keberhasilan transisi dari industri tadisional ke EIP tersebut antara lain adalah:
(i) Ketergantungan lintasan teknologi antar pihak;
(ii) Adanya ruang untuk riset dan eksperimen;
(iii) Pemerintah sebagai pendukung utama; dan
(iv) Keterikatan regional.
Selain itu, kebijakan harus bisa membantu restrukturisasi industri, seperti membatasi
pengembangan industri besar yang menghabiskan sumber daya dan industri yang
menyebabkan polusi.
Kebijakan lain, seperti kebijakan yang dapat mendorong produksi bersih dan aliran
material (seperti air dan energi) di antara penyewa dan mengoordinasikan hubungan
antara kawasan industri dan masyarakat lokal, juga harus dibangun atau direvisi sesuai
dengan realitas lokal.
Perkembangan Kawasan Industri Hijau di
Indonesia
• Menurut Kwanda (1990), pada awalnya kawasan industri di
Indonesia hanya dikembangkan oleh pemerintah melalui
BUMN sebagai reaksi terhadap meningkatnya jumlah industri
dengan dampak polusi lingkungan yang diakibatkannya,
keterbatasan infrastruktur, dan masalah perkembangan
kawasan permukiman yang berdekatan dengan lokasi industri.
Namun, seiring dengan meningkatnya investasi baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri, pemerintah melalui
Keputusan Presiden No. 53 tanggal 27 Oktober tahun 1989
mengijinkan usaha kawasan industri dikembangkan oleh pihak
swasta.
• Menurut Budihardjo (2013), kawasan industri di Indonesia yang belum
menerapkan konsep Eco Industrial Park salah satunya kawasan industri di
Kota Semarang. Salah satu kawasan industri di Kota Semarang yang
ditelitii, dalam operasionalnya telah melebihi daya dukung lingkungan
(overshoot). Oleh karenanya, kegiatan industri di wilayah ini perlu
menerapkan sistem produksi yang lebih bersih dan industri yang ramah
lingkungan yang mengarah pada pengembangan Eco Industrial Park.