Anda di halaman 1dari 18

ASSALAMUALAIKUM WR.

WB

Welcome To Our
Presentation
Nama Kelompok “Cut Nyak Dien” :
1. Lisa Sulasmi (17) (Ketua)
2. Muthi’ah Silmi (20) (Moderator)
3. Monica Purnama S (19) (Notulen)
4. Luwihana MM (18) (Anggota)
KASUS PELANGGARAN HAM TANJUNG
PRIOK 1984
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA
PELANGGARAN HAM DI TANJUNG PRIOK
Sebab umum :

Politik
Di bidang politik terjadi konstraksi antara pemerintah dengan ormas
serta parpol Islam. Untuk menaklukkan kelompok-kelompok dan parpol
Islam, pemerintah pada tahun 1983 menerapkan kebijakan asas tunggal.
Semua ormas dan partai yang ada di Indonesia harus memiliki kesatuan dan
hanya satu asas, yaitu Pancasila. Maksud dari diterapkannya kebijakan ini
adalah untuk mencabut ormas dan parpol Islam dari akar ideologinya, yaitu
Islam. Hal ini tentu saja mendapat tanggapan dan tantangan dari ormas dan
partai Islam.
ANALISIS PERISTIWA KASUS PELANGGARAN
HAM TANJUNG PRIOK
Peristiwa Tanjung Priok terjadi berawal dari hegemoni ideologi
Pancasila oleh rezim Suharto pada akhir tahun 1970an.
Pembantaian Tanjung Priok terjadi akibat dari kritikus yang
menentang Orde Baru. Rezim Suharto memandang organisasi-
organisasi Islam politik sebagai musuh utamanya. Karena mereka
menentang kebijakan-kebijakan seperti perencanaan perundang-
undangan asas tunggal , dimana kebijakan tersebut memaksa
partai-partai dan organisasi-organisasi diantaranya untuk menerima
Pancasila sebagai satu-satunya dasar ideologi mereka dan larangan
memakai jilbab bagi siswa sekolah.
Pada masa Suharto, kemiliteran dibentuk untuk menopang
kekuasannya dan selalu siap menjalankan perannya sebagai
kekuatan negara. Pada saat itu, dalam rapat pimpinan ABRI
presiden Suharto menyampaikan bahwa siapa yang menghendaki
perobahan atau yang tidak menerima asas tuggal wajib dilawan
menggunakan senjata dengan motif mempertahankan kekuasaan.
Kelompok islam di Tanjung Priok menentang karena tidak mau
menempatkan agamanya di posisi ke dua. Demikian juga di Koja,
sebuah daerah Tanjung Priok, pada awal tahun 1984 muncul sebuah
gerakan perlawanan. Amir Biki seorang mubaligh, mengorganisir
beberapa tabligh akbar dimana dalam acara tersebut terdapat
kotbah-kotbah kritis tentang korupsi dan perencanaan perundang-
undangan asas tunggal.
KRONOLOGI PERISTIWA TANJUNG
PRIOK 1984
Sabtu, 8 September 1984

Pada tanggal 7 September 1984, seorang Babinsa(koramil)


beragama Katholik sersan satu Harmanu datang ke “Musholla As-
sa’adah” dan memerintahkan untuk mencabut pamflet yang berisi
kritikan terhadap kebijakan pemerintah.
Pada hari berikutnya Babinsa itu datang lagi untuk mengecek
apakah perintahnya sudah dijalankan apa belum. Setelah kedatangan
kedua itulah maka sersan dengan cara tidak sopan mencabut sendiri
pamflet itu tanpa menyopot sepatu, dan menyirami pamflet-pamflet
di musholla dengan air comberan. Hal ini membuat para jamaah
marah.
Senin 10 September 1984

Beberapa anggota jamaah Mushala as-Sa’adah berpapasan dengan salah


seorang petugas Koramil yang mengotori mushala mereka. Terjadilah
pertengkaran mulut yang akhirnya dilerai oleh dua orang takmir masjid
Syarifuddin Rambe dan Sofwan Sulaeman sementara usaha peleraian
sedang berlangsung, massa diluar sudah terkumpul dan orang-orang
yang tidak bertanggung jawab dan tidak ada urusannya dengan
permasalahan itu mempropokasikan agar massa membakar motor milik
Babinsa. Motor yang berada di pinggir jalan lalu dibawa ke tengah oleh
massa dan dibakar. Patroli Polres menangkap M. Noor sebagai orang
yang bertanggungjawab atas pembakaran motor kemudian malam
harinya ia diserahkan ke Kodim Sedangkan Kodim menangkap
Syarifudin Rambe dan Syafwan Sulaeman sebagai orang yang dituduh
bertanggungjawab atas pembakaran Motor Sertu Hermanu. Menyusul
kemudian penangkapan Ahmad Sahi di rumahnya karena ia adalah ketua
Mushalla As-Saadah.
Selasa, 11 September 1984

Massa yang masih memendam kemarahannya itu datang ke salah satu


tokoh didaerah itu yang bernama Amir Biki agar ia mau turun tangan
membantu membebaskan para tahanan.
Amir Biki menghubungi pihak-pihak yang berwajib untuk meminta
pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh Kodim, yang
diyakininya tidak bersalah. Usaha Amir Biki untuk meminta keadilan
ternyata tidak berhasil dan sia-sia.
Rabu, 12 September 1984

Pada saat pengajian remaja islam, dihadapan massa, Amir biki berbicara
dengan keras, yang isinya mengultimatum agar membebaskan para
tahanan paling lambat pukul 23.00 Wib malam itu juga. Bila tidak, mereka
akan mengerahkan massa untuk melakukan demonstrasi.
sekitar 1500 orang demonstran bergerak menuju markas Kodim Jakarta
Utara, tempat dimana empat orang tersangka tadi ditahan.Pada waktu
berangkat jamaah pengajian dibagi dua: sebagian menuju Polres dan
sebagian menuju Kodim.
JENIS-JENIS PELANGGARAN HAM PADA
PERISTIWA TANJUNG PRIOK
1.             Pembunuhan secara kilat (summary killing)

Tindakan pembunuhan secara kilat (summary killing) terjadi di depan


Mapolres Metro Jakarta Utara tanggal 12 September 1984 pkl 23.00 akibat
penggunaan kekerasan yang berlebihan dari yang sepatutnya terhadap
kelompok massa oleh satu regu pasukan dari Kodim Jakarta Utara dibawah
pimpinan Serda Sutrisno dengan senjata semi otomatis. Pada saat itu, para
demonstran dihadang oleh ABRI dan tanpa peringatan terlebih dahulu
terdengarlah suara tembakan. Disaat para demonstran yang terluka berusaha
bangkit untuk menyelamatkan diri, pada saat yang sama juga mereka
diberondong senjata lagi. Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati
ditendang-tendang dan kalau masih bergerak maka ditembak lagi sampai
benar – benar mati
Tak lama berselang datang konvoi truk militer dengan roda 10 dari arah
pelabuhan menerjang dan menelindas demostran yang sedang bertiarap di
jalan dan yang sudah mati maupun yang masih hidup. Jeritan dan bunyi
tulang yang patah dan remuk digilas mobil truk besar terdengar jelas.
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah militer-militer itu
untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan dan melemparkannya
ke dalam truk.
Mayat – mayat itu di kuburkan di tempat yang tidak diketahui dan
korban luka luka di bawa ke RS Gatot Subroto.
Berdasarkan data Kontras jumlah korban yaitu 33 orang meninggal, 15
orang dihilangkan secara paksa, 98 orang mengalami penyiksaan, 96 orang
korban penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, dan 54 orang
diadili di pengadilan yang tidak jujur.
4.   Penghilangan orang secara paksa (Enforced or
involuntary disappearance)

terjadi dalam tiga tahap :


 menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan
keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara
diam-diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari.
 menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk
melihat kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan
penahanan aparat.
 merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta identitas
korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti tersebut
sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya
secara pasti.
 
2.             Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang
(unlawful arrest and detention)

Setelah peristiwa, aparat TNI melakukan penggeledahan dan


penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan
dengan peristiwa Tanjung Priok. Sekitar 160 orang ditangkap tanpa
prosedur dan surat perintah penangkapan dari yang berwenang.

3.             Penyiksaan (Torture)


Semua korban yang ditahan dan mengalami penyiksaan antara lain
ditendang, dipukul dan lain-lain.Adapun bentuk-bentuk penyiksaan itu
adalah berupa penembakan,penyetruman, pemukulan (tanpa dan dengan
alat), penendangan,penyundutan rokok, pembiaran tanpa makan, dan
penelanjangan.
DASAR HUKUM PENEGAKAN HAM DI
INDONESIA TENTANG KASUS TANJUNG PRIOK
 UU no 39 tahun 1999 tentang HAM
 Pasal 69 ayat 1 UU no 39 1999 tentang HAM
 UUD RI 1945 pasal 28A, dan 28E ayat 3 dan 28I ayat 1
PENGELOMPOKKAN KASUS
PELANGGARAN HAM

Kasus pelanggaran HAM Tanjung Priok 1984 tercatat


sebagai pelanggaran HAM berat yang meliputi pembunuhan
massal (genosida) dan tindak kejahatan kemanusiaan yang
terdiri dari pembunuhan, pemusnahan, penyiksaan,
penganiayaan, pembunuhan sewenang wenang. Dan
merupakan pelanggaran HAM di bidang politik dan agama.
MENGHUBUNGKAN KASUS KASUS PELANGGARAN
HAM TANJUNG PRIOK SESUAI DENGAN NILAI- NILAI
PANCASILA

 Sila pertama
 Sila kedua

 Sila ketiga

 Sila keempat

 Sila kelima

Anda mungkin juga menyukai