Anda di halaman 1dari 25

TEKNIK REPORTASE DAN WAWANCARA

(Membahas Teknik Wawancara Langsung Dan Rekaman Serta Cara Menggunakan


Mikrofon, Memilih Dan Mengajukan Pertanyaan)
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Teknik Reportase dan Wawancara

Dosen Pengampu : Nurkinan, Drs., MM

Disusun Oleh :

1. Andini Dwiyanti Sutarman 1810631190081


2. Syisea Putri Syam 1810631190078
3. Choirun Nisa 1810631190058
4. Muhammad Haykal Pahlevi 1810631190076
5. Satria Wijayakusuma 1810631190083
6. Regal Dandika 1810631190100

PRODI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya

kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas

mata kuliah penulis yaitu Teknik Reportase dan Wawancara. Sesuai judulnya yaitu Teknik

Reportase dan Wawancara makalah ini Teknik Wawancara Langsung Dan Rekaman Serta Cara

Menggunakan Mikrofon, Memilih Dan Mengajukan Pertanyaan

Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Nurkinan, Drs.,M.M. selaku dosen mata kuliah Teknik

Reportase dan Wawancara yang telah membimbing kami menyelesaikan tugas ini. Tanpa adanya

bimbingan Bapak, penulis kiranya tidak mampu menyelesaikan makalah ini.

Bilamana ada kesalahan dan kelemahan yang terdapat dalam makalah ini, penulis menghaturkan

permohonan maaf. Penulis berharap besar makalah ini dapat membawa banyak manfaat bagi para

pembaca sekalian.

Karawang, 20 Maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i


KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................................2
1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................4
2.1 Wawancara ........................................................................................................................4
2.2 Tujuan Wawancara ............................................................................................................5
2.3 Jenis-Jenis Wawancara ......................................................................................................7
2.3.1 Berdasarkan pelaksanaannya .......................................................................................7
2.3.2 Berdasarkan susunan isinya ........................................................................................8
2.4 Sifat Wawancara ...............................................................................................................8
2.5 Teknik Wawancara Langsung dan Rekaman .................................................................... 10
2.5.1 Persiapan Wawancara ............................................................................................... 10
2.5.2 Pelaksanaan Wawancara ........................................................................................... 14
2.5.3 Pasca Wawancara ..................................................................................................... 17
2.6 Teknik Memegang Mikrofon ........................................................................................... 17
2.7 Pertanyaan Wawancara.................................................................................................... 19
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................................... 21
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 22

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wawancara adalah salah satu tipe komunikasi interpersonal dimana dua orang terlibat dalam

percakapan yang berupa tanya jawab. Keefektifan wawancara ditentukan oleh sejauh mana

informasi yang ingin dikumpulkan telah tercapai. Oleh karena itu agar informasi-informasi

penting yang diinginkan dapat diperoleh dari pihak terwawancara, maka seorang

pewawancara perlu membuat semacam pedoman wawancara yang berisi butir-butir

pertanyaan penting yang akan diajukan. Jadi fungsi pedoman wawancara adalah untuk

mengontrol fokus materi wawancara itu sendiri. Keefektifan wawancara juga dipengaruhi

oleh mutu jawaban dari pihak terwawancara. Dalam kaitan ini perlu di ingat, bahwa mutu

jawaban sangat tergantung pada apakah terwawancara dapat menangkap isi pertanyaan

dengan tepat, serta bersedia menjawabnya dengan baik. \

Pada awalnya teknik wawancara sangat jarang digunakan, tetapi pada abad ke-20 menjadi

puncak pencapaian karya jurnalistik yang hebat dihasilkan melalui wawancara, teknik

wawancara berlanjut sampai sekarang abad ke-21 (Suhandang, 2004). Wawancara

merupakan kemampuan dan keterampilan mutlak yang harus dimiliki oleh setiap lulusan

psikologi. Hampir semua pekerjaan yang berhubungan dengan lulusan psikologi dilakukan

dengan wawancara untuk melengkapi informasi yang dibutuhkan sebagai pertimbangan

Langkah selanjutnya. Proses wawancara terkadang masih banyak yang tidak memahami

karena wawancara dianggap sebagai bentuk dari percakapan yang sedang dilakukan dalam

1
keseharian. Wawancara merupakan metode yang pertama digunakan dibandingkan alat lain

dalam penelitian.

Sedangkan, menurut Herdiansyah (2015) kebanyakan orang menganggap bahwa wawancara

adalah panggilan kerja, wawancara seleksi masuk perguruan tinggi, dan wawancara tokoh

yang sering dilihat di televisi maupun di internet. Pemahaman yang seperti itu kurang tepat.

Dalam penelitian wawancara dianggap lama dan paling sering digunakan seseorang dalam

mencari informasi, seperti yang disampaikan oleh Kerlinger (2000), wawancara memiliki

sifat-sifat penting yang tidak dipunyai oleh tes-tes dan skala objektif serta pengamatan

behavioral. Apabila digunakan dengan memakai skedul yang tersusun baik, suatu wawancara

dapat menghasilkan banyak informasi, bersifat fl eksibel, dan dapat diadaptasikan terhadap

situasisituasi individual, serta acapkali dapat digunakan manakala tidak ada metode lain yang

dimungkinkan atau memadai.

Maka dari itu berdasarkan kompleksnya permasalahan Teknik wawancara peneliti berniat

membahas beberapa pembahasan terkait wawancara dan Teknik-teknik yang dapat

digunakan oleh para pembaca dalam Bab selanjutnya.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti menentukan beberapa rumusan masalah dari

penelitian ini, yaitu :

1. Apakah Yang Dimaksud Dengan Wawancara?

2. Bagaimana Cara Melakukan Teknik Wawancara Langsung Dan Rekaman?

3. Bagaimana Cara Menggunakan Mikrofon?

2
4. Bagaimana Cara Memilih Dan Menentukan Pertanyaan Wawancara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah ditntukan peneliti, makan selanjutnya peneliti

menetapkan tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk Mengetahui lebih lanjut mengenai Wawancara

2. Untuk Mengetahui Cara Melakukan Teknik Wawancara Langsung Dan Rekaman

3. Unutk Mengetahui Cara Menggunakan Mikrofon

4. Untuk Mengetahui Cara Memilih Dan Menentukan Pertanyaan Wawancara

3
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Wawancara

Wawancara adalah tanya-jawab dengan seseorang untuk mendapatkan keterangan atau

pendapatnya tentang suatu hal atau masalah. Wawancara sering dihubungkan dengan

pekerjaan jurnalistik untuk keperluan penulisan berita yang disiarkan dalam media massa.

Namun wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan, misalnya,

penelitian atau penerimaan pegawai.

Orang yang mewawancarai dinamakan pewawancara (interviewer) dan orang yang

diwawancarai dinamakan pemberi wawancara (interviewee) atau disebut juga responden.

Seperti percakapan biasa, wawancara adalah pertukaran informasi, opini, atau pengalaman

dari satu orang ke orang lain. Dalam sebuah percakapan, pengendalian terhadap alur diskusi

itu bolak-balik beralih dari satu orang ke orang yang lain. Meskipun demikian, jelas bahwa

dalam suatu wawancara si pewawancara adalah yang menyebabkan terjadinya diskusi

tersebut dan menentukan arah dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

Slamet (2011) menyebutkan bahwa wawancara adalah cara yang dipakai untuk memperoleh

informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti, sedangkan

menurut Djuharie (2012) wawancara adalah bagian dari proses penerimaan atau perekrutan

karyawan/anggota yang mempunyai berbagai tujuan. Ada yang dimaksudkan untuk lebih

mengetahui keterampilan teknis yang dimiliki pelamar, mengetahui kepribadian pelamar,

mengetahui seberapa banyak pelamar mengetahui suatu perihal, atau mengetahui potensi

pelamar untuk mengikuti suatu program tertentu. Wawancara atau interview berasal dari kata

4
entrevue yang berarti pertemuan sesuai dengan perjanjian sebelumnya, serta kata entre = inter

& voir = videre = melihat, yang berarti tanya jawab lisan dengan maksud untuk

dipublikasikan (Kartono, 1996 dalam Rini & Santi, 2012). Nazir (1983) mendefi nisikan

wawancara sebagai proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya

jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau

responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan

wawancara). Lebih lanjut menyebutkan beberapa hal untuk membedakan wawancara dengan

percakapan sehari-hari adalah:

1. Pewawancara dan responden biasanya belum saling kenal mengenal sebelumnya.

2. Responden selalu menjawab pertanyaan.

3. Pewawancara selalu bertanya.

4. Pewawancara tidak menjuruskan pertanyaan kepada suatu jawaban, tetapi harus

selalu bersifat netral.

5. Pertanyaan yang ditanyakan mengikuti panduan yang telah dibuat sebelumnya.

Berdasarkan berbagai macam pengertian dari wawancara oleh berbagai tokoh tersebut maka

dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah proses percakapan yang dilakukan oleh

interviewer dan interviewee dengan tujuan tertentu, dengan pedoman, dan bisa bertatap muka

maupun melalui alat komunikasi tertentu.

