Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

Resusitasi cairan dalam trauma: Apakah strategi dan cairan yang


terbaik?

Disusun Oleh :
Nuri Khonsa A
1910221046
  
 
Pembimbing :
dr. Lundu Sihombing, Sp.An
 
 
Abstract

 Ulasan ini membahas mengenai peran dari


pelayanan cedera pra-rumahsakit pada keadaan
minimnya sumberdaya kesehatan, minimnya
tujuan yang jelas, strategi dasar dan
berkembang terhadap resusitasi cairan, cairan 3
resusitasi yang ideal, dan manajemen post-
resusitasi cairan.

 pelayanan pra-rumahsakit menurunkan risiko


mortalitas pada keadaan minim sumberdaya
kesehatan.
Pendahuluan
▹ Pada pasien dengan trauma, resusitasi
cairan membantu mengembalikan volume
darah yang hilang, memulihkan kembali
perfusi jaringan dan mengurangi mortalitas.

▹ Pemberian cairan intravena sebelum masuk 4


rumah sakit menurunkan angka kematian
pada pasien trauma, terutama pada cedera
mayor dan tempat pedesaan atau pedalaman
yang membutuhkan waktu transportasi
sebelum masuk rumah sakit atau
prehospital transport time (PTT) yang
panjang.
Tujuan-tujuan dan prinsip dari resusitasi
cairan
▹ Tujuan dari resusitasi cairan antara lain mengendalikan
perdarahan, mengembalikan volume darah yang
hilang, dan memperbaiki perfusi jaringan dan kerja
organ.

5
▹ Pemberian cairan hanya bermanfaat apabila
meningkatkan stroke volume (SV) dan dengan
demikian juga meningkatkan cardiac output.

▹ Variasi tekanan nadi, passive leg raising test, dan


variasi stroke volume adalah beberapa penanda atau
markers terhadap respon pemberian cairan.
Perkembangan strategi resusitasi cairan
Perkembangan Strategi Resusitasi Cairan

• Strategi resusitasi cairan didasarkan pada volume, laju, dan


waktu pemberian cairan.

• Sebelumnya, resusitasi cairan agresif segera pada pasien 6

trauma adalah pendekatan standar untuk mengembalikan


volume pada sirkulasi dan mempertahankan perfusi organ.
Akan tetapi, hal tersebut dapat menimbulkan pembentukan
bekuan halus dan menyebabkan koagulopati dilusi yang
kemudian meningkatkan perdarahan dan mortalitas.
Terdapat dua strategi yang diusulkan untuk menghindari
terjadinya gangguan pembentukan bekuan dan koagulopati
dilusional:
1. strategi resusitasi yang tertunda di mana pemberian cairan
diberikan apabila perdarahan telah terkontrol.
7

2. strategi permissive hypotension , dimana cairan diberikan


untuk meningkatkan systolic blood pressure (SBP) tanpa
mencapai normotensi.
 Pada pasien dengan trauma tajam atau tembus dengan hipotensi (prehospital
SBP < 90 mmHg), resusitasi yang tertunda menunjukkan hasil tingkat
keberhasilan yang lebih baik dibandingkan dengan resusitasi segera.

 Peningkatan mortalitas di lapangan meningkat seiring meningkatnya jumlah


prosedur yang dilakukan, supporting “scoop and run” dan teknik resusitasi
tertunda. Namun, dalam keadaan prehospital transport time yang panjang 8

dan lama, bantuan hidup sederhana dapat mengurangi mortalitas pada pasien
dengan trauma yang berat walaupun pasien tersebut berada di wilayah
terpencil
Perbandingan antara kristaloid dan koloid

Sifat-sifat Kristaloid Koloid


Berat molekul Lebih kecil Lebih besar
Distribusi Lebih cepat Lebih lama berada
dalam sirkulasi
Faal hemostasis Tidak ada pengaruh Mengganggu faal
hemostasis
Penggunaan Pergantian cairan pada Pada perdarahan
dehidrasi & masif
perdarahan
Untuk koreksi Diberikan 2-3x dari Diberikan sesuai
perdarahan jumlah perdarahan dengan jumlah
perdarahan
Resusitasi cairan ideal

▹ Walaupun penggunaan kristaloid sudah meluas


penggunaannya, pilihan ideal untuk terapi cairan
masih diperdebatkan.
▹ Cairan hipotonis tidak mudah bertahan dalam
intravaskular. Oleh karena itu, kristaloid isotonis
dan hipertonis digunakan untuk resusitasi cairan.
12
▹ Lactated Ringer’s (LR) atau normal saline (NS)
merupakan cairan resusitasi utama. Albumin dan
gelatin merupakan koloid protein sedangkan pati
dan dekstran merupakan koloid non protein.
Perdebatan antara kristaloid
versus koloid
▹ Sebuah studi oleh The Saline versus Albumin Fluid
Evaluation (SAFE) membandingkan albumin dan
Normal Saline (NS) 4%. Keduanya menujukkan
efektifitas klinis yang sama. Volume cairan yang
diberikan memiliki perbandingan albumin yang lebih
sedikit dibandingkan NS (1: 1.4)
13

▹ Namun, pada pasien TBI, resusitasi albumin dikaitkan


dengan mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian NS.
▹ Pada pasien trauma yang membutuhkan > 10 unit
packed red blood cell dan menjalani DCS, permissive
hypotension dengan Hipertonic Saline (HTS)
melibatkan lebih sedikit kebutuhan cairan, mengurangi
mortalitas 30 hari, meningkatkan output urin, dan
mengurangi risiko sindrom gangguan pernapasan akut,
sepsis, serta kegagalan organ dibandingkan dengan
resusitasi standar dengan kristaloid isotonik. Namun 14
tidak terdapat perbedaan dalam terjadinya gagal ginjal.
Recommendations
 Kristaloid tersedia secara umum dan harganya tidak mahal. Kristaloid lebih
dianjurkan untuk resusitasi awal pada pasien dengan syok hemoragik dan septic
syok seperti pasien luka bakar, pasien dengan trauma kepala(untuk menjaga
tekanan perfusi otak), dan pasien dengan plasmaphersis dan reseksi hepar.

 Koloid tetap berada di intravaskular lebih lama, volume plasma cepat meluas, dan 15

mencapai tujuan lebih cepat dengan jumlah volume yang lebih sedikit
dibandingkan kristaloid. Namun, penggunaan koloid memerlukan tambahan biaya
dan kurang bermanfaat untuk mempertahankan hidup dibandingkan kristaloid
 Penggunaan koloid direkomendasikan untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
penggunaan volume kristaloid yang besar dan permasalahan kelebihan beban.
Keuntungan gelatin generasi baru
▹ Gelatin memiliki berat molekul rendah, lebih
murah daripada albumin dan koloid sintetik
lainnya, diekskresikan dengan cepat oleh ginjal,
berhubungan dengan kerusakan ginjal yang
lebih ringan dibandingkan HES, dan tidak
memiliki batas volume yang dapat diinfuskan
seperti pati dan dekstran. 17

▹ Meskipun gelatin lebih berkaitan dengan reaksi


anafilaktoid dibandingkan albumin, beberapa
penelitian terbaru menunjukkan tidak ada reaksi
anafilaksis pada penggunaan polygeline.
Manajemen Cairan Pasca Resusitasi
 Fase pasca resusitasi adalah periode setelah koagulopati dikoreksi, aliran sirkulasi
mikro ditingkatkan, dan parameter hemodinamik distabilisasi (SBP> 100 mmHg;
MAP> 65 mmHg dalam kebanyakan kasus).

 Kesadaran akan konsep Resuscitation, Organ support, Stabilization, Evacuation


(ROSE) sangat penting untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat. Cairan 18
pemeliharaan harus diberikan sedemikian rupa sehingga tetap berada di intravaskular
untuk waktu yang lebih lama sehingga menghindari edema jaringan.

 Selama fase ini, kristaloid digunakan untuk menyuplai cairan dan pemberian obat-
obatan. Cairan yang digunakan untuk pemberian obat-obatan dan menyuplai nutrisi
tidak boleh melebihi laju 2 mL / kg / jam. Cairan yang seimbang (balanced fluid) lebih
baik dari Normal Saline (NS) 0,9% terutama jika kelebihan natrium dan klorida yang
menjadi permasalahan.
Resusitasi pada kelompok khusus
Pediatri
Pada anak-anak, isotonik dan kristaloid yang seimbang (20 mL / kg) direkomendasikan untuk resusitasi
awal. Volume cairan harus <40 mL / kg untuk mencegah koagulopati delusional dan edema. Selama fase
pemeliharaan, anak-anak rentan mengalami hiponatremia dan edema serebral jika larutan hipotonik
diberikan secara berlebihan. Jadi, batas volume maksimum dengan laju 2 mL / kg / jam dengan
penggunaan pengontrol aliran dapat direkomendasikan.

Geriatri

Penuaan menyebabkan kekakuan arteri dan penurunan komplians ventrikel kiri (LV). Ekokardiografi
direkomendasikan untuk menilai kebutuhan cairan. Cairan harus dibatasi hingga 20 mL / kg, darah dan
produk darah diberikan lebih awal, dan kadar hemoglobin> 9 g / dL dan MAP> 70 mmHg harus
dipertahankan.
Luka Bakar

 Dalam praktik klinis, kebutuhan cairan biasanya 5 mL / kg /% TBSA selama 24 jam pertama. Sekitar
50% dari kebutuhan cairan harian diberikan pada 6 jam pertama.

 Ringer Laktat lebih dianjurkan , sementara koloid hiperonkotik dapat menyebabkan cedera ginjal akut
(AKI).

 Resusitasi enteral dimulai selama 6 jam pertama. Resusitasi oral bekerja lebih baik untuk luka bakar
<15% TBSA.

 Untuk pemberian makanan enteral, formula standar dengan 2 mL / kg / jam dapat digunakan dengan
peningkatan lebih lanjut setiap 3 jam sampai tingkat sasaran yang dihitung untuk pasien tercapai.
Hematokrit pasien harus di bawah 40% dalam 6 jam awal dan output urin harus dipertahankan
sekitar 1 mL / kg / jam

 Pada pasien hamil dengan luka bakar, formula Parkland dan tanda-tanda klinis seperti tanda-tanda
vital, urin ouput, dan denyut jantung janin harus dipertimbangkan untuk mencegah resusitasi yang
kurang karena volume intravaskular meningkat selama kehamilan.
Kehamilan

 Suplementasi oksigen harus disediakan untuk mencegah hipoksia ibu dan janin. Penggantian volume
yang adekuat juga diperlukan untuk aliran darah uteroplasenta yang adekuat.

 Tidak terdapatnya takikardi dan hipotensi tidak boleh dianggap sebagai tidak adanya perdarahan
yang signifikan, karena tanda-tanda tersebut biasanya terjadi pada wanita hamil setelah perdarahan
sebanyak 1500-2000 Ml

 Denyut jantung janin sensitif terhadap hipovolemia ibu dan harus dipantau.
Penyakit ginjal kronis

 Dibandingkan dengan buffer kristaloid, saline isotonik dapat mengurangi perfusi ginjal dan
meningkatkan risiko AKI . Elektrolit yang seimbang menyebabkan hiperkloremia lebih sedikit dan
lebih dianjurkan.

 Normal Saline (NS) dapat menyebabkan cedera ginjal dan meningkatkan asidosis. Karena risiko
cedera ginjal, cairan klorida bebas harus dibatasi dan koloid harus digunakan secara hati-hati.
Penyakit hati alkoholik

 Pasien sirosis memiliki peningkatan curah jantung, penurunan resistensi pembuluh darah sistemik,
dan tekanan darah yang rendah. Hal ini disebabkan oleh kelebihan cairan ekstraseluler total selama
terdapat hipovolemi sirkulasi sentral yang efektif.

 Pada pasien trauma dengan sirosis, pemberian cairan mungkin diperlukan. Namun, pengisian cairan
dapat memperburuk fungsi organ dan berkontribusi terhadap terjadinya asites.

 Kateter arteri pulmonalis atau ekokardiografi harus digunakan untuk memantau kelebihan cairan.

 Pada pasien dengan deplesi volume, kristaloid adalah cairan pilihan utama yang diberikan, yaitu
sekitar (10-20 mL / kg).

 Cairan HES(hydroxyethyl starch) merupakan kontraindikasi karena dapat mengakibatkan


nefrotoksisitas.
Kehilangan darah masif

 Pada pasien dengan kehilangan darah yang masif, permissive hypotension dapat mencegah
progresifitas menjadi koagulopati dilusional akibat trauma.

 Pada syok hemoragik parah dan tidak terkontrol, resusitasi terkontrol dengan MAP 40 mmHg lebih
dianjurkan

 Pedoman internasional merekomendasikan SBP 80-90 mmHg pada trauma tanpa cedera otak dan
MAP ≥ 80 mmHg pada cedera otak traumatik (TBI) sampai perdarahan mayor terkontrol.

 Gelatin generasi terbaru seperti polygeline dapat mempertahankan sirkulasi sampai darah tersedia.
Peningkatan tekanan darah, MAP, denyut nadi, laju pernapasan, dan pH darah dicatat dalam waktu 1
jam pemberian pada pasien trauma hipovolemik memberikan manfaat yang berkelanjutan bahkan
setelah 24 jam.
Kesimpulan
▹ Strategi resusitasi cairan telah berkembang seiring berjalanya waktu.
Trauma yang berbeda membutuhkan cairan dan strategi resusitasi
yang berbeda pula.
▹ Perawatan trauma pra-rumah sakit dapat mengurangi angka
kematian di daerah pedesaan atau terpencil.
▹ Menunda resusitasi cairan lebih dianjurkan jika waktu transportasi
25
ke perawatan definitif lebih pendek sedangkan resusitasi yang
berbasis tujuan dengan menggunakan kristaloid volume rendah lebih
dianjurkan jika waktu transportasi lebih lama.
▹ Menyesuaikan dengan pedoman praktik klinis berbasis bukti
(evidence based practice guideline) dan modifikasi lokal
berdasarkan populasi pasien, ketersediaan sumber daya, serta
keahlian penanganan, mungkin dapat meningkatkan outcome atau
hasil terapi dari pasien.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai