUMUSAN KALIMAT PENGATURAN
Materi pokok PUU

 Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab


ketentuan umum,

 jika tidak ada pengelompokkan bab, materi pokok yang diatur


diletakkan setelah pasal atau beberapa pasal ketentuan umum.
BATANG TUBUH DAN MATERI MUATAN
 UU
(Pasal 10 UU Nomor 12 Tahun 2011

 Perppu

Batang tubuh Peraturan (Pasal 11 UU Nomor 12 Tahun 2011).

Perundang-undangan:
 Peraturan Pemerintah
1. memuat semua (Pasal 12 UU Nomor 12 Tahun 2011)
materi muatan
Peraturan  Peraturan Presiden
Perundang-undangan (Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2011)
2. dirumuskan dalam
pasal atau beberapa  Peraturan Daerah
pasal. (Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 2011)

 PUU lain (Per DPR, MPR, BI, MK, KY, Peraturan


Menteri dsb)
(Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011)
• perintah oleh PUU yang lebih tinggi
• melaksanakan kewenangan
Pembagian materi pokok ke dalam kelompok yang lebih kecil
dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian.

Contoh:
a. pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi,
seperti pembagian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:
1. kejahatan terhadap keamanan negara;
2. kejahatan terhadap martabat Presiden;
3. kejahatan terhadap negara sahabat dan wakilnya;
4. kejahatan terhadap kewajiban dan hak kenegaraan;
5. kejahatan terhadap ketertiban umum dan seterusnya.
b. pembagian berdasarkan urutan/kronologis, seperti
pembagian dalam hukum acara pidana, dimulai dari
penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di
sidang pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, tingkat
kasasi, dan peninjauan kembali.
c. pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan, seperti Jaksa
Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda.
PERUMUSAN KALIMAT PENGATURAN

Bahasa yang digunakan

 Jelas (tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya).


 tunduk pada kaidah tata Bahasa Indonesia, baik pembentukan kata, penyusunan
kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya.

Namun bahasa Peraturan Perundang-undangan mempunyai corak tersendiri yang


bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian,
dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum baik dalam perumusan maupun
cara penulisan.

 kalimat yang digunakan tegas, jelas, singkat, dan mudah dimengerti.

 Tidak menggunakan kata atau frasa yang artinya tidak menentu atau konteksnya
dalam kalimat tidak jelas.

Contoh:

Istilah minuman keras mempunyai makna yang kurang jelas dibandingkan dengan
istilah minuman beralkohol.
Ciri-ciri bahasa Peraturan Perundang-undangan antara lain:
a. lugas dan pasti untuk menghindari kesamaan arti atau kerancuan;
b. bercorak hemat hanya kata yang diperlukan yang dipakai;
c. objektif dan menekan rasa subjektif (tidak emosi dalam mengungkapkan
tujuan atau maksud);
d. membakukan makna kata, ungkapan atau istilah yang digunakan secara
konsisten;
e. memberikan definisi atau batasan pengertian secara cermat;
f. penulisan kata yang bermakna tunggal atau jamak selalu dirumuskan
dalam bentuk tunggal.
Contoh: buku-buku ditulis buku
murid-murid ditulis murid
Di dalam Peraturan Perundang-undangan yang sama, tidak
menggunakan:
a. beberapa istilah yang berbeda untuk menyatakan satu pengertian
yang sama.
Contoh:
Istilah gaji, upah, atau pendapatan dapat menyatakan pengertian
penghasilan.
Jika untuk menyatakan penghasilan, dalam suatu pasal telah
digunakan kata gaji maka dalam pasal-pasal selanjutnya jangan
menggunakan kata upah atau pendapatan untuk menyatakan
pengertian penghasilan.
b. satu istilah untuk beberapa pengertian yang berbeda.
Contoh:
Istilah penangkapan digunakan hanya untuk pengertian penahanan
tidak digunakan untuk meliputi pengertian pengamanan karena
pengertian penahanan tidak sama dengan pengertian pengamanan.
253. Penyerapan kata, frasa, atau istilah bahasa asing yang banyak
dipakai dan telah disesuaikan ejaannya dengan kaidah Bahasa
Indonesia dapat digunakan jika:
a. mempunyai konotasi yang cocok;
b. lebih singkat bila dibandingkan dengan padanannya dalam
Bahasa Indonesia;
c. mempunyai corak internasional;
d. lebih mempermudah tercapainya kesepakatan; atau
e. lebih mudah dipahami daripada terjemahannya dalam
Bahasa Indonesia.
Contoh:
1. devaluasi (penurunan nilai uang)
2. devisa (alat pembayaran luar negeri)
Merumuskan kalimat

Rules:
 Susunan bentuk kalimat dari pengaturan yang diusulkan dalam
suatu rancangan peraturan dinilai berdasarkan kriteria
kemudahan pemahaman.
 Para pihak yang dituju memahami bagaimana rancangan
tersebut mengatur mereka berperilaku
 Urutan kata-kata harus benar
 suatu rancangan puu pada dasarnya bertujuan untuk
mengubah suatu perilaku dengan menginstruksikan para
pihak yang dituju dalam rancangan tersebut tentang
bagaimana mereka harus berperilaku.

