Anda di halaman 1dari 29

KUALIFIKASI

Kuliah keempat
Dr. B. Resti Nurhayati, SH.,MHum.
Kualifikasi

Kualifikasi adalah suatu sistem


penggolongan peristiwa atau
hubungan hukum ke dalam
sistem kaedah-kaedah HPI dan
hukum materiil.
Ada beberapa istilah lain untuk
kualifikasi, seperti:
Qualification (Perancis)
Qualification/Characterisierung
(Jerman)
Classification/Characterization
(Inggris)
Qualificatie (Belanda)
Kualifikasi HPI lebih rumit krn:

1. Berbagai sistem hukum memberi arti


berlainan pada istilah-istilah hukum yang
sama.
Misalnya : “domicilie”
2. Sistem hukum yang satu mengenal lembaga
hukum yang tidak dikenal oleh sistem hukum
yang lain.
Misalnya : “trust”  Hukum Inggris
perjanjian “kempitan” atau “ijon”
Adopsi orang dewasa  dlm hk Adat Batak
dan Bali.
3. Sistem-sistem hukum yang berbeda
memberi penyelesaian hukum yang
berbeda pula untuk kumpulan fakta
yang sama.
Misalnya :
Di Inggris, org yg menyalahi janji untuk
mengawini wanita harus membayar
ganti rugi berdasarkan wanprestasi.
Sedangkan di Perancis, dapat mrpk
tindak pidana
Dua macam kualifikasi HPI :

1. Kualifikasi Fakta (classification of facts)


adl penggolongan terhadap sekumpulan fakta menjadi
satu atau lebih peristiwa hukum, berdasarkan “kategori
hukum” dari sistem hukum yang dianggap seharusnya
berlaku (the appropriate legal norm).
2. Kualifikasi Hukum (classification of law)
adl penggolongan seluruh kaidah hukum ke dalam
pengelompokan / kategori hukum tertentu yang telah
ditetapkan sebelumnya.
Contoh :
Hukum Waris, Hukum Benda, Hukum Perjanjian
Proses kualifikasi fakta mencakup
langkah-langkah:

1. Kualifikasi sekumpulan fakta dlm


perkara ke dalam kategori-kategori
yuridik yang dikenal dalam lex fori.
Contoh : dalam ’perjanjian’ dikenal
’wanprestasi’
2. Kualifikasi sekumpulan fakta ke dalam
kaidah/ketentuan hukum yang
seharusnya diberlakukan.
Bbrp teori Kualifikasi :
1. Kualifikasi berdasarkan lex fori
2. Kualifikasi berdasarkan lex causae
3. Kualifikasi secara bertahap
4. Kualifikasi analitik/otonom
5. Kualifikasi Hk Perdata Internasional
1. Kualifikasi Lex Fori
 Tokoh: Franz Khan, Bartin
 Kualifikasi dilakukan menurut hukum
materiil Hakim yang mengadili perkara tsb.
Pengertian2 hukum yg ditemukan dalam
perkara HPI dikualifikasikan mnrt sistem
hukum negara sang hakim.
 Sisi positif: kaidah2 lex fori paling dikenal
oleh hakim, shg perkara lebih mudah
diselesaikan.
 Kelemahan: dapat menimbulkan
ketidakadilan karena kualifikasi tdk selalu
sesuai dg sistem hk asing.
Contoh: kasus Ogden vs Ogden

 A. usia 19 th, WN Prancis, domisili di


Perancis.
 A menikah dg B (WN Inggris), pernikahan di
Inggris.
 A menikah tanpa ijin ortu (bertentangan dg
Ps 148 CC Prancis)
 A mengajukan pembatalan perkawinan 
pembatalan diajukan di Perancis dg alasan
perkaw tanpa ijin.
 Di Perancis:
 Perancis (pada waktu itu) menggunakan
Kualifikasi Lex Fori.
 Code Civil Perancis:
 ijin dr ortu mrpk syarat esensiil.
 Maka Hakim Perancis menganggap bahwa
perkawinan antara A dan B tidak memenuhi
ketentuan Code Civil Perancis, oleh karena itu
Hakim Perancis mengabulkan permohonan tsb.
 B kemudian menikah lagi dg C (suami ke-2)
 Melihat bahwa B sebenarnya masih terikat
perkawinan dg A (karena berdasarkan hk
Inggris perkawinan A dan B belum
dibubarkan) maka C mengajukan
permohonan pembatalan perkawinan dg B,
dg alasan ada poligami.
 Permohonan diajukan di Inggris.
 Titik taut menunjuk pada hukum Inggris
(lex loci celebrationis), dan juga menunjuk
pd hukum Perancis.
 Hakim Inggris
 HPI Inggris :
 Persyaratan esensial perkawinan termasuk
kemampuan hukum seorang pria untuk
menikah (legal capacity to marry) harus
ditentukan berdasarkan lex domicilii
(Perancis) persyaratan essensial perkaw
(legal capacity)  lex domicilii.
 Persyaratan formal diatur berdasarkan lex
loci celebrations (dhi Hk Inggris).
 Berdasarkan Hk Inggris,
 Perkawinan A dan B dianggap tetap sah,
sebab ijin ortu berdasar hk Inggris (ini
menunjukkan bahwa Hk Inggris memakai
kualifikasi lex fori) dianggap sebagai
persyatan formal.
 Perkawinan antara B dan C dianggap
tidak sah (karena dianggap poliandri)
dan dinyatakan batal.
Ad.2. Kualifikasi lex causae :
 Tokoh: Despagnet, Martin Wolff,
G.C.Cheshire.
 Kualifikasi harus dilakukan sesuai
dengan sistem dan ukuran dari
keseluruhan hukum yang terkait
dengan perkara.
 Kualifikasi didasarkan pd hukum yg
seharusnya diberlakukan.
Contoh kasus
• Nicols vs Nicols (1900)
• S-I WN Perancis
• Th 1854 Menikah di Perancis tanpa perj
kawin
• Mereka pindah ke Inggris, suami meninggal
di Inggris dg testamen yg mengabaikan hak
istri atas harta perkawinan.
• Istri menggugat hak atas harta bersama
• Lex fori : Inggris
Penyelesaian

• HK INGGRIS :
• Hak milik atas harta bergerak S-I hrs diatur
dg kontrak (tegas/diam2)
• Bila kontrak tdk ada maka yg berlaku : Lex
loci celebrationis.
• HK P’CIS :
• Harta perkawinan mjd harta bersama bila
tdk ada perj scr tegas.
Penyelesaian :

1. Hakim Inggris mengkualifikasikan


masalah ini sbg masalah pewarisan, krn
tdk ada kontrak ttg harta bersama.
Oleh karena itu  hk Perancis
2. Hakim Inggris menganggap lembaga
“persatuan bulat harta kek perkawinan”
adl kontrak diam2 / implied contract
3. Harta perkawinan itu adl harta bersama;
4. Walaupun tdk ada kontrak ttg harta
bersama, ttp krn harta kekayaan itu
harta bersama  mk dianggap kontrak
diam2.

Putusan dlm perkara tsb:


1. Testamen suami tsb dianggap batal;
2. S  berhak atas ½
3. I  berhak atas ½
Ad.3. Kualifikasi Bertahap

1. Qualifikation ersten Grades


kualifikasi dilakukan menurut lex fori
untuk menemukan lex cause.
2. Qualifikation zweiten Grades
Apabila lex cause sudah ditemukan
maka barulah dilakukan kualifikasi
tahap kedua, yakni kualifikasi yang
dilakukan menurut lex cause.
Contoh kasus:
• Seseorang meninggal dunia dg meninggalkan
harta bergerak maupun tdk bergerak di
berbagai negara
• Ia/pewaris WN Swiss
• Domisili terakhir di Inggris,
• Meninggal di Inggris
• Lex fori : Swiss
• Kaidah HPI Swiss -- > Warisan --> domisili
terakhir
 berdasar hk mana?
 Kaidah HPI Inggris :
 Benda tetap  berlaku lex rei sitae
 Bendabergerak  mengikuti
kewarganegaraan.
Analisis

• Tahap I : u menemukan lex causae


• Hk Swiss ------------------ Hk Inggris
• - warisan

• Tahap II :
• Hk Inggris ----------- Hk inggris
• B tetap : lex rei sitae – tgt tempat/letak
• Bb : ke-wn-an (Swiss)
Kualifikasi tahap pertama

 Hakim Swiss mendasarkan pd Hk Swiss


menentukan kategori hukum dr
sekumpulan fakta.  kualif lex fori
 Bila masalah tsb dikategorikan sbg
Pewarisan  cari kaidah HPI lex fori yg
untk mntk lex causae dlm proses
pewarisan tsb.
 Kaidah HPI Swiss mntk : pewarisan
diatur oleh hk dr tempat tinggal
terakhir pewaris tanpa membedakan
benda bergerak/tdk bergerak

T-1 : Hk Swiss - Hk Inggris


T-2 : Hk Inggris  Hk Inggris & Hk ngr -3
Tahap 2
 Dg mendasarkan diri pd kaedah hk
Inggris (lex causae) hakim menetapkan
bagian mana termasuk BB & BTB 
dlkk mnrt lex causae;
 Setelah itu berdasar kaidah HPI Inggris
hakim menetapkan hukum apa yg
harus digunakan.
- BB : domisili terakhir
- BTB : lex rei sitae
Ad.4. Kualifikasi
Otonom/mandiri
• Tokoh : Rabel dan Beckett
• Kualifikasi terhadap sekumpulan fakta
harus dilakukan secara terlepas dari
kaitannya terhadap suatu sistem hukum
nasional tertentu.
• Setiap kaedah hukum harus dibandingkan
dengan kaedah-kaedah hukum yang
serupa dari semua sistem-sistem hukum
yang dikenal, dengan maksud agar
tercipta satu macam kualifikasi bagi
hukum internasional yang universal dan
berlaku dimana-mana.
Ad.5. Kualifikasi HPI

 Setiap kaidah HPI harus dianggap memiliki


suatu tujuan tertentu yang hendak dicapai.
 Adapun tujuan yang hendak dicapai
tersebut:
1. Kepentingan para pihak;
2. Kepentingan pergaulan dan lalu lintas
internasional;
3. Ketertiban dan kepastian hukum;
4. Perasaan keadilan dalam masyarakat.
Kualifikasi masalah
substansial & prosedural

 Masalahsubstansial : dijamin oleh


kaidah hk objektif (materiil)
 Masalah prosedural : berkenaan dg
upaya remedies (hk acara ) diatur
oleh lex fori

Anda mungkin juga menyukai