Anda di halaman 1dari 19

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Journal Reading

Fakultas Kedokteran Agustus 2020


Universitas Pattimura

TATALAKSANA TERKINI RIHINITIS DAN SINUSITIS


GAYATRI B. PATEL, MDA , ROBERT C. KERN, MDB , JONATHAN A. BERNSTEIN, MDC , PARK HAE-SIM, MD, PHDD , AND ANJU T. PETERS, MD, MSCI

Imanuel Reynitho Patty


NIM. 2015-83-017

Pembimbing :
dr. Rodrigo Limmon, Sp. THT-KL., M. Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN THT-KL
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
Preview:
Jurnal Review
Tatalaksana
PENDAHULUAN • Chronic rhinitis (CR) dan chronic rhinosinutis (CRS)
merupakan inflamasi yang sering pada saluaran
pernapasan atas.
• Sering terjadi bersamaan, berdampak negatif pada
kualitas hidup, dan terkait dengan perawatan
kesehatan yang signifikan serta beban ekonomi bagi
masyarakat.
• Alergi rhinitis (AR) dan non alergi rhinitis (NAR) adalah
komorbiditas penting untuk perawatan kembali di
rumah sakit selama 30 hari pada pasien asma atau
penyakit paru obstruktif kronik sehingga pentingnya
diagnosis dan pengobatan yang benar CR.
• Artikel ini mengulas kemajuan dalam pengobatan CR
dan CRS.
• CR diklasifikasikan sebagai AR yang bersifat musiman
(rinitis alergi musiman [SAR]), perenial (rinitis alergi
perenial [PAR]), terlokalisasi (rinitis alergi lokal [LAR]),
campuran (rinitis campuran [MR]), atau NAR.

