Anda di halaman 1dari 97

KONSEP AKAD

DALAM ISLAM
Yeni Salma Barlinti
Hukum Perbankan Syariah
• Konsep akad dalam Islam: pengertian akad, rukun dan syarat akad, lahir dan berakhirnya akad,
dan khiyar
SUMBER-SUMBER HUKUM PERIKATAN
ISLAM
SUMBER-SUMBER HUKUM (PERIKATAN)
ISLAM
• Al Qur’an
• Hadis Rasulullah saw
• Ijtihad
AL-QUR’AN

• QS. al-Ma`idah [5]: 1:


• “Hai orang yang beriman! Tunaikanlah akad-akad itu.…”

• QS. An-Nisa [4]: 29:


• “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”
HADIS RASULULLAH SAW

• “Aku (Allah) adalah yang ketiga dari dua pihak yang berserikat selama salah satu pihak tidak
mengkhianati pihak yang lain. Apabila salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari
mereka.” (HR. Abu Daud, yang dishahihkan oleh al-Hakim, dari Abu Hurairah)
IJTIHAD

• UU Perbankan Syariah
• Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
• Fatwa DSN
ISTILAH-ISTILAH PENTING DALAM
PERIKATAN ISLAM
ISTILAH-ISTILAH

1. Wa’ad
2. Akad
3. ‘Ahd
4. Iltizam
5. Perjanjian
6. Perikatan
7. Kontrak
1. WA’AD

• Wa’ad = janji
• Pernyataan yang dimaksud oleh pemberi pernyataan untuk melakukan perbuatan baik di masa
depan
• Keinginan yang dikemukakan oleh seseorang untuk melakukan sesuatu, baik perbuatan maupun
ucapan, dalam rangka memberi keuntungan bagi pihak lain
APAKAH WA’AD MENGIKAT SECARA
HUKUM?
1. Jumhur fuqaha dari Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah, dan satu pendapat dari Malikiyah 
wa’ad adalah kewajiban agama, bukan kewajiban hukum formal, sehingga tidak mengikat
secara hukum
2. Ibn Syubrumah, Ishaq bin Rahawiyah, Hasan Basri, dan sebagian pendapat Malikiyah 
wa’ad itu wajib dipenuhi dan mengikat secara hukum
APAKAH WA’AD MENGIKAT SECARA
HUKUM?
3. Sebagian fuqaha Malikiyah  wa’ad mengikat secara hukum apabila berkaitan dengan suatu
sebab meskipun sebab tersebut tidak menjadi bagian/disebutkan dari mau’ud (pernyataan janji)
4. Ibn Qasim  wa’ad bersifat mengikat untuk dipenuhi apabila berkaitan dengan sebab yang
dinyatakan secara tegas dalam mau’ud (pernyataan janji)
THE COUNCIL OF ISLAMIC FIQH
ACADEMY

• Fatwa berkenaan dengan wa’ad dan murabahah pesanan membeli


• Menurut syari’ah, wa’ad bersifat mengikat secara moral bagi yang berjanji.
• Menurut hukum, wa’ad bersifat mengikat apabila wa’ad tersebut memuat pemenuhan suatu kewajiban,
dan yang menerima janji telah mengeluarkan pengeluaran/biaya atas dasar janji tersebut. Oleh karena
itu, wa’ad wajib dipenuhi dan dapat menimbulkan kompensasi pembayaran atas kerusakan/kerugian
yang ditimbulkannya
• QS As Shaff ayat 2-3
• ‘Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat
besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”

• Hadis 
• Tanda-tanda orang munafik itu tiga: bila berjanji ia ingkar, bila berkata ia dusta, dan bila dipercaya ia
khianat
2. AKAD
• Al ‘Aqdu yaitu ikatan, mengikat; menghimpun dua ujung tali dan
mengikatkannya sehingga menjadi bersambung
• Akad adalah hubungan antara ijab dan kabul sesuai dengan kehendak
syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum pada objek
perikatan
• Akad diwujudkan melalui:
1. Ijab dan kabul
2. Kesesuaian dengan kehendak syariat
3. Timbul akibat hukum terhadap objek akad
PENGERTIAN AKAD
• Akad adalah pertalian antara ijab dan kabul yang dibenarkan oleh
syara’ yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya
• Unsur-unsur yang terdapat dalam akad:
• Pertalian ijab dan kabul
• Dibenarkan syara’
• Berakibat hukum terhadap objek
PENGERTIAN AKAD DALAM PERATURAN

