Anda di halaman 1dari 43

SISTEMA

DIGESTI
Agus Sjafarjanto, drh., M.Kes.
Ady Kurnianto, drh., M.Si
GEJALA UMUM PENYAKIT
SISTEMA DIGESTIVUS
1. Dysphagia
2. Hypersalivasi
3. Haematemesis
4. Melena
5. Dyschezia dan Haematochezia
6. Konstipasi dan Obstipasi
7. Vomit
8. Diare
DYSPHAGIA
• Dysphagia adalah gejala kesulitan menelan
• Kesulitan menelan dapat disebabkan :
- Ketidak mampuan mengunyah (mastikasi),
membentuk dan memindahkan bolus makanan
ke dalam oesophagus melalui oropharynx
(BEDAKAN dengan ANOREKSIA)
ETIOLOGI

1) Lesi anatomik atau mekanis yang menyebabkan dysphagia 


inflammasi pharyngeal (abses, inflammasi, polip, granuloma
eosinofilik oral), retropharyngeal, neoplasia, sialocele, gangguan
sendi temporomandibular, cleft palatum, fraktur mandibula, trauma
pharyngeal
2) Rasa sakit dapat diakibatkan penyakit gigi, trauma mandibular,
stomatitis dan glossitis, inflammasi pharynx yang juga mengganggu
proses pembentukan bolus dan menelan
3) Gangguan neurologi juga mengganggu proses mengunyah,
pembentukan bolus makan dan menelan (idiopathyc trigeminal
neuropathy dan lingual paralisis SSP XII). Myastenia gravis dan infeksi
polimyositis juga menyebabkan terjadinya dysphagia karena paresis,
paralisis dan kelemahan pharyngeal.
PATOFISIOLOGI

1. Kesulitan menelan dapat disebabkan


obstruksi mekanis pada rongga mulut
atau pharynx
2. Disfungsi neuromuskular menyebabkan
gerakan menelan lemah dan inkoordinasi
3. Rasa sakit saat mastikasi atau menelan.
GEJALA KLINIS
1. Hipersalivasi, gagging, berat badan turun, berusaha menelan
berulang-ulang, menelan dengan posisi leher abnormal, regurgitasi,
batuk (aspirasi), sakit saat menelan
2. Progresifitas dysphagia tidak tentu, adanya benda asing akan
menyebabkan dysphagia akut, sedangkan dysphagia pharyngeal
berlangsung intermiten
3. Pemeriksaan oral secara menyeluruh merupakan aspek yang penting,
bila perlu hewan diberi sedasi atau anesthesia
4. Pemeriksaan ditujukan untuk melihat asimetris, cacat anatomis, benda
asing, inflammasi, tumor, oedema, abses gigi, hilangnya gigI
5. Mengamati hewan saat makan juga penting dan mampu
mengidentifikasi fase abnormalitas menelan
6. Pemeriksaan neurologis yang menyeluruh juga diperlukan terutama
pada syaraf kranial. Komplikasi yang sering terjadi pada kasus
dysphagia adalah Aspirasi Pneumonia
DIAGNOSA
• Pada kondisi inflammasi akan ditemukan leukositosis
• Pada dysphagia yang disebabkan gangguan muskular,
ditemukan serum kreatinin meningkat
• Gejala penyakit  renal (azotemia dan oliguria) ditemukan
pada kondisi ulserasi rongga mulut atau lidah

DEFFERANSIAL DIAGNOSA
• Bedakan dysphagia dengan vomit atau regurgitasi dari
penyakit oesophagus
• Vomit berkaitan dengan kontraksi abdominal, sementara
pada dysphagia tidak
TERAPI
• Support nutrisi merupakan aspek penting dalam mengatasi
kondisi dysphagia.
• Pada dysphagia oral, pasien dapat menelan bila bolus makan
ditempatkan pada kaudal pharynx.
• Hati-hati agar tidak terjadi aspirasi pneumonia.
• Kepala dan leher dinaikkan akan mempermudah proses menelan
pada pasien dysphagia pharyngeal atau crycopharyngeal  bila
tidak bisa, lakukan terapi cairan secara parenteral.
• Dysphagia tidak mudah diatasi dan pengobatan hendaknya
diarahkan pada penyebab penyakit.
• Berikan antibiotika spektrum luas dan kortikosteroid sebagai
antiinflammasi, bila tidak ditemukan penyakit yang spesifik.
HYPERSALIVASI
• Hypersalivasi  suatu gejala terjadinya produksi saliva yang
berlebihan
• Hypersalivasi  dikenal dengan sebutan Ptyalism atau Drooling.
• Pseudoptyalism  ditandai adanya saliva yang berlebihan,
karena terakumulasi di dalam rongga mulut
• Pseudoptyalism  produksi saliva tidak bertambah, namun saliva
tidak dapat ditelan shgg mengalami akumulasi
dan menyebabkan gejala yang mirip dengan
hypersalivasi
• Hewan muda :
- umumnya akibat problem kongenital (portosistemik shunt) atau
akibat menelan bahan kaustik, toksin atau benda asing.
ETIOLOGI
• Penyakit oral dan pharynx
• Benda asing, neoplasia, gingivitis, stomatitis, uremia, ingesti bahan kaustik
atau terbakar (menggigit kabel listrik)
• Syaraf atau neurologis
• Rabies  pseudorabies pada anjing dan sapi, gangguan yang
menyebabkan dysphagia, gangguan yang menyebabkan syaraf fasial rusak
atau drop jaw, gangguan yang menyebabkan seizure
• Gastrointestinal, gangguan metabolik, hepatoencephalopati, hipertermia,
uremia
• Obat atau toksin
• Bisa (venom) laba-laba black widow, North American scorpion, gila monster.
• Bahan kaustik untuk pembersih peralatan rumah tangga atau kebun
• Pembasmi serangga (organofosfate, pyrethrin, pyrethroid, organochlorine),
ivermectin, obat kolinergik, asam bensoat, cafein, cocain, opiat.
PATOFISIOLOGI

• Saliva  diproduksi dan disekresi ke dalam rongga mulut secara


konstan oleh kelenjar saliva
• Produksi saliva yg normal akan tampak seperti berlebihan  penderita
yang mengalami anatomi abnormal, sehingga saliva menetes dari
mulut / suatu kondisi menyebabkan hewan sulit menelan
• Produksi saliva meningkat  akibat eksitasi nukleus saliva di batang
otak dan stimulasi pada rasa serta sensasi taktil pada mulut dan lidah
• Pusat yang lebih tinggi dari sistem syaraf pusat juga mampu
menghambat atau merangsang produksi saliva melalui nukleus saliva,
sehingga lesi pada SSP juga akan merangsang produksi saliva
• Beberapa penyakit seperti :
- pada pharynx, oesophagus, mukosa gastrik  sehingga merangsang
produksi saliva
GEJALA KLINIS
• Anoreksia (lesi oral, penyakit gastrointestinal atau penyakit sistemik)
• Perubahan perilaku makan, agresif, pendiam terutama pada kondisi kesakitan.
• Regurgitasi  penyakit oesophagus, vomit  gastrointestinal atau penyakit sistemik
• Gejala syaraf / neurologi  seizure akibat terpapar obat / toksin pada pasien
hepatoencephalopathy
• Dari pemeriksaan fisik lain seperti :
a. penyakit periodontal (inflammasi)
b. stomatitis (ulserasi dan inflammasi)
c. lesi lidah (inflammasi, ulserasi, massa, benda asing)
d. lesi oropharynx (inflammasi, ulcerasi, massa, terutama disekitar
palatum lunak atau glossopharyngeal)
e. bercak darah pd saliva (prdarahan rongga mulut, pharynx oesophagus)
f. halitosis (penyakit rongga mulut, oesophagus atau lambung)
g. dysphagia
h. defisit syaraf (lesi syaraf trigeminal, fasial, glosopharyngeal, vagus,
hypoglossal), kelenjar saliva (inflammasi, bengkak, nekrotik atau sakit).
DIAGNOSIS
• Bedakan hipersalivasi dengan pseudoptyalism  anamnesis yang
lengkap (termasuk vaksinasi, pengobatan yang pernah dilakukan atau
kemungkinan menelan toksin)
• Lakukan pemeriksaan fisik  rongga mulut dan leher serta pemeriksaan
sistem syaraf
• Haemogram  umumnya normal.
• Leukositosis  pasien yang mengalami inflammasi
• Stress leukogram  pada hewan yang memakan bahan kaustik atau
organofosfat
• Hasil pemeriksaan biokimia serum  normal, kecuali pada penderita
uremia / hepatoencephalopathy.
• Radiography  membantu mendeteksi adanya benda asing / neoplasia
di rongga mulut.
• USG atau portal venography  membantu mendiagnosis portosistemik
shunt
TERAPI
• Terapi penyebab utama hipersalivasi
• Terapi simptomatis  tidak begitu bermanfaat bagi penderita, justru akan
mengaburkan penyebab utama hipersalivasi
• Terapi simptomatis hanya diperlukan, bila hipersalivasi sangat berlebihan
dan lama, dan jika mungkin diberikan setelah diagnosis ditetapkan
• R/. Atropin Sulfas 0,05 mg/kg PO  akan menurunkan produksi saliva
secara simptomatis.
• R/. Petrolium jelly  diberikan pada area yang terkena saliva agar
tidak terjadi moist dermatitis.
• R/. Astringensia selama 10 menit diulang 8-12 jam kemudian 
diberikan pada area yang mengalami moist dermatitis
• Bila diperlukan diberikan terapi cairan sebagai akibat dehidrasi, karena
hipersalivasi
HAEMATEMESIS

• Haematemesis sebutan untuk :


- muntah darah
• Darah yang dimuntahkan  berupa darah
segar atau darah yang sudah tercampur
dengan cairan lambung.
ETIOLOGI

• Saluran cerna  Gastroduodenal, gastrik


ulcerasi dan erosi, oesophageal ulcerasi dan
erosi.
• Di luar saluran cerna  Koagulopathy,
haemoptysis, Upper Respiratory Disease
(epistaksis), oral disease.
• Hewan muda  menelan benda asing
• Hewan tua  neoplasia
PATOFISIOLOGI

• Adanya kerusakan mukosa oesophagus, lambung,


intestinal bagian depan  memicu terjadinya
inflammasi dan hemorrhagis
• Koagulopathy  penyebab haematemesis
• Hewan mengalami vomit darah  dari perdarahan
rongga mulut / saluran respirasi yang tertelan
GEJALA KLINIS
• Gejala utama  vomit
• Vomitus  bercak darah, darah segar, gumpalan
darah, atau darah yang tertelan yang tampak
seperti endapan kopi atau ‘coffe ground’
• Adanya gumpalan darah / darah yg tertelan
menunjukkan adanya penyakit yang serius
• Membran mukosa pucat  anemia
DIAGNOSIS
• Bedakan darah  saluran cerna bagian bawah, saluran
kemih, anal sac, lesi cutaneus, pasase nasal dan rongga
mulut.
• Bedakan darah segar / tertelan  diet atau vomitus
• Gejala anemia  menderita kehilangan darah kronis
• Pasien mengalami Thrombositopenia dan hypoproteinemia
• BUN (Blood Urea Nitrogen) tinggi  gastrointestinal
haemorrhagis berat
• Pasien mengalami gangguan keseimbangan asam basa
TERAPI

• Vomit gumpalan darah / darah yang tertelan  indikasi penyakit


yang serius dan membutuhkan penanganan intensif.
• Perawatan supportif  terapi cairan, elektrolit dan asam basa
• Terapi G.I  gastrik erosi dan ulserasi
• Lakukan NPO (nothing per os)  vomit berlangsung frekuen
• Terapi antibiotik  parenteral
• Hindari pemberian obat-obatan yang menyebabkan kerusakan
atau penipisan mukosa  Aspirin atau Corticosteroid
MELENA
• Melena  adanya darah yang telah tercerna
di dalam faeces
• Faeces  berwarna hitam atau coklat tua
seperti tar
• Faktor risiko penyakit ini adalah pemberian
kortikosteroid atau NSAID (Non Steroid Anti
Inflammatory Drug)  misal untuk terapi
arthritis
ETIOLOGI
• Erosi atau ulcerasi gastrointestinal
• Neoplasia (lymphosarcoma dan adenocarcinoma), Infeksius (infeksi fungal atau
parasit), Inflammasi (benda asing, gastritis akut, gastroenteritis haemorrhagis),
obat-obatan (NSAID atau kortikosteroid).
• Penyakit yang menyebabkan ulcerasi gastrointestinal, Gagal ginjal, Penyakit
Hepar, Pankreatitis, Hypoadrenokortisism, Neoplasia (gastrioma dan tumor sel
mast), Shock
• Menelan (Ingesti) darah
• Diet, Lesi oesophagus (neoplasia, oesophagitis), Lesi oral atau pharyngeal
(neoplasia atau abses), Lesi nasal (neoplasia, rhinitis fungal), Lesi respirasi,
(torsio lobus pulmo, neoplasia, haemoptysis, pneumonia)
• Koagulopathy
• Trombositopenia, Faktor beku abnormal (von Willebrnads disease, ingesti
rodentisida, defisiensi faktor beku darah ), Disseminated Intravascular
Coagulation
PATOFISIOLOGI

• Melena  akibat perdarahan gastrointestinal


bagian depan
• Melena dapat juga terjadi bila hewan
menelan darah dari rongga mulut atau
saluran respirasi
GEJALA KLINIS

• Melena  berkaitan vomit, anoreksia, berat


badan turun atau membrana mukosa pucat
• Pemeriksaan fisik :
- bergantung pada penyebab penyakit
DIAGNOSIS
• Haemogram  anemia mikrositik hipokromik, bila pasien mengalami
perdarahan yang kronis, neutrophilia atau thrombositopenia
• Gambaran biokimia darah  menunjukkan penyebab melena
ekstraintestinal (gagal ginjal atau penyakit hepar)
• Urinalisis  normal
• Pemeriksaan lain profil koagulasi  abnormal
• Pemeriksaan faeces  menunjukkan penyebab (parasit).
• Prognosis  bergantung pada penyebab
• Ulcerasi akibat obat, parasit, benda asing, hipoadrenokortisism 
prognosisnya baik
• Gagal ginjal, penyakit hepar atau DIC prognosisnya infausta 
bergantung respon terapi
• Kasus keracunan rodentisida  prognosis baik
TERAPI
• Diperlukan terapi cairan  hypovolemia karena
kehilangan darah.
• Gunakan larutan elektrolit seimbang dengan
supplementasi kalium
• Lakukan transfusi darah / packed cell 
perdarahan yang hebat
• Lakukan transfusi darah / plasma  koagulopathy
• Ulcerasi gastrik  berikan protektan mukosa,
seperti H2 receptor antagonis (Cimetidine,
Ranitidine), Sucralfate
DYSCHEZIA DAN HAEMATOCHEZIA

• Dyschezia  kesulitan defekasi yg disertai


rasa sakit.
• Haematochezia  darah segar pada faeces
ETIOLOGI
• Penyakit rektum, kolon dan anus
• Strictura, anal sacculitis atau abses, fistula perianal, pseudocoprostasis,
benda asing, prolapsus recti, proctitis, neoplasia, trauma (gigitan).
• Neoplasia (adenocarcinoma dan lymphosarcoma), idiophatic
megacolon, inflammasi (Inflammatory Bowel Disease), konstipasi
• Penyakit-penyakit lain
• Faktur pelvis / kaki belakang, penyakit prostat, neoplasia intrapelvis
• Faktor Resiko :
- menyebabkan Dyschezia atau Haematochezia adalah hewan
menelan rambut, tulang atau benda asing (tali plastik / rafia, tas
plastik), yg memicu terjadinya konstipasi dan menyebabkan
dyschezia.
PATOFISIOLOGI,
GEJALA KLINIS DAN DIAGNOSIS
• PATOFISIOLOGI :
- Ada keterkaitan dengan penyakit-penyakit pada daerah kolon, rektum,
anus.

• GEJALA KLINIS :
- Tenesmus, faeces sangat keras, jika pasien mengalami konstipasi
- Pasien dengan gejala haematochezia biasanya ditemukan massa
atau polip, lewat palpasi digital dan atau tangan pada rektum

• DIAGNOSIS :
- Differensial diagnosa, bedakan dari dysuria dan stranguria
TERAPI
• Berikan antibiotika  infeksi bakterial.
• Berikan antiinflammasi  colitis (R/. Sulfasalazine atau R/.
Prednisone).
• Berikan obat laxantia (R/. Lactulosa, R/. Docusate, R/. Docusate
calcium).
• Sebaiknya tidak memberikan bahan yang dapat meningkatkan isi
faeces (serat), kecuali memang ada indikasi  colitis
• Laxantia digunakan untuk memudahkan defekasi pada penderita
penyakit rektoanal
• Penyakit rektoanal (fistula perianal atau hernia perinealis)  tindakan
operatif
• Penderita strictura  baloon dilatation
KONSTIPASI DAN OBSTIPASI
• Konstipasi  defaekasi yang infrekuen, inkomplet atau
mengalami kesulitan
• Obstipasi  konstipasi yang berkepanjangan, disebabkan
retensi faeces yg lama, keras dan kering dan hewan tidak
bisa melakukan defekasi
• Penyakit ini dikenal  Faecal Impaction.
• Faktor risiko hewan mengalami melena :
- terapi obat-obatan, penyakit metabolik yg mengakibatkan
dehidrasi, hernia perineal (pada anjing jantan), pica,
memandikan hewan yang berlebihan, kurang minum,
fraktur pelvis
ETIOLOGI
• Diet, Tulang, rambut, benda asing, serat
• Lingkungan, kurang exercise, perubahan lingkungan, obat-obatan
• Antikolinergik, antihistamin, opioid, barium sulfat, antasida, kaopectolin,
supplementasi zat besi, diuretik, defekasi yang menyakitkan
• Penyakit anorektal (anal sacculitis, anal sac abses, anal striktura, anal spasmus,
prolapsus rektal, pseudocoprostasis), trauma (fraktur pelvis, fraktur kaki belakang,
dislokasi, luka gigitan, abses perineal)
• Obstruksi mekanik
• Ekstraluminal (penyembuhan fraktur pelvis dekat kanal pelvis, hipertrophi prostat,
prostatitis, neoplasia prostat, pseudocoprostasis), intraluminal dan intramural
(neoplasia atau polip pada kolon atau rektal, striktura rektal, divertikulum rektum,
hernia perineal, prolapsus rektal, atresia ani)
• Penyakit Neurologis : SSP (paraplegia, penyakit tulang belakang, penyakit cerebral),
syaraf perifer (dysautonomia, penyakit syaraf pada sakral), disfungsi syaraf kolon
intrinsik (idiopathic megacolon)
• Penyakit metabolik atau endokrinologik
• Gangguan fungsi otot polos kolon (hiperparatiroidism, hipotiroidism, hipokalemia (CHF
kronis)
PATOFISIOLOGI
• Konstipasi terjadi dengan penyakit yang menyebabkan
gangguan aliran faeces melalui kolon
• Transit faecal yang tertunda, menyebabkan hilangnya
garam dan air lebih banyak.
• Kontraksi peristaltik meningkat saat konstipasi  namun
motilitasnya Terbatas, karena degenerasi otot polos secara
sekunder akibat overdistensi kronis.
GEJALA KLINIS
• Anamnesis  mengalami tenesmus dengan volume faeces sedikit.
• Faeces keras, kering
• Defaekasi tidak frekuen
• Setelah merejan lama baru keluar faeces yang sedikit, kadang setelah
itu masih merejan lama
• Vomit dan depresi
• Pemeriksaan fisik :
- faeces masih di dalam kolon, hasil pemeriksaan yang lain tergantung
dari penyebab
• Pemeriksaan rektal :
- teraba adanya massa, striktura, hernia perianal, penyakit anal sac,
benda asing, pembesaran prostat, kanal pelvis yang sempit
DEFFENTIAL DIAGNOSIS

• Bedakan dengan dyschezia dan tenesmus karena


colitis
• Pada colitis  faeces disertai mucous atau bercak
darah
• Bedakan tenesmus yang berkaitan urinasi
• Stranguria  berkaitan dengan haematuria dan
abnormalitas pada urinalisis
TERAPI
• Faeces dikeluarkan secara manual (digital)  hewan disedasi atau
anaesthesi
• Bila masih kesulitan dapat dibantu  enema
• Gunakan air hangat dengan sedikit campuran sabun atau minyak sayur
• Berikan pakan yang dapat mengisi / membentuk faeces, methylcelulose
/ campuran labu.
• Berikan lubrikan  memudahkan keluarnya faeces
• Berikan laxatif  untuk membuat faeces lebih lunak
• Kolinergik  meningkatkan motilitas, namun merupakan kontraindikasi
bila terjadi obstruksi
• Antikolinergik  menjadi kontraindikasi
VOMIT
• Vomit merupakan suatu reflek yang diatur oleh pusat emetik (muntah =
vomit) di medulla oblongata.

PATOFISIOLOGI :
• Pusat emetik (muntah) hanya diaktifasi oleh impuls syaraf dari berbagai
sumber :
1. Rasa takut, emosi
2. Kelainan intracranial (Comottio cerebri = gegar otak), hypoksia otak
3. Gangguan keseimbangan dan motion sickness (mabuk)
4. Gangguan visceral : gastritis, corpora aliena gastrointestinal,
peritonitis, neoplasia abdominal
5. gangguan pada organ dalam tubuh lainnya.
PATOFISIOLOGI

• Sekresi lambung berisi ion-ion H+ , Cl, Na, K dan H2O. 


Oleh sebab itu vomit profeus (terus menerus) dapat
mengakibatkan dehidrasi berat, hipokhloremia, hipokalemia,
alkalosis metabolik, hiponatremia.
• Pada keadaan normal, Na+ pada cairan tubuli distalis ginjal
diresorbsi, dan diganti dengan H+ atau K+ di dalam plasma.
Tetapi bila H+ banyak hilang akibat vomit, pertukaran yang
terjadi banyak dengan K+, sehingga banyak K+ hilang lewat
urine.
TERAPI
• Atasi penyebab lebih dahulu :
a. Rasa takut : ditenangkan, berikan sedasi
b. Commotio cerebri : obati dan perbaiki kondisi cerebri
c. Hypoxia Cerebri : terapi O2 (Sirstove)
d. Gangguan Keseimbangan (Motion Sickness) : Berikan penenang (R/.
Dimenhidrinat), obat tidur.
e. Gangguan Visceral : hilangkan simptomatisnya, simultan dengan
menghilangkan penyebabnya
f. Penyakit sistemik : hilangkan penyebab (Uremia, Hepatitis, dll)
• Dehidrasi  rehidrasi dengan pemberian cairan : Infuse cairan elekrolit
• Pemberian cairan oralit (buat komposisi dengan formula : air 250 cc + 2
sendok makan gula pasir + 1 sendok teh garam dapur)  contang !
• Jangan diberikan cairan elektrolit yang terlalu banyak dan pekat  akan
merangsang timbulnya muntah.
DIARRHEA

• Massa faeces yang bersifat cair, yang dikeluarkan


secara periodik (intermitten) maupun terus
menerus (profus)  akibat adanya hipermotilitas
mukosa usus
PATOFISIOLOGI
Akibat adanya hipermotilitas usus kecil dan usus besar, karena :
•Asam (asam laktat atau asam-asam lain) dalam usus kecil dan besar, yang
mengiritasi mukosa usus  hipermotilitas  diarrhea
•Rangsangan obat-obatan laxantia  hipermotilitas  diarrhea
•Kondisi stress (takut, emosi)  adrenalin naik  sel parietal  HCl lambung
naik  iritasi mukosa usus  hipermotilitas  diarrhea
•Makanan kasar (kulit padi), duri, pecahan kaca, pecahan kayu  luka /
radang pada mukosa usus (enteritis)  iritasi  hipermotilitas  diarrhea
•Cacing dalam usus  iritasi mukosa usus  hipermotilitas  diarrhea
•Agen penyakit (Salmonellosis, Colibacillosis, dll)  enteritis  hipermotilitas
 diarrhea
•Minum susu asam atau Lactose Intolerance iritasi mukosa usus  diarrhea

• 
TERAPI
• Jangan berikan makanan atau susu yang sudah basi
• Recording data pemberian obat
• Beri obat penenang (sedasi)
• Pengawasan pemberian ransum pakan (sehat, bersih, aman, bergizi,
asli)
• Hilang agen penyakit :
1. Bakterial : Antibiotika gram negative atau broad spectrum (R/.
Chloramphenicole, R/. Thiamphenicole, R/. Bactrim, R/. Amoxicillin, dll)
2. Viral (Parvovirus, Bovine Viral Diarrhea, dll) : supportif, roborantia.
3. Parasit (cacing, protozoa) : Anthelmintika : R/. Mebendazole, R/.
Piperazine, R/. Thiabendazole, R/. Ivermectin, R/. Metronidazole
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai