Anda di halaman 1dari 13

my Lettering

Memori Organisasi dan


Konteks Sosio Teknis

Diususn oleh
Ranandya Pandu M
Walsh dkk (1991) dalam Stein (1995) mendefinisikan
memori organisasi (MO) sebagai penyimpanan informasi
dari sejarah organisasi yang dapat digunakan untuk
menghasilkan keputusan saat ini. Definisi tersebut
kemudian diperluas oleh Stein (1995) dengan
menambahkan akibat dari penggunaan MO, yaitu terjadinya
peningkatan atau penurunan tingkat keefektifan organisasi,
seperti mengasah kompetensi inti, meningkatkan
pembelajaran organisasi, meningkatkan kemandirian, dan
menurunkan biaya transaksi..
Walsh and Ungson (1991) dalam Rahman (2006), memaparkan
bahwa tempat penyimpanan MO adalah:
1. Individu berupa catatan atau rekaman yang berhubungan dengannya.
2. Budaya, berupa cara belajar mempersepsikan, berpikir dan merasakan
sesuatu.
3. Perubahan atau logika yang menuntun perubahan masukan (misalnya
bahan mentah, tenaga baru,  klaim asuransi ) ke dalam bentuk keluaran
(misalnya produk akhir, orang perusahan yang berpengalaman,
pembayaran asuransi).
4. Struktur yaitu peran dan perilaku yang diharapkan.
5. Ekologi yaitu pengaturan secara fisik tempat kerja (organisasi).
6. Penyimpanan eksternal berupa dokumentasi informasi. Misalnya ingatan
pekerja sebelumnya, pengetahuan pesaing, rekaman layanan keuangan
perusahaan.
● Perawatan pengetahuan diperlukan karena
pengetahuan yang dimiliki adakalanya hilang atau
rusak. Misalnya berhentinya beberapa orang pekerja
lama di perusahaan.
● Pemanfaatan teknologi informasi dapat memberikan
informasi secara lebih cepat dan tepat, melawati batas
waktu dan ruang. Teknologi penyimpanan komputer
dan teknik pemanggilan kembali yang canggih, seperti
bahasa query, database multimedia, dan sistem
manajemen database, bisa menjadi alat efektif dalam
meningkatkan memori organisasi (Alavi, 2001).
Memori organisasi hanya dapat diterapkan jika dapat diakses.
Untuk memanfaatkannya, organisasi harus memiliki sistem
pengambilan arsip yang efektif dan ingatan yang baik di antara
individu-individu yang membentuk organisasi. Pentingnya
organisasi bergantung pada seberapa baik individu dapat
menerapkannya, disiplin yang dikenal sebagai pembelajaran
berdasarkan pengalaman atau praktik berbasis bukti . Dalam
kasus ingatan individu, kebenaran ingatan organisasi selalu
dikompromikan oleh keterbatasan yang melekat pada ingatan
manusia. Keengganan individu untuk mengakui kesalahan dan
kesulitan menambah masalah. Pasar tenaga kerja fleksibel yang
didorong secara aktif telah memberlakukan amnesia korporat
mirip Alzheimer pada organisasi yang menciptakan
ketidakmampuan untuk mengambil manfaat dari tinjauan ke
belakang.
Memori organisasi terdiri dari:
 Data dan informasi sebelumnya
 Semua dokumentasi yang dibuat secara internal terkait dengan aktivitas organisasi
o Kekayaan intelektual (paten, hak cipta, merek dagang, merek, desain terdaftar, rahasia
dagang, dan proses yang kepemilikannya diberikan kepada perusahaan oleh undang-
undang, perjanjian lisensi dan kemitraan)
o Rincian acara, produk dan individu (termasuk hubungan dengan orang-orang di luar
organisasi dan badan profesional),
 Materi referensi yang diterbitkan relevan
 Pengetahuan yang diciptakan institusi
Dari jumlah tersebut, pengetahuan yang diciptakan lembaga adalah yang paling penting.
● Menurut Mumford (1999) pandangan sosio-teknis tidak dapat dilepaskan
dari kajian-kajian tentang situasi di tempat kerja (work study) yang sudah
berkembang sebelum ada penggunaan komputer dalam organisasi. Pada
awalnya, kajian tentang kerja ini bertujuan untuk mencapai efisiensi dan
rasionalisasi dalam kerangka industri yang bersifat massal (misalnya,
pabrik kain tenun, industri elektronika, pabrik makanan). Di masa lampau,
kajian tentang kerja ini berkonsentrasi pada penggunaan mesin seefisien
mungkin, dan akhirnya seringkali terlalu ‘memihak’ kepada pemilik
industri. Lalu, ketika para pekerja mulai mengeluh tentang situasi kerja,
kajian menjadi lebih serius memperhatikan aspek manusia, sehingga yang
muncul adalah kajian psikologi industri yang laris di tahun-tahun 60an.
Ketika pabrik-pabrik mulai menggunakan teknologi komputer di tahun
1970an, para pekerja masih tetap secara hastawi (manual) melakukan
kegiatan pemasukan (input) yang rutin dan membosankan. Ketika
teknologi semakin maju, organisasi memerlukan lebih banyak pekerja
intelektual, dan pada saat sama terjadi pula pengambilalihan pekerjaan
manual oleh mesin-mesin berbasis komputer.
Dalam konsep sosio-teknis, sebuah proses kerja tida dapat dilihat
sebagai dua hal terpisah yang terdiri dari sistem teknis dan sistem
sosial. Keduanya harus dilihat sebagai kesatuan. Jadi, Teori Sistem
Sosio-Tteknis (socio-technical systems theory) merupakan cara
memandang organisasi yang menekankan keterkaitan dimensi
teknis dan dimensi sosial. Teori sistem sosio-teknis mengartikan
sistem sebagai selain terdiri dari unsur-unsur yang berkaitan, juga
bersifat terbuka. Pengertian ‘terbuka’ di sini berkaitan dengan
lingkungan organisasi.
Cherns (1976) mengembangkan prinsip-prinsip disain
organisasi yang mengoperasionalkan konsep-konsep
dalam teori sistem sosio-teknis. Menurutnya  prinsip ini
dapat digunakan sebagai panduan saja (checklist), bukan
sebagai cetakbiru (blueprint) untuk para ditaati dengan
harga mati oleh para disainer. Lima prinsip terpenting di
antaranya secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut: 

1. Kompatibilitas (compatibility )
2. Spesifikasi Kritis Minimal (Minimal Critical Specification)
3. Kriteria Sosio-Teknis (The Socio-Technical Criterion)
4. Mendukung Kesepakatan  (Support Congruence)
5. Disain dan Nilai Kemanusiaan (Design and Human
Values)
● Pada intinya, teori sistem tekno-sosial
mengedepankan prinsip optimatisasi bersama (joint
optimization) sehingga sebuah organisasi dapat
secara optimum berunjuk kerja, dan ini hanya dapat
dicapai jika dimensi sosial maupun teknisnya
dirancang untuk saling melengkapi. Jika sebuah
disain hanya mengoptimalkan dimensi teknis saja,
atau dimensi sosial saja, maka yang terjadi justru
pengurangan kemampuan keduanya dalam
mendukung tujuan organisasi. 
Dalam konteks disain sistem informasi, maka teori sistem sosio-
teknis mendasari pendekatan perancangan yang memiliki tujuan
yang berkaitan dengan kepuasan pengguna sistem, efisiensi dan
kesuksesan sistem, dan manajemen perubahan yang efektif. Pada
intinya, disain yang didasarkan pada teori sistem sosio-teknis
menekankan pada upaya menerapkan teknologi baru tanpa
melupakan isu-isu non-teknologis. Sebab itu, disain sosio-teknis
sangat menaruh perhatian pada partisipasi semua pihak yang akan
menggunakan atau mendapatkan manfaat dari sistem . Beberapa
konsep yang kemudian berkembang melengkapi disain sosio-teknis
adalah:
1. Disain Partisipatoris (Participatory Design).
2. Informatika Sosial (Social Informatics).
3. Rekayasa Kemanfaatan (Usability Engineering).
Thank you
Insert the title of your subtitle Here

Anda mungkin juga menyukai