Anda di halaman 1dari 81

“MAL PRAKTEK”

yolanlaman@yahoo.com
Contoh kasus
 Salah satu contoh kasus malpraktek yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan adalah kasus “Kuret Ngatemi”.
 Dalam kasus “Kuret Ngatemi” ini, usus Ngatemi sebagai
korban putus sepanjang 10 cm dan kandungannya
menjadi “rusak”, sehingga mengakibatkan saluran
pembuangan Ngatemi terpaksa dipindahkan ke bagian
perutnya.
 Abdul Mutalib sebagai suami karena merasa dirugikan, ia
menggugat secara perdata terhadap dokter dan bidan dari
Rumah Sakit Bersalin “Kartini” yang menangani operasi
pembersihan kandungan (kuret) istrinya kepada
Pengadilan Negeri Belawan
 Namun sayangnya, pada kasus “Kuret Ngatemi”
tersebut tidak dilakukan penuntutan secara
pidana, akan tetapi hanya dilakukan gugatan
secara perdata.
 Padahal dalam kasus “Kuret Ngatemi” ini
seharusnya dilakukan penuntutan secara
pidana, karena akibat dari perbuatan dokter dan
bidan yang menangani operasi pembersihan
kandungan (kuret) Ngatemi ini mengakibatkan
Ngatemi sebagai korban menjadi cacat.
Pendahuluan
 Pengetahuan klien tentang keperawatan
semakin meningkat dan ekspektasi lebih tinggi
 Banyaknya tenaga-tenaga perawat non
profesional tj menjadi lebih besar
 Otonomi perawat dalam praktik semakin
bertambah
 Tuntutan hukum menuntut bekerja
berdasarkan standar
Miskonsepsi Masyarakat
 Layanan perawat harus menghasilkan
kesembuhan atau kesuksesan

 Setiap perawat harus selalu siap


berkorban melayani pasien

 Setiap layanan yang mengakibatkan


akibat buruk adalah malpraktik
Pelayanan bermutu : perawat profesional

 Pengeth mendalam dan sistematik


melalui latihan lama dan teliti
 Keterampilan tehnis dan kiat etika
profesi
 Yan/asuhan berpedoman pada
filsafat moral
Malpraktik Bentuk pelangaran terhadap
kaidah-kaidah profesi

 Malpraktik sangat terkait dengan profesi


karena memiliki keterampilan dan pendidikan.
 Kegagalan seorang profesional melakukan
sesuai dg.Standar profesi yang berlaku
 Status profesional dan standar pelayanan
profesional malpraktik
Melakukan yang seharusnya tidak boleh

 Malpraktik : Melakukan yang seharusnya tidak


boleh
 Tidak melakukan apa yang seharusnya
dilakukan atau melalaikan kewajibannya
(negligence)
 Istilah malpraktik adalah kesalahan yang
dilakukan oleh profesional dalam menjalankan
profesinya.
 Melanggar suatu ketentuan menurut atau
berdasarkan peraturan per-UU
 Di dalam setiap profesi termasuk profesi
tenaga kerja kesehatan berlaku norma etika
dan norma hukum.
 Oleh sebab itu timbul dugaan adanya
kesalahan praktek sudah seharusnya diukur
atau dilihat dari sudut pandang kedua norma
tersebut.
 Kesalahan dari pandang etika tersebut disebut
ethical malpractice dan dari sudut pandang
hukum disebut yuridical malpractice.

 Malpraktek atau malpraktek medik adalah


istilah yang sering digunakan orang untuk
tindak pidana yang dilakukan oleh orang-orang
yang berprofesi didalam dunia kesehatan atau
biasa disebut tenaga kesehatan
 Dalam profesi tenaga kesehatan berlaku norma
etika dan norma hukum, sehingga apabila ada
kesalahan praktek perlu dilihat domain apa yang
dilanggar.
 Karena antara etika dan hukum ada perbedaan
yang mendasar mengangkut substansi, otoritas,
tujuan dan sangsi, maka ukuran normatif yang
dipakai untuk menentukan adanya ethical
malpractice atau yuridical malpractice dengan
sendirinya juga berbeda.
Pengetian
 Menurut Jusuf Hanafiah, malpraktek
medik adalah kelalaian seorang dokter
untuk mempergunakan tingkat
keterampilan dan ilmu pengetahuan yang
lazim dipergunakan dalam mengobati
pasien atau orang yang terluka menurut
ukuran dilingkungan yang sama
 Sedangkan menurut Veronica, malpraktek
medik adalah kesalahan dalam
menjalankan profesi medis yang tidak
sesuai dengan standar profesi medis
dalam menjalankan profesinya
 Malpraktek merupakan istilah yang sangat
umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis.
 Secara harfiah “mal” mempunyai arti
“salah” sedangkan “praktek” mempunyai
arti “pelaksanaan” atau “tindakan” ,
 Sehingga malpraktek berarti “pelaksanaan
atau tndakan yang salah”.Meskipun arti
harfiahnya demikian tetapi kebanyakan
istilah tersebut digunakan untuk
menyatakan adanya tindakan yang salah
dalam rangka pelaksanan suatu profesi
 Sedangkan definisi malpraktek profesi
kesehatan adalah “kelalaian dari seorang
tenaga kesehatan untuk mempergunakan
tingkat kepandaian dan ilmu pengetahuan
dalam mengobati dan merawat pasien, yang
lazim dipergunakan terhadap pasien atau
orang yang terluka menurut ukuran di
lingkungan yang sama.
 ”( Valentin V. La Society de Bienfaisance
Mutuelle de Los Angelos, California, 1956 ).
Malpraktek medik menurut WMA ( Word
Medical Associations ) adalah adanya
kegagalan dokter untuk menerapkan standar
pelayanan terapi terhadap pasien , atau
kurangnya keahlian, mengabaikan perawatan
pasien, yang menjadi penyebab langsung
terhadap terjadinya cedera pada pasien
 Veronica menyatakan bahwa istilah
malparaktek berasal dari
“malpractice” yang pada hakekatnya
adalah kesalahan dalam
menjalankan profesi yang timbul
sebagai akibat adanya kewajiban-
kewajiban yang harus dilakukan oleh
dokter
 Hermien Hadiati menjelaskan malpractice secara
harfiah berarti bad practice, atau praktek buruk yang
berkaitan dengan praktek penerapan ilmu dan
teknologi medik dalam menjalankan profesi medik
yang mengandung ciri-ciri khusus.
 Karena malpraktek berkaitan dengan “how to practice
the medical science and technology”, yang sangat
erat hubungannya dengan sarana kesehatan atau
tempat melakukan praktek dan orang yang
melaksanakan praktek.
 Maka Hermien lebih cenderung untuk menggunakan
istilah “maltreatment”.
 Ngesti Lestari mengartikan malpraktek secara
harfiah sebagai “pelaksanaan atau tindakan yang
salah

 Amri Amir menjelaskan malpraktek medis


adalah tindakan yang salah oleh dokter pada
waktu menjalankan praktek, yang menyebabkan
kerusakan atau kerugian bagi kesehatan dan
kehidupan pasien, serta menggunakan
keahliannya untuk kepentingan pribadi.
Jenis-Jenis Malpraktek

1. Malpraktek Etik
2. Malpraktek Yuridis
1. Malpraktek Etik

 Yang dimaksud dengan malpraktek etik


adalah tenaga kesehatan melakukan tindakan
yang bertentangan dengan etika profesinya
sebagai tenaga kesehatan.
 Misalnya seorang Tenaga Kesehatan yang
melakukan tindakan yang bertentangan
dengan etika.
2. Malpraktek
Yuridis( Soedjatmiko

1. Malpraktek Pidana

2. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)

3. Malpraktek Administratif
1. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)

 Malpraktek perdata terjadi apabila terdapat hal-hal


yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi
perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi
terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau terjadinya
perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad),
sehingga menimbulkan kerugian kepada pasien.
Adapun isi daripada tidak dipenuhinya perjanjian
tersebut dapat berupa:

1. Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan


wajib dilakukan.
2. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya
wajib dilakukan, tetapi terlambat
melaksanakannya.
3. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya
wajib dilakukan, tetapi tidak sempurna dalam
pelaksanaan dan hasilnya.
4. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya
tidak seharusnya dilakukan
Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang
melanggar hukum haruslah memenuhi beberapa
syarat seperti
1. Harus ada perbuatan (baik berbuat maupun tidak
berbuat).
2. Perbuatan tersebut melanggar hukum (tertulis
ataupun tidak tertulis).
3. Ada kerugian
4. Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara
perbuatan melanggar hukum dengan kerugian yang
diderita.
5. Adanya kesalahan (schuld)
 Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti
rugi) karena kelalaian tenaga kesehatan, maka pasien harus
dapat membuktikan adanya empat unsur berikut:
a. Adanya suatu kewajiban tenaga kesehatan terhadap pasien.
b. Tenaga kesehatan telah melanggar standar pelayanan
medik yang lazim dipergunakan.
c. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat
dimintakan ganti ruginya.
d. Secara faktual kerugian itu diesbabkan oleh tindakan
dibawah standar.
2. Malpraktek Pidana

 Malpraktek pidana terjadi apabila pasien


meninggal dunia atau mengalami cacat akibat
tenaga kesehatan kurang hati-hati.
 Atau kurang cermat dalam melakukan upaya
perawatan terhadap pasien yang meninggal
dunia atau cacat
Malpraktek pidana ada tiga bentuk :

1.Malpraktek pidana karena


kesengajaan(intensional), misalnya
pada kasus aborsi tanpa insikasi
medis, tidak melakukan pertolongan
pada kasus gawat padahal diketahui
bahwa tidak ada orang lain yang bisa
menolong, serta memberikan surat
keterangan yang tidak benar.
2.Malpraktek pidana karena
kecerobohan (recklessness),
misalnya melakukan tindakan yang
tidak legal etis atau tidak sesuai
dengan standar profesi serta
melakukan tindakan tanpa disertai
persetujuan tindakan medis.
3.Malpraktek pidana karena
kealpaan (negligence), misalnya
terjadi cacat atau kematian pada
pasien sebagai akibat tindakan
tenaga kesehatan yang kurang
hati-hati.
3. Malpraktek Administratif
 Malpraktek administrastif terjadi apabila tenaga
kesehatan melakukan pelanggaran terhadap
hukum administrasi negara yang berlaku,
misalnya
 menjalankan praktek tenaga kesehatan tanpa lisensi
atau izin praktek,
 melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan lisensi
 izinnya menjalankan praktek dengan izin yang sudah
kadaluarsa,
 dan menjalankan praktek tanpa membuat catatan
medik.
Teori-Teori Malpraktek
 Ada tiga teori yang menyebutkan
sumber dari perbuatan malpraktek
yaitu:
1. Teori Pelanggaran Kontrak
2. Teori Perbuatan Yang Disengaja
3. Teori Kelalaian
1.Teori Pelanggaran Kontrak

 Teori pertama yang mengatakan bahwa sumber


perbuatan malpraktek adalah karena terjadinya
pelanggaran kontrak.
 Ini berprinsip bahwa secara hukum seorang
tenaga kesehatan tidak mempunyai kewajiban
merawat seseorang bilamana diantara keduanya
tidak terdapat suatu hubungan kontrak antara
tenaga kesehatan dengan pasien.
 Hubungan antara tenaga kesehatan dengan
pasien baru terjadi apabila telah terjadi kontrak
diantara kedua belah pihak tersebut.
2, Teori Perbuatan Yang Disengaja
 Teori kedua yang dapat digunakan oleh pasien
sebagai dasar untuk menggugat tenaga
kesehatan karena perbuatan malpraktek
adalah kesalahan yang dibuat dengan sengaja
(intentional tort), yang mengakibatkan
seseorang secara fisik mengalami cedera
(asssult and battery)
3. Teori Kelalaian
 Teori ketiga menyebutkan bahwa sumber
perbuatan malpraktek adalah kelalaian
(negligence).
 Kelalaian yang menyebabkan sumber perbuatan
yang dikategorikan dalam malpraktek ini harus
dapat dibuktikan adanya, selain itu kelalaian yang
dimaksud harus termasuk dalam kategori kelalaian
yang berat (culpa lata).
 Untuk membuktikan hal yang demikian ini tentu
saja bukan merupakan tugas yang mudah bagi
aparat penegak hukum.
Pembuktian Malpraktek Di
Bidang Pelayanan Kesehatan

yolanlaman@yahoo.com
1. Cara Langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai
tolak ukur adanya 4 D yakni :
1. Duty ( kewajiban )
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan
dengan tenaga pasien,tenaga perawat seharuslah
bertindak berdasarkan :
 Adanya indikasi medis
 Bertindak secara hati – hati dan teliti
 Berkerja sesuai standar profesi
 Sudah ada informed consent
2. Dereliction of Duty ( penyimpangan dari kewajiban )

Jika seorang tenaga perawatan melakukan


asuhan keperawatan menyimpang dari apa
yang seharusnya atau tidak melakukan pada
yang seharusnya dilakukan menurut standar
profesinya, maka tenaga perawatan tesebut
dapat dipersalahkan.
3. Direct Causation ( penyebab langsung )
4. Damage ( kerugian )

Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah


ada hubungan kausal ( langsung ) antara penyebab
( causal ) kerugian (damage ) yang diderita oleh
karenanya dan tidak ada peristiwa atau tindakan cela
di antaranya, dan hal ini haruslah dibuktikan dengan
jelas. Hasil ( outcome ) negative tidak dapat sebagai
dasar menyalahkan tenaga perawatan. Sebagai
adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka
pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus
diberikan oleh si penggugat ( pasien ).
2. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian
yang mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan
fakta – fakta yang diderita olehnya sebagai hasil
layanan perawatan (doktrin res ipsa loquiter ).
Doktrin res ipsa loquiter dapat diterapkan apabila
fakta – fakta yang ada mememuhi criteria ;
 Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga
perawat tidak lalai
 Fakta ini terjadi memang berada dalam tanggung
jawab tenaga perawatan
 Fakta ini terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien
dengan perkataan lain tidak ada contributory
negligence
Misalnya ada kasus saat tenaga perawatan akan
mengganti/memperbaiki kedudukan jarum infus
pasien bayi, saat mengunting perban ikut terpotong
jari pasien tersebut.
Tanggung jawab hukum
Tidak semua upaya kesehatan selalu dapat
memberikan kepuasan kepada pasien baik berupa
kecacatan atau kematian.Malapetaka ini tidak dapat
dihindari sama sekali. Apakah malapeteka tersebut
merupakan akibat kesalahan perawat atau
merupakan risiko tindakan. Siapa yang
bertanggung gugat apabila kerugian tersebut
merupakan akibat kelalaian tenaga perawatan.
Di dalam transaksi terputik ada beberapa macam tanggung
gugat, antara lain :

a. Tanggung gugat timbul sebagai akibat tidak


dipenuhinya kewajiban dan hubungan
kontraktual yang sudah disepakati.
b. Vicarius liability atau respondeat superior
ialah tanggung gugat yang timbul atas kesalahan
yang dibuat oleh tenaga kesehatan yang ada
dalam tanggung jawabnya ( sub ordinate ).
c. Liability in tort ialah tanggung gugat atas perbuatan
melawan hukum.Perbuatan melawan hukum tidak
terbatas hanya perbuatan yang melawan hokum,
kewajiban hukum baik terhadap diri sendiri maupun
terhadap orang lain,akan tetapi termasuk juga yang
berlawanan dengan kesusilaan atau berlawanan dengan
ketelitian yang patut yang
dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain
benda orang lain ( Hogeraad 31 Januari 1919).
Upaya Pencegahan dan Menghadapi
Tuntutan Malpraktek
yolanlaman@yahoo.com
a. Upaya pencegahan malpraktek dalam pelayanan
kesehatan

Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk


menggugat tenaga perawatan karena adanya
malpraktek diharapkan para perawat dalam
menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati,
yakni :
 Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan
keberhasilan upayanya, karena perjanjian berbentuk
daya upaya ( inspaning verbintenis ) bukan perjanjian
akan berhasil ( resultaat verbintenis ).
 Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan
informed consent.
 Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam
rekam medis.
 Apabila terjadi keragu – raguan, konsultasikan
kepada senior atau dokter
 Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan
memperhatikan segala kebutuhannya.
 Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien,
warga dan masyarakat sekitarnya.
b. Upaya menghadapi tuntutan hukum

 Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada


pasien yang tidak memuaskan sehingga perawat
mengahadapi tuntutan hukum, maka tenaga
perawatan seharusnyalah bersifat pasif dan pasien
dan keluarganyalah yang aktif membuktikan
kelalaian perawat.
Apabila tuduan kepada perawat merupakan criminal
malpractice, maka tenaga perawatan dapat melakukan :

a) Informal devence dengan mengajukan bukti untuk


menangkis atau menyangkal bahwa tuduan yang
diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktri
– doktrin yang ada.
b) formal / legal devence, yakni melakukan pembelaan
dengan mengajukan atau menunjuk pada doktrin –
doktrin hokum, yakni dengan menyangkal tuntutan
dengan cara menolak unsur – unsur pertanggung
jawaban atau melakukan pembelaan diri untuk
membebaskan diri dari pertanggung jawaban, dngan
mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah
pengaruh daya paksa.
NEGLECTED (KELALAIAN)

yolanlaman@yahoo.com
NEGLECTED (KELALAIAN)
 Kelalaian adalah melakukan sesuatu di bawah
standar yang ditetapkan oleh aturan/hukum
guna melindungi orang lain yang bertantangan
dengan tindakan-tindakan yang tidak
beralasan dan berisiko melakukan kesalahan
(Keeton, 1984 dalam Leahy dan Kizilay,
1998).
 Menurut Hanafia dan Amir (1999) kelalaian adalah sikap
yang kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan sesuatu yang
seharusnya seseorang melakukan dengan sikap hati-hati
dan wajar, atau sebaliknya melakukan sesuatu yang
dengan sikap hati-hati , tetapi tidak dilakukannya, dalam
situasi tersebut.
 Guwandi (1994) mengatakan bahwa kelalaian adalah
kegagalan untuk bersikap hati-hati yang pada umumnya
wajar dilakukan seseorang dengan hati-hati dalam
keadaan tersebut.
 Dari pengertian di atas, dapat diartikan
bahwa kelalaian bersifat ketidaksengajaan,
kurang teliti, kurang hati-hati, acuh tak acuh,
sembrono, tidak peduli terhadap
kepentinggan orang lain, tetapi akibat yang
di timbulkan bukanlah tujuannya.
 Kelalaian bukanlah suatu pelangaran hukum
atau kejahatan jika kelalaian itu tidak sampai
membawa kerugian atau cedera kepada orang
lain dan orang itu dapat menerimanya (Hanafi
dan Amir, 1999).
 Namun, jika kelalaian itu mengakibatkan
kerugian materi, mencelakakan bahkan
merenggut nyawa orang lain, ini diklasifikasikan
sebagai kalalaian berat (culpa lata), serius, dan
kriminal .
TANGGUNGGUGATAN

 Tanggung gugat dapat diartikan sebagai bentuk partisipasi


perawat dalam membuat suatu keputusan dan belajar dengan
keputusan itu terhadap konsekuensi-konsekuensinya.
 Perawat hendaknya memiliki tanggung gugat artinya bila ada
pihak yang menggugat ia menyatakan siap dan berani
menghadapinya.
 Terutama yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan profesinya.
Perawat harus mampu untuk menjelaskan kegiatan atau
tindakan yang dilakukannya.
 Tanggung gugat berarti dapat
memberikan alasan atas
tindakannya.
 Seorang perawat bertanggung gugat

atas dirinya sendiri, pasien, profesi,


atasan dan masyarakat.
 Jika dosis medikasi salah diberikan, perawat
bertanggung gugat pada pasien yang
menerima medikasi tersebut, dokter yang
memprogramkan tindakkan, perawat yang
menetapkan standar perilaku yang
diharapkan, serta masyarakat, yang
semuanya menghendaki perilaku profesional.
 Untuk dapat melakukan tanggung gugat,
perawat harus bertindak menurut kode etik
profesional.
Jika suatu kesalahan terjadi, perawat
melaporkannya dan memulai
perawatan untuk mencegah trauma
lebih lanjut.
 Tanggung gugat memicu evaluasi

efektifitas perawat dalam praktik


Tanggung gugat profesional memiliki tujuan sebagai berikut :

1. Untuk mengevaluasi praktisi professional baru


dan mengkaji ulang yang telah ada.
2. Untuk mempertahankan standar perawatan
kesehatan .
3. Untuk memudahkan refleksi pribadi, pemikiran
etis, dan pertumbuhan pribadi pada pihak
profesional perawatan kesehatan .
4. Untuk memberikan dasar pengambilan keputusan
etis.
PERTANGGUNGJAWABAN
 Tanggung jawab (responsibility) merupakan
penerapan ketentuan hukum (eksekusi)
terhadap tugas-tugas yang berhubungan
dengan peran tertentu dari perawat, agar
tetap kompoten dalam pengetahuan, sikap
dan bekerja sesuai kode etik.
 Dalam melakukan pelayanan terhadap
pasien, maka perawat harus sesuai dengan
peran dan kompotensinya.
 Diluar peran dan kompetensinya bukan
menjadi tanggung jawab perawat.
 Tanggung jawab perawat ditunjukan
dengan cara siap menerima hukuman
(punishment) secara hukum kalau
perawat terbukti bersalah atau melanggar
hukum.
Menurut Yosep, tanggung jawab merupakan
keharusan seseorang sebagai makhluk rasional
dan tidak mengelak serta memberikan penjalasan
tentang perbuatanya, secara retrosfektif atau
prosfektif. Tanggung jawab sebagai kesiapan
memberikan jawaban atas tindakan-tindakan yang
sudah dilakukan perawat pada masa lalu atau
tindakan yang berakibat di masa yang akan
datang.
 Misalnya : bila perawat dengan sengaja
memasang alat kontrasepsi tanpa persetujuan
pasien maka akan berdampak pada masa
depan pasien.
 Pasien tidak akan punya keturunan padahal

memiliki keturunan adalah hak semua manusia.


 Perawat secara retrospektif harus bisa
mempertanggungjawabkan meskipun tindakan
perawat tersebut dianggap benar menurut
pertimbangan medis.
 Sedangkan menurut Kozier(1955),
tanggung jawab perawat berarti keadaaan
yang dapat dipercaya dan terpecaya.
 Sebutan ini menunjukan bahwa perawat

profesional menampilkan kinerja secara


hati-hati, teliti dan kegiatan perawat
dilaporkan secara jujur.
Tanggung jawab perawat diidentifikasi menjadi
tiga, yaitu :

1. Responsibility to God (tanggung jawab


utama terhadap Tuhan).
2. Responsibility to Client and society
(tanggung jawab terhadap pasien dan
masyarakat).
3. Responsibility to Colleague and
supervisor (tanggung jawab terhadap
rekan sejawat dan atasan)
 Tanggung jawab merupakan aspek
penting dalam etika perawat.
 Tanggung jawab adalah kesediaan
seseorang untuk menyiapkan diri dalam
menghadapi resiko terburuk sekalipun,
memberikan kompensasi atau informasi
terhadap apa-apa yang sudah
dilakukannya dalam melaksanakan tugas
 Tanggung jawab seringkali bersifat
retrosfektif, artinya selalu berorientasi
pada perilaku perawat di masa lalu
atau sesuatu yang sudah dilakukan.
 Tanggung jawab perawat terhadap

pasien berfokus pada apa-apa yang


sudah dilakukan perawat terhadap
pasiennya
Contoh bentuk tanggung jawab perawat :

 mengenal kondisi pasiennya


 memberikan perawatan

 tanggung jawab dalam mendokumentasikan

 bertanggung jawab dalam menjaga


keselamatan pasien,
 Jumlah pasien yang sesuai dengan catatan

dan pengawasannya,
 dll
 Tanggung jawab perawat erat kaitannya
dengan tugas-tugas perawat.
 Tugas perawat secara umum adalah

memenuhi kebutuhan dasar.


 Peran penting perawat adalah
memberikan pelayanan perawatan (care)
atau memberikan perawatan (caring).
 Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab
perawat terhadap rekan sejawat atau atasan. Diantaranya
adalah sebagai berikut :
1. Membuat pencatatan yang lengkap (pendokumentasian)
tentang kapan melakukan tindakkan keperawatan, berapa
kali, di mana, dengan cara apa dan siapa yang melakukan.
2. Mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain
yang belum mampu atau belum mahir melakukannya.
3. Memberikan teguran bila rekan sejawat melakukan
kesalahan atau menyalahi standar.
4. Memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus
yang dialami klien.
 Tangung jawab dalam pelayanan
kesehatan dapat dibagi menjadi
tiga yaitu
1. Tanggung jawab perdata,

2. Tanggung jawab pidana, dan

3. Tanggung jawab administratif.


1. Tanggung jawab perdata
 Dalam transaksi terapeutik, posisi tenaga kesehatan dengan
pasien adalah sederajat.
 Dengan posisi yang demikian ini hukum menepatkan
keduanya memiliki tanggung gugat hukum.
 Gugatan untuk meminta pertanggungjawaban kepada tenaga
kesehatan bersumber kepada dua dasar hukum yaitu :
1. berdasarkan pada wanprestasi (contractual liability)
sebagaimana diatur dalam pasal 1239 KUH perdata.
2. berdasarkan perbuatan melanggar hukum
(onrechmatigedaad) sesuai dengan ketentuan pasal 1356
KUH perdata.
 Wanprestasi dalam pelayanan kesehatan baru
terjadi bila terpenuhinya unsur-unsur berikut ini :
1. Hubungan antara tenaga kesehatan dengan pasien
terjadi berdasar kontrak terapeutik.
2. Tenaga kesehatan telah memberikan pelayanan
kesehatan yang tidak patut dan menyalahi tujuan
kontrak terapeutik.
3. Pasien menderita kerugian akibat tindakan tenaga
kesehatan yang bersangkutan.
Kriteria perbuatan melanggar hukum :

1. Perbuatan itu bertentangan dengan kewajiban


hukum si pelaku.
2. Perbuatan itu melanggar hak orang lain.
3. Perbuatan itu melanggar kaidah tata susila.

Perbuatan itu bertentangan dengan asas kepatutan,


ketelitian serta sikap hati-hati yang seharusnya
dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan
sesama warga masyarakat atau terhadap harta
benda orang lain.
 Dalam kaitannya dengan pelayanan
kesehatan, bila pasien atau
keluarganya mengaggap tenaga
kesehatan telah melakukan perbuatan
melanggar hukum maka dapat
mengajukan tuntutan ganti rugi menurut
ketetuan pasal 58 Undang-undang
no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Pasal 58
1. Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara
kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan
atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang
diterimanya.
2. Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
3. Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Tanggung jawab pidana
 Hukum pidana menganut asas tiada pidana tanpa
kesalahan. Dalam pasal 2 KUHP disebutkan, “
 Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan suatu delik di Indonesia”.
 Perumusan pasal ini menentukan bahwa setiap
orang yang berada di dalam wilayah hukum
Indonesia dapat dimintakan pertanggungjawaban
pidana atas kesalahan yang dibuatnya.
3. Tanggung jawab administratif
 Pada pasal 188 UU No. 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan menyatakan bahwa Menteri dapat
mengambil tindakkan administratif terhadap
tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan
kesehatan yang melanggar ketentuan sesuai
yang diatur dalam Undang-undang ini.
 Tindakkan administratif dapat berupa
peringatan secara tertulis dan pencabutan izin
sementara atau izin tetap.
Pasal 188
1. Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga
kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar
ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
2. Menteri dapat mendelegasikan kewenangan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) kepada lembaga pemerintah


nonkementerian, kepala dinas provinsi, atau kabupaten/kota
yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan.
3. Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dapat berupa:
a. peringatan secara tertulis;
b. pencabutan izin sementara atau izin tetap.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilan tindakan

administratif sebagaimana dimaksud pasal ini diatur oleh Menteri.


TERIMA
KASIH
yolanlaman@yahoo.com

Anda mungkin juga menyukai