Anda di halaman 1dari 45

HUBUNGAN ANTARA NORMA

PERKAWINAN ISLAM
DENGAN SISTEM KEKELUARGAAN
ISLAM
ASAS ASAS
RUKUN DAN SYARAT
HUKUM PERKAWINAN ISLAM

Tim Dosen Hukum Islam


HUBUNGAN ANTARA NORMA PERKAWINAN
ISLAM
DENGAN SISTEM KEKELUARGAAN ISLAM

Hukum Islam Ketentuan hukum yang dirumuskan ke


menghendaki perkawinan menurut dalam beberapa pasal
sistem bilateral. hukum Islam terdapat UU No.1 Thn 1974
dalam al-Qur’an dan
as-Sunnah
Ketentuan yang menunjukkan sistem kekeluargaan Islam
terdapat dalam:
• Larangan perkawinan berdasarkan hubungan darah, hubungan perkawinan, mahar dan
ketentuan-ketentuan hukum kewarisan

Larangan perkawinan berdasarkan hubungan darah menunjukkan bentuk sistem


kekeluargaan menurut Islam, ( Q.S. 4: 22, 23)

• Larangan perkawinan dengan mantan istri ayah kandung (Q.S.4: 22)

1.Larangan perkawinan karena hubungan susuan, hubungan semenda (Q.S.4: 23)

• Larangan perkawinan diperjelas dengan perkawinan antara Siti Fatimah binti Muhammad
dengan Ali bin Abi Thalib bin Muthalib (saudara sepupu Rasul dari garis laki-laki).

• Q.S. 4: 4 dan 24, Q.S. 2 : 236, 237 menunjukkan bentuk masyarakat yang dikehendaki
Islam.
HUBUNGAN ANTARA NORMA PERKAWINAN
ISLAM
DENGAN SISTEM KEKELUARGAAN ISLAM

Jujur pada masyarakat patrilineal


berbeda fungsi dengan mahar Menurut Hukum Islam, Bentuk masyarakat menurut
menurut ajaran Islam. pemberian mahar bersifat ajaran Islam, selain diketahui
Perempuan yang menjadi istri individual, (Q.S.4 ayat 4 jo.ayat dari larangan perkawInan juga
24 jo. S.2: 236 jo 237), terlepas dari hukum kewarisan dalam S.
laki-laki pemberi jujur
dari fungsi kekeluargaan, 4: 7, 11, 12, 33 dan 176.
berpindah, sebagai akibat dari kekerabatan maupun
Perkawnan yang exogam, kemasyarakatan.
patrilokal dan asimetris di Batak
dan Bali.
Asas Asas Hukum
Perkawinan Islam
Asas Asas Asas Asas
Kesukarelaan Kebebasan Kemitraan
Persetujuan
Suami-Istri

Asas
Asas Asas Asas Menolak Mudharat &
Untuk selama- Kebolehan/ Kemaslahatan Mengambil Manfaat
lamanya Mubah Hidup

Asas Asas Asas


Kepastian Personalitas Monogami
Hukum Keislaman Terbuka
01
Asas Kesukarelaan
Kesukarelaan antara calon suami isteri,
juga antara kedua orang tua kedua belah
pihak.
Persetujuan dapat berupa:
Tulisan
Lisan
Isyarat
Diam

02
Asas Persetujuan
Tidak boleh ada paksaan dalam
melangsungkan perkawinan
Lihat KHI Pasal 16-17!
03
Asas Kebebasan

Kebebasan memilih pasangan tetap


memperhatikan larangan perkawinan.

Pasal 18 (tidak terdapat halangan perkawinan),


39-44 KHI (larangan perkawinan).
04
Asas Kemitraan Suami-Istri
• Merupakan asas kekeluargaan atau kebersamaan yang sederajat
antara hak dan kewajiban: (Pasal 77 KHI)

• Perbedaan tugas dan fungsi suami-isteri karena perbedaan kodrat


(sifat asal, pembawaan). (Q.S. an-Nisa (4) : 34 dan al-Baqarah (2)
ayat 187.

• Kemitraan menyebabkan kedudukan suami-isteri dalam beberapa hal


sama dan hal lain berbeda. Suami menjadi kepala keluarga, istri
menjadi kepala dan penanggung jawab pengaturan rumah tangga.
(Pasal 79 KHI).
05
Asas untuk Selama-lamanya

• Pasal 2 KHI akad yang sangat kuat untuk menaati perintah Allah dan
menjalankan ibadah.

• Menunjukkan bahwa perkawinan dilaksanakan untuk melangsungkan


keturunan dan membina cinta serta kasih sayang (Q.S. ar-Rum (30) :
21).
06
Asas Kebolehan/Mubah

• Asal hukum melakukan perkawinan adalah kebolehan atau


ibahah.
• Q.S. An-Nisa (4): Ayat (1) Ayat (3): Ayat (24)
• Kebolehan ini dapat berubah menjadi sunnah, wajib, makruh
atau haram. Perubahan ini terjadi karena berubahnya ‘illah.

Sunnah Makruh Haram

Makru
h
Wajib Haram
Mubah
07
Asas Kemaslahatan Hidup

Tujuan perkawinan adalah untuk Pasal 3 KHI:


mewujudkan suatu keluarga dalam Perkawinan bertujuan untuk
rumah tangga yang ma’ruf (baik), mewujudkan kehidupan rumah
sakinah (tentram), mawaddah (saling tangga yang sakinah, mawaddah,
mencintai), dan rahmah (saling dan rahmah.
mengasihi).
Q.S An Nisa:1
08
Asas Menolak Mudharat dan
Mengambil Manfaat

Tujuan perkawinan adalah mencegah


melakukan perbuatan yang keji dan munkar.

Ada pencegahan perkawinan (Pasal 60-69 KHI)


dan pembatalan perkawinan (Pasal 70-76 KHI)
09
Asas Kepastian Hukum

• Hadits Rasul: Perkawinan harus diumumkan dengan mengadakan walimah


• Pasal 5 KHI : Perkawinan harus dicatat dan dilakukan oleh Pegawai Pencatat
Nikah
• Pasal 8 KHI: Perceraian harus dibuktikan dengan Putusan Pengadilan Agama
10
Asas Personalitas Keislaman

• Q.II : 221 Q. V : 5 Larangan


Perkawinan
• Wanita non-muslim dilarang dinikahi
oleh laki-laki muslim (KHI Pasal 40
huruf c )
• Wanita Muslim dilarang
melangsungkan perkawinan dengan
pria yang bukan beragama IslamHaram
(KHI Pasal 44)
11
Asas Monogami Terbuka
Syarat poligami:
(Pasal 55-59 KHI)
terbatas hanya sampai empat isteri.
suami harus mampu berlaku adil (Q.S.an-Nisa’ (4) ayat 3, Q.S.an-Nisa’ (4) ayat 129)
mendapat izin dari Pengadilan Agama, karena isteri :
tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai isteri;
mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; dan
tidak dapat melahirkan keturunan.
sesuai Pasal 5 UU 1/1974 (Persetujuan isteri dan kepastian suami mampu menjamin keperluan hidup isteri dan anak).
Persyaratan dan Pembatasan
Poligami
Tidak bermaksud hendak
5 mempermainkan atau
menganiaya wanita yang
akan dikawini itu
Jumlah wanita yang
boleh dikawini tidak
1
boleh lebih dari 4 Tidak boleh dengan wanita yang
orang mempunyai hubungan
2 3 4 saudara/sepersusuan dengan isteri

Sanggup berlaku adil


terhadap semua isteri-
Wanita yang akan dikawini lagi
isterinya
seyogyanya perempuan yang ada
(Kediaman, nafkah lahir
hubungannya dengan pemeliharaan
batin, kasih saying)
anak yatim, yaitu janda yang
mempunyai anak.
Poligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan
dan PP No. 9 Tahun 1975

a) Harus ada izin dari


Pengadilan Agama,
b) Bila dikehendaki oleh
Namun seorang suami yang bersangkutan, dan
dapat beristeri lebih c) Hukum dan agama
dari seorang asal yang bersangkutan
memenuhi syarat- mengizinkannya.
Undang-Undang
syarat tertentu yang
Perkawinan ditetapkan dalam
Indonesia menganut Undang-Undang
asas Monogami Perkawinan ini. Syarat-syarat
(Pasal 3 ayat 1). berpoligami  Pasal
3 ayat (2) beserta
penjelasannya
Poligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan
dan PP No. 9 Tahun 1975

 Harus dipenuhi syarat dan alasan tertentu yang


dibenarkan Undang-Undang Perkawinan Pasal
4 ayat (2) UUP jo. Pasal 41a PP No. 9/1975
yang ditentukan secara limitatif, :
a) Isteri tidak dapat menjalankan
 Syarat pengajuan dalam Pasal 5 ayat (1) UUP, yaitu: kewajibannya sebagai isteri,
a) persetujuan dari isteri/isteri-isteri terdahulu, b) Isteri mendapat cacat badan atau
b) kepastian bahwa suami mampu menjamin penyakit yang tidak dapat disembuhkan,
keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan c) Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
anak-anak mereka,
c) jaminan bahwa suami akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
Poligami dalam KHI
Syarat berpoligami:
1. Jumlah isteri maksimal 4 orang;
2. Suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri-isteri dan
anak-anaknya;
3. Suami harus mendapat ijin dari PA;
4. Apabila isteri tidak setuju, maka PA dapat menetapkan
pemberian izin poligami setelah mendengar dan memeriksa
isteri di persidangan. Terhadap putusan ini dapat diajukan
banding atau kasasi.
Asas-asas Perkawinan menurut
UU No. 1 Th 1974 (penjelasan butir 4)

Suami isteri harus telah masak jiwa raganya untuk


Tujuan perkawinan membentuk keluarga yang
melangsungkan perkawinan.
bahagia dan kekal

Perkawinan sah bila dilakukan menurut hukum masing-masing


agama dan kepercayaan, perkawinan harus (wajib) dicatat Mempersukar perceraian.
menurut peraturan perUUan yg berlaku.

Hak dan kedudukan istri seimbang dengan hak dan


Monogami, namun bila dikehendaki krn hukum agama, kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga, dalam
suami dapat beristri lebih dari seorang. pergaulan masyarakat
RUKUN DAN SYARAT
PERKAWINAN
Perkawinan

• Dalam melaksanakan perkawinan


harus memenuhi ketentuan rukun
dan syarat perkawinan
• Tidak terpenuhinya ketentuan
rukun dan syarat perkawinan
mengakibatkan tidak sahnya suatu
perkawinan
• Dasar hukum yang digunakan
adalah syari’ah, UU Perkawinan,
dan KHI
Rukun Perkawinan
Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam (KHI):

Ijab
Saksi Qabul
Calon Wali
suami
dan
isteri
Syarat Perkawinan
Syarat Umum Syarat Khusus
1. Calon Suami dan Isteri
Perkawinan tidak boleh
2. Wali
bertentangan dengan
3. Saksi
larangan perkawinan
4. Ijab Kabul
01
Syarat Khusus
Calon Suami dan Isteri
• Beragama Islam
• Menyetujui perkawinan tersebut. Calon mempelai harus bebas
dalam menyatakan persetujuannya. Persetujuan ini hanya
dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu berfikir,
dewasa atau akil baligh. (Pasal 16-17 KHI)
• Dewasa jasmani dan rohani dalam melangsungkan
perkawinan (Pasal 15 KHI)
• Tidak terdapat halangan dan larangan perkawinan:
o Bukan mahram pasangannya
o Tidak sedang dalam ihram haji atau umroh.
Syarat Calon Suami dan Isteri
Syarat bagi Calon Suami Syarat bagi calon isteri
a. Terang perempuannya (bukan banci).
a. Terang laki-lakinya (bukan b. Sekurang-kurangnya berusia 16 tahun*
banci) c. Telah memberi izin kepada wali untuk
b. Sekurang-kurangnya berusia menikahkannya.
19 tahun* d. Tidak bersuami, tidak dalam masa
c. Tidak beristeri lebih dari ‘iddah.
e. Belum pernah dili’an (sumpah li’an)
empat.
oleh bakal suaminya
d. Tidak mempunyai isteri yang
haram.
e. Mengetahui bakal isterinya
tidak haram dinikahinya
02 Syarat Perkawinan: Wali

Hadis Rasulullah
“Barangsiapa di antara perempuan yang
menikah tidak dengan izin walinya, maka
pernikahannya batal”
Hadis riwayat Ibnu Majah dan Daruqutni
“Janganlah perempuan menikahkan
perempuan yang lain, dan jangan pula
seorang perempuan menikahkan dirinya
sendiri”
Pasal 19 KHI
Calon isteri harus mempunyai wali yang
bertindak untuk menikahkannya
Syarat-syarat Wali
(Ps 20 ayat (1) KHI)
• Muslim
• Aqil
• Baligh
• Tidak tuli, bisu, atau uzur (Ps 22 KHI)
• Laki-laki,
• Adil
• dan tidak sedang ihram atau umroh.
Macam-Macam Wali Muhakam ialah
seorang laki-laki
bukan keluarga calon
Wali dari penguasa yang Hakam adalah mempelai perempuan
berwenang dalam bidang
perkawinan, biasanya seseorang yang masih dan bukan dari
penghulu atau petugas lain termasuk anggota penguasa, tetapi
dari Departemen Agama. keluarga calon mempunyai
mempelai perempuan pengetahuan agama
Wali hakim baru dapat namun bukan wali yang baik dan dapat
menjadi wali nikah apabila
wali nasab tidak ada , dan nasab dan mempunyai menjadi wali
Wali kerabat dari bila ada penetapan pengetahuan agama perkawinan.
garis keturunan Pengadilan Agama sebagai wali yang
laki-laki cukup.
Muhakam

Wali Nasab Wali Hakim Hakam


(Pasal 21 KHI) (Pasal 23 KHI)
03
Syarat Perkawinan: Saksi
Syarat-syarat menjadi saksi
(Ps 25 KHI) “Tidak sah nikah
kecuali dengan wali dan
• Laki-laki/2 orang dua saksi yang adil”
perempuan (H.R Ahmad)
• Muslim
• Adil
• Aqil Baligh Haram
• Tidak terganggu ingatan
• Tidak tuli
• Tidak menjadi wali.
04
Syarat Perkawinan: Ijab dan Kabul
Ijab Kabul
penegasan kehendak mengikatkan diri dalam penegasan penerimaan mengikatkan diri sebagai suami
bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak isteri, dilakukan pihak laki-laki.
perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suatu pernyataan penerimaan  oleh calon suami (Pasal 29
suami ayat 1 KHI)
suatu pernyataan penyerahan  dilakukan oleh Dapat diwakilkan kepada pria lain dengan cara memberi
wali nikah (Pasal 28 KHI) kuasa yang tegas dan tertulis dan mempelai perempuan
tidak keberatan (Pasal 29 ayat 2-3)

Pelaksanaan antara pengucapan ijab dan kabul tidak


boleh ada antara waktu, harus segera dijawab. (Pasal
27 KHI)
Mahar
• Mahar wajib diberikan oleh calon
suami kepada calon isteri (Pasal • Mahar boleh dibayar
30 KHI) tunai atau
• Jumlah, bentuk, dan jenisnya ditangguhkan sebagian
disepakati oleh kedua pihak atau seluruhnya dan
menjadi utang calon
dengan anjuran kesederhanaan suami (Pasal 33 KHI)
dan kemudahan (Pasal 31 KHI) • Kewajiban
• Biasanya diberikan pada waktu menyerahkan mahar
akad nikah dilangsungkan, bukan rukun
perkawinan. Kelalaian
sebagai perlambang suami menyebut jumlah dan
dengan sukarela mengorbankan jenis mahar tidak
hartanya untuk menafkahi menbatalkan
isterinya perkawinan. (Pasal 34
KHI)
Ketentuan Pembayaran Mahar

Pasal 35 KHI
“Jika kamu menceraikan isteri-isterimu Suami yang mentalak isterinya dalam keadaan
sebelum kamu bercampur dengan mereka, qobla dukhul, ia wajib membayar
padahal sesungguhnya kamu sudah setengah mahar yang telah ditentukan
menentukan maharnya itu, maka bayarlah dalam akad nikah
Suami yang meninggal dunia dalam keadaan
seperdua dari mahar yang telah kamu
qobla dukhul, seluruh mahar menjadi hak
tentukan itu” isterinya
(Al Baqarah ayat 237) Perceraian terjadi qobla dukhul dan mahar
belum ditetapkan, suami wajib membayar
mahar mitsil.
Syarat sahnya perkawinan menurut Undang-Undang No.1
tahun 1974 tentang Perkawinan
• Pasal 2 ayat (1): perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
• Penjelasan Pasal 2: tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaanya itu.
• Persetujuan kedua calon mempelai (Pasal 6).
• Harus berusia 16 tahun bagi wanita dan berusia 19 tahun bagi pria (Pasal 7).*
• Tidak terikat tali perkawinan dengan orang lain kecuali dalam hal yang
diizinkan (Pasal 9).
• Bagi yang belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin
kedua orang tua (Pasal 6 ayat (2)).
• Tidak merupakan pihak-pihak yang dilarang untuk menikah seperti
tercantum dalam Pasal 8, 9, 10.
Putusan Mahkamah Konstitusi No.
22/PUU-XV/2017
• MK menilai batas usia nikah 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-
laki adalah diskriminasi karena dalam UU Perlindungan Anak, anak-anak adalah
mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sehingga siapa pun yang masih berusia
di bawah 18 tahun masih termasuk kategori anak-anak. Karena itu, Mahkamah
Konstitusi menyatakan batal ketentuan pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan.

• Kendati demikian, MK tak bisa menentukan batas usia perkawinan yang tepat
bagi perempuan. Hal itu menjadi kewenangan DPR sebagai pembentuk UU.
Oleh karena itu, Mahkamah Konstitusi juga “memerintahkan” agar DPR dan
Pemerintah melakukan revisi UU Perkawinan paling lambat 3 tahun sejak
putusan dibacakan.
Perubahan Hukum untuk Menikah
(berdasarkan al-ahkam al-khamsah)
Seseorang yang fisiknya telah
Seseorang apabila biaya hidupnya
wajar untuk kawin walaupun
telah cukup dan fisiknya sudah
belum sangat mendesak, dan
sangat mendesak untuk kawin,
belum memiliki biaya hidup
sehingga kalau dia tidak dia akan
sehingga jika ia kawin akan
terjerumus kepada penyelewengan.
membawa kesengsaraan.

Haram Makruh Mubah Wajib Sunnah

Pada prinsipnya Dengan ‘illah: Apabila


menurut sebagian seorang dipandang
ulama asal hukum dari jasmaninya telah
melakukan layak dan
perkawinan berkeinginan untuk
kebolehan atau kawin dan telah
ibahah. memiliki biaya hidup.
Pencatatan Perkawinan
Menurut Hukum Islam

• Tidak ada ketentuan yang jelas dalam al Qur’an dan


Hadis tentang pencatatan perkawinan
• Q.S. al-Baqarah (2): 282 menjelaskan tentang
bermuamalah secara : “….Jika kamu bermuamalah,
maka catat dan hadirkan 2 orang saksi…..”
• Menurut hukum Islam pencatatan perkawinan hanya
proses administrasi, tidak mempengaruhi sahnya
perkawinan.
• Hadits Rasul, “I’lanun nikaaha wadhribu alaihi bil
gaarbaali”, “umumkanlah perkawinan itu dan
pukullah gendang dalam hubungan dengan
pengumuman itu” (Hr. Riwayat : al- Tirmidzy dari
Siti Aisyah)
• Manfaatnya untuk memberi tahu masyarakat bahwa
telah terjadi perkawinan sehingga dapat terhindar
dari fitnah.
UU Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk

UU No. 22 tahun Pasal 1 ayat (1): nikah Pasal 3 ayat (1): yang
1946 yang mulai yang dilakukan menurut melakukan akad nikah
agama Islam diawasi dengan seorang
berlaku di seluruh
oleh Pegawai Pencatat perempuan tidak di
Indonesia pada Nikah (PPN) yang bawah pengawasan PPN
tanggal 2 Nov. 1954 diangkat oleh menteri atau wakilnya, dihukum
melalui UU No. 32 agama atau pegawai denda.
tahun 1954: yang ditunjuk olehnya.
SK Mahkamah Islam Tinggi tahun 1953 No. 23

Bila rukun nikah telah lengkap, tetapi tidak didaftar maka


nikah tersebut adalah sah, sedang yang bersangkutan
dikenakan denda karena nikah tidak didaftar
UU Perkawinan
Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Penjelasan Umum UU Perkawinan:


Pencatatan perkawinan adalah sama halnya dengan pencatatan peristiwa-peristiwa penting
dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-
surat keterangan, suatu akte resmi yang dimuat dalam daftar pencatatan.

• Pencatatan perkawinan bukanlah sesuatu hal yang menentukan sah atau tidak sahnya suatu
perkawinan.
• Namun UU Perkawinan menempatkan pencatatan suatu perkawinan pada tempat (kedudukan)
yang penting sebagai pembuktian telah diadakan perkawinan
Kompilasi Hukum Islam
Pasal 5-7 menjelaskan bahwa:
 Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat
Islam setiap perkawinan harus dicatat
 Pencatatan perkawinan dilakukan oleh PPN
sebagaimana diatur dalam UU No 22 tahun 1946 jo.
UU No 32 tahun 1954
• Setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan
di bawah pengawasan PPN
• Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan PPN
tidak mempunyai kekuatan hukum.
• Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah
yang dibuat oleh PPN
Wassalam dan Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai