Anda di halaman 1dari 28

AKUNTANSI SEKTOR

PUBLIK
“Evaluasi Kebijakan Omnibus Law dalam Hubungannya
dengan Kriteria Kebijakan Publik”
KELOMPOK 2
1. Andina Rizqi Amalia
2. Arij Nur Rahmah
3. Dwi Nova Bachtiar
4. Irwan Dwi Febrinanto
5. Mohammad Ferdiyansyah
Indonesia Merupakan negara yang memiliki Sumber daya
yang sangat banyak Namun tingkat Penganguran di
Hubungan Indonesia Cukup Tinggi, ditambah lagi dengan akan
terjadinya Bonus Demografi di Indonesia, atas hal tersebut

Kebijakan Pemerintah Indonesia merancang Kebijakan Onimbuslaw


untuk medorong Penanaman Investasi di Indonesia

Onimbuslaw Secara Garis Besar Kebijakan Onimbuslaw sangat


mempergaruhi Permodalan yang akan terjadi di Indonesia
Aspek Aspek yang dimudahkan adalah sebagai berikut:
dengan • Penyederhanaan Perizinan Tanah

Kriteria
• Persyaratan Investasi
• Ketenagakerjaan

Equity • Kemudahan dan Perlindungan Usaha Mikro Kecil


Menengah (UMKM)
Kemudahan Berusaha
Hubungan Dukungan Riset dan Inovasi
Kebijakan Administrasi Pemerintahan
Onimbusla Pengenaan Sanksi
w dengan
Pengendalian Lahan
Kriteria
Equity Kemudahan Proyek Pemerintah
Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Pembebasan pajak dividen jika dana tersebut
diinvestasikan kembali di Indonesia
diharapkan dapat menguntungkan investor

Kebijakan pasar modal

Onimbusla potongan pajak badan bagi perusahaan


terbuka (go public) sebesar 3%, dari 22%

w di Bidang menjadi 19%. Sementara untuk perusahaan


yang go public pada 2023

Perpajakan
Pajak PPh Badan Yang Turun dari 25% Ke
22%
• Kemudahan yang diberikan Pemerintah Indonesia diatas Bertujuan Untuk
memberikan Peluang Masuknya Investasi Asing dan membuat rakyat
Indonesia berani untuk membuka lapangan pekerjaan di Negaranya sendiri
• Di dalam Kebijakan Onibuslaw menurut kelompok kami
kurang adil untuk masyarakat atau dapat dikatakan
hanya menguntungkan Para Pengurusaha, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah
yaitu :
• Kontrak tanpa batas (Pasal 59)
Hubungan
Di dalam Undang-Undang Cipta Kerja Pemerintah
Kebijakan mengapus pembatasan Perjanjian PKWT hal ini dapat
Onimbuslaw membuat Perusahaan dapat mengontrak Karyawanya
tanpa batas yang akan sangat Merugikan
dengan Kriteria Karyawan,dimana Sebelumnya maksimal perpanjangan
PKWT adalah 2 Tahun dan dapat di perpanjang 1 Kali\
Fairness(Keadilan) • Hari Libur yang dipangkas (Pasal 79)
• Aturan soal pengupahan diganti (Pasal 88)
• Sanksi tidak bayar upah dihapus (Pasal 91)
• Hak memohon PHK dihapus (Pasal 169)
• Dari hal-hal diatas maka kita dapat melihat bahwa undang-Undang Onimbuslaw atau
cipta kerja yang dibuat pemerintah sangat bertolak belakang di Bidang Kritera
Permodalan, Pengusaha dan Para Investor dapat banyak kemudahan yang diberikan
pemerintah namun pemerintah kurang menjaga hak-hak dari rakyatnya sendiri, namun
undang-undang tersebut belum final pemerintah masih memiliki PR dalam membuat
aturan turunan yang jelas agar tidak terjadi Muli Tafsir atas Undang-Undang tersebut
Economy
Efficiency
Indonesia adalah negara dengan potensi
 
ekonomi yang sangat besarnamun masi
h minim investasi. Banyak faktor yang
menghambat kemudahan berinvestasi
sehingga mengurangi minat investor
untuk berinvestasi di Indonesia.
Economy
Efficiency
Melihat kondisi kemudahan berinvestasi
di Indonesia yang dinilai masih sulit dan
berbelit-belit. Panjangnya rantai
birokrasi, peraturan yang tumpang
tindih lintas kementerian dan banyaknya
regulasi yang tidak harmonis adalah
faktor yang menghambat kemudahan
berusaha di Indonesia.
Economy
Efficiency
Beberapa hal yang menjadi
kendala majunya perekonomian
Indonesia, terutama masalah
birokrasi dan kelembagaan,
yaitu:
1. Birokrasi dianggap tidak
efisien di dalam melayani
masyarakat, terutama yang
terkait dengan kemudahan izin
usaha
2. Daya saing yang masih relatif
rendah juga memicu lambatnya
perkembangan ekonomi dalam
negeri.
Hubungan kebijakan Ombinus Law
terhadap Economy
Efficiency

1. Mempunyai tujuan Mendorong Investasi

2. Menciptakannya lapangan pekerjaan

3. Penyederhanaan perizinan berusaha

4. Peningkatan ekosistem investasi

5. Persyaratan Investasi di permudah

6. Percepatan proses izin berusaha

7. Reformasi perpajakan menarik investasi


Kesimpulan dan saran untuk pemerintah
terhadap Economy
Efficiency
Omnibus law bukan satu-satunya cara untuk memangkas regulasi,

Omnibus law itu hanya salah satunya. Tapi sebenarnya lebih baik kalau

ada upaya menyeluruh, Misalnya mengenai diletakkannya wewenang

pembentukan peraturan di bawah satu atap seperti badan regulasi.

dengan adanya badan regulasi maka potensi tumpang tindih pengaturan

bisa dicegah. Undang-Undang yang Bakal Terimbas Omnibus Law

Tidak mesti berbentuk badan regulasi, tetapi unit tertentu dalam struktur

pemerintahan yang ditunjuk oleh Presiden juga bisa melakukannya.

Nantinya, badan regulasi atau unit yang ditunjuk tersebut harus

membuat rencana aksi reformasi regulasi yang menyeluruh.


Kebijakan publik memiliki beberapa kriteria,
Hubungan diantaranya adalah kriteria stabilisasi dan kriteria
paternalisme. Stabilisasi memiliki pengertian

Kebijakan bahwa setiap kebijakan pemerintah atau kebijakan


publik yang ditetapkan pemerintah harus

Onimbuslaw
senantiasa mempertahankan aspek stabilitas
ekonomi dan sosial.. Kriteria lain yang terdapat
dalam kebijakan publik adalah kriteria
dengan Kriteria paternalisme, paternalisme dalam suatu kebijakan
memiliki makna bahwa setiap kebijakan publik

Stabilization and yang dibuat oleh pemerintah merupakan hasil buah


pikir dalam perspektif pemerintah adalah pihak
yang paling mengetahui keadaan suatu negara dan
Paternalism pihak yang paling mengerti tentang hal apa yang
harus dilakukan.
Terkait dengan kebijakan Undang-undang Cipta Kerja / omnibus law terdapat
sebelas klaster yang diatur dalam undang-undang tersebut. Dari sebelas klaster
tersebut, tentunya ada ratusan pasal dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja ini.
Namun penulis hanya akan memaparkan sejumlah pasal berkaitan langsung
dengan ketenagakerjaan sebagaimana yang jadi perhatian banyak kalangan. Jika
disandingkan dengan undang-undang pendahulunya, pada UU Cipta Kerja ini ada
beberapa perbedaan terkait kebijakan ketenagakerjaan. Ada perubahan dan
penghapusan terhadap beberapa pasal yang ada dalam UU 13/2003. Berikut poin-
poin perubahan pada UU Omnibus Law Cipta Kerja dibanding UU
Ketenagakerjaan 13/2003:

