Anda di halaman 1dari 12

BERLAKUNYA

UNDANG
UNDANG PIDANA
MENURUT WAKTU
AZAS NULLUM DELICTUM
Peraturan UU berlaku di masa yang
akan datang setelah hal-hal yang
terjadi sesudah peraturan itu
ditetapkan.
Azas legalitas dalam hukum pidana
harus dibedakan dengan azas legalitas
dalam Hukum Acara Pidana yang
mewajibkan jasa menuntut setiap
perbuatan melawan hukum.
Merupakan azas paling penting dalam
Hukum Pidana.
Di dalam KUHP Pasal 1 ayat 1 .

“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana


kecuali atas kekuatan aturan pidana
dalam perundang-undangan yang telah
ada sebelum perbuatan dilakukan”
Jika diperinci ,maka pasal 1 ayat (1)
tersebut berisi dua hal:
a. suatu tindak pidana harus
dirumuskan/disebutkan dalam
peraturan undang-undang
b. peraturan undang-undang ini
harus ada sebelum terjadinya tinda
pidana
A. Suatu tindak pidana harus
dirumuskan/disebutkan dalam peraturan
undang-undang
Mengenai hal ini ada 2(dua) Konsenkuesi.
* Konsekuensi pertama dari hal yang pertama
ialah bahwa perbuatan seseorang yang tidak
tercantum dalam undang-undang sebagai suatu
tindak pidana juga tidak dapat dipidana. Jadi
dengan adanya azas ini hukum yang tak tertulis
tidak berkekuatan untuk diterapkan.
* Konsekunsi kedua
adanya pendapat larangan
analogi untuk membuat
suatu perbuatan menjadi
suatu tindak pidana yang
dirumuskan dalam UU.
Masih ada cara penafsiran yang dekat
pada penafsiran ekstensif ialah
penafsiran secara teleologisck. Cara
penafsiran ini menerapkan peraturan
dengan melihat kepada tujuan dari
peraturan tersebut. Oleh karena itu
cara penafsiran disebut peanfsiran
Sociologisch.
Cara penafsiran sociologisch
* Penafsiran menurut tata bahasa
(grammaticaal)
* Penafsiran secara sistematis
(systematisch)
* Penafsiran menurut sejarah
terbentuknya peraturan (historisch)
* Penafisran otentik ( bab IX buku I
KUHP)
B. Peraturan perundang-undangan ini
harus ada sebelum terjadinya tindak
pidana.
Pasal 1 ayat (1) ialah aturan undang
-undang harus sudah ada sebelum
perbuatan, dengan perkataan lain
peraturan undang-undang pidana tidak
boleh berlaku retroaktip (berlaku
surut)
Rasio (dasar pikiran) dari hal ini
ialah :
1. Menjamin kebebasan individu
terhadap kewenangan – wenangan
penguasa. (Peradilan)
2. Pendapat yang berhubung
dengan pendirian, bahwa pidana itu
juga sebagai paksaan psychic.
3. Aturan tentang tidak berlaku surutnya
suatu peraturan pidana ini dapat
diterobos oleh pembentuk undang –
undang. Apabila pembentuk undang
-undang berlaku surut, hal tersebut
adalah hak pembentuk undang -undang
sendiri.
Jika aturan masuk dalam UUD Sementara
Tahun1950 ( Pasal 14 ayat 2) yang sejak
17 Agustus 1959 tidak berlaku lagi.

Anda mungkin juga menyukai