2.2 Tujuan Wawancara

Menurut Herdiansyah (2015), tujuan utama dari proses wawancara. Untuk dapat dikatakan

“paham” dari proses memahami tersebut, diperlukan banyak hal sesperti kemampuan

5
merangkai kata agar kalimat yang diutarakan mampu memotivasi orang untuk memberikan

jawaban, bukan justru merasa terancam dan menutup diri. Ini yang membedakan antara

wawancara dengan interogasi. Dalam wawancara, interviewer harus mampu memotivasi

interviewee dan mempertahankan motivasinya selama wawancara berlangsung agar dari

perasaan positif interviewee tersebut mampu memunculkan data yang tepat dan dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Sedangkan dalam proses interogasi, barangkali

seperti yang sering kali kita lihat di film-film action, interviewee dibuat tertekan dan

ketakutan agar dari kondisi ketidaknyamanan psikologis tersebut, dapat memunculkan data

yang cepat, efisien, dan sesuai dengan kondisi nyata. Di sisi lain menurut Rich (dalam Baker,

1990) mengklasifi kasikan tujuan wawancara menjadi lima hal, yaitu:

1. Fact finding interviews, yaitu wawancara yang dilakukan dengan tujuan untuk

menggali data atau informasi atas suatu topik. Contohnya dalam wawancara kerja

pewawancara perlu mengetahui data pribadi pelamarnya baik itu latar belakang

pendidikan, riwayat pekerjaan sebelumnya atau informasi lain yang mendukung

tercapainya tujuan wawancara.

2. Fact giving interviews, yaitu wawancara yang dilakukan di mana pewawancara

memberikan keterangan atau penjelasan kepada orang yang diwawancara. Contohnya

adalah seorang supervisor yang memberikan instruksi atau data yang dapat

meningkatkan performance-nya.

3. Manipulative interviews, yaitu wawancara yang bertujuan untuk mengarahkan atau

membuat subjek melakukan apa yang diinginkan (menuju kondisi yang lebih baik).

6
Wawancara pada setting klinis banyak menggunakan hal ini untuk mengubah atau

mengarahkan perilaku subjek menuju perilaku yang lebih adaptif.

4. Treatment interviews, yaitu wawancara yang bertujuan untuk memberikan support,

konseling, atau menumbuhkan insight kepada subjek.

5. Demonstrative interviews, yaitu wawancara yang dilakukan untuk mengilustrasikan

atau mendemonstrasikan teknik atau hal-hal penting kepada subjek. Demonstrative

interview ini memungkinkan untuk digunakan dalam model pembelajaran atau untuk

tujuan penelitian.

Secara umum tujuan dilakukan wawancara dikarenakan ingin mengetahui sesuatu sehingga

wawancara harus dimulai dengan rasa ingin tahu. Dalam penelitian wawancara bisa menjadi

alat utama atau sebagai pelengkap dari teknik lain. Wawancara bertujuan untuk mengungkap

permasalahan yang sifatnya lebih rumit dan bisa dilakukan dengan 6 wawancara mendalam.

Verifi kasi informasi dapat dilakukan melalui wawancara kepada keluarga atau teman sabjek

yang kita wawancara sehingga tujuan wawancara bergantung dari kemauan pewawancara

dan sejauh mana yang diinginkan.

2.3 Jenis-Jenis Wawancara

2.3.1 Berdasarkan pelaksanaannya

Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut.

1. Wawancara bebas dimana dalam wawancara bebas, pewawancara bebas menanyakan

apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu

berhubungan dengan data-data yang diinginkan. Jika tidak hati-hati, kadang-kadang

arah pertanyaan tidak terkendali.

7
2. Wawancara terpimpin dimana dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah

dibekali dengan daftar pertanyaan yang lengkap dan terinci.

3. Wawancara bebas terpimpin dimana dalam wawancara bebas terpimpin,

pewawancara mengombinasikan wawancara bebas dengan wawancara terpimpin,

yang dalam pelaksanaannya pewawancara sudah membawa pedoman tentang apa-

apa yang ditanyakan secara garis besar.

2.3.2 Berdasarkan susunan isinya

Berdasarkan susunan isinya, wawancara dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Wawancara terstruktur, kegiatan wawancara dilakukan dengan menyediakan daftar

isian untuk mendapat jawaban dari responden.

2. Wawancara semi-terstruktur, kegiatan wawancara dilakukan dengan menggunakan

bahasa yang berbeda, tetapi informasi yang akan dikumpulkan dapat diketahui

dengan jelas.

3. Wawancara tidak-terstruktur, kegiatan wawancara terjadi secara tiba-tiba tanpa

menyediakan daftar pertanyaan terlebih dahulu.

2.4 Sifat Wawancara

Di dalam lingkungan pers internasional dikenal wawancara yang sifatnya berbedabeda.

Antara lain ialah:

1. On the Record

Nama dan jabatan pemberi wawancara dapat digunakan sebagai sumber, dan

keterangannya boleh dikutip langsung serta dimuat di media massa. Ini adalah bentuk

wawancara yang terbaik dan paling umum dilakukan di media massa.

8
2. Off the Record

Pemberi wawancara tidak dapat digunakan sebagai sumber dan keterangannya sama

sekali tidak boleh dimuat di media massa. Jurnalis harus berusaha keras menghindari

situasi seperti ini.

3. Background

Boleh menggunakan kutipan langsung atau menyiarkan keterangan apapun yang

diberikan, tetapi tanpa menyebutkan nama dan jabatan pemberi wawancara sebagai

sumbernya. Misalnya, digunakan istilah ―menurut sumber di departemen...‖ menurut

persyaratan yang disepakati dengan pemberi wawancara. Kadang-kadang disebut

juga “not for attribution”.

4. Deep Background

Informasi bisa dimuat, tetapi tidak boleh menggunakan kutipan langsung atau

menyebut nama, jabatan, dan instansi pemberi wawancara. Reporter harus

memberitahu redaktur tentang sifat wawancara yang dilakukannya. Apapun bentuk

kesepakatan yang telah dicapai dengan pemberi wawancara, itu harus dihormati dan

terwujud dalam pemberitaan. Kalau pemberi wawancara tidak ingin disebut nama dan

jabatannya, misalnya, nama dan jabatannya itu tegas tidak boleh dimuat. Redaktur

perlu diberitahu karena begitu berita hasil wawancara itu dimuat, tanggung jawab atas

isi berita tidak lagi terletak di pundak reporter, tetapi menjadi tanggungjawab institusi

media bersangkutan. Meskipun pemberi wawancara berhak menyembunyikan

identitasnya, wartawan sedapat mungkin harus meyakinkan pemberi wawancara agar

bersedia disebutkan identitasnya. Sebab, apabila terlalu banyak sumber berita yang

tidak jelas identitasnya, kredibilitas wartawan dipertaruhkan. Tingkat kepercayaan

9
pembaca terhadap isi tulisannya juga semakin besar, seolah-olah isi tulisan itu hanya

berdasarkan gosip, isu, kabar angin atau bahkan ―karangan‖ wartawan belaka.

Keraguan ini muncul bisa jadi karena adanya praktek pelanggaran kode etik yang

dilakukan sejumlah wartawan Indonesia. Misalnya, sejumlah artis mengeluh karena

ditulis begini dan begitu, padahal artis ini tidak merasa pernah diwawancarai

wartawan bersangkutan. Namun karena posisi artis yang sangat membutuhkan

publisitas dan dukungan media massa, para artis ini tidak mau ribut-ribut ke Dewan

Pers atau pengadilan untuk mengadukan masalahnya

2.5 Teknik Wawancara Langsung dan Rekaman

Setiap jurnalis memiliki trik atau cara tersendiri guna menemui dan memancing narasumber

untuk berbicara. Namun peneliti merangkum teknik umum wawancara meliputi tiga tahap,

yaitu:

1. Persiapan Wawancara

2. Pelaksanaan Wawancara

3. Pasca Wawancara

2.5.1 Persiapan Wawancara

Banyak orang sering meremehkan tahapan awal ini, padahal tanpa persiapan yang baik

wawancara tidak akan menghasilkan sesuai harapan. Persiapan teknis, seperti tape recorder

untuk merekam wawancara, notes, kamera, dan sebagainya. Wartawan umumnya

menggunakan catatan tertulis (notes) dan tidak boleh terlalu tergantung pada alat elektronik.

Tapi alat elektronik seperti tape recorder cukup penting untuk mengecek ulang, apabila ada

10
yang terlupa atau ada informasi yang meragukan, yang dikhawatirkan bisa menyebabkan

salah kutip. Di Indonesia, banyak kasus di mana pejabat pemerintah mengingkari lagi

pernyataan yang diberikan kepada wartawan, sesudah pernyataan yang dimuat media massa

itu menimbulkan reaksi keras di masyarakat. Wartawan disalahkan dan dituding ―salah

kutip,‖ bahkan diancam akan diperkarakan di pengadilan. Untuk menghindari risiko ini,

banyak gunanya jika wawancara itu direkam dan setiap saat dibutuhkan bisa diputar kembali.

Rekaman elektronik memang belum bisa menjadi alat bukti di pengadilan, namun bisa

menjadi indikator tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, dalam kontroversi

mengenai tuduhan bahwa ―wartawan salah kutip‖ tadi. Selain persiapan teknis, yang harus

diingat pertama kali dalam liputan investigasi adalah kita tidak memulai wawancara tentang

suatu masalah dari nol. Sebelum mengatur waktu dan tempat pertemuan dengan narasumber

untuk wawancara, wartawan sendiri harus jelas tentang beberapa hal: Persoalan apa yang

mau ditanyakan? Apakah persoalan itu menyangkut korupsi yang diduga dilakukan seorang

pejabat pemerintah? Atau, tentang pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan sebuah

perusahaan pertambangan? Sang wartawan harus memiliki pemahaman dasar tentang

permasalahan tersebut. Bila pemberi wawancara melihat wartawan tidak menguasai

permasalahan, ia mungkin enggan memberikan informasi lebih lanjut.

Setelah wartawan yakin telah menguasai permasalahan, langkah berikutnya adalah

menentukan siapa narasumber yang akan diwawancarai. Orang dapat bermanfaat sebagai

pemberi wawancara karena sejumlah alasan. Pemberi wawancara yang ideal adalah yang

memenuhi semua faktor ini. Untuk proyek peliputan yang panjang, faktor-faktor ini menjadi

penting:

11
1. Kemudahan diakses (accessibility). Apakah wartawan dengan mudah dapat

mewawancarai orang ini? Jika tidak mudah dihubungi, berapa lama waktu yang

dibutuhkan untuk bisa menghubungi? Apakah wawancara harus dilakukan lewat

telepon atau tertulis, ketimbang bertemu muka langsung? Jika narasumber ini bersifat

vital bagi peliputan, wartawan harus realistis tentang prospek wawancara ini.

2. Reliabilitas (reliability). Apakah orang ini bisa dipercaya sebelumnya? Apakah

informasi yang diberikan bisa dibuktikan benar oleh sumber-sumber independen

lain? Apakah narasumber ini pakar yang betul-betul mengetahui permasalahan? Apa

latar belakang kepentingannya sehingga ia bersedia diwawancarai? Wartawan harus

hati-hati, karena ia akan terlihat bodoh jika melaporkan isu atau desas-desus yang

belum jelas kebenarannya.

3. Akuntabilitas (accountability). Apakah orang ini secara langsung bertanggungjawab

atas informasi yang diinginkan wartawan atau atas tindakan-tindakan yang sedang

diinvestigasi? Apakah ada sumber lain yang lebih punya otoritas tanggungjawab

langsung ketimbang orang ini? Berapa orang sebenarnya yang diwakili oleh

seseorang yang menyebut diri sebagai juru bicara?

4. Dapat-tidaknya dikutip (quotability). Mewawancarai seorang pakar yang fasih dan

punya informasi lengkap mungkin dapat mengembangkan tulisan, seperti seorang

pejabat publik yang blak-blakan dan suka membuat pernyataan-pernyataan

kontroversial. Para tokoh masyarakat atau selebritas biasanya sudah tahu, ucapan

macam apa yang suka dikutip wartawan. Sedangkan orang awam biasanya tidak ahli

dalam ―merekayasa‖ komentar yang bagus buat dikutip wartawan.

12
Namun ada juga narasumber yang memang betul-betul tidak ingin diwawancarai, walaupun

mereka tidak terang-terangan mengatakan ―tidak.‖ Yang mereka lakukan adalah

menghindar dengan cara tidak menjawab telepon, atau meminta sekretarisnya untuk

mengatakan ―Bapak sedang ke luar kantor,‖ jika ada permintaan wawancara dari wartawan.

Sehingga wartawan merasa dipermainkan atau diremehkan. Jika wartawan menghadapi

narasumber yang enggan diwawancarai, padahal sumber itu sangat vital bagi peliputan yang

sedang dilakukan, wartawan tersebut punya tiga pilihan: Pertama, menuliskan hasil liputan

tanpa wawancara itu. Kedua, menuliskan hasil liputan dengan tambahan keterangan bahwa

setelah berusaha dihubungi berulang kali, narasumber tetap tidak menjawab panggilan

telepon, pesan fax, atau surat permintaan wawancara. Ketiga, meyakinkan narasumber untuk

bersedia diwawancarai.

Sesudah jelas materi yang mau ditanyakan dan orang yang akan diwawancarai, ditentukanlah

waktu dan tempat untuk wawancara. Wawancara bisa dilakukan di rumah atau kantor

narasumber. Jika di rumah, suasananya akan lebih santai dan informal. Jika di kantor,

suasananya akan lebih formal. Namun seringkali, rumah atau pun kantor bukanlah empat

yang pas untuk wawancara investigatif. Jika narasumber akan memberikan informasi yang

sifatnya rahasia, maka kemungkinan besar ia tidak ingin diketahui oleh publik atau atasannya

telah menyampaikan informasi tersebut kepada pers. Hal itu karena bisa berisiko pada

keselamatan dirinya, keluarganya, jabatannya, atau karir politiknya. Maka harus diatur

pertemuan di tempat dan waktu tertentu secara khusus. Pengaturan waktu dan tempat di atas

berlangsung dalam kondisi ―normal‖, artinya narasumber memang sudah bersedia

diwawancarai. Namun ada kalanya narasumber sengaja menghindar, mungkin karena merasa

13
terancam keselamatannya atau ia sendiri mungkin terlibat dalam permasalahan. Dalam

kondisi demikian, wartawanlah yang harus aktif melacak lokasi keberadaan narasumber,

mengejar, mencegat narasumber tersebut untuk diwawancarai. Wartawan jangan mudah

patah semangat dan jangan mundur menghadapi penolakan, perlakuan tidak ramah, atau

sikap dingin dari sumber berita. Perlakuan semacam ini kadangkadang diberikan oleh

seorang pejabat pemerintah kepada wartawan baru.

SM. Ali, mantan Redaktur Pelaksana Bangkok Post yang berasal dari Banglades menyatakan,

berdasarkan pengalamannya mewawancarai sejumlah pejabat dan pemimpin nasional di

Asia, selalu ada kesempatan pertemuan lain. Banyak pejabat yang pada pertemuan pertama

sama sekali tidak komunikatif, tetapi mereka kemudian luar biasa ramahnya pada pertemuan-

pertemuan berikutnya

2.5.2 Pelaksanaan Wawancara

Pekerjaan pertama yang harus dilakukan oleh seorang jurnalis adalah memberi rasa aman

kepada narasumber, agar ia merasa santai, tenang, dan mau terbuka memberi informasi.

Wartawan harus memberi keyakinan kepada narasumber bahwa wartawan tersebut dan

medianya itu bisa dipercaya, dan mampu menyimpan rahasia (terutama jika narasumber tak

ingin identitasnya dimuat di media massa). Kepercayaan dari pemberi wawancara ini sangat

penting. Kalau pewawancara tidak memperoleh kepercayaan dari sumber berita, maka

informasi yang ia peroleh tidak akan lebih dari keterangan rutin, ulangan beberapa fakta yang

sudah sering dimuat, pernyataan normatif yang sudah tidak perlu diperdebatkan, atau

jawaban yang sifatnya mengelak belaka. Sesudah penciptaan suasana kondusif itu,

dimulailah wawancara dengan pertanyaanpertanyaan pembuka. Pertanyaan pembuka ini

14
sifatnya masih memberi rasa aman dan kepercayaan pada narasumber. Pertanyaan inti dan

tajam, yang berisiko merusak suasana wawancara, harus disimpan dan baru dilontarkan pada

momen yang tepat. Dari tanya-jawab awal, wartawan sudah bisa meraba bagaimana kondisi

mental dan emosional narasumber, sehingga wartawan bisa memilih momen yang tepat untuk

mengajukan pertanyaanpertanyaan kunci tersebut. Awali dengan menanyakan biodata

narasumber, terutama nama (nama lengkap dan nama panggilan jika ada). Bila perlu, minta

narasumber menuliskan namanya sendiri agar tidak terjadi kesalahan.. Mulailah dengan

pertanyaan ringan dan menarik perhatian sumber, misalnya tentang kesibukan, hobi, atau

subjek lain yang menarik baginya. Usahakan agar proses komunikasi tidak terlalu formal.

Pertanyaan tidak bersifat “interogatif “ atau terkesan memojokkan dan carilah kesempatan

paling tepat untuk mengajukan pertanyaan yang disiapkan. Usahakan menghapalnya agar

tidak bolak-balik melihat daftar pertanyaan.

Pewawancara mengikuti arah pertanyaannya sampai yakin tidak ada yang dapat digali lagi.

Selama wawancara, pertanyaan sebaiknya disusun dalam kalimat-kalimat yang pendek dan

cermat. Hindarkan pertanyaan yang tidak langsung berhubungan dengan masalah yang ingin

diinvestigasi, dan jangan bertele-tele. Selalu ingat, tugas jurnalis berusaha mendapatkan

informasi sebanyak mungkin. Maka jangan tergoda dengan basa basi berlebihan. Kadang

jurnalis bertemu sumber yang sangat falimiar, mengajak jurnalis berbicara mengenai hal lain

di luar topik wawancara.. Jangan terlalu kaku dengan urutan pertanyaan, yang penting semua

informasi yang diperlukan bisa didapatkan dan jangan lupa untuk mencatat! Jangan terlalu

mengandalkan recorder. Hindari pertanyaan “yes-no question” –pertanyaan yang hanya

butuh jawaban “ya” dan “tidak”. Gunakan “mengapa” (why), bukan “apakah” (do you/are

15
you). Jawaban atas pertanyaan “Mengapa Anda mundur?” tentu akan lebih panjang

ketimbang pertanyaan “Apakah Anda mundur?”. Hindari pertanyaan ganda! Satu pertanyaan

buat satu masalah. Jadilah pendengar yang baik. Ingat, tugas wartawan menggali informasi,

bukan “menggurui” narasumber, apalagi ingin “unjuk gigi” ingin terkesan lebih pintar atau

lebih paham dari narasumber. Jagalah agar jangan sampai sumber memberi jawaban yang

tidak relevan atau mengalihkan pembicaraan. Jika ini terjadi, ingatkan sumber tapi dengan

cara sopan. Paling baik adalah dengan mengajukan pertanyaan lain yang relevan. Konfirmasi

mengenai hal yang vital, misalnya tentang data statistik, nama, alamat, umur, pendidikan,

gelar, pekerjaan, pangkat, jabatan, dan sebagainya. Konfirmasi kutipan yang bisa

menimbulkan pro kontra di masyarakat. Apalagi kalau pernyataan itu bisa mengakibatkan

keresahaan bagi sebagian masyarakat. Yakinkan bahwa pernyataan tersebut benar demikian

dan benar diucapkan oleh sumber. Hal ini penting agar jangan justru wartawanlah yang

dipersalahkan, misalnya dituduh mengutip pernyataan secara tidak akurat. Konfirmasi ulang

setiap pernyataan off the record, sebab menurut Kode Etik Jurnalistik, pernyataan off the

record tidak boleh disiarkan. Maka ajukan pertanyaan lain yang senada agar sumber bisa

memberikan pernyataan on the record. Konfirmasi setiap pernyataan yang kurang jelas,

namun jangan terkesan sebagai orang yang sangat tidak kompeten.Maka sejauh menyangkut

ketentuan kitab suci, pasal undang-undang, kode etik, sebaiknya baca langsung di

sumbernya. Jangan lupa menanyakan dan mencatat nomor telepon sumber yang paling

gampang dihubungi lagi. Mintalah juga kesediaannya untuk dihubungi kembali jika ada hal-

hal yang perlu dikonfirmasikan Selalu ingat waktu yang tersedia sangat terbatas, maka

gunakan seefektif mungkin untuk memperoleh tujuan wawancara. Jangan gunakan waktu

untuk hal-hal di luar tujuan wawancara. Selalu menjaga hubungan baik. Usahakan selalu

16
menghubunginya di lain waktu, meski hanya untuk sekedar menyapa, mengucapkan selamat

ulang tahun dan selamat hari raya.

2.5.3 Pasca Wawancara

Hal yang dapat dilakukan setelah melakukan wawncara adalah dengan merangkum semua

intisari dari wawancara. Berikut Teknik merangkum hasil wawancara

1. Menyimak seluruh pembicaraan dalam wawancara

2. Mencatat pokok-pokok pembicaraan

3. Merangkaikan pokok-pokok pembicaraan ke dalam beberapa paragraph

denganmemerhatikan keefektifan kalimatkalimatnya.

4. Menggunakan kalimat efektif.

5. Jumlah paragraf dalam rangkuman tergantung pada banyaknya pertanyaan dan

jawaban kegiatan wawancara.

6. Mempertahankan susunan topik pembicaraan.

2.6 Teknik Memegang Mikrofon

Banyak diantara kita menggunakan mic menurut yang mereka inginkan tanpa memikirkan

resiko yang terjadi, beberapa kerugian bila kita kuran pas dalam memegang mic diantaranya

adalah suara yang keluar dari speaker akan berubah yang tidak sesuai dengan harapan kita

atau terjadinya feed back. Semua hal tersebut sebenarnya tidak terjadi bila kita mengetahui

cara memegang mic yang benar, Berikut adalah Teknik memegang mic dengan benar

17
1. Genggamlah mic anda dengan kuat tetapi tidak kaku, hal ini penting untuk menjaga

agar mic yang kita pegang tidak mudah terlepas dari genggaman apapun dan

bagaimanapun gerakan kita.

2. Usahakanlah genggaman terletak hanya pada bagian antara leher mic sampai ujung

mic.

3. Janganlah memegang kepala mic karena bagian tersebut terdapat spull mic yang

sensitif.

4. Aturlah supaya mik tidak menutupi wajah misalnya dengan memegang mic agak

bawah.

5. Aturlah jarak mulut dengan mic sampai terdengar karakter suara kita dari speaker.

Jarak yang terlalu jauh dari mic akan memperkecil suara kita dan jarak yang terlalu

dekat akan membuat suara kita seperti dibekem (ditutup dengan tangan)cobalah

mengubah jarak mulut dengan mikrofon sampai mendapatkan suara yang kita

inginkan.

18
2.7 Pertanyaan Wawancara

Untuk meluaskan komentar dan pernyataan dari orang yang diwawancarai, wartawan dapat

mengajukan pertanyaan terbuka (open-ended). Sedangkan untuk memperoleh informasi yang

spesifik dan rinci tentang sesuatu hal, harus diajukan pertanyaan tertutup (closedended).

Pertanyaan terbuka –biasanya pertanyaan ―bagaimana‖ dan ―mengapa‖— memungkinkan

pemberi wawancara berspekulasi, untuk menawarkan opini, pengamatan, atau deskripsi.

Pewawancara yang mengajukan pertanyaan terbuka berarti menawarkan peluang bagi

komentar dan arah dari pemberi wawancara. Pertanyaan terbuka itu, misalnya, ―Bagaimana

pandangan Anda tentang tuduhan bahwa pabrik Anda mencemarkan lingkungan?‖ atau

―Mengapa Anda begitu yakin bahwa pabrik Anda tidak mencemarkan lingkungan?‖

Pertanyaan terbuka mengundang tanggapan yang lebih lengkap dari pemberi wawancara,

yang bisa memilih seberapa panjang dan bagaimana isi jawabannya. Pertanyaan terbuka ini

mengundang kerjasama dan partisipasi dari pemberi wawancara. Pemberi wawancara yang

menjawab pertanyaan-pertanyaan terbuka mungkin juga bersedia memberi informasi lebih

jauh dengan sukarela. Jawaban pertanyaan terbuka, selain lebih spekulatif, juga akan

mencerminkan kepribadian pemberi wawancara.

Sedangkan pertanyaan tertutup berusaha mengarahkan pemberi wawancara ke jawaban yang

spesifik. Misalnya, ―Apakah Anda merasa gembira atau sedih dengan terungkapnya kasus

kebocoran limbah pabrik ini?‖ atau ―Berapa kali kebocoran tangki penyimpan limbah ini

pernah terjadi sebelumnya?‖ Dengan pertanyaan semacam ini, pewawancara mengisyaratkan

sebuah pilihan atau harapan bagi kesimpulan yang bisa dikuantifikasikan (diukur secara

numerik). Pertanyaan tertutup dapat menghemat waktu karena lebih spesifik. Pertanyaan

19
semacam ini biasanya menghasilkan jawaban-jawaban pendek, lebih berjarak dari pemberi

wawancara, dan kurang memberi peluang partisipasi. Pertanyaan tertutup berguna untuk

memperoleh informasi faktual. Informasi presisi itu merupakan hasil dari pertanyaan yang

bisa dikuantifikasikan, yang dapat memberikan angka spesifik atau statistik yang otoritatif

dan dapat digunakan dalam penulisan. Pewawancara, yang membutuhkan anekdot untuk

tulisan tentang profil seseorang, akan lebih berhasil jika menggunakan pertanyaan-

pertanyaan terbuka. Wawancara memang akan berlangsung lebih lama, namun pemberi

wawancara akan merasa lebih percaya dan lebih bersedia memberikan anekdot khas dan

pengamatannya.

Sedangkan wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan tertutup lebih cocok untuk penulisan

berita yang cepat atau untuk situasi di mana wartawan membutuhkan jawaban spesifik pada

periode waktu yang singkat. Pewawancara yang baik dapat mengkombinasikan pertanyaan-

pertanyaan terbuka dan tertutup, untuk membuat tulisan dengan rincian spesifik, tetapi juga

diwarnai oleh anekdot pemberi wawancara. Dari jenis-jenis pertanyaan itu pilihlah jenis

mana yang paling menguntungkan selama wawancara dana mengikuti keadaan.

20
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Wawancara adalah kegiatan tanya-jawab secara lisan untuk memperoleh informasi. Bentuk

informasi yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan, atau direkam secara audio, visual, atau

audio visual. Wawancara merupakan kegiatan utama dalam kajian pengamatan. Pelaksanaan

wawancara dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Wawancara langsung dilakukan

dengan menemui secara langsung orang yang memiliki informasi yang dibutuhkan,

sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan dengan menemui orang-orang lain yang

dipandang dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya.

Pertukaran informasi dan ide melalui tanya-jawab dimaksudkan untuk membentuk makna

dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan dalam penelitian untuk mengatasi

kelemahan metode observasi dalam pengumpulan data. Informasi dari narasumber dapat

dikaji lebih mendalam dengan memberikan interpretasi terhadap situasi dan fenomena yang

terjadi. Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga ditentukan

oleh perilaku, penampilan, dan sikap wartawan. Sehinga perlu diperhatikan berbagai Teknik

pemilihan pertanyaan, persiapan wawancara, pelaksanaan wawancara hingga tahap pasca

wawancara dengan begitu pewawancara dapat bersikap dengan baik dan akan mengundang

simpatik serta akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif.

Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh penguasaan permasalahan dan

informasi seputar materi topik pembicaraan baik oleh nara sumber maupun wartawan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahyar, Juni (2018). Penuntun Membuat Skripsi dan Menghadapi Presentasi Tanpa Stres

(PDF). Bojonegoro: Pustaka Intermedia.

Biagi, Shirley (1986). Interviews That Works: A Practical Guide for Journalists. Belmont,

California: Wadsworth Publishing Company.

Gil, Generoso J. (1993). Wartawan Asia: Penuntun Mengenai Teknik Membuat Berita.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Mamik (2015). Metode Kualitatif (PDF). Sidoarjo: Zifatama Publishing. ISBN 978-602-

1662-65-6.

Mustari, M., dan Rahman, M. T. (2012). Pengantar Metode Penelitian (PDF). Yogyakarta:

LaksBang Pressindo. ISBN 978-979-26856-2-6.

Pakpahan, Roy (ed.) (1998). Penuntun Program Jurnalistik Terpadu Bagi Kalangan LSM.

Jakarta: INPI-Pact-SMPI.

Reddick, Randy, dan Elliot King (1996). Internet untuk Wartawan. Internet untuk Semua

Orang. (Penerjemah: Masri Maris). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Suaedi (2015). Penulisan Ilmiah (PDF). Bogor: IPB Press. ISBN 978-979-493-889-8.

http://www.detonesbyafgan.com/cara-memegang-mic-dengan-benar/

22

Anda mungkin juga menyukai