Latar Belakang 1. Jam Kerja / Hari Libur


2. Status Pekerja
3. Upah
4. Pesangon
5. Jaminan Sosial
6. PHK
Kesimpulan dan saran
1. Kesimpulan
Dari penjelasan tersebut, dapat ditemukan sebuah kesimpulan bahwa kebijakan Undang-undang Cipta Kerja /
Omnibus Law dalam hal ini klaster ketenagakerjaan kurang dapat memenuhi kriteria kebijakan publik kriteria
stabilitas dan kriteria paternalisme. Kriteria stabilitas tidak terpenuhi karena kebijakan tersebut belum dapat
menjawab defisini stabilitas yang meliputi stabiltas sosial dan ekonomi. Kebijakan UU Cipta Kerja klaster
ketenagakerjaan dirasa tidak dapat menciptakan ketenangan dalam masyarakat dan belum dapat memberikan
kepercayaan bahwa kebijakan tersebut akan meningkatkan kesejahteraan masayarakat. Terkait kriteria
paternalisme, kebijakan tersebut juga belum dapat mencerminkan adanya keberpihakan pemerintah kepada
masyarakat, dengan adanya beberapa penambahan dan pengurangan pada pasal klaster ketenagakerjaan yang
dirasa memberatkan para pekerja yang notabene merupakan mayoritas pekerjaan rakyat indonesia.
Kesimpulan dan saran
2. Saran
 Dalam membuat kebijakan publik pemerintah harus memiliki unsur keterbukaan kepada
masyarakat sebagai wujud aspek akuntabilitas dan transparansi. Dengan begitu kebijakan
publik akan lebih mudah dapat mencapai kriteria stabilitas
 Peningkatan komunikasi publik, terkait kebijakan publik yang akan ditetapkan, sehingga
masyarakat mengetahui subtansi, maksud tujuan pemerintah dan terhindar dari berita
menyimpang. Dengan adanya komunikasi publik yang baik, maka secara tidak langsung
pemerintah menyampaikan kriteria paternalisme suatu kebijakan publik.
Freedom of Choice
UU 12/2011
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Partisipasi Masyarakat
 Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis
dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
 Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan, setiap
Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus dapat diakses dengan
mudah oleh masyarakat.
Aspek yang harus dipenuhi dalam perancangan UU:
 Formil: keterlibatan pihak terkait dalam pembahasan;
 Materil: isi draf rancangan undang-undang.

Mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik


UU Omnibus Law Tidak memberikan waktu yang cukup untuk proses
 Multisektor pembuatan hukumnya
 Waktu pembahasan lebih cepat Proses negosiasi terhadap aspek penting menyangkut
dari UU biasa masyarakat tidak dilakukan secara proporsional.
Hubungan denga Freedom of Choice di
Indonesia
 Dalam pelaksanaannya, pembahasan UU Cipta Kerja tidak melibatkan pihak
terkait.
Contoh: Dewan Pers, AJI maupun IJTI tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan
Omnibus Law Ciptaker yang menyangkut revisi UU Pers.
 Draf UU dan risalah rapat tidak pernah disampaikan ke publik.
 Terdapat beberapa versi RUU
 Pemerintah mengubah aturan yang tercantum dalam UU 12 Tahun 2011 dan
memasukan Omnibus Law sebagai kebijakan yang sah secara undang-undang; dan
 Menyusun aturan turunan (yang tidak terlalu banyak) dengan melibatkan berbagai
unsur masyarakat di dalamnya. Dengan keterlibatan setiap elemen terkait,
diharapkan UU Omnibus Law benar-benar menjadi payung hukum milik bersama
dan bukan golongan tertentu saja.
Evaluasi Kebijakan Omnibus
Law/UU Cipta Kerja
Aspek Trade Off
Trade Off?
 Trade off merupakan beberapa kondisi yang tidak dapat terjadi secara bersamaan dan jika kejadian
yang satu terjadi maka kejadian yang lain tidak mungkin untuk terealisasi (Harmady, Sonny Hari B
2014:3)
Trade off yang timbul oleh UU Cipta Kerja atas perubahan UU nomor
32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup yaitu:
UU No 32 Tahun 2009 UU Cipta Kerja
Pasal 20 ayat 3, pasal 59 ayat 4 dan Pasal 61 ayat 1 Perubahan Pasal 20 ayat 3, pasal 59 ayat 4 dan Pasal 61
Pembuangan limbah , pengelolaan limbah B3, ayat 1
Dumping wajib mendapatkan izin dari Menteri, Pembuangan limbah , pengelolaan limbah B3, Dumping
gubernur, atau bupati/walikota sesuai degan wajib mendapatkan izin dari Pemerintah Pusat.
kewenangannya.
Pasal 82 Pasal 82
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berwenang Memaksa penangungjawab untuk melakukan pemulihan
untuk memaksa penanggung jawab usaha dan/atau lingkungan dan menunjuk pihak ketiga untuk melakukan
kegiatan untuk melakukan pemulihan lingkungan pemulihan lingkungan hidup akibat pencemaran dilakukan
hidup akibat pencemaran dan berwenang menunjuk oleh pemerintah pusat.
pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan
hidup akibat pencemaran
Memangkas birokrasi proses pemberian izin satu pintu pada pemerintah pusat, menghindari fraud yang dilakukan
oleh kepala daerah atas jual beli perizinan.
Mengurangi keterlibatan daerah (bupati/walikota) terhadap daerahnya yang menjadi tempat pembuangan limbah
UU No 32 Tahun 2009 UU Cipta Kerja
Pasal 26 Perubahan Pasal 26
Dokumen amdal sebagaimana dimaksud dalam Dokumen amdal disusun hanya melibatkan masyarakat
Pasal oleh pemrakarsa dengan melibatkan yang terkena dampak.
masyarakat, masyarakat tersebut adalah: Ketentuan terkait keberatan dihapus
a. yang terkena dampak;
b. pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
c. yang terpengaruh atas segala bentuk
keputusan dalam proses amdal.
Masyarakat tersebut dapat mengajukan keberatan
terhadap dokumen amdal.
Trade Off
Mempercepat proses penyusunan dokumen  
Menghilangkan masukan pemerhati lingkungan
Penghapusan pengajuan keberatan
UU No 32 Tahun 2009 UU Cipta Kerja
Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31 Pasal 29, Pasal 30 dan Pasal 31
Dokumen amdal dinilai oleh Komisi Penilai Amdal dihapus
yang anggotanya terdiri atas Intansi lingkungan
hidup, intansi teknis, pakar, wakil dari masyarakat
yang berpotensi terkena dampak dan organisasi
lingkungan hidup.

Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai Amdal,


Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan
atau ketidaklayakan lingkungan hidup sesuai dengan
kewenangannya.
Trade off
Memangkas birokrasi yang cukup signifikan.
 
Potensi pembuatan dokumen amdal yang asal-asalan karena tidak dinilai oleh komisi.
UU No 32 Tahun 2009 UU Cipta Kerja
Pasal 88 Perubahan Pasal 88
Setiap orang yang tindakannya, usahanya yang Setiap orang yang tindakannya, usahanya yang
menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup
hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi
yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur
kesalahan.
Trade off
Tidak asal tuduh kepada perusahaan yang dituding mencemari lingkungan, lebih menjamin kepastian hukum
 
sampai belum adanya bukti didapatkan perusahaan tidak wajib bertanggungjawab mutlak atas atas kerugian

UU No 32 Tahun 2009
Pasal 102 Perubahan Pasal 102
Ancaman pidana kepada yang meakukan dihapus
pengelolaan limbah B3 tanpa izin penjara paling
singkat 1th dan paling lama 3th dan denda paling
sedikit 1M dan paling banyak 3M.
Trade off
pengapusan sanksi pidana yang mungkin secara tidak langsung akan menambah minat perusahaan baru.
Sewenang-wenangnya perusahaan karena tidak dikenakan pidana
Saran
 Pemerintah diharapkan segera menerbitkan aturan turunan
yang mengatur lebih lanjut perubahan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup karena banyak sekali dalam
ayat didalamnya yang berbunyi Ketentuan lebih lanjut diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
 Pemerintah diharapkan dalam menghadapi trade off
mengedepankan kepentingan masyarakat dan mengutamakan
kelestarian lingkungan karena kerusakan lingkungan tentu
akan memnerikan permasalahan baik jangka pendek maupun
jangka Panjang.

Anda mungkin juga menyukai