CRONIC • Satu survei melaporkan bahwa AR, NAR, dan MR


masing-masing terdiri dari 43%, 23%, dan 34%, dari
RHINITIS (CR) pasien CR dalam praktik alergi/ imunologi.
• Pasien dengan NAR dan AR sering menunjukkan gejala
yang serupa. Namun, pasien dengan NAR sering
mengalami gejala di kemudian hari, tidak memiliki
riwayat atopik keluarga atau gejala musiman atau
masalah di sekitar hewan peliharaan berbulu, dan tidak
mengalami gejala di sekitar iritan seperti parfum dan
wewangian.
• Bentuk NAR yang paling umum adalah rinitis vasomotor.
FARMAKOTERAPI • Pilihan pengobatan untuk AR adalah menghindari
alergen, larutan saline hidung, farmakoterapi, dan
imunoterapi alergen.
• Menghindari alergen adalah terapi tambahan yang
penting tetapi seringkali sulit dicapai.
• Antihistamin oral generasi kedua (AHs) dianggap
sebagai pengobatan lini pertama untuk SAR dan
PAR ringan.
• Intranasal AHs juga direkomendasikan untuk AR dan
NAR ringan.
• Intranasal corticosteroid (INCS) dianggap sebagai
pengobatan lini pertama untuk AR sedang hingga
berat dan lebih unggul dari AH oral atau antagonis
reseptor leukotrien.
FARMAKOTERAPI • Terapi INCS kombinasi dengan azelastine dan
flutikason intranasal lebih efektif daripada monoterapi
saja dan disetujui untuk SAR dan PAR sedang hingga
berat.
• Montelukast antagonis reseptor leukotrien disetujui
untuk pengobatan SAR dan PAR, terutama pasien
dengan asma ringan.
• Sebagai pengobatan tambahan, irigasi saline
bermanfaat dalam pengobatan AR berdasarkan
metaanalisis 2018.
• Ipratropium bromida intranasal 0,03% disetujui untuk
pengobatan rinore terkait dengan PAR, SAR, dan NAR,
sedangkan konsentrasi 0,06% yang lebih tinggi
disetujui untuk pengobatan rinore yang terkait dengan
flu biasa.
FARMAKOTERAPI • Penggunaan semprotan dekongestan intranasal 3
sampai 5 hari tidak dianjurkan karena kekhawatiran
tersumbatnya hidung kembali (rhinitis
medicamentosa).
• Namun, penelitian menunjukkan bahwa dapat
digunakan dengan aman dengan kombinasi INCS
untuk pasien dewasa dan remaja.
• Percobaan acak tersamar ganda mengevaluasi
dekongestan intranasal dengan kombinasi INCS
selama 6 minggu dan menemukan bahwa kombinasi
ini efektif dan aman tanpa bukti rinitis
medikamentosa.
• Imunoterapi alergen adalah satu-satunya terapi kuratif
potensial untuk SAR dan/ atau PAR.
• CRS adalah penyakit inflamasi pada sinus paranasal
yang berlangsung setidaknya selama 12 minggu dan
mempengaruhi 6% hingga 12% pasien di dunia Barat.
• Diklasifikasikan sebagai CRS dengan polip hidung
CRONIC (CRSwNP) dan CRS tanpa polip hidung (CRSsNP).
RHINOSINUSITIS • CRS adalah penyakit heterogen dan ditandai dengan
(CRS) inflamasi tipe 2 (IL-5 dan IL-13), tetapi subset pasien
menunjukkan inflamasi tipe 1 (IFN-g) dan tipe 3 (IL-17A ).
• Kontribusi inflamasi tipe 1 dan tipe 3 untuk CRS masih
belum dipahami.
• Sekitar 85% pasien dengan CRSwNP dan 50% pasien
dengan CRSsNP dari Amerika Serikat menunjukkan
inflamasi tipe 2, yang menjelaskan keefektifan
kortikosteroid untuk CRS dan manfaat potensial dari
terapi biologis target tipe 2.
Opsi pemakaian kortikosteroid untuk tatalaksana CRSwNP
• Penggunaan kortikosteroid untuk penatalaksanaan CRS
Intranasal didukung oleh bukti tingkat tinggi, dengan bukti yang
Corticosteroid (INCS) sangat kuat untuk CRSwNP.
• Secara mekanis, kortikosteroid efektif dalam menekan
inflamasi tipe 2 yang khas pada CRS termasuk eosinofil,
sel limfoid, dan sel TH2.
• Masalah yang sering dihadapi dengan INCS, adalah
manfaat parsial atau kurangnya manfaat karena alat
semprot volume rendah (botol spray) biasanya tidak
menyemprotkan cairan yang menembus sinus secara
efektif, termasuk ethmoids, yang merupakan organ
target pada kebanyakan kasus CRS.
• Bukti menyarankan penggunaan perangkat bervolume
besar (mis., Irigasi hidung) atau setidaknya
mempertimbangkan mengubah posisi kepala untuk
memaksimalkan penetrasi perangkat volume rendah.
• Implan sinus yang dapat diserap, yang menggunakan
Implan Sinus kortikosteroid, dikembangkan untuk meningkatkan
Bioabsorble pengiriman obat ke sinus.
• Implan ditempatkan di rongga sinus, memungkinkan
semua obat dikirim ke organ target.
• Produk generasi pertama (Propel; Intersect THT, Menlo
Park, Calif) dirancang untuk digunakan segera setelah
operasi, implan ini ditempatkan di rongga ethmoid dan
frontal yang dioperasi dan melepaskan obat selama
sekitar 30 hari.
• Implan generasi kedua memiliki platform polimer yang
serupa, meskipun lebih tebal. Perangkat ini mengandung
kortikosteroid elusi 3 kali lebih banyak selama 90 hari.
• Disetujui FDA untuk orang dewasa berusia 18 tahun atau
lebih dengan CRSwNP atau CRSsNP setelah operasi sinus
ethmoid atau frontal dan polip hidung berulang.
• Teknik pengiriman menggunakan pernafasan dengan
Exhalation Delivery langit-langit tertutup untuk meningkatkan pengendapan
System for INCS di seluruh rongga hidung.
• EDS-FLU (Xhance; OptiNose, Yardley, Pa) disetujui FDA
Fluticasone (EDS- untuk pengobatan CRSwNP pada orang dewasa 18 tahun
FLU) atau lebih dan saat ini sedang dievaluasi pada subjek
dengan CRSsNP.
• EDS-FLU adalah obat yang digunakan sehari-hari dan
berperan sebagai pelengkap implan kortikosteroid yang
dapat diserap secara biologis.
• Meskipun kedua produk memiliki persetujuan FDA dan
digunakan dengan beberapa hasil positif, indikasi yang
tepat menunggu pengalaman dunia nyata dan analisis
biaya lebih lanjut.
• Dupilumab (Dupixent; Sanofi dan Regeneron,
Terapi Monoklonal Cambridge, Mass) adalah antibodi anti IL-4 monoklonal
Biologi yang mencegah pengikatan IL-4 dan IL-13 ke
reseptornya, sehingga menghalangi sinyal untuk
inflamasi tipe 2.
Dupilimab • Penggunaannya dalam CRSwNP diperiksa dalam uji coba
fase 2 dan fase 3, dengan temuan positif yang mengarah
pada persetujuan untuk pengobatan CRSwNP pada 2019.
• Omalizumab (Xolair; Novartis AG, Basel, Swiss) adalah
Terapi Monoklonal antibodi anti-IgE monoklonal yang mengikat IgE yang
Biologi bersirkulasi.
• IgE lokal meningkat di jaringan polip hidung manusia
(terlepas dari status atopi) meskipun peran yang
Omalizumab mendasari dalam patogenesis CRS masih dalam
penelitian.
• Dua uji coba fase 3 yang diselesaikan dalam penelitian
POLYP I dan POLYP II, mengevaluasi omalizumab untuk
indikasi utama CRSwNP memiliki hasil yang positif.
• Mepolizumab (Nucala; GlaxoSmithKline, Brentford,
Terapi Monoklonal Inggris Raya) adalah antibodi anti IL-5 monoklonal yang
Biologi mengikat IL-5 bebas, sehingga memblokir kaskade sinyal
IL-5 yang biasanya mendorong aktivasi dan perekrutan
eosinofil
Mepolizumab • Mekanisme dimana mepolizumab mengurangi
peradangan eosinofilik pada asma dapat memberikan
manfaat yang sama pada CRSwNP yang didominasi
eosinofilik.
• Masih sedikit data yang tersedia mengenai kemanjuran
Terapi Monoklonal benralizumab (Fasenra; AstraZeneca, Cambridge, Inggris
Biologi Raya), antibodi reseptor anti IL-5 monoklonal., pada
subjek dengan CRS.
• Masih berlangsung uji coba terkontrol secara acak untuk
Benralizumab evaluasi benralizumab pada subjek dengan CRSwNP
Jalur inflamasi tipe 2
mekanisme prinsip yang terlibat
dalam pathogenesis CRSwNP dan
target farmakoterapi
• Operasi sinus tetap menjadi pilihan untuk CRS dengan
Bedah Sinus kegagalan terapi medis maksimal dalam mengontrol
gejala.
• Tujuan dari operasi sinus endoskopi modern dalam
penatalaksanaan CRS meliputi: (a) mengurangi obstruksi
saluran napas hidung dan ostial sinus, (b) debridemen
jaringan yang meradang, dan (c) penyediaan akses yang
lebih besar untuk pengobatan topikal ke mukosa sinus.
• Bukti tentang manfaat dari operasi sinus menunjukkan
hasil yang beragam.
• Sebuah studi kohort di Eropa dengan CRSwNP dan
CRSsNP, yang menjalani operasi sinus endoskopi modern
di pusat akademik, melaporkan bahwa setidaknya 40%
pasien CRS tetap tidak terkontrol 3 hingga 5 tahun
setelah operasi.
• Kemajuan dalam memahami mekanisme patogenik dari
KESIMPULAN rinitis dan rinosinusitis kronis telah menghasilkan pilihan
pengobatan baru, terutama untuk rinosinusitis kronis.
• Tinjauan studi klinis medis dan bedah yang relevan
menunjukkan bahwa kortikosteroid intranasal,
antihistamin, dan imunoterapi alergen terus menjadi
pengobatan terbaik untuk rinitis kronis.
• Dupilumab adalah obat biologis pilihan pertama yang
disetujui untuk rinosinusitis kronis dengan polip.
• Perangkat pengiriman kortikosteroid baru seperti sistem
pengiriman pernafasan flutikason dan implan sinus yang
dapat diserap tubuh memberikan distribusi
kortikosteroid yang meningkat dan terlokalisasi.
• Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengkarakterisasi peradangan non tipe 2 yang juga
terlibat dalam CR dan CRS.

Anda mungkin juga menyukai