GAYATRI B. PATEL, MDA , ROBERT C. KERN, MDB , JONATHAN A. BERNSTEIN, MDC , PARK HAE-SIM, MD, PHDD , AND ANJU T. PETERS, MD, MSCI
Imanuel Reynitho Patty
NIM. 2015-83-017
Pembimbing : dr. Rodrigo Limmon, Sp. THT-KL., M. Kes
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON Preview: Jurnal Review Tatalaksana PENDAHULUAN • Chronic rhinitis (CR) dan chronic rhinosinutis (CRS) merupakan inflamasi yang sering pada saluaran pernapasan atas. • Sering terjadi bersamaan, berdampak negatif pada kualitas hidup, dan terkait dengan perawatan kesehatan yang signifikan serta beban ekonomi bagi masyarakat. • Alergi rhinitis (AR) dan non alergi rhinitis (NAR) adalah komorbiditas penting untuk perawatan kembali di rumah sakit selama 30 hari pada pasien asma atau penyakit paru obstruktif kronik sehingga pentingnya diagnosis dan pengobatan yang benar CR. • Artikel ini mengulas kemajuan dalam pengobatan CR dan CRS. • CR diklasifikasikan sebagai AR yang bersifat musiman (rinitis alergi musiman [SAR]), perenial (rinitis alergi perenial [PAR]), terlokalisasi (rinitis alergi lokal [LAR]), campuran (rinitis campuran [MR]), atau NAR.
CRONIC • Satu survei melaporkan bahwa AR, NAR, dan MR
masing-masing terdiri dari 43%, 23%, dan 34%, dari RHINITIS (CR) pasien CR dalam praktik alergi/ imunologi. • Pasien dengan NAR dan AR sering menunjukkan gejala yang serupa. Namun, pasien dengan NAR sering mengalami gejala di kemudian hari, tidak memiliki riwayat atopik keluarga atau gejala musiman atau masalah di sekitar hewan peliharaan berbulu, dan tidak mengalami gejala di sekitar iritan seperti parfum dan wewangian. • Bentuk NAR yang paling umum adalah rinitis vasomotor. FARMAKOTERAPI • Pilihan pengobatan untuk AR adalah menghindari alergen, larutan saline hidung, farmakoterapi, dan imunoterapi alergen. • Menghindari alergen adalah terapi tambahan yang penting tetapi seringkali sulit dicapai. • Antihistamin oral generasi kedua (AHs) dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk SAR dan PAR ringan. • Intranasal AHs juga direkomendasikan untuk AR dan NAR ringan. • Intranasal corticosteroid (INCS) dianggap sebagai pengobatan lini pertama untuk AR sedang hingga berat dan lebih unggul dari AH oral atau antagonis reseptor leukotrien. FARMAKOTERAPI • Terapi INCS kombinasi dengan azelastine dan flutikason intranasal lebih efektif daripada monoterapi saja dan disetujui untuk SAR dan PAR sedang hingga berat. • Montelukast antagonis reseptor leukotrien disetujui untuk pengobatan SAR dan PAR, terutama pasien dengan asma ringan. • Sebagai pengobatan tambahan, irigasi saline bermanfaat dalam pengobatan AR berdasarkan metaanalisis 2018. • Ipratropium bromida intranasal 0,03% disetujui untuk pengobatan rinore terkait dengan PAR, SAR, dan NAR, sedangkan konsentrasi 0,06% yang lebih tinggi disetujui untuk pengobatan rinore yang terkait dengan flu biasa. FARMAKOTERAPI • Penggunaan semprotan dekongestan intranasal 3 sampai 5 hari tidak dianjurkan karena kekhawatiran tersumbatnya hidung kembali (rhinitis medicamentosa). • Namun, penelitian menunjukkan bahwa dapat digunakan dengan aman dengan kombinasi INCS untuk pasien dewasa dan remaja. • Percobaan acak tersamar ganda mengevaluasi dekongestan intranasal dengan kombinasi INCS selama 6 minggu dan menemukan bahwa kombinasi ini efektif dan aman tanpa bukti rinitis medikamentosa. • Imunoterapi alergen adalah satu-satunya terapi kuratif potensial untuk SAR dan/ atau PAR. • CRS adalah penyakit inflamasi pada sinus paranasal yang berlangsung setidaknya selama 12 minggu dan mempengaruhi 6% hingga 12% pasien di dunia Barat. • Diklasifikasikan sebagai CRS dengan polip hidung CRONIC (CRSwNP) dan CRS tanpa polip hidung (CRSsNP). RHINOSINUSITIS • CRS adalah penyakit heterogen dan ditandai dengan (CRS) inflamasi tipe 2 (IL-5 dan IL-13), tetapi subset pasien menunjukkan inflamasi tipe 1 (IFN-g) dan tipe 3 (IL-17A ). • Kontribusi inflamasi tipe 1 dan tipe 3 untuk CRS masih belum dipahami. • Sekitar 85% pasien dengan CRSwNP dan 50% pasien dengan CRSsNP dari Amerika Serikat menunjukkan inflamasi tipe 2, yang menjelaskan keefektifan kortikosteroid untuk CRS dan manfaat potensial dari terapi biologis target tipe 2. Opsi pemakaian kortikosteroid untuk tatalaksana CRSwNP • Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan CRS Intranasal didukung oleh bukti tingkat tinggi, dengan bukti yang Corticosteroid (INCS) sangat kuat untuk CRSwNP. • Secara mekanis, kortikosteroid efektif dalam menekan inflamasi tipe 2 yang khas pada CRS termasuk eosinofil, sel limfoid, dan sel TH2. • Masalah yang sering dihadapi dengan INCS, adalah manfaat parsial atau kurangnya manfaat karena alat semprot volume rendah (botol spray) biasanya tidak menyemprotkan cairan yang menembus sinus secara efektif, termasuk ethmoids, yang merupakan organ target pada kebanyakan kasus CRS. • Bukti menyarankan penggunaan perangkat bervolume besar (mis., Irigasi hidung) atau setidaknya mempertimbangkan mengubah posisi kepala untuk memaksimalkan penetrasi perangkat volume rendah. • Implan sinus yang dapat diserap, yang menggunakan Implan Sinus kortikosteroid, dikembangkan untuk meningkatkan Bioabsorble pengiriman obat ke sinus. • Implan ditempatkan di rongga sinus, memungkinkan semua obat dikirim ke organ target. • Produk generasi pertama (Propel; Intersect THT, Menlo Park, Calif) dirancang untuk digunakan segera setelah operasi, implan ini ditempatkan di rongga ethmoid dan frontal yang dioperasi dan melepaskan obat selama sekitar 30 hari. • Implan generasi kedua memiliki platform polimer yang serupa, meskipun lebih tebal. Perangkat ini mengandung kortikosteroid elusi 3 kali lebih banyak selama 90 hari. • Disetujui FDA untuk orang dewasa berusia 18 tahun atau lebih dengan CRSwNP atau CRSsNP setelah operasi sinus ethmoid atau frontal dan polip hidung berulang. • Teknik pengiriman menggunakan pernafasan dengan Exhalation Delivery langit-langit tertutup untuk meningkatkan pengendapan System for INCS di seluruh rongga hidung. • EDS-FLU (Xhance; OptiNose, Yardley, Pa) disetujui FDA Fluticasone (EDS- untuk pengobatan CRSwNP pada orang dewasa 18 tahun FLU) atau lebih dan saat ini sedang dievaluasi pada subjek dengan CRSsNP. • EDS-FLU adalah obat yang digunakan sehari-hari dan berperan sebagai pelengkap implan kortikosteroid yang dapat diserap secara biologis. • Meskipun kedua produk memiliki persetujuan FDA dan digunakan dengan beberapa hasil positif, indikasi yang tepat menunggu pengalaman dunia nyata dan analisis biaya lebih lanjut. • Dupilumab (Dupixent; Sanofi dan Regeneron, Terapi Monoklonal Cambridge, Mass) adalah antibodi anti IL-4 monoklonal Biologi yang mencegah pengikatan IL-4 dan IL-13 ke reseptornya, sehingga menghalangi sinyal untuk inflamasi tipe 2. Dupilimab • Penggunaannya dalam CRSwNP diperiksa dalam uji coba fase 2 dan fase 3, dengan temuan positif yang mengarah pada persetujuan untuk pengobatan CRSwNP pada 2019. • Omalizumab (Xolair; Novartis AG, Basel, Swiss) adalah Terapi Monoklonal antibodi anti-IgE monoklonal yang mengikat IgE yang Biologi bersirkulasi. • IgE lokal meningkat di jaringan polip hidung manusia (terlepas dari status atopi) meskipun peran yang Omalizumab mendasari dalam patogenesis CRS masih dalam penelitian. • Dua uji coba fase 3 yang diselesaikan dalam penelitian POLYP I dan POLYP II, mengevaluasi omalizumab untuk indikasi utama CRSwNP memiliki hasil yang positif. • Mepolizumab (Nucala; GlaxoSmithKline, Brentford, Terapi Monoklonal Inggris Raya) adalah antibodi anti IL-5 monoklonal yang Biologi mengikat IL-5 bebas, sehingga memblokir kaskade sinyal IL-5 yang biasanya mendorong aktivasi dan perekrutan eosinofil Mepolizumab • Mekanisme dimana mepolizumab mengurangi peradangan eosinofilik pada asma dapat memberikan manfaat yang sama pada CRSwNP yang didominasi eosinofilik. • Masih sedikit data yang tersedia mengenai kemanjuran Terapi Monoklonal benralizumab (Fasenra; AstraZeneca, Cambridge, Inggris Biologi Raya), antibodi reseptor anti IL-5 monoklonal., pada subjek dengan CRS. • Masih berlangsung uji coba terkontrol secara acak untuk Benralizumab evaluasi benralizumab pada subjek dengan CRSwNP Jalur inflamasi tipe 2 mekanisme prinsip yang terlibat dalam pathogenesis CRSwNP dan target farmakoterapi • Operasi sinus tetap menjadi pilihan untuk CRS dengan Bedah Sinus kegagalan terapi medis maksimal dalam mengontrol gejala. • Tujuan dari operasi sinus endoskopi modern dalam penatalaksanaan CRS meliputi: (a) mengurangi obstruksi saluran napas hidung dan ostial sinus, (b) debridemen jaringan yang meradang, dan (c) penyediaan akses yang lebih besar untuk pengobatan topikal ke mukosa sinus. • Bukti tentang manfaat dari operasi sinus menunjukkan hasil yang beragam. • Sebuah studi kohort di Eropa dengan CRSwNP dan CRSsNP, yang menjalani operasi sinus endoskopi modern di pusat akademik, melaporkan bahwa setidaknya 40% pasien CRS tetap tidak terkontrol 3 hingga 5 tahun setelah operasi. • Kemajuan dalam memahami mekanisme patogenik dari KESIMPULAN rinitis dan rinosinusitis kronis telah menghasilkan pilihan pengobatan baru, terutama untuk rinosinusitis kronis. • Tinjauan studi klinis medis dan bedah yang relevan menunjukkan bahwa kortikosteroid intranasal, antihistamin, dan imunoterapi alergen terus menjadi pengobatan terbaik untuk rinitis kronis. • Dupilumab adalah obat biologis pilihan pertama yang disetujui untuk rinosinusitis kronis dengan polip. • Perangkat pengiriman kortikosteroid baru seperti sistem pengiriman pernafasan flutikason dan implan sinus yang dapat diserap tubuh memberikan distribusi kortikosteroid yang meningkat dan terlokalisasi. • Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkarakterisasi peradangan non tipe 2 yang juga terlibat dalam CR dan CRS.