 Untuk itu kalimat pengaturan yang dibuat harus dapat


menjelaskan dengan baik kepada para pihak yang akan
menggunakan peraturan tersebut mengenai siapa yang
dituju dan apa yang diperintahkan kepada mereka.

 Subjeknya harus jelas. Siapa yang hendak diatur


perilakunya
 Ada predikatnya yaitu apa yang diwajibkan, dilarang, atau
dibolehkan untuk dilakukan oleh subyek.
Test:

 Anggota Wantimpres memberikan pertimbangan kepada


Presiden mengenai kebijakan poleksosbudhankam.

 Sehari menjelang tenggat waktu, pegawai menyerahkan


hasil pekerjaannya kepada pengawas.
 Untuk membedakannya dengan kalimat informatif, maka
kalimat yang dirancang untuk mengatur perilaku (juga)
harus memasukkan suatu kata bantu yang dilekatkan
pada kata kerja. Dengan demikian kalimat tersebut
menjadi kalimat yang normatif.
 Kata bantu itu meliputi: wajib atau harus, dapat, dan
dilarang
Setiap pegawai yang telah bekerja lebih dari 1
(satu) tahun harus menerima tunjangan hari raya
keagamaan.
siapa subyeknya?
 apakah ada perintah kepadanya untuk melakukan
sesuatu?
bagaimana bila ia tidak melakukannya?
Sebaiknya:

Perusahaan wajib membayar tunjangan hari raya


keagamaan kepada setiap pegawai yang telah bekerja
lebih dari 1 (satu) tahun.

 Subyek sebagai pelaku yang melakukan tindakan


 Setiap anak harus memiliki Akte Kelahiran yang dikeluarkan
oleh Kantor Catatan Sipil setempat sebelum berumur 3 (tiga)
tahun.
 apakah anak tersebut adalah subyek yang mampu untuk
melalukan tindakan yang diperintahkan kepadanya? apakah ia
bisa mematuhi aturan itu?
 Setiap orang tua wajib mendaftarkan anaknya ke Kantor
Catatan Sipil setempat untuk memperoleh Akte Kelahiran
sebelum anak tersebut berumur 3 (tiga) tahun.

Pedoman
 Subyek memiliki kemampuan untuk melakukan tindakan
SUBYEK BUKAN BENDA MATI
Izin usaha perusahaan yang melanggar kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut.

Sebaiknya:
Perusahaan yang melanggar kewajiban sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dapat dicabut izin usahanya.
MEMERINTAHKAN PERILAKU:
PEDOMAN2 UNTUK MERUMUSKAN ‘APA’

 Tidak seorangpun pegawai kantor imigrasi dapat menerbitkan paspor tanpa


persetujuan dari kepala kantor imigrasi.

 bandingkan:

 Setiap pegawai kantor imigrasi dilarang menerbitkan paspor tanpa


persetujuan dari kepala kantor imigrasi.

 Pedoman
 Mengacu pada perilaku dan bukan pelaku
 Latihan

Ф Setiap penduduk wajib mendapatkan pelayanan


kependudukan dan catatan sipil
Ф Bank Indonesia menyusun neraca singkat bulanan yang
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ф Hewan ternak dilarang berkeliaran di areal landas pacu
pesawat.
Ф Bahan Bakar Minyak yang dipasarkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat wajib memenuhi standar dan
mutu yang telah ditetapkan.
Ф Arena kegiatan anak-anak adalah tempat atau arena
yang diperuntukan untuk kegiatan anak-anak, seperti
Tempat Penitipan Anak, tempat pengasuhan anak, arena
bermain anak-anak, atau sejenisnya
PENUTUP
PENUTUP
160. Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Perundang-undangan yang
memuat:
a. rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan
Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah
Provinsi, Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah
Provinsi atau Berita Daerah Kabupaten/Kota;
b. penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan
Perundang-undangan;
c. pengundangan atau Penetapan Peraturan Perundang-undangan;
dan
d. akhir bagian penutup.
170. Jika dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari Presiden
tidak menandatangani Rancangan Undang-Undang yang telah
disetujui bersama antara DPR dan Presiden, maka dicantumkan
kalimat pengesahan setelah nama pejabat yang
mengundangkan yang berbunyi: Undang-Undang ini
dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
PENJELASAN
174. Setiap Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota diberi penjelasan.
175. Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-
Undang (selain Peraturan Daerah Provinsi dan
Kabupaten/Kota) dapat diberi penjelasan jika
diperlukan.
177. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum
untuk membuat peraturan lebih lanjut dan tidak boleh
mencantumkan rumusan yang berisi norma.
178. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya
memuat perubahan terselubung terhadap ketentuan
Peraturan Perundangundangan.
PENJELASAN
186. Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan
hal sebagai berikut:
a. tidak bertentangan dengan materi pokok yang
diatur dalam batang tubuh;
b. tidak memperluas, mempersempit atau menambah
pengertian norma yang ada dalam batang tubuh;
c. tidak melakukan pengulangan atas materi pokok
yang diatur dalam batang tubuh;
d. tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau
pengertian yang telah dimuat di dalam ketentuan
umum; dan/atau
e. tidak memuat rumusan pendelegasian
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai