Anda di halaman 1dari 19

Journal Reading

Peningkatan Risiko Bell Palsy Pada


Pasien Dengan Migrain

RINDAYU JULIANTI N

18174050

Pembimbing: dr. Cut Diana Maya Sp. S


PENDAHULUAN

 Kelumpuhan wajah memiliki beberapa etiologi yang


berasal dari (virus varicella zoster), bawaan lahir dan
penyebab trauma.

 Kelumpuhan wajah perifer akut idiopatik, yang disebut


sebagai Bells Palsy, menyumbang 60% hingga 75% dari
kasus kelumpuhan wajah.

 Sekitar 11 hingga 40 orang per 100.000 mengalami Bell


palsy diseluruh dunia setiap tahun.
 Iskemia vascular, gangguan imunologis, inflamasi,
dan disfungsi otonom telah menjadi faktor risiko
dari bell palsy.

 Sedangkan migrain adalah sakit kepala primer


yang ditandai dengan kekambuhan berulang yang
dipicu oleh berbagai faktor.

 Gangguan pada sistem saraf pusat, dan sistem


kekebalan tubuh, serta peradangan, genetic, dan
iskemia vaskular semuanya kemungkinkan untuk
terjadinya migrain.
 Banyak penelitian telah melaporkan terjadinya
risiko stroke iskemik pada pasien migraine.

 Sebuah Studi Cohort menunjukan bahwa populasi


kejadian Bell Palsy meningkat pada pasien migrain.

 Studi ini memperkirakan bahwa pasien migrain


memiliki 1,9 kali lipat peningkan risiko bell palsy
selama 5 tahun masa pemantauan.
 Penelitian ini berhipotesis bahwa migraine
meningkatkan risiko dari bell palsy.

 Untuk memastikan hipotesis ini, rasio hazard (HRs)


untuk bell palsy di telusuri pada pasien migraine
dan dibandingkan dengan populasi kontrol.
BAHAN dan METODE

A. Populasi penelitian dan pengumpulan data


Studi kohort nasional ini bergantung pada data
dari Sampel Korea National Asuransi Kesehatan
Service-National Cohort (NHIS-NSC).

B. Pemilihan peserta
Dari 1.125.691 kasus dengan 114.369.638
kode klaim kesehatan, peneliti memasukkan
peserta yang didiagnosis dengan migrain
berdasarkan ICD-10 kode (G43). Peneliti memilih
peserta yang dirawat lebih dari satu kali
(n=45.587) dan para peserta diikuti hingga 12
tahun.
 Bell palsy didiagnosa berdasarkan kode ICD-10 (G510),
peneliti hanya memasukan peserta yang dianggap lebih
dari 1 kali yang diberikan steroid. Dari 2002 hingga 2013,
5244 peserta dengan bell palsy dipilih.

 Pasien migrain dicocokkan 1 : 4 dengan peserta dalam


kelompok kontrol yang tidak didiagnosis dengan migrain
dari tahun 2002 sampai 2013. Kelompok kontrol dipilih
dari populasi umum (n =1.080.104).

 Perbandingan diproses oleh kelompok usia, jenis


kelamin, kelompok pendapatan, wilayah tempat tinggal,
dan riwayat kesehatan masa lalu (hipertensi, diabetes,
dan dislipidemia).
C. Variabel penelitian
 Kelompok usia yang diklasifikasikan menggunakan
interval 5 ahun : 0 - 4, 5 - 9, 10 sampai 14, dan 85+
tahun, sebanyak 18 kelompok usia yang ditunjuk.

 Kelompok berpenghasilan pada awalnya dibagi


menjadi 41 kelas, kelompok ini dikategorikan
menjadi 11 kelas [kelas 1 (pendapatan terendah)
-11 (pendapatan tertinggi)].
 Wilayah tempat tinggal dibagi menjadi 16 daerah
sesuai dengan kabupaten, daerah ini
dikelompokkan kembali sesuai perkotaan.

 Riwayat kesehatan peserta dievaluasi


menggunakan kode ICD-10, untuk akurasi
diagnosis, hipertensi (I10 dan I15), diabetes (E10-
E14), dan dislipidemia (E78) diperiksa pada
peserta yang dirawat lebih dari sekali.
D. Analisis Statistik
 Cox-proporsional hazard digunakan untuk
menganalisis HR dari Bell palsy pada kelompok
migraine.

 Data sederhana dan data yang disesuaikan (usia, jenis


kelamin, pendapatan, wilayah tempat tinggal,
hipertensi, diabetes, dan dislipidemia) yang
digunakan dalam analisis ini.
 Untuk analisis kelompok, peneliti membagi peserta
pria dan wanita berdasarkan usia (<30 tahun, ≥30 dan
<60 tahun, dan ≥60 tahun).

 Analisis dilakukan dan nilai P kurang dari .05


dianggap signifikan

 Hasilnya dianalisis secara statistik menggunakan


SPSS versi 21.
HASIL

 Bell palsy terjadi pada 0,6% (262 / 44.902) dari


kelompok migrain dan 0,5% (903 / 179.753) dari
kelompok kontrol (P =0,033).

 HR dari Bell palsy tinggi pada kelompok migrain


(HR kasar = 1.16, 95% CI = 1.01 - 1,33, P = 0,034).

 Risiko Bell palsy adalah 1,16 kali lebih tinggi


dibandingkan pada kelompok kontrol dalam
model disesuaikan (95% CI=1.01-1,33, P =0,34).
 HR dari Bell palsy juga tinggi dalam subkelompok peserta
yang berusia ≥30 dan <60 tahun dibandingkan dengan pada
kelompok kontrol (HR =1,28, 95% CI =1,05-1,57, P =0,014)

 Dalam kelompok ini, risiko Bell palsy meningkat pada


kelompok migrain bahkan setelah disesuaikan (HR= 1,28, 95%
CI =1,05-1,57, P =0,015).

 Kelompok peserta dalam kelompok migrain yang berusia <30


dan ≥60 tahun tidak memiliki peningkatan risiko Bell palsy.

Dalam analisis kelompok berdasarkan jenis kelamin,


subkelompok pria dan wanita tidak memiliki risiko tinggi Bell
palsy.
DISKUSI

 Dalam penelitian ini, migrain ditemukan meningkatkan risiko


bell palsy, peningkatan risiko pada pasien migrain terbukti
pada populasi usia ≥30 dan < 60 tahun.

 Efek saraf langsung dari saraf trigeminal ke saraf wajah dapat


berkontribusi pada risiko kelumpuhan wajah pada pasien
migrain.

 Ada mekanisme patofisiologis umum yang bisa mendasari


migrain dan bell palys. Misalnya, iskemia kardiovaskular
merupakan faktor risiko untuk kedua kondisi.

Migrain diduga merupakan hasil dari penyebaran kortikal


depresi yang disebabkan oleh iskemia serebral dan
penghambatan aktivitas saraf.
 Sebuah studi baru-baru ini melaporkan bahwa kadar
antioksidan serum meningkat pada pasien Bell Palsy
dibandingkan dengan mereka yang antioksidan serumnya
terkontrol.

 Respon emosional atau psikologis yang menyebabkan nyeri


kepala migrain juga dapat meningkatkan risiko Bell palsy.

 Temuan dari studi kohort retrospektif yang pada pasien


dengan gangguan kecemasan memiliki risiko 1,53 kali lipat
peningkatan Bell palsy (95% CI = 1,21-1,94, P <0,001).

 Dalam penelitian sebelumnya, prevalensi migrain di Korea


dilaporkan sekitar 6,1%, nilai ini sedikit lebih tinggi dari pada
penelitian ini sekitar 4,0%.
TERIMA KASIH☺

Anda mungkin juga menyukai