• Akad adalah kesepakatan tertulis antara Bank Syariah atau UUS dan pihak lain yang memuat
adanya hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan Prinsip Syariah (Pasal 1
Angka 13 UU No. 21/2008)
• Akad adalah kesepakatan dalam suatu perjanjian antara dua pihak atau lebih untuk melakukan
dan atau tidak melakukan perbuatan hukum tertentu (Pasal 20 angka 1 KHES)
3. AL-’AHD

• Al-’ahdu yaitu ikatan yang terjadi antara manusia dengan Allah swt, seperti perjanjian
terjalinnya fitrah manusia yang tunduk pada kebaikan, serta perjanjian para Nabi dengan Allah
swt untuk menyampaikan pesan kepada umat manusia
• Al ‘Ahdu yaitu pernyataan untuk mengerjakan atau tidak mengerjakan sesuatu yang tidak terkait
dengan orang lain
DASAR HUKUM

• Ali Imran ayat 76: “Sebenarnya siapa yang menepati janji dan bertakwa, maka sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertakwa” (balaa man awfaa bi’ahdihii wattaqaa fainnallaha
yuhibbul muttaqiin)
4. ILTIZAM

• Terisinya dzimmah (tanggungan) seseorang dengan suatu hak yang wajib ditunaikannya kepada
orang lain
• Kaidah al ashlu bara’atudz-dzimmah  asasnya adalah bebasnya dzimmah. Seseorang tidak
memiliki hak apa pun atas milik orang lain atau tidak memikul kewajiban apapun terhadap orang
lain sampai ada bukti yang menyatakan sebaliknya
PENGERTIAN ILTIZAM

• Mustafa Az Zakra: “Iltizam adalah keadaan di mana seseorang diwajibkan menurut hukum
syarak untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu bagi kepentingan orang lain”
5. PERJANJIAN

• Perjanjian atau overeenkomst adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (Pasal 1313 KUHPer)
• Perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum yang konkret
6. PERIKATAN

• Perikatan atau verbintenis adalah suatu hubungan hukum (mengenai harta kekayaan) antara dua
orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya,
sedangkan orang yang lainnya itu diwajibkan memenuhi tuntutan itu (Subekti)
• Perikatan adalah suatu peristiwa hukum yang abstrak
PROSES HUBUNGAN HUKUM

PERJANJIAN PERIKATAN
SUMBER PERIKATAN
(PSL 1233 KUHPER)
1. Lahir dari Perjanjian
Suatu hubungan hukum yang mengakibatkan adanya hak dan
kewajiban kepada para pihak yang membuat perjanjian berdasar atas
kemauan dan kehendak sendiri dari para pihak yang mengikatkan diri
2. Lahir dari Undang-undang
Perikatan terjadi karena adanya suatu peristiwa tertentu sehingga
melahirkan hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban di
antara para pihak yang bersangkutan, tetapi bukan berasal atau
merupakan kehendak para pihak yang bersangkutan melainkan diatur
dan ditentukan oleh UU 25
PERIKATAN YANG LAHIR DARI UNDANG-
UNDANG (PSL 1352 KUHPER)

1. UU saja
2. Perbuatan manusia (Psl 1353 KUHPer)
a. Perbuatan halal. Psl 1354 KUHPer bahwa seseorang yang secara sukarela mewakili urusan orang
lain, tanpa ada perintah, maka ia secara diam-diam mengikat dirinya untuk menyelesaikan urusannya
dan melaksanakan segala kewajiban yang ada.
b. Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atau onrechtmatigedaad. Psl 1365 KUHPer “Tiap perbuatan
melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
7. KONTRAK

• Contract is an agreement between two or more parties creating obligations that are enforceable
or otherwise recognizable at law
• Tiga unsur dalam kontrak:
1. The fact between the parties (kesepakatan tentang fakta antara para pihak)
2. The agreement is written (dibuat secara tertulis)
3. Consist of peope who has rights and duties in making a written agreement (adanya orang-orang yang
berhak dan berkewajiban untuk membuat kesepakatan dan persetujuan tertulis)
PERBANDINGAN ISTILAH
HUKUM ISLAM HUKUM KONVENSIONAL
Wa’ad Perjanjian
Akad: hubungan hukum yang Perikatan
mempunyai kekuatan hukum Kontrak
Akad (‘aqd al ijtima’i) Perikatan yang lahir dari UU
Iltizam Perikatan
SISTEM HUKUM PERJANJIAN

• Pasal 1338 ayat (1) KUHPer “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”
• Sistem TERBUKA  hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban
umum dan kesusilaan.
• Hukum PELENGKAP (optional law)  pasal-pasal dalam UU boleh disingkirkan manakala
dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat perjanjian. Apabila para pihak tidak mengaturnya, maka
tunduk kepada UU.
• Mis. Psl 1504 KUHper menentukan bahwa penjual wajib menanggung atas cacat barang yang tersembunyi.
Apabila hal ini ditentukan lain, maka penjual dapat tidak menanggung atas cacat barang yang tersembunyi.

29
ASAS KONSENSUALISME

• Pasal 1320 KUHPer tentang syarat sahnya perjanjian


• Perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya
kesepakatan. Perjanjian adalah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan
tidak diperlukan suatu formalitas.
• Pengecualian: perjanjian formalitas dan perjanjian riil.
• Perjanjian formalitas yaitu apabila UU menetapkan adanya formalitas atas perjanjian yang dibuat,
seperti jual beli tanah.
• Perjanjian riil yaitu perjanjian yang mensyaratkan adanya penyerahan secara nyata, seperti perjanjian
penitipan (Psl 1694 KUHPer).

30
LAHIRNYA PERJANJIAN

• Teori Kehendak, yaitu pada saat adanya kesesuaian kehendak terjadi


 perjanjian yang sederhana
• Teori Pernyataan, yaitu pada saat dinyatakan oleh para pihak.
Pernyataan yang sepatutnya dapat dianggap melahirkan maksud dari
orang yang hendak mengikatkan dirinya.
• Teori Penerimaan Penawaran, yaitu perjanjian lahir pada saat pihak
yang menawarkan menerima jawaban persetujuan penawaran.

31
RUKUN AKAD

1. Al ‘Aqidain (subjek akad)


2. Mahallul ‘Aqad (objek akad)
3. Maudhu’ul ‘Aqad (tujuan akad)
4. Sighatul ‘Aqad (ijab dan kabul)

Pasal 22 KHES, Rukun akad terdiri dari:


5. Pihak-pihak yang berakad
6. Objek akad
7. Tujuan pokok akad
8. Kesepakatan
1. AL ‘AQIDAIN
SUBJEK AKAD
• Adalah para pihak yang melakukan akad
• Bentuk subjek akad:
a. Manusia
b. Orang hukum (rechtpersoon/syirkah)
A. MANUSIA

• Manusia sebagai subjek hukum adalah manusia yang sudah dapat dibebani hukum, disebut
mukallaf
• Mukallaf adalah orang-orang yang telah dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada
Allah swt
STAGES OF LEGAL CAPACITY

1. Marhalah al Janin (embryonic stage)


Sejak masa janin hingga lahir hidup. Ia hanya dapat memiliki hak tetapi tidak dapat mengemban
kewajiban.

2. Marhalah al Saba (childhood stage)


Sejak lahir hidup hingga usia 7 th. Hak dan kewajibannya yang menyangkut harta miliknya
dilakukan oleh walinya
STAGES OF LEGAL CAPACITY

3. Marhalah al Tamyiz (discerment stage)


Sejak usia 7 th hingga masa pubertas (baligh). Disebut juga dengan mumayyiz yaitu dapat
membedakan baik dan buruk.
Sebagai subjek hukum ia memiliki kecakapan bertindak hukum tidak sempurna. Transaksi yang
dilakukan oleh mumayyiz dapat dianggap sah sepanjang tidak dibatalkan oleh walinya.
STAGES OF LEGAL CAPACITY

4. Marhalah al Bulugh (stage of puberty)


• Manusia yang telah mencapai aqil balighdianggap telah mukallaf. Pada tahap ini ia memiliki
kapasitas hukum penuh sebagai subjek hukum untuk melakukan tindakan hukum. Ia dianggap telah
memiliki intelektualitas yang matang dan cakap, kecuali terbukti sebaliknya.
5. Daur al Rushd (stage of prudence)
Pada tahap ini (kira-kira mencapai usia 19, 20, atau 21 th) manusia memiliki kapasitas hukum
sempurna karena telah mampu mengelola dan mengontrol usahanya dengan bijaksana (rasyid).
SYARAT-SYARAT SUBJEK
HUKUM
1. Aqil Baligh
• Mencapai perubahan fisik dan berakal sehat
2. Tamyiz (dapat membedakan)
• Dapat membedakan yang baik dan buruk
3. Mukhtar (bebas dari paksaan)
• Dalam akad harus tercermin prinsip antharadin yaitu suka sama suka
yang terbebas dari paksaan dan tekanan. An Nisa ayat 29:
• “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku suka sama suka di antara kamu” (yaa ayyuhallaziina aamanuu laa
ta’kuluu amwaa lakum baynakum bilbaathili illaa antakuuna tijaarotan ‘an
taroodhimminkum wa laa taqtuluu anfusakum innallaha kaana bikum
rohiimaan)
SYARAT SUBJEK HUKUM PADA KHES
(PASAL 23 AYAT (2))

• Cakap hukum
• Berakal
• Tamyiz
B. ORANG HUKUM

• Orang hukum adalah orang atau badan yang dianggap bertindak dalam hukum dan yang
mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban, dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau
badan lain
• Dalam Islam dikenal syirkah yang menunjukkan sama dengan orang hukum, seperti kelompok
orang, persekutuan, badan usaha, atau badan hukum
DALIL SYIRKAH

• An Nisa ayat 12
• “Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu…”
• Shaad ayat 24
• “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka
berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman…”
• Hadis Qudsi
• “Aku (Allah) adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat, sepanjang salah seorang
dari keduanya tidak berkhianat terhadap lainnya. Apabila seseorang berkhianat terhadap
lainnya, maka Aku keluar dari keduanya”
BADAN HUKUM
SEBAGAI SUBJEK HUKUM

1. Memiliki hak yang berbeda dari hak manusia


2. Tidak hilang dengan meninggalnya pengurus badan
hukum
3. Diperlukan pengakuan hukum
4. Memiliki ruang lingkup terbatas
5. Memiliki tindakan hukum yang tetap, tidak
berkembang
6. Tidak dapat dijatuhi hukuman pidana
2. MAHALLUL ‘AQAD
OBJEK AKAD

• Bentuk objek akad yang dapat dikenai hukum dapat


berupa benda berwujud dan tidak berwujud ataupun jasa
SYARAT-SYARAT OBJEK AKAD

1. Telah ada ketika akad dilangsungkan


 Transaksi lebih jelas dan pasti
 Tidak dapat bergantung pada sesuatu yang belum ada
 Pengecualian: pada akad salam, istishna dan musyaqah yang
objeknya diperkirakan ada di masa datang. Hal ini didasarkan
pada istihsan untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam kegiatan
muamalat
2. Dibenarkan oleh syariah
 Objek akad harus memiliki nilai dan manfaat bagi manusia, dan
tidak bertentangan dengan ketentuan syariah
SYARAT-SYARAT OBJEK AKAD

3. Harus jelas dan dikenali


 Kejelasan objek bertujuan agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara para pihak, sehingga dapat
menimbulkan sengketa

4. Dapat diserahterimakan
 Terdapat serah terima objek akad dengan jelas antara pihak pertama dengan pihak kedua
OBJEK AKAD PADA KHES
(PASAL 24)

• Objek akad adalah amwal atau jasa yang dihalalkan yang


dibutuhkan oleh masing-masing pihak
• Objek akad harus suci, bermanfaat, milik sempurna dan dapat
diserahterimakan
3. MAUDHU’UL ‘AQAD
TUJUAN AKAD
• Tujuan akad tidak boleh bertentangan dengan syari’ah
• Al Maidah ayat 2:
• “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan takwa, dan jangan tolong menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran” (wa ta ‘aawanuu ‘alalbirri wattaqwaa wa laa ta ‘aawanuu ‘alal
itsmi wal ‘udwaani)
TUJUAN AKAD PADA KHES (PASAL 25 AYAT
(1))

• Akad bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan pengembangan


usaha masing-masing pihak yang mengadakan akad
4. SIGHATUL ‘AQAD
IJAB DAN KABUL
• Sighatul ‘aqad adalah suatu ungkapan para pihak yang melakukan akad berupa ijab dan kabul.
• Ijab adalah pernyataan janji atau penawaran pihak pertama untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu
• Kabul adalah pernyataan menerima atau janji atau penawaran dari pihak pertama
SYARAT DALAM IJAB DAN KABUL

1. Jala’ul ma’na  yaitu tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu


jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki
2. Tawafuq  yaitu adanya kesesuaian antara ijab dan kabul
3. Jazmul iradataini  yaitu antara ijab dan kabul menunjukkan
kehendak para pihak secara pasti, tidak ragu dan tidak terpaksa
BENTUK IJAB DAN KABUL
1. Lisan  ijab dan kabul dinyatakan dengan
perkataan secara jelas
2. Tulisan  ijab dan kabul dinyatakan secara tertulis
(Al Baqarah ayat 282: “Hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya”)
3. Isyarat  ijab dan kabul diungkapkan dengan kode
tertentu, asalkan para pihak memiliki pemahaman
yang sama
4. Perbuatan  ijab dan kabul melalui suatu tindakan
yang menunjukkan adanya akad
IJAB KABUL PADA KHES
(PASAL 25 AYAT (2))

• Sighat akad dapat dilakukan dengan jelas, baik secara


lisan, tulisan, dan/atau perbuatan
SYARAT SAH PERJANJIAN
PSL 1320 KUHPERDATA
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2. Cakap membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal

53
1. SEPAKAT

• Kedua pihak harus sepakat mengenai hal-hal pokok dari perjanjian yang mereka buat
• Kesesuaian kehendak dari para pihak

54
2. CAKAP MENURUT HUKUM

• Orang-orang yang tidak cakap membuat perjanjian (Psl 1330 KUHPer):


1. Orang yang belum dewasa
Belum berusia 21 tahun atau belum menikah (Psl 330 KUHPer)
2. Orang yang berada di bawah pengampuan
Orang yang dungu (lemah akal), sakit otak (sakit ingatan), mata gelap (tidak dapat berpikir terang;
mengamuk karena marah sekali), pemboros (Psl 433 KUHPer)
3. Perempuan dalam hal yang ditetapkan oleh UU
Isteri memerlukan bantuan atas izin (kuasa tertulis) dari suaminya untuk mengadakan perjanjian (Psl 108
KUHPer)  dicabut berdasarkan SEMA No. 3/1963 tgl 4 Agustus 1963

55
3. SUATU HAL TERTENTU

• Hak dan kewajiban apa saja yang timbul dari perjanjian


• Obyek perjanjian yang jelas atau prestasi yang jelas

56
4. SEBAB YANG HALAL

• Isi perjanjian yang menyebabkan suatu perbuatan yang halal


• BUKAN hal-hal yang menyebabkan terjadinya perjanjian

57
SYARAT SUBJEKTIF

• Jika Syarat Subjektif (syarat no 1&2) tidak terpenuhi maka perjanjian dapat dibatalkan,
artinya salah satu pihak dapat meminta agar perjanjian dibatalkan  perjanjian voidable atau
vernietigbaar
• Pihak yang dapat meminta pembatalan adalah
a. Pihak yang tidak cakap menurut hukum
b. Pihak yang memberikan persetujuannya secara tidak bebas

58
A. PIHAK YANG TIDAK CAKAP MENURUT
HUKUM
• Bagi anak yang belum dewasa, pembatalan dapat diajukan pada saat ia sudah dewasa
• Bagi orang yang berada di bawah pengampuan, pembatalan dapat diajukan oleh pengampunya

59
B. HAL YANG MENYEBABKAN
PERSETUJUAN TIDAK BEBAS
1. Paksaan
Paksaan secara psikis (jiwa), karena adanya ancaman terhadap perbuatan yang dilarang

2. Kekhilafan
Salah satu pihak khilaf tentang hal-hal pokok perjanjian atau sifat-sifat penting dari barang atau
orang sebagai objek perjanjian

3. Penipuan
Secara sengaja memberi keterangan palsu atau tidak benar disertai tipu muslihat untuk membujuk
pihak lainnya memberi persetujuannya

60
CARA & BATAS WAKTU PEMBATALAN

1. Pihak yang berkepentingan secara aktif menggugat ke pengadilan agar perjanjian dibatalkan
 hak pembatalan dibatasi hingga 5 tahun (Psl 1454 KUHPer) sejak:
• Orang tersebut cakap menurut hukum
• Paksaan telah berhenti
• Kekhilafan dan penipuan diketahui

2. Menunggu sampai digugat di pengadilan untuk memenuhi perjanjian  tidak dibatasi


waktunya

61
SYARAT OBJEKTIF

• Jika Syarat Objektif (syarat no 3&4) tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum,
artinya dari semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan
 perjanjian null and void, tiada dasar untuk saling menuntut di depan hakim

62
SYARAT-SYARAT AKAD

1. Syarat terjadinya akad (Syuruth al-In’iqad)


• Sesuatu yang disyaratkan untuk terjadinya akad yang sesuai menurut syara’
• Jika syarat tidak terpenuhi menjadi batal.
• Syarat umum (‘ammah): subjek, objek, tidak dilarang syara’
• Syarat khusus (khassah): adanya saksi pada akad nikah, adanya penyerahan objek
CONT’D

2. Syarat sah akad (Syuruth al-Shihhah)


• Sesuatu yang disyaratkan syara’ untuk menjamin keabsahan dampak akad. Jika dampaknya tidak
terpenuhi, maka akad itu fasid, sehingga dapat dibatalkan.
SYARAT SAH AKAD TERHINDAR DARI 6 HAL
(HANAFIYAH)
• Al Jahalah  tidak jelas tentang harga, jenis dan spesifikasi, waktu pembayaran
• Al Ikrah  keterpaksaan
• At Tauqit  pembatasan waktu
• Al Gharar  ketidakjelasan atau fiktif
• Al Dharar  kemudharatan
• Al Syarthul fasid  syarat yang rusak
CONT’D

3. Syarat pelaksanaan akad (Syuruth an-Nafadz)


• Adanya unsur kepemilikan (al milk) dan kewenangan (al wilayah).
• Orang yang tidak berwenang (fudhuli) adalah sah tindakannya, tetapi akibat hukumnya tidak
dapat dilaksanakan
CONT’D

4. Syarat kepastian hukum (Syuruth al-Luzum)


• Dasar akad adalah kepastian, yaitu tidak ada atau terhindar dari khiyar. Apabila masih ada khiyar,
akad dapat menjadi batal.
KHIYAR

68
PENGERTIAN KHIYAR
Khiyar adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua pihak yang
melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan
transaksi yang disepakati sesuai dengan kondisi masing-masing pihak
yang melakukan transaksi

Pasal 20 butir 8 KHES


Khiyar adalah hak pilih bagi penjual dan pembeli untuk melanjutkan
atau membatalkan akad jual-beli yang dilakukannya

69
MACAM-MACAM KHIYAR
1. Khiyar al-Majlis
2. Khiyar at-Ta’yin
3. Khiyar asy-Syarth
4. Khiyar al-’Aib
5. Khiyar ar-Ru’yah
6. Khiyar Naqad

70
BAB IX PASAL 227-250 KHES
1. Khiyar Syarth
2. Khiyar Naqdi
3. Khiyar Ru’yah
4. Khiyar ‘Aib
5. Khiyar Ghabn dan Taghrib

71
1. KHIYAR AL-MAJLIS
• Adalah hak pilih kedua pihak yang berakad untuk membatalkan akad,
selama keduanya masih berada dalam majelis akad dan belum berpisah
badan
• Khiyar ini dipegang oleh mazhab Syafi’i dan Hanbali yang berdasar pada
HR Bukhari dan Muslim “Masing-masing dari penjual dan pembeli memiliki
hak khiyar selama keduanya belum berpisah”

72
2. KHIYAR AT-TA’YIN
• Adalah hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda
kualitas dalam jual beli
• Adalah hak yang dimiliki oleh pembeli untuk memastikan pilihan atas
sejumlah benda sejenis dan setara sifat atau harganya
• Khiyar ini hanya berlaku pada akad al-mu’awwadhah al maliyah yang
mengakibatkan perpindahan hak milik seperti jual beli

73
PANDANGAN MAZHAB

• Imam Syafi’i dan Imam Hanbali menolak konsep khiyar at ta’yin ini karena salah satu syarat
obyek akad adalah harus jelas
• Imam Hanafi mensyaratkan pada khiyar ini:
• Maksimal berlaku pada tiga pilihan obyek akad
• Sifat dan nilai benda-benda yang menjadi obyek pilihan harus setara dan harganya harus jelas
• Tenggang waktu khiyar ini tidak lebih dari 3 hari

74
3. KHIYAR ASY-SYARTH
• Adalah hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau
keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual
beli, selama masih dalam tenggang waktu yang ditentukan, untuk
menghindari adanya penipuan
• Khiyar ini hanya berlaku pada akad lazim (pasti) seperti jual beli, ijarah,
mudharabah, kafalah, hawalah

75
KETENTUAN KHIYAR ASY-SYARTH PADA
KHES
Pasal 227
(1) Penjual dan atau pembeli dapat bersepakat untuk mempertimbangkan secara matang dalam
rangka melanjutkan atau membatalkan akad jual-beli yang dilakukannya.
(2) Waktu yang diperlukan dalam ayat (1) adalah tiga hari, kecuali disepakati lain dalam akad.
Pasal 228
• Apabila masa khiyar telah lewat, sedangkan para pihak yang mempunyai hak khiyar tidak
menyatakan membatalkan atau melanjutkan akad jual-beli, akad jual-beli berlaku secara
sempurna.

76
CONT’D

Pasal 229
(1) Hak khiyar al-syarth tidak dapat diwariskan.
(2) Pembeli menjadi pemilik penuh atas benda yang dijual setelah kematian penjual pada masa khiyar.
(3) Kepemilikan benda yang berada dalam rentang waktu khiyar berpindah kepada ahli waris pembeli
jika pembeli meninggal dalam masa khiyar.
Pasal 230
• Pembeli wajib membayar penuh terhadap benda yang dibelinya jika benda itu rusak ketika sudah
berada di tangannya sesuai dengan harga sebelum rusak.

77
4. KHIYAR AL-’AIB
• Adalah hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua
belah pihak yang berakad, apabila terdapat suatu cacat pada objek yang
diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad
berlangsung
• HR Ibnu Majah “Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya,
maka tidak halal seorang muslim menjual kepada saudaranya sesuatu yang
mengandung cacat kecuali ia harus menjelaskan kepadanya”

78
SYARAT BERLAKUNYA
KHIYAR AL-’AIB
• Cacat pada benda terjadi sebelum adanya akad, dan diketahui sebelum atau sesudah akad dan
belum terjadi serah terima antara barang dan harga
• Pembeli tidak mengetahui adanya cacat pada benda tersebut
• Penjual tidak mensyaratkan apabila ada cacat tidak boleh dikembalikan
• Cacat tidak hilang sampai dibatalkannya akad

79
KETENTUAN KHIYAR AL ‘AIB PADA KHES

Pasal 235
• Benda yang diperjualbelikan harus terbebas dari ‘aib, kecuali telah dijelaskan sebelumnya.
Pasal 236
• Pembeli berhak meneruskan atau membatalkan akad jual-beli yang obyeknya ‘aib tanpa
penjelasan sebelumnya dari pihak penjual.

80
CONT’D

Pasal 237
(1) ‘aib benda yang menimbulkan perselisihan antara pihak penjual dan pihak pembeli diselesaikan
oleh Pengadilan.
(2) ‘aib benda diperiksa dan ditetapkan oleh ahli dan atau lembaga yang berwenang.
(3) Penjual wajib mengembalikan uang pembelian kepada pembeli apabila obyek dagangan ‘aib
karena kelalaian penjual.
(4) Pengadilan berhak menolak tuntutan pembatalan jual-beli dari pembeli apabila ‘aib benda
terjadi karena kelalaian pembeli.
CONT’D

Pasal 238
• Pengadilan berhak menetapkan status kepemilikan benda tambahan dari benda yang ‘aib yang disengketakan.
Pasal 239
(1) Pembeli bisa menolak seluruh benda yang dibeli secara borongan jika terbukti beberapa diantaranya sudah
‘aib sebelum serah terima.
(2) Pembeli dibolehkan hanya membeli benda-benda yang tidak ‘aib.
Pasal 240
• Obyek jual-beli yang telah digunakan atau dimanfaatkan secara sempurna tidak dapat dikembalikan.

82
CONT’D

Pasal 241
(1) Penjualan benda yang ‘aibnya tidak merusak kualitas benda yang diperjualbelikan yang diketahui
sebelum serah terima, adalah sah.
(2) Pembeli dalam penjualan benda yang ‘aib yang dapat merusak kualitasnya, berhak untuk mengembalikan
benda itu kepada penjual dan berhak memperoleh seluruh uangnya kembali.
Pasal 242
(1) Penjualan benda yang tidak dapat dimanfaatkan lagi, tidak sah.
(2) Pembeli berhak untuk mengembalikan barang sebagaimana dalam ayat (1) kepada penjual, dan berhak
menerima kembali seluruh uangnya.
83
5. KHIYAR AR-RU’YAH
• Adalah hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual
beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika
akad berlangsung
• Contoh: membeli dengan cara memesan, kecuali akad salam

84
SYARAT BERLAKUNYA KHIYAR AR-
RU’YAH

a. Pembeli tidak melihat bendanya pada saat akad berlangsung


b. Benda tersebut bersifat berwujud
c. Bentuk akad yang digunakan mempunyai alternatif untuk dibatalkan

85
KETENTUAN KHIYAR AR RU’YAH PADA
KHES
Pasal 232
(1) Pembeli berhak memeriksa contoh benda yang akan dibelinya.
(2) Pembeli berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad jual-beli benda yang telah
diperiksanya.
(3) Pembeli berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad jual-beli jika benda yang dibelinya
tidak sesuai dengan contoh.
(4) Hak untuk memeriksa benda yang akan dibeli, dapat diwakilkan kepada pihak lain.

86
CONT’D

Pasal 233
(1) Pembeli benda yang termasuk benda tetap, dapat memeriksa seluruhnya atau sebagiannya saja.
(2) Pembeli benda bergerak yang ragam jenisnya, harus memeriksa seluruh jenis benda-benda tersebut.
Pasal 234
(1) Pembeli yang buta boleh melakukan jual-beli dengan hak ru’yah melalui media.
(2) Pemeriksaan benda yang akan dibeli oleh pembeli yang buta dapat dilakukan secara langsung atau oleh
wakilnya.
(3) Pembeli yang buta kehilangan hak pilihnya jika benda yang dibeli sudah dijelaskan sifat-sifatnya, dan telah
diraba, dicium, atau dicicipi olehnya.

87
6. KHIYAR NAQAD
• Adalah melakukan jual beli dengan ketentuan, jika pihak yang berakad
tidak melaksanakan kewajibannya (seperti: pihak pembeli tidak melunasi
pembayaran atau pihak penjual tidak menyerahkan barang) dalam batas
waktu tertentu, maka pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk
membatalkan akad atau tetap melangsungkannya

88
KETENTUAN KHIYAR NAQAD PADA KHES

Pasal 231
(1) Penjual dan pembeli dapat melakukan akad dengan pembayaran yang ditangguhkan.
(2) Jual-beli sebagaimana ditetapkan pada ayat (1) batal jika pembeli tidak membayar benda yang
dibelinya pada waktu yang dijanjikan.
(3) Jual-beli sebagaimana ditetapkan pada ayat (1) batal jika pembeli meninggal pada tenggang
waktu khiyar sebelum melakukan pembayaran.

89
KHIYAR GHABN DAN TAGHRIB
(PADA KHES)
Pasal 243
• Pembeli berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad karena penjual memberi keterangan yang salah mengenai kualitas benda
yang dijualnya.
Pasal 244
(1) Pembeli dapat menuntut pihak penjual untuk menyediakan barang yang sesuai dengan keterangannya.
(2) Pembeli dapat mengajukan ke pengadilan untuk menetapkan agar pemberi keterangan palsu untuk menyediakan barang yang sesuai
dengan keterangannya atau didenda.
Pasal 245
(1) Hak pilih karena salah memberi keterangan sebagai ditetapkan pada ayat (1) dapat diwariskan.
(2) Pembeli kehilangan hak pilihnya sebagaimana ditetapkan pada ayat (1) dan (2), jika ia telah memanfaatkan benda yang dibelinya
secara sempurna.

90
CONT’D

Pasal 246
• Penjualan benda yang didasarkan keterangan yang salah yang dilakukan dengan sengaja oleh
penjual atau wakilnya, adalah batal.
Pasal 247
(1) Pembelian benda yang haram diperjualbelikan, tidak sah.
(2) Pembeli benda yang disertai keterangan yang salah yang dilakukan tidak sengaja, adalah sah.
(3) Pembeli dalam akad yang diatur pada ayat (2) di atas, berhak untuk membatalkan atau
meneruskan akad tersebut.
91
CONT’D

Pasal 248
(1) Pihak yang merasa tertipu dalam akad jual-beli dapat membatalkan penjualan tersebut.
(2) Persengketaan antara korban penipuan dengan pelaku penipuan dapat diselesaikan dengan damai/al-shulh dan atau ke pengadilan.
Pasal 249
• Pembeli yang menjadi korban penipuan, kehilangan hak untuk membatalkan akad jual-beli jika benda yang dijadikan obyek akad
telah dimanfaatkan secara sempurna.
Pasal 250
(1) Hak untuk melakukan pembatalan akad jual-beli yang disertai dengan penipuan, tidak dapat diwariskan.
(2) Hak untuk melakukan pembatalan akad jual-beli yang disertai dengan penipuan, berakhir apabila pihak yang tertipu telah
mengubah dan atau memodifikasi benda yang dijadikan obyek jual-beli.

92
BERAKHIRNYA AKAD

93
SEBAB-SEBAB BERAKHIRNYA AKAD

1. Tujuan telah tercapai


2. Fasakh
3. Waktu telah berakhir

94
MACAM FASAKH

• Fasakh Wajib
• Fasakh wajib dilakukan karena tidak sesuai dengan syari’ah

• Fasakh Ja’iz
• Fasakh yang dapat dilakukan oleh pihak yang melaksanakan akad, seperti karena adanya khiyar
SEBAB-SEBAB TERJADI FASAKH

• Adanya hal-hal yang tidak dibenarkan oleh syara’


• Adanya khiyar
• Adanya Iqalah: membatalkan transaksi karena menyesal atas akad yang baru dilakukan
• Adanya kewajiban yang tidak dilaksanakan oleh pihak yang melaksanakan akad
• Tidak mendapat izin dari pihak yang berhak
• Kematian, tergantung dari bentuk akad

96
WASSALAM
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai