Disusun Oleh :
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah penulis yaitu Teknik Reportase dan Wawancara. Sesuai judulnya yaitu Teknik
Reportase dan Wawancara makalah ini Teknik Wawancara Langsung Dan Rekaman Serta Cara
Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak Nurkinan, Drs.,M.M. selaku dosen mata kuliah Teknik
Reportase dan Wawancara yang telah membimbing kami menyelesaikan tugas ini. Tanpa adanya
Bilamana ada kesalahan dan kelemahan yang terdapat dalam makalah ini, penulis menghaturkan
permohonan maaf. Penulis berharap besar makalah ini dapat membawa banyak manfaat bagi para
pembaca sekalian.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
Wawancara adalah salah satu tipe komunikasi interpersonal dimana dua orang terlibat dalam
percakapan yang berupa tanya jawab. Keefektifan wawancara ditentukan oleh sejauh mana
informasi yang ingin dikumpulkan telah tercapai. Oleh karena itu agar informasi-informasi
penting yang diinginkan dapat diperoleh dari pihak terwawancara, maka seorang
pertanyaan penting yang akan diajukan. Jadi fungsi pedoman wawancara adalah untuk
mengontrol fokus materi wawancara itu sendiri. Keefektifan wawancara juga dipengaruhi
oleh mutu jawaban dari pihak terwawancara. Dalam kaitan ini perlu di ingat, bahwa mutu
jawaban sangat tergantung pada apakah terwawancara dapat menangkap isi pertanyaan
Pada awalnya teknik wawancara sangat jarang digunakan, tetapi pada abad ke-20 menjadi
puncak pencapaian karya jurnalistik yang hebat dihasilkan melalui wawancara, teknik
merupakan kemampuan dan keterampilan mutlak yang harus dimiliki oleh setiap lulusan
psikologi. Hampir semua pekerjaan yang berhubungan dengan lulusan psikologi dilakukan
Langkah selanjutnya. Proses wawancara terkadang masih banyak yang tidak memahami
karena wawancara dianggap sebagai bentuk dari percakapan yang sedang dilakukan dalam
1
keseharian. Wawancara merupakan metode yang pertama digunakan dibandingkan alat lain
dalam penelitian.
adalah panggilan kerja, wawancara seleksi masuk perguruan tinggi, dan wawancara tokoh
yang sering dilihat di televisi maupun di internet. Pemahaman yang seperti itu kurang tepat.
Dalam penelitian wawancara dianggap lama dan paling sering digunakan seseorang dalam
mencari informasi, seperti yang disampaikan oleh Kerlinger (2000), wawancara memiliki
sifat-sifat penting yang tidak dipunyai oleh tes-tes dan skala objektif serta pengamatan
behavioral. Apabila digunakan dengan memakai skedul yang tersusun baik, suatu wawancara
dapat menghasilkan banyak informasi, bersifat fl eksibel, dan dapat diadaptasikan terhadap
situasisituasi individual, serta acapkali dapat digunakan manakala tidak ada metode lain yang
Maka dari itu berdasarkan kompleksnya permasalahan Teknik wawancara peneliti berniat
Berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti menentukan beberapa rumusan masalah dari
2
4. Bagaimana Cara Memilih Dan Menentukan Pertanyaan Wawancara?
Berdasarkan Rumusan Masalah yang telah ditntukan peneliti, makan selanjutnya peneliti
3
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Wawancara
pendapatnya tentang suatu hal atau masalah. Wawancara sering dihubungkan dengan
pekerjaan jurnalistik untuk keperluan penulisan berita yang disiarkan dalam media massa.
Namun wawancara juga dapat dilakukan oleh pihak lain untuk keperluan, misalnya,
Seperti percakapan biasa, wawancara adalah pertukaran informasi, opini, atau pengalaman
dari satu orang ke orang lain. Dalam sebuah percakapan, pengendalian terhadap alur diskusi
itu bolak-balik beralih dari satu orang ke orang yang lain. Meskipun demikian, jelas bahwa
Slamet (2011) menyebutkan bahwa wawancara adalah cara yang dipakai untuk memperoleh
informasi melalui kegiatan interaksi sosial antara peneliti dengan yang diteliti, sedangkan
menurut Djuharie (2012) wawancara adalah bagian dari proses penerimaan atau perekrutan
karyawan/anggota yang mempunyai berbagai tujuan. Ada yang dimaksudkan untuk lebih
mengetahui seberapa banyak pelamar mengetahui suatu perihal, atau mengetahui potensi
pelamar untuk mengikuti suatu program tertentu. Wawancara atau interview berasal dari kata
4
entrevue yang berarti pertemuan sesuai dengan perjanjian sebelumnya, serta kata entre = inter
& voir = videre = melihat, yang berarti tanya jawab lisan dengan maksud untuk
dipublikasikan (Kartono, 1996 dalam Rini & Santi, 2012). Nazir (1983) mendefi nisikan
wawancara sebagai proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau
wawancara). Lebih lanjut menyebutkan beberapa hal untuk membedakan wawancara dengan
Berdasarkan berbagai macam pengertian dari wawancara oleh berbagai tokoh tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah proses percakapan yang dilakukan oleh
interviewer dan interviewee dengan tujuan tertentu, dengan pedoman, dan bisa bertatap muka
Menurut Herdiansyah (2015), tujuan utama dari proses wawancara. Untuk dapat dikatakan
“paham” dari proses memahami tersebut, diperlukan banyak hal sesperti kemampuan
5
merangkai kata agar kalimat yang diutarakan mampu memotivasi orang untuk memberikan
jawaban, bukan justru merasa terancam dan menutup diri. Ini yang membedakan antara
perasaan positif interviewee tersebut mampu memunculkan data yang tepat dan dapat
seperti yang sering kali kita lihat di film-film action, interviewee dibuat tertekan dan
ketakutan agar dari kondisi ketidaknyamanan psikologis tersebut, dapat memunculkan data
yang cepat, efisien, dan sesuai dengan kondisi nyata. Di sisi lain menurut Rich (dalam Baker,
1. Fact finding interviews, yaitu wawancara yang dilakukan dengan tujuan untuk
menggali data atau informasi atas suatu topik. Contohnya dalam wawancara kerja
pewawancara perlu mengetahui data pribadi pelamarnya baik itu latar belakang
adalah seorang supervisor yang memberikan instruksi atau data yang dapat
meningkatkan performance-nya.
membuat subjek melakukan apa yang diinginkan (menuju kondisi yang lebih baik).
6
Wawancara pada setting klinis banyak menggunakan hal ini untuk mengubah atau
interview ini memungkinkan untuk digunakan dalam model pembelajaran atau untuk
tujuan penelitian.
Secara umum tujuan dilakukan wawancara dikarenakan ingin mengetahui sesuatu sehingga
wawancara harus dimulai dengan rasa ingin tahu. Dalam penelitian wawancara bisa menjadi
alat utama atau sebagai pelengkap dari teknik lain. Wawancara bertujuan untuk mengungkap
permasalahan yang sifatnya lebih rumit dan bisa dilakukan dengan 6 wawancara mendalam.
Verifi kasi informasi dapat dilakukan melalui wawancara kepada keluarga atau teman sabjek
yang kita wawancara sehingga tujuan wawancara bergantung dari kemauan pewawancara
Ditinjau dari segi pelaksanaannya, wawancara dibagi menjadi 3 jenis yaitu sebagai berikut.
apa saja kepada responden, namun harus diperhatikan bahwa pertanyaan itu
7
2. Wawancara terpimpin dimana dalam wawancara terpimpin, pewawancara sudah
bahasa yang berbeda, tetapi informasi yang akan dikumpulkan dapat diketahui
dengan jelas.
1. On the Record
Nama dan jabatan pemberi wawancara dapat digunakan sebagai sumber, dan
keterangannya boleh dikutip langsung serta dimuat di media massa. Ini adalah bentuk
8
2. Off the Record
Pemberi wawancara tidak dapat digunakan sebagai sumber dan keterangannya sama
sekali tidak boleh dimuat di media massa. Jurnalis harus berusaha keras menghindari
3. Background
diberikan, tetapi tanpa menyebutkan nama dan jabatan pemberi wawancara sebagai
4. Deep Background
Informasi bisa dimuat, tetapi tidak boleh menggunakan kutipan langsung atau
kesepakatan yang telah dicapai dengan pemberi wawancara, itu harus dihormati dan
terwujud dalam pemberitaan. Kalau pemberi wawancara tidak ingin disebut nama dan
jabatannya, misalnya, nama dan jabatannya itu tegas tidak boleh dimuat. Redaktur
perlu diberitahu karena begitu berita hasil wawancara itu dimuat, tanggung jawab atas
isi berita tidak lagi terletak di pundak reporter, tetapi menjadi tanggungjawab institusi
bersedia disebutkan identitasnya. Sebab, apabila terlalu banyak sumber berita yang
9
pembaca terhadap isi tulisannya juga semakin besar, seolah-olah isi tulisan itu hanya
berdasarkan gosip, isu, kabar angin atau bahkan ―karangan‖ wartawan belaka.
Keraguan ini muncul bisa jadi karena adanya praktek pelanggaran kode etik yang
ditulis begini dan begitu, padahal artis ini tidak merasa pernah diwawancarai
publisitas dan dukungan media massa, para artis ini tidak mau ribut-ribut ke Dewan
Setiap jurnalis memiliki trik atau cara tersendiri guna menemui dan memancing narasumber
untuk berbicara. Namun peneliti merangkum teknik umum wawancara meliputi tiga tahap,
yaitu:
1. Persiapan Wawancara
2. Pelaksanaan Wawancara
3. Pasca Wawancara
Banyak orang sering meremehkan tahapan awal ini, padahal tanpa persiapan yang baik
wawancara tidak akan menghasilkan sesuai harapan. Persiapan teknis, seperti tape recorder
menggunakan catatan tertulis (notes) dan tidak boleh terlalu tergantung pada alat elektronik.
Tapi alat elektronik seperti tape recorder cukup penting untuk mengecek ulang, apabila ada
10
yang terlupa atau ada informasi yang meragukan, yang dikhawatirkan bisa menyebabkan
salah kutip. Di Indonesia, banyak kasus di mana pejabat pemerintah mengingkari lagi
pernyataan yang diberikan kepada wartawan, sesudah pernyataan yang dimuat media massa
itu menimbulkan reaksi keras di masyarakat. Wartawan disalahkan dan dituding ―salah
kutip,‖ bahkan diancam akan diperkarakan di pengadilan. Untuk menghindari risiko ini,
banyak gunanya jika wawancara itu direkam dan setiap saat dibutuhkan bisa diputar kembali.
Rekaman elektronik memang belum bisa menjadi alat bukti di pengadilan, namun bisa
menjadi indikator tentang siapa yang benar dan siapa yang salah, dalam kontroversi
mengenai tuduhan bahwa ―wartawan salah kutip‖ tadi. Selain persiapan teknis, yang harus
diingat pertama kali dalam liputan investigasi adalah kita tidak memulai wawancara tentang
suatu masalah dari nol. Sebelum mengatur waktu dan tempat pertemuan dengan narasumber
untuk wawancara, wartawan sendiri harus jelas tentang beberapa hal: Persoalan apa yang
mau ditanyakan? Apakah persoalan itu menyangkut korupsi yang diduga dilakukan seorang
pejabat pemerintah? Atau, tentang pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan sebuah
menentukan siapa narasumber yang akan diwawancarai. Orang dapat bermanfaat sebagai
pemberi wawancara karena sejumlah alasan. Pemberi wawancara yang ideal adalah yang
memenuhi semua faktor ini. Untuk proyek peliputan yang panjang, faktor-faktor ini menjadi
penting:
11
1. Kemudahan diakses (accessibility). Apakah wartawan dengan mudah dapat
mewawancarai orang ini? Jika tidak mudah dihubungi, berapa lama waktu yang
telepon atau tertulis, ketimbang bertemu muka langsung? Jika narasumber ini bersifat
vital bagi peliputan, wartawan harus realistis tentang prospek wawancara ini.
lain? Apakah narasumber ini pakar yang betul-betul mengetahui permasalahan? Apa
hati-hati, karena ia akan terlihat bodoh jika melaporkan isu atau desas-desus yang
atas informasi yang diinginkan wartawan atau atas tindakan-tindakan yang sedang
diinvestigasi? Apakah ada sumber lain yang lebih punya otoritas tanggungjawab
langsung ketimbang orang ini? Berapa orang sebenarnya yang diwakili oleh
kontroversial. Para tokoh masyarakat atau selebritas biasanya sudah tahu, ucapan
macam apa yang suka dikutip wartawan. Sedangkan orang awam biasanya tidak ahli
12
Namun ada juga narasumber yang memang betul-betul tidak ingin diwawancarai, walaupun
menghindar dengan cara tidak menjawab telepon, atau meminta sekretarisnya untuk
mengatakan ―Bapak sedang ke luar kantor,‖ jika ada permintaan wawancara dari wartawan.
narasumber yang enggan diwawancarai, padahal sumber itu sangat vital bagi peliputan yang
sedang dilakukan, wartawan tersebut punya tiga pilihan: Pertama, menuliskan hasil liputan
tanpa wawancara itu. Kedua, menuliskan hasil liputan dengan tambahan keterangan bahwa
setelah berusaha dihubungi berulang kali, narasumber tetap tidak menjawab panggilan
telepon, pesan fax, atau surat permintaan wawancara. Ketiga, meyakinkan narasumber untuk
bersedia diwawancarai.
Sesudah jelas materi yang mau ditanyakan dan orang yang akan diwawancarai, ditentukanlah
waktu dan tempat untuk wawancara. Wawancara bisa dilakukan di rumah atau kantor
narasumber. Jika di rumah, suasananya akan lebih santai dan informal. Jika di kantor,
suasananya akan lebih formal. Namun seringkali, rumah atau pun kantor bukanlah empat
yang pas untuk wawancara investigatif. Jika narasumber akan memberikan informasi yang
sifatnya rahasia, maka kemungkinan besar ia tidak ingin diketahui oleh publik atau atasannya
telah menyampaikan informasi tersebut kepada pers. Hal itu karena bisa berisiko pada
keselamatan dirinya, keluarganya, jabatannya, atau karir politiknya. Maka harus diatur
pertemuan di tempat dan waktu tertentu secara khusus. Pengaturan waktu dan tempat di atas
diwawancarai. Namun ada kalanya narasumber sengaja menghindar, mungkin karena merasa
13
terancam keselamatannya atau ia sendiri mungkin terlibat dalam permasalahan. Dalam
kondisi demikian, wartawanlah yang harus aktif melacak lokasi keberadaan narasumber,
patah semangat dan jangan mundur menghadapi penolakan, perlakuan tidak ramah, atau
sikap dingin dari sumber berita. Perlakuan semacam ini kadangkadang diberikan oleh
SM. Ali, mantan Redaktur Pelaksana Bangkok Post yang berasal dari Banglades menyatakan,
Asia, selalu ada kesempatan pertemuan lain. Banyak pejabat yang pada pertemuan pertama
sama sekali tidak komunikatif, tetapi mereka kemudian luar biasa ramahnya pada pertemuan-
pertemuan berikutnya
Pekerjaan pertama yang harus dilakukan oleh seorang jurnalis adalah memberi rasa aman
kepada narasumber, agar ia merasa santai, tenang, dan mau terbuka memberi informasi.
Wartawan harus memberi keyakinan kepada narasumber bahwa wartawan tersebut dan
medianya itu bisa dipercaya, dan mampu menyimpan rahasia (terutama jika narasumber tak
ingin identitasnya dimuat di media massa). Kepercayaan dari pemberi wawancara ini sangat
penting. Kalau pewawancara tidak memperoleh kepercayaan dari sumber berita, maka
informasi yang ia peroleh tidak akan lebih dari keterangan rutin, ulangan beberapa fakta yang
sudah sering dimuat, pernyataan normatif yang sudah tidak perlu diperdebatkan, atau
jawaban yang sifatnya mengelak belaka. Sesudah penciptaan suasana kondusif itu,
14
sifatnya masih memberi rasa aman dan kepercayaan pada narasumber. Pertanyaan inti dan
tajam, yang berisiko merusak suasana wawancara, harus disimpan dan baru dilontarkan pada
momen yang tepat. Dari tanya-jawab awal, wartawan sudah bisa meraba bagaimana kondisi
mental dan emosional narasumber, sehingga wartawan bisa memilih momen yang tepat untuk
narasumber, terutama nama (nama lengkap dan nama panggilan jika ada). Bila perlu, minta
narasumber menuliskan namanya sendiri agar tidak terjadi kesalahan.. Mulailah dengan
pertanyaan ringan dan menarik perhatian sumber, misalnya tentang kesibukan, hobi, atau
subjek lain yang menarik baginya. Usahakan agar proses komunikasi tidak terlalu formal.
Pertanyaan tidak bersifat “interogatif “ atau terkesan memojokkan dan carilah kesempatan
paling tepat untuk mengajukan pertanyaan yang disiapkan. Usahakan menghapalnya agar
Pewawancara mengikuti arah pertanyaannya sampai yakin tidak ada yang dapat digali lagi.
Selama wawancara, pertanyaan sebaiknya disusun dalam kalimat-kalimat yang pendek dan
cermat. Hindarkan pertanyaan yang tidak langsung berhubungan dengan masalah yang ingin
diinvestigasi, dan jangan bertele-tele. Selalu ingat, tugas jurnalis berusaha mendapatkan
informasi sebanyak mungkin. Maka jangan tergoda dengan basa basi berlebihan. Kadang
jurnalis bertemu sumber yang sangat falimiar, mengajak jurnalis berbicara mengenai hal lain
di luar topik wawancara.. Jangan terlalu kaku dengan urutan pertanyaan, yang penting semua
informasi yang diperlukan bisa didapatkan dan jangan lupa untuk mencatat! Jangan terlalu
butuh jawaban “ya” dan “tidak”. Gunakan “mengapa” (why), bukan “apakah” (do you/are
15
you). Jawaban atas pertanyaan “Mengapa Anda mundur?” tentu akan lebih panjang
ketimbang pertanyaan “Apakah Anda mundur?”. Hindari pertanyaan ganda! Satu pertanyaan
buat satu masalah. Jadilah pendengar yang baik. Ingat, tugas wartawan menggali informasi,
bukan “menggurui” narasumber, apalagi ingin “unjuk gigi” ingin terkesan lebih pintar atau
lebih paham dari narasumber. Jagalah agar jangan sampai sumber memberi jawaban yang
tidak relevan atau mengalihkan pembicaraan. Jika ini terjadi, ingatkan sumber tapi dengan
cara sopan. Paling baik adalah dengan mengajukan pertanyaan lain yang relevan. Konfirmasi
mengenai hal yang vital, misalnya tentang data statistik, nama, alamat, umur, pendidikan,
gelar, pekerjaan, pangkat, jabatan, dan sebagainya. Konfirmasi kutipan yang bisa
menimbulkan pro kontra di masyarakat. Apalagi kalau pernyataan itu bisa mengakibatkan
keresahaan bagi sebagian masyarakat. Yakinkan bahwa pernyataan tersebut benar demikian
dan benar diucapkan oleh sumber. Hal ini penting agar jangan justru wartawanlah yang
dipersalahkan, misalnya dituduh mengutip pernyataan secara tidak akurat. Konfirmasi ulang
setiap pernyataan off the record, sebab menurut Kode Etik Jurnalistik, pernyataan off the
record tidak boleh disiarkan. Maka ajukan pertanyaan lain yang senada agar sumber bisa
memberikan pernyataan on the record. Konfirmasi setiap pernyataan yang kurang jelas,
namun jangan terkesan sebagai orang yang sangat tidak kompeten.Maka sejauh menyangkut
ketentuan kitab suci, pasal undang-undang, kode etik, sebaiknya baca langsung di
sumbernya. Jangan lupa menanyakan dan mencatat nomor telepon sumber yang paling
gampang dihubungi lagi. Mintalah juga kesediaannya untuk dihubungi kembali jika ada hal-
hal yang perlu dikonfirmasikan Selalu ingat waktu yang tersedia sangat terbatas, maka
gunakan seefektif mungkin untuk memperoleh tujuan wawancara. Jangan gunakan waktu
untuk hal-hal di luar tujuan wawancara. Selalu menjaga hubungan baik. Usahakan selalu
16
menghubunginya di lain waktu, meski hanya untuk sekedar menyapa, mengucapkan selamat
Hal yang dapat dilakukan setelah melakukan wawncara adalah dengan merangkum semua
Banyak diantara kita menggunakan mic menurut yang mereka inginkan tanpa memikirkan
resiko yang terjadi, beberapa kerugian bila kita kuran pas dalam memegang mic diantaranya
adalah suara yang keluar dari speaker akan berubah yang tidak sesuai dengan harapan kita
atau terjadinya feed back. Semua hal tersebut sebenarnya tidak terjadi bila kita mengetahui
cara memegang mic yang benar, Berikut adalah Teknik memegang mic dengan benar
17
1. Genggamlah mic anda dengan kuat tetapi tidak kaku, hal ini penting untuk menjaga
agar mic yang kita pegang tidak mudah terlepas dari genggaman apapun dan
2. Usahakanlah genggaman terletak hanya pada bagian antara leher mic sampai ujung
mic.
3. Janganlah memegang kepala mic karena bagian tersebut terdapat spull mic yang
sensitif.
4. Aturlah supaya mik tidak menutupi wajah misalnya dengan memegang mic agak
bawah.
5. Aturlah jarak mulut dengan mic sampai terdengar karakter suara kita dari speaker.
Jarak yang terlalu jauh dari mic akan memperkecil suara kita dan jarak yang terlalu
dekat akan membuat suara kita seperti dibekem (ditutup dengan tangan)cobalah
mengubah jarak mulut dengan mikrofon sampai mendapatkan suara yang kita
inginkan.
18
2.7 Pertanyaan Wawancara
Untuk meluaskan komentar dan pernyataan dari orang yang diwawancarai, wartawan dapat
spesifik dan rinci tentang sesuatu hal, harus diajukan pertanyaan tertutup (closedended).
komentar dan arah dari pemberi wawancara. Pertanyaan terbuka itu, misalnya, ―Bagaimana
pandangan Anda tentang tuduhan bahwa pabrik Anda mencemarkan lingkungan?‖ atau
―Mengapa Anda begitu yakin bahwa pabrik Anda tidak mencemarkan lingkungan?‖
Pertanyaan terbuka mengundang tanggapan yang lebih lengkap dari pemberi wawancara,
yang bisa memilih seberapa panjang dan bagaimana isi jawabannya. Pertanyaan terbuka ini
mengundang kerjasama dan partisipasi dari pemberi wawancara. Pemberi wawancara yang
jauh dengan sukarela. Jawaban pertanyaan terbuka, selain lebih spekulatif, juga akan
spesifik. Misalnya, ―Apakah Anda merasa gembira atau sedih dengan terungkapnya kasus
kebocoran limbah pabrik ini?‖ atau ―Berapa kali kebocoran tangki penyimpan limbah ini
sebuah pilihan atau harapan bagi kesimpulan yang bisa dikuantifikasikan (diukur secara
numerik). Pertanyaan tertutup dapat menghemat waktu karena lebih spesifik. Pertanyaan
19
semacam ini biasanya menghasilkan jawaban-jawaban pendek, lebih berjarak dari pemberi
wawancara, dan kurang memberi peluang partisipasi. Pertanyaan tertutup berguna untuk
memperoleh informasi faktual. Informasi presisi itu merupakan hasil dari pertanyaan yang
bisa dikuantifikasikan, yang dapat memberikan angka spesifik atau statistik yang otoritatif
dan dapat digunakan dalam penulisan. Pewawancara, yang membutuhkan anekdot untuk
tulisan tentang profil seseorang, akan lebih berhasil jika menggunakan pertanyaan-
pertanyaan terbuka. Wawancara memang akan berlangsung lebih lama, namun pemberi
wawancara akan merasa lebih percaya dan lebih bersedia memberikan anekdot khas dan
pengamatannya.
berita yang cepat atau untuk situasi di mana wartawan membutuhkan jawaban spesifik pada
periode waktu yang singkat. Pewawancara yang baik dapat mengkombinasikan pertanyaan-
pertanyaan terbuka dan tertutup, untuk membuat tulisan dengan rincian spesifik, tetapi juga
diwarnai oleh anekdot pemberi wawancara. Dari jenis-jenis pertanyaan itu pilihlah jenis
20
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wawancara adalah kegiatan tanya-jawab secara lisan untuk memperoleh informasi. Bentuk
informasi yang diperoleh dinyatakan dalam tulisan, atau direkam secara audio, visual, atau
audio visual. Wawancara merupakan kegiatan utama dalam kajian pengamatan. Pelaksanaan
wawancara dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Wawancara langsung dilakukan
dengan menemui secara langsung orang yang memiliki informasi yang dibutuhkan,
sedangkan wawancara tidak langsung dilakukan dengan menemui orang-orang lain yang
dipandang dapat memberikan keterangan mengenai keadaan orang yang diperlukan datanya.
Pertukaran informasi dan ide melalui tanya-jawab dimaksudkan untuk membentuk makna
dalam suatu topik tertentu. Wawancara digunakan dalam penelitian untuk mengatasi
kelemahan metode observasi dalam pengumpulan data. Informasi dari narasumber dapat
dikaji lebih mendalam dengan memberikan interpretasi terhadap situasi dan fenomena yang
terjadi. Sukses tidaknya wawancara selain ditentukan oleh sikap wartawan juga ditentukan
oleh perilaku, penampilan, dan sikap wartawan. Sehinga perlu diperhatikan berbagai Teknik
wawancara dengan begitu pewawancara dapat bersikap dengan baik dan akan mengundang
simpatik serta akan membuat suasana wawancara akan berlangsung akrab alias komunikatif.
Wawancara yang komunikatif dan hidup ikut ditentukan oleh penguasaan permasalahan dan
informasi seputar materi topik pembicaraan baik oleh nara sumber maupun wartawan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ahyar, Juni (2018). Penuntun Membuat Skripsi dan Menghadapi Presentasi Tanpa Stres
Biagi, Shirley (1986). Interviews That Works: A Practical Guide for Journalists. Belmont,
Gil, Generoso J. (1993). Wartawan Asia: Penuntun Mengenai Teknik Membuat Berita.
Mamik (2015). Metode Kualitatif (PDF). Sidoarjo: Zifatama Publishing. ISBN 978-602-
1662-65-6.
Mustari, M., dan Rahman, M. T. (2012). Pengantar Metode Penelitian (PDF). Yogyakarta:
Pakpahan, Roy (ed.) (1998). Penuntun Program Jurnalistik Terpadu Bagi Kalangan LSM.
Jakarta: INPI-Pact-SMPI.
Reddick, Randy, dan Elliot King (1996). Internet untuk Wartawan. Internet untuk Semua
Suaedi (2015). Penulisan Ilmiah (PDF). Bogor: IPB Press. ISBN 978-979-493-889-8.
http://www.detonesbyafgan.com/cara-memegang-mic-dengan-benar/
22