Anda di halaman 1dari 48

HIV/Aids

“EPIDEMIOLOGI GLOBAL dan LOCAL”

Oleh:
Ns.Ernawati,S.Kp,M.Kes
HIV dan AIDS
• HIV: Human Immunodeficiency Virus,
adalah virus menyerang dan bertahap
merusak sistem immunitas badan dan
berkembang menjadi AIDS.

• AIDS: Acquired Immune Deficiency


Syndrome adalah sekumpulan tanda
atau gejala berat dan kompleks yang
disebabkan oleh penurunan respon
immunitas tubuh.

• “HIV tidak sama dengan AIDS”

2
 Aids pertama ditemukan di Indonesia th 1987
 Usia pengidap HIV tertinggi: 20 – 49 th
 perhatian khusus “Bridging population” (pasangan
populasi kunci) dan ibu hamil
 Estimasi jumlah ODHA 668,498 di tahun 2015
Laporan layanan HIV/Aids: 177.463 penderita HIV

67.028 Penderita Aids


Fenomena gunung es ? 26 % yg baru ditemukan
Data: Ditjen PPM-PL, Juni 2015
• Asia Pasifik memiliki jumlah tertinggi kedua
orang yang hidup dengan HIV di dunia setelah
Afrika Selatan, dengan India, Indonesia dan
China mencatat sekitar tiga perempat dari
infeksi baru pada tahun 2015.
• UNAIDS memperkirakan ada sekitar 690.000
orang yang hidup dengan HIV di Indonesia.
• Epidemi di wilayah ini terkonsentrasi dan
berkembang pada populasi kunci, terutama di
kalangan pria yang berhubungan seks dengan
laki-laki LSL sebagai mode penularan utama (
Iryna Zablotska, 2016).
• Perkiraan jumlah orang hidup dengan HIV/AIDS di
seluruh dunia pada tahun 2012 sejumlah 35,3
juta (WHO, 2014), lebih dari setengahnya adalah
perempuan (Johnson et al., 2015).
Stigma HIV
• Stigma masyarakat dirasakan perempuan HIV yang menerima
layanan HIV sebagai penghambat akses perawatan dan bahkan
lebih dari separuh perempuan di Amerika Latin dan Cina
menyampaikan hal tersebut sebagai penghambat utama
(Doskoch, 2015).
• Stigmatisasi pada orang yang hidup dengan HIV (ODHA) di
Indonesia masih meluas (Chew and Cheong, 2014; Waluyo et
al., 2014)
• Mengakhibatkan penderita tidak mau mengakses fasilitas
kesehatan (Kemppainen et al., 2017; Steward, Koester and
Fuller, 2018).
• Sebagian besar ODHA (40-51%) di tujuh negara Asia termasuk
Indonesia terlambat mendapatkan perawatan HIV (Koirala et
al., 2017).
• Stigma secara signifikan berkorelasi dengan
variabel psikologis, dukungan sosial, dan
kualitas hidup (Mehrnaz, 2018).

• kualitas hidup ODHA sepenuhnya tergantung


pada pengurangan stigma dan
penanganannya.(Chidrawi, Greeff, Temane and
Ellis, 2015)
Siapa populasi kunci HIV/Aids?
• WPS (langsung dan tidak langsung)
• Pelanggan WPS (langsung dan tidak langsung)
• LSL
• Pengguna napza suntik
• Waria
• Pengguna waria
• Laki-laki risiko rendah
• Perempuan risiko rendah
Kontak Seksual Antar Kelompok Beresiko
61% Pelanggan PS
sudah MENIKAH
53% kelompok
pria tertentu adl 60% WPS Menikah
pelanggan PS atau punya pasangan
tetap lainnya
Rata-rata
pelanggan WPS
1 mg terakhir :
5 -7 orang 5% pelanggan
WPS adalah
PENASUN

Rata2 pelanggan 48% Penasun


Waria/PSP 1 mg punya istri/
terakhir 3-4, psgn seks tetap
8% Waria/PSP
beli seks dari
WPS

40% Penasun pria beli seks dari WPS dan


8% Penasun perempuan jual seks

38% PS Pria punya istri/


Sumber: SSP 2004/2005, Depkes - BPS psgn seks tetap wanita
• Penanggulangan HIV/Aids di Indonesia masih
memprihatinkan, pada tahun 2014, pasien baru
tercatat meningkat 47% sejak 2005, angka
kematian akibat AIDS juga masih tinggi, hanya
8% ODHA yang mendapat pengobatan ARV.

• Komisi Penanggulangan AIDS Nasional


Indonesia mencatat prevalensi HIV di antara
kelompok LSL meningkat dari 5,4% pada tahun
2007 menjadi 25,8 % pada tahun 2015.
• Secara global, komunitas HIV/AIDS telah
bekerja keras untuk mewujudkan tujuan
pembangunan berkelanjutan untuk
mengakhiri epidemi AIDS pada tahun
2030.

Meningkatkan akses pengobatan HIV ke


penderita
• Konsep 3 zero dengan strategi 90-90-90 adalah salah satu
bagian dari rencana ini. Maknanya, pada tahun 2020
90% dari semua orang yang hidup dengan HIV akan
mengetahui status HIV-nya
90% dari semua orang dengan infeksi HIV yang terdiagnosis
akan menerima terapi antiretroviral yang berkelanjutan
90% dari semua orang yang menerima terapi antiretroviral
akan mengalami penekanan virus.

• Saat ini, hanya 51 % orang yang terinfeksi HIV di wilayah


menyadari status mereka dan ini perlu ditingkatkan
menjadi 90% pada tahun 2020 (WHO, 2016).
Tahapan infeksi HIV
• Tahap Serokonversi : infeksi awal, belum ada
antibodi
• Tahap Asimtomatik : belum ada gejala yang
dirasakan
• Tahap Simtomatik : Mulai merasakan gejala :
Infeksi Oportunistik
• Tahap AIDS

14
Perjalanan Infeksi HIV dan
Komplikasi Umum
1000
900
800
CD4
700
600
CD4

500
400 ‘Viral Load’
300
Infeksi Opportunistik
200
100
0
0 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Bulan Tahun setelah infeksi HIV
PERKEMBANGAN DARI HIV MENJADI AIDS:
Tertular

Periode jendela HIV+ AIDS

3 - 6 BULAN 3 - 10 TAHUN 1 - 2 TAHUN

APA YANG AKAN TERJADI DNG


PENDERITA?

-75% dalam 3 tahun  meninggal


-95%  meninggal,
-5%  survive
Prinsip penularan HIV
Prinsip Three Ones

– Ada orang yang positif HIV

– Ada kegiatan yang memungkinkan terjadinya


pertukaran cairan tubuh

– Ada orang yang belum terinfeksi atau orang yang


juga sudah terinfeksi HIV

17
1. Indonesia has the fastest growing HIV epidemic
development among countries in Asia ( UNGASS, 2010)
2. Diperkirakan th 2025 terdapat 1,8 jt ODHA di Indonesia
3. HIV/Aids as problems not only for adult, but these
epidemic direct and indirect influence at children and
families.
4. Since 2005 UNICEF others seizing the initiate an attractive
the world and consolidation response for children
HIV/Aids impact by against campaign.

Increase Morbidity and mortality on children

How Did Mother’s Practice to Prevention to Child Transmission


of HIV/Aids?
Patofisiologi HIV/Aids
• Retrovirus HIV -- interaksi virus dengan sistem kekebalan tubuh dan
komponen selular.
• Virus HIV menempel pada sel tubuh oleh ikatan permukaan
glikoprotein ke molekul CD4
• Setelah inti virus memasuki sitoplasma sel tubuh, viral reverse
transcriptase virus RNA diperbanyak menjadi virus DNA dari sel tubuh.
• DNA virus ini kemudian diangkut ke dalam inti dan dimasukkan ke
dalam DNA sel itu.
• Jika diaktifkan, ekspresi virus dapat menghasilkan RNA virus baru dan
protein.
• Penurunan imunitas diperantarai sel dan akan terjadi disfungsi sel-B
dalam keadaan immunocompromised dan dalam proliferasi infeksi
oportunistik dan keganasan. Tingkat yang lebih tinggi dari aktivasi
kematian sel akibat induksi apoptosis sel T terjadi pada pasien HIV
positif (National Institute of Allergy and Infectious Diseases, 2008).
Cara penularan HIV/Aids pada bayi & anak
1. Penularan ibu-ke-anak
9 dari 10 anak terinfeksi HIV melalui ibu mereka baik selama kehamilan,
persalinan dan melahirkan atau menyusu. Tanpa pengobatan, sekitar 15-30%
dari bayi yang lahir dari ibu HIV positif akan menjadi terinfeksi HIV selama
kehamilan dan persalinan dan lebih 5-20% melalui proses menyusui (Avert,
2011)
2. Penularan melalui darah
Infeksi HIV dapat terjadi pada penanganan medis, misalnya, melalui jarum atau
penggunaan alat yang tidak steril atau melalui transfusi darah dimana produk
darah yang terinfeksi atau tercemar HIV digunakan. Penggunaan alat yang tidak
steril di layanan kesehatan tradisional misalnya sirkumsisi, tindik dan lain-lain.
(Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan
Lingkungan. Departemen Kesehatan RI, 2008).
3. Pelecehan Seksual dan perkosaan.
Di beberapa Negara bagian Afrika, mitos bahwa HIV dapat disembuhkan melalui
seks dengan perawan telah menyebabkan perkosaan anak-anak yang sangat
muda oleh pria yang terinfeksi HIV (Avert, 2011).
Gejala infeksi HIV pada bayi dan anak
• Masa inkubasi HIV sering sekitar 2 sampai 15 tahun. Masa
inkubasi anak-anak sering lebih pendek daripada pada
orang dewasa(Save the Children UK-Ministry of Health
Uganda, 2003).
• Manifestasi klinis: infeksi bakteri berulang, demam, diare
atau sariawan yang lama tidak berhenti, pneumonia
berulang, parotitis kronis, limfadenopati generalisata,
masalah perkembangan dengan gagal tumbuh, dan gatal
dermatosis.
• Pecahnya mukokutan mungkin merupakan tanda pertama
infeksi HIV, kondisi ini dapat berbeda pada anak satu
dengan yang lainnya, tergantung pada status kekebalan
anak (Loosemore et all, 2010).
Stadium HIV pada Anak
Tabel 1. Klasifikasi WHO berdasarkan penyakit yang secara klinis berhubungan dengan HIV
Klinis Stadium Klinis WHO

Asimptomatik 1
Ringan 2
Sedang 3
Berat 4

Tabel 2. Klasifikasi WHO tentang imunodefisiensi HIV menggunakan CD4+


  Nilai CD4+ menurut umur
  < 11 bulan 12–35 bulan 36–59 bulan (%) ≥ 5 tahun (sel/mm3)
Imunodefisiensi (%) (%)  

Tidak ada > 35 > 30 > 25 > 500


Ringan 30 – 35 25 – 30 20 – 25 350 − 499
Sedang 25 – 30 20 − 25 15 −20 200 − 349
Berat < 25 < 20 < 15 < 200 atau < 15%

Tabel 3. Klasifikasi imunodefisiensi WHO menggunakan TLC


(Total Lymphocyt Count)

  Nilai TLC berdasarkan umur


< 11 bulan 12 - 35 bulan 36-59 bulan ≥5 tahun
(sel/mm3) (sel/mm3) (sel/mm3) (sel/mm3)

TLC <4000 <3000 <2500 <2000


CD4+ <1500 <750 <350 atau <200
Pengetahuan Pengasuh
• Pada umumnya pengasuh tidak mengetahui pengertian
HIV/AIDS.
isu moral dan agama  pengasuh tidak nyaman dengan
hasil diagnosis dan status terinfeksi

• Sebagian kecil (ibu) tahu cara penularan melalui transmisi


vertikal dari ibu ke anak, terjadi sewaktu hamil, melahirkan
atau menyusui.
• Nenek& kakek tidak tahu.
”Saya tidak tahu anak bisa tertular...saya juga penasaran. Sampai sekarang saya masih bingung
anak sekecil ini kok sakit seperti ini. sebabnya dari mana?”.
(nenek, 45 th, tidak sekolah, buruh cuci pakaian)

• Gejala  anak menjadi sakit-sakitan, tidak pernah sehat,


Berbeda dengan teman sebaya. Sumber: Ernawati, 2012
Demographic characteristic of Participants:
Partisipan Usia Status Pendidikan Pekerjaan Riwayat
(tahun) Pekerjaan Pasangan

1 31 Menikah/Janda SMP Penjahit Pekerja Bangunan


2 34 Menikah/Janda SMA Pelayan Toko Pekerja Bangunan
3 31 Menikah SMP Wiraswasta Pekerja Bangunan
4 37 Menikah/Janda SMP Wiraswasta Pekerja Bangunan
5 31 Menikah/Janda SMP Penjahit Pekerja Bangunan
6 24 Menikah/Janda SMP Ibu rumah tangga Pekerja Bangunan
7 25 Menikah SMA Wiraswasta Wiraswasta
8 41 Menikah/Janda SD Karyawan Pabrik Rokok Pekerja Bangunan
9 29 Menikah SMP Pedagang Pekerja Bangunan
10 28 Menikah/Janda SMP Petani Pekerja Bangunan
11 26 Menikah/Janda SMP Ibu rumah tangga Pekerja Bangunan
12 24 Menikah SMA Ibu rumah tangga Teknisi Bengkel

• 9 of 12 participants less educated and working in the non-formal sector.


Sumber: Ernawati, 2013
Conditions Family Members
Partisipan Status HIV/Aids
  Suami Jumlah Anak Kondisi Anak
1 + (meninggal) 1 -
2 + (meninggal) 3 + (1 anak Aids, 1 meninggal sblm diketahui
status HIV/Aids, 1 meninggal karena Aids )
3 + 1 -
4 + (meninggal) 2 -
5 + (meninggal) 1 + (1 anak Aids, 1 meninggal sblm diketahui
status HIV/aids)
6 + (meninggal) 1 +
7 + 1 -
8 + (meninggal) 1 -
9 + 0 -
10 + (meninggal) 3 (3 meninggal sblm diketehui status HIV/Aids)
11 + (meninggal) 0 -
12 -   1 -

• The majority (8 of 12) of women HIV/Aids infected are widow


 her husband had died due to AIDS.
Sumber: Ernawati, 2013
• Semua partisipan mengetahui status HIV/Aids setelah terdeteksinya status infeksi
pasangan atau anak.

• Tiga partisipan yang merasa terlambat mengetahui status HIV/Aids suami,


sehingga anaknya tertular dan meninggal sebelum mendapatkan perawatan yang
tepat.

• Lebih dari separuh dari mereka mengetahui status infeksi setelah pasangan/suami
meninggal dunia karena Aids. Seperti disampaikan partisipan 5 berikut ini:

“saya ketahuan positif lebih dahulu, sebelumnya juga tidak tahu karena waktu itu sudah berangkat ke
Malaysia untuk kedua kalinya. Di sana sakit-sakitan. Periksa ke dokter malaysia terus disarankan pulang
berobat dan diberi surat untuk disampaikan ke dokter Indonesia. setelah pulang surat tersebut saya
bawa ke dokter RS Kariadi Semarang dan ternyata saya sudah positif. Tapi ternyata suami sudah positif
lebih dulu, pernah periksa tapi sayangnya saya tidak melihat hasil pemeriksaannya... saya tahu setelah
suami meninggal bulan Mei 2011. Dia sakit dikira typus, dirawat selama 4 hari di Puskesmas tidak
sembuh kemudian dirujuk ke RS Mardi Rahayu selama 1 bulan dan meninggal di RS. Barangkali anak
yang pertama saya dulu meninggal juga karena itu ya...usia 40 hari meninggal karena gejala mencret”
(ibu HIV positif, 31 th, SMP, Penjahit).

Sumber: Ernawati, 2013


Bagan 1. Unsur-unsur perawatan anak terinfeksi HIV/AIDS berbasis
rumah

Medical and
nursing care

Emotional Nutritional
care care

Home Based Care


Social
Spiritual
care
care
Love and support

Sumber : Save the Children UK, 2003. Care for children infected and those
affected by HIV AIDS, A Handbook for Community Health workers.
PERILAKU MERAWAT ANAK HIV/Aids

Pemberian nutrisi:
a. Sebagian besar keluarga miskin  Tidak mampu beli susu
dan makanan.
b. Masalah: respon alergi atau intoleransi pada saluran
pencernaan.
c. Adanya gangguan di daerah mulut seperti sariawan
orofaringeal dan candida esophagitis dapat mengurangi
asupan makanan anak sehingga memicu terjadinya gizi
buruk.

Sumber: Ernawati, 2012


Respon berduka keluarga ODHA
1. Tahap penolakan (Denial)  tidak periksa, tidak diobati 
2. Marah (Anger)
“anak sekecil ini kok punya penyakit itu. Apa ini hukum karma dari ibunya?....” (nenek, 45
th, tidak sekolah, buruh cuci pakaian)
“orang tidak mampu kok diberi penyakit seperti ini, salah apa kami”(ibu HIV positif, SD, IRT)
3. Tawar menawar (bargaining)
”sedih, menyesal…kenapa anak dan istri saya kena semua.Padahal saya yang
berdosa.Kenapa tidak saya saja…sekarang perhatian saya hanya ke anak saja.Karena dia
yang membuat saya semangat hidup.ibunya kan sudah tidak bertanggung jawab, Pergi
begitu saja entah kemana…””.(Bapak HIV positif, 25 th, MTS, tidak bekerja)
4. Depresi
“Orang saya juga sakit bu…rasanya cepat capai...pusing…tidak bisa apa-apa, terus anak
saya nanti bagaimana?.kalau saya berfikir berat saya sendiri drop, terus sakit. Bagaimana
mengatasi anak yang sakit juga...kadang bingung saya.Saya sedih…seperti tidak punya
masa depan. Sedih bu, sudah tidak punya bapak…tidak ada yang mencarikan uang”.(ibu
HIV positif, 29 th, MTS, penjahit)
5. Menerima (Aceptance)  pasrah pada Tuhan.

Sumber: Ernawati, 2013


Bad Practice in community:
1. Stigma
“Anak saya 3 sudah meninggal semua. Biasanya anak lahir prematur, kalau tidak
ya lahir… sakit… kemudian sebentar kok mungkin tidak sampai usia 100 hari terus
meninggal dunia. Orang-orang menuduh saya ‘Bau Laweyan’ semacam ‘Cekelan’
yang mengorbankan anak-anak, suami juga. Padahal untuk mencukupi kebutuhan
makan dan hidup sehari-hari saja saja kurang”. (Ibu HIV positif, 28 th, SMP, Petani)

2. Diskrimination by health provider


“Ada pengalaman ibu HIV positif yang sudah diprogram melahirkan di RS Rujukan,
tapi sebelum waktu yang diperkirakan bayi lahir ternyata maju. Bidan sudah
dihubungi, bahkan saya sedikit mengancam kalau tidak mau datang akan
dilaporkan. Kenyataannya tidak segera menolong, sampai bayi itu saya keluarkan
sendiri di rumah…bidan datang tinggal memotong tali pusat”

3. Lack socialization
“Belum pernah saya dapat penyuluhan, waktu ada yang sakit sebelum
meninggal dari dinas berbondong-bondong datang ke rumah untuk memberi
tahu kalau ada yang kena HIV/AIDS. (kakak, 45 th, MTs, Swasta)
Sumber: Ernawati, 2013
Merawat anak HIV/Aids di rumah:
 Merawat anak HIV/Aids tidak mudah, rentan
masalah material, masalah emosional dan
masalah sosial
 Permasalahan
 Kubutuhan anak HIV/Aids

Sumber: Ernawati dan Armiyati, 2014


Pengendalian HIV/Aids dan IMS
• Bagian misi pemerintah dan 9 agenda prioritas
pembangunan (Nawa Cita)
• Upaya untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga
negara, meningkatkan kualitas hidup manusia
indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat
daya saing di pasar internasional, melakukan
revolusi karakter bangsa.

Disampaikan dalam Kuliah Pakar Fak.Kep


Univ. Muhammadiyah Gorontalo
Strategi Pengendalian HIV/Aids
• Upaya Promotif-Preventif
• Pengobatan, perawatan dan dukungan (CST)
• Rekomendasi WHO: Test and Treat
ODHA dapat memulai terapi ARV tanpa
mempertimbangkan jmh CD4 nya

Disampaikan dalam Kuliah Pakar pada Fak.Kep Univ. Muhammadiyah Gorontalo


• Inisiasi pemberian ART, meningkatkan persentase
CD4 + 2.34% (interval kepercayaan 95%, 1,35%
-3,33%) pada tahun pertama.
• Meskipun ada peningkatan yang lebih besar
dalam persentase CD4 + pada anak-anak dengan
kondisi awal imunosupresi, rata-rata setelah 5
tahun ART persentase CD4 + tidak mencapai
tingkat normal.
• mendukung inisiasi ART jangka panjang pada
anak-anak sebelum terjadi imunosupresi parah
untuk pempertahankan persentase CD4 + normal
( Patel K, et all, 2008)
Rekomendasi Pedoman WHO, 2013:

• Anak HIV-positif < 5 th sekarang harus mulai


ART terlepas dari jumlah CD4 atau stadium
klinis infeksi.
• Anak HIV-positif > 5 th harus mulai ART dengan
jumlah CD4 500 sel / mm3 atau kurang.
• Anak HIV-positif menunjukkan stadium klinis
berat atau lanjutan dari infeksi HIV harus mulai
ART segera tanpa memandang usia.
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi atau
Prevention of mother-to-child transmission (PMTCT)
1. Pencegahan Primer infeksi HIV.
membantu perempuan dan mitra mereka tetap tidak terinfeksi.
intervensi utama adalah perubahan perilaku komunikasi untuk
meningkatkan kesadaran dan mendorong perilaku seksual yang aman;
memastikan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi termasuk
meningkatkan pemakaian kondom; pengobatan infeksi menular
seksual; dan meyakinkan keselamatan darah.

2. Pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan pada perempuan


terinfeksi HIV.
Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana harus ditingkatkan dan
dilakukan secara luas tersedia untuk semua wanita, termasuk mereka
dengan infeksi HIV, untuk memberikan dukungan dan layanan yang
tepat untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan.
PMTCT.....
3. Pencegahan penularan HIV dari ibu yang terinfeksi kepada anaknya.
a) Meningkatkan akses terhadap Pengujian HIV dan Konseling.
b) Antiretroviral (ARV). AZT , nevirapine, atau kombinasi AZT dan lamivudine atau
kombinasi digunakan dalam terapi antiretroviral (ART).
c) Praktek rujukan yang aman termasuk menghindari prosedur invasif seperti
memecah ketuban, pemantauan kulit kepala janin dan episiotomi. Meskipun operasi
caesar elektif telah terbukti mengurangi risiko MTCT sebesar 50%
d) Konseling dan dukungan metode pemberian makan pada bayi. Menyusui dapat
menambahkan risiko 10-20% dari MTCT, tetapi tidak menyusui secara eksklusif
berisiko gizi buruk dan penyakit menular lain selain HIV.

4. Penyediaan perawatan dan dukungan bagi ibu yang terinfeksi HIV, bayi mereka,
mitra dan keluarga. identifikasi, pengobatan, dan perawatan paliatif untuk kondisi
terkait AIDS, obat antiretroviral untuk pasangan ibu-anak dan istri; perawatan
kesehatan reproduksi; dukungan sosial bagi keluarga dan masyarakat yang terkena
HIV / AIDS terutama anak yatim dan anak-anak yang rentan; dan dukungan untuk
melaksanakan keputusan pemberian makan bayi, termasuk perhatian dengan gizi
yang memadai bagi ibu dan bayi mereka.
Dukungan Manajer Kasus
• Pendampingan keluarga
• Home visit bagus tahu kondisi sehat-sakit
penderita
• Advokasi  diskriminasi
• Menggerakkan KDS
• Pertemuan rutin  berbagi pengalaman
merawat HIV/Aids
• Promosi kesehatan utk mencegah penularan
ibu ke anak atau ke pasangan.
Sumber: Ernawati, 2012
Perawatan dan Pengobatan

a. pemeriksaan CD4+
b. Pencegahan infeksi oportunistik
c. Penanganan infeksi oportunistik  anti TBC
d. Pemberian profilaksis Kotrimoksazol
e. Pengobatan ARV
Upaya pencegahan yg penting di Indonesia

• Obat antiretroviral
• Kondom
• Sirkumsisi pd laki-laki
• Perubahan perilaku
Memulai pemberian ARV
Permenkes No.87 tahun 2014 tentang pedoman pengobatan ARV

• Pada populasi umum jika jumlah CD4 < 350


• Tanpa melihat jumlah CD4 pada:
- Ibu hamil
- Pasien ko-infeksi TB
- Pasien ko-infeksi hepatitis
- Pasangan sero-discordant
- Populasi kunci
Perubahan guideline WHO
• 2005  mulai ARV < 200
• 2010  mulai ARV < 350
• 2013  lebih dini lagi, CD4 diatas 350 dapat
mulai ARV namun prioritas CD4 dibawah 350

Kenapa lebih awal?


Pemberian ARV dapat menurunkan 4,2 juta
kematian
Obat ARV
• Lini 1: AZT, 3TC, d4T, Nevirapin, Efavirenz
• Penggunaan d4T(Stavudin) dalam waktu tidak
terlalu lama karena efek samping jangka
panjang:lipodisatrofi, metabolik
• Lini 2: Tenofovir, lopi/Ritonavir
• Efek samping Tenofovir: gangguan fungsi ginjal,
osteoporosis
• Efek samping PI (protease inhibitor): metabolik
Pilihan obat ARV
• Tak banyak berubah kecuali penggunaan
stavudin. Hati-hati karena efek samping
neuropati, lipodisatrofi dan kelainan metabolik
• Stavudin sebaiknya tidak digunakan dalam
waktu lama, ganti jika sudah ada efek samping
ARV fixed dose combination (FDC)
• Tenofovir, Lamivudin, Efavirenz (FDC) 1 x
malam hari
• Keunggulan: sederhana, 1 x pakai
• Tantangan: masih import, efek samping
tenofovir, efek samping Efavirenz
• Rekomendasi Panli: Odha sudah stabil dg ARV
yang ada diteruskan, FDC diutamakan untuk
Odha baru
Layanan di kesehatan primer
• Penyuluhan
• Pencegahan (kondom, jarum suntik steril, ARV)
• Testing/diagnosis
• Penatalaks infeksi oportunistik TB
• Persiapan ARV
• Pemberian ARV
• Meningkatkan adherence ARV/tekun berobat
• Layanan metadon
• Dukungan psikologi dan sosial
Peran keluarga
• Informasi mengenai AIDS di keluarga
• Pendidikan anak
• Memahami bahaya narkoba
• Memahami kebiasaan seksual remaja
• Memberi dukungan pada anak/keluarga untuk
tes HIV
Referensi:
• Ernawati. 2012. sikap dan perilaku pengasuh dalam merawat anak balita yang terinfeksi
HIV/Aids, studi kasus di kabupaten temanggung dan kudus
• Ernawati, Siti Aisah. 2013. Praktik ibu HIV/aids dalam mencegah penularan infeksi ke
anak di kabupaten Kudus Jawa Tengah
• Ernawati, Yunie Armiyati. 2013. Proses berduka dan mekanisme koping keluarga dengan
anak terinfeksi HIV/Aids di Kudus dan temanggung Jawa Tengah
• Ernawati, Yunie Armiyati. 2014. Analisis kebutuhan perawatan di rumah untuk penderita
HIV/aids
• Ditjen PPM-PL. 2015. Situasi Masalah HIV-AIDS Triwulan IV (Oktober- Desember). Jakarta.
• National Institute of Allergy and Infectious Diseases (2008). HIV Infection in Infants and
Children. From http://www.niaid.nih.gov.
• Avert .(2011). Children, HIV and AIDS. From http://www.avert.org/children.htm

Disampaikan dalam Kuliah Pakar Fak.Kep


Univ. Muhammadiyah Gorontalo

Anda mungkin juga menyukai