Anda di halaman 1dari 41

FARMAKOLOGI

“HIPERTENSI”

APT. NURUL MASYITHAH, M.FARM


Deskripsi penyakit Hipertensi

  Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah arteri yang
persisten. Menurut definisi ada 2 :
1) Penderita dengan TDD < 90 mm Hg & TDS 140 mm Hg mengalami hipertensi
sistolik terisolasi

2) Krisis hipertensi (tekanan darah diatas 180/120 mm Hg) dpt dikategorikan


sebagai hipertensi darurat (meningkatnya tekanan darah akut atau disertai
kerusakan organ) atau hipertensi gawat (bbrp tekanan darah meningkat tdk akut)
JENIS HIPERTENSI
 HTN essensial :
belum dapat dijelaskan mekanismenya dengan tepat. Penyebab tidak
diketahui secara pasti. Namun diduga kuat riwayat keluarga

 HTN sekunder :
disebabkan penyakit ginjal, pembuluh darah ke ginjal, kelainan
endokrin, dll
GEJALA HIPERTENSI

 Sering pusing
 Kencang di sekitar tengkuk
 Sering berdebar
 Sering berkeringat

Asymptomatic
Sebagian besar penderita tidak merasakan gejala
apapun,diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil pengukuran TD
 Etiologi hipertensi dibagi 2 :

Penyebab yg spesifik
(hipertensi sekunder)
Hipertensi Dpt disebabkan
penyakit heterogen Mekanisme
patofisiologi yg tdk
diketahui penyebabnya
(hipertensi primer)
Beberapa kondisi penyebab terjadinya hipertensi sekunder dan primer:

Hipertensi primer Hipertensi sekunder


Terdapat sekitar 95% kasus. Hipertensi sekunder terdapat sekitar 5 %
kasus
 genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem
saraf simpatis, sistem renin angiotensin,  kurang dari 10 % umumnya disebabkan
defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na oleh penyakit ginjal kronik atau
dan Ca intraseluler dan renovascular
 faktor-faktor yang meningkatkan risiko  Kondisi lainnya:, hipertiroid,
seperti obesitas, alkohol, merokok hiperparatiroid, aldosteron primer,
kehamilan, obstruktif sleep apnea,
 Hipertensi primer biasanya timbul pada
kerusakan aorta.
umur 30 – 50 tahun
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada
orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi derajat 1 dan
derajat 2

klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal <120 Dan < 80

Prehipertensi 120-139 Atau 80-89

Tahap 1 hipertensi 140-159 Atau 90-99

Tahap 2 hipertensi > 160 Atau > 100

Dalam JNC 8 (2014 Guidline Hypertension) prehipertensi dan hipertensi


tidak di bahas tetapi jadi ambang batas untuk terapi farmakologis
Manifestasi Klinis
 Penderita hipertensi primer yg sederhana pada umumnya tidak disertai gejala
 Penderita hipertensi sekunder dapat disertai gejala suatu penyakit. Penderita hipertensi sekunder
pada sindrom chusing dpt terjadi peningkatan berat badan, poliuria, edema, iregular menstruasi,
jerawat atau kelelahan otot; pd penderita feokromositoma dpt mengalami sakit kepala
paroksimal, berkeringat, takikardia, palpitasi dan hipotensi ortostatik
Patofisiologi hipertensi
 beberapa faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi sehingga di dpt
rumus dasar:
Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer.
 Mekanisme patofisiologi yang berhubungan dengan peningkatan hipertensi esensial antara lain :
1. Curah jantung dan tahanan perifer
2. Sistem Renin-Angiotensin
3. Sistem Saraf Otonom
4.Disfungsi Endotelium
5.Substansi vasoaktif
6.Hiperkoagulasi
7.Disfungsi diastolik
Faktor Risiko Hipertensi :
 Faktor resiko yang tidak dapat di modifikasi (keturunan, jenis kelamin, umur)
 Faktor resiko yang dapat dimodifikasi (merokok,obesitas,stess,aktifitas fisik, asupan)
Terapi
A. Tujuan terapi
• Mengurangi morbiditas dan kematian
• Target nilai tekanan darah adalah :

- < 140/90 utk hipertensi tidak komplikasi

- < 140/90 utk penderita diabetes mellitus serta


ginjal kronik
B. Pendekatan Umum

Terapi Non-Farmakologi

 Memodifikasi gaya hidup bagi penderita prehipertensi & hipertensi seperti:


a. Penurunan bb jika kelebihan
b. Melakukan diet makanan yg diambil DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension)
c. Mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dgn 2,4 gr/hari (6 gr/hari NaCl)
d. Melakukan aktivitas fisik
e. Mengurangi konsumsi alkohol, menghentikan kebiasaan merokok

 Penderita yang didiagnosis hipertensi tahap 1 atau 2 sebaiknya ditempatkan pada


terapi modifikasi gaya hidup dn terapi obat scr bersamaan
 Pemilihan obat tergantung pada derajat meningkatnya tekanan darah dan
keberadaan compelling indication
 Penderita hipertensi 1, terapi diawali dgn diuretik thiazide; penderita hipertensi 2
umumnya diberikan terapi kombinasi, salah satu obatnya diuretik thiazide kecuali
trdpt kontraindikasi
 Terdapat 6 compelling indications yg spesifik dgn obat antihipertensi
 Obat first line : diuretik, β blocker, ACE inhibitor, ARB, CCB.
 Obat alternatif : α blocker, α_(2 )-agonis sentral, inhibitor adrenergik, dan
vasodilator
vasopresin
First Line drug
No Terapi Farmakologis Mekanisme Kerja

1. Diuretik Tiazid Diuretik ↑ ekskresi Na, air dan Cl sehingga ↓ vol darah dan cairan
ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan CO dan tekanan darah. Beberapa
diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek
hipotensinya.
Diuretik tiazid : diuretik dengan potensi menengah yang ↓ tekanan darah
dengan menghambat reabsorpsi sodium pada daerah awal tubulus distal ginjal,
↑ ekskresi sodium dan vol urin. Tiazid juga mempunyai efek vasodilatasi
langsung pada arteriol, sehingga dapat mempertahankan efek antihipertensi
lebih lama. Efek hipotensif baru terlihat setelah 2-3 hari dan mencapai
maksimum setelah 2-4 minggu.

Efek antihipertensi terjadi pada dosis rendah dan peningkatan dosis tidak
memberikan manfaat pada tekanan darah, walaupun diuresis meningkat pada
dosis tinggi. Efek tiazid pada tubulus ginjal tergantung pada tingkat ekskresinya,
oleh karena itu tiazid kurang bermanfaat untuk pasien dengan gangguan fungsi
ginjal.

Diuretik hemat kalium merupakan antihipertensi yang lemah sehingga efek


hipotensi terjadi bila diuretik dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium
sehingga dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium.
No Terapi Farmakologis Mekanisme Kerja

2. ACE Inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor(ACEi) menghambat secara kompetitif pembentukan
angiotensin II dari precursor angiotensin I yang inaktif, yang terdapat pada darah, pembuluh
darah, ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak.

ACEi mencegah degradasi bradikinin dan menstimulasi sintesis senyawa vasodilator lainnya.

Dosis awal ACEi sebaiknya dosis rendah dan ditambahkan perlahan. Hipotensi akut terjai pada
onset terapi ACEi terutama apda penderita yang hipokalemia, gagal jantung, lansia, dan
penggunaan bersama vasodilator atau diuretic.
No. Terapi Mekanisme Kerja
Farmakologis

3. ARB Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin


dan jalur alternative yang digunakan untuk enzim lain
seperti chymases. ACEi hanya menutup jalur renin-
angiotensin, ARB menahan langsung reseptor AT1,
reseptor yang memperantarai efek AT2.
No Terapi Farmakologis Mekanisme Kerja

4. β Bloker Mk hipotensi β bloker tidak diketahui tetapi dapat menurunkan


curah jantung melalui krontopik negative dan efek inotropic
jantung dan inhibisi pelepasan renin dari ginjal.

Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan


kardioselektif pada dosis rendah dan mengikat baik pada
reseptor β1 daripada β2, sehingga kurang merangsang
bronskopasmus dan vasokontriksi.
No Terapi Mekanisme Kerja
Farmakologis
5. Calsium menurunkan influks ion kalsium ke dalam sel
Channel miokard, sel‐sel dalam sistem konduksi
Blocker(CCB) jantung, dan sel‐sel otot polos pembuluh darah.
Efek ini akan menurunkan kontraktilitas jantung,
menekan pembentukan dan propagasi impuls
elektrik dalam jantung dan memacu aktivitas
vasodilatasi, interferensi dengan konstriksi otot
polos pembuluh darah. Semua hal di atas adalah
proses yang bergantung pada ion kalsium.

Terdapat tiga kelas CCB: dihidropiridin


(misalnya nifedipin dan amlodipin); fenilalkalamin
(verapamil) dan benzotiazipin (diltiazem).
Dihidropiridin mempunyai sifat vasodilator perifer
yang merupakan kerja antihipertensinya, sedangkan
verapamil dan diltiazem mempunyai efek kardiak dan
digunakan untuk menurunkan curah jantung dan
mencegah angina.
Alternatif drug
No Terapi Farmakologi Mekanisme kerja

1. Penghambat reseptor α1 inhibisi katekolamin pada sel otot polos vaskular perifer yg berefek
vasodilatasi

2. Antagonis α2 -pusat menstimulasi reseptor α2 adrenergik di otak, yang mengurangi aliran


simpatetik dari pusat vasomotor dan meningkatkan tonus vagal
No. Terapi farmakologi Mekanisme kerja

3. Reserpin Mengosongkan norepinefrin dari saraf akhir simpatik dan memblok


transpor norepinefrin ke dlm granul penyimpanan, stimulasi saraf,
pelepasan norepinefrin ke dalam sinap, pengurangan tonus simpatetik,
penurunan resistensi perifer dan tekanan darah

4. Vasodilator arteri langsung Peningkatan aliran simpatetik dari pusat vasomotor, meningkatnya denyut
jantung, curah jantung dan pelepasan renin
No. Terapi Farmakologi Mekanisme kerja
5. Inhibitor simpatetik postganglion • Mengosongkan norepinefrin dari terminal saraf simpatetik
postganglionik
• Inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon stimulasi saraf
simpatetik
• Mengurangi curah jantung
• Resistensi vaskular perifer
ORAL ANTIHYPERTENSIVE DRUG
Continue............
Faktor lain yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan antihipertensi

 Faktor sosio-ekonomi
 Profil faktor risiko kardiovaskular
 Ada tidaknya kerusakan organ target
 Penyakit penyerta yang ada
 Respon individu pasien
 Potensi interaksi obat
Compelling Indications

1. Gagal Jantung
 Diuretik (terapi tahap I) memperbaiki gejala edema dengan diuresis
 Inhibitor ACE pilihan obat utama
 Terapi β-bloker dapat digunakan untuk penyakit dengan komplikasi gagal jantung sistolik
 ARB dan antagonis aldosteron merupakan terapi alternatif

2. Infark postmyocardial
 β-bloker menurunkan stimulasi adrenergik jantung dan mengurangi resiko infark myocardial
 Inhibitor ACE meningkatkan fungsi jantung
 Antagonis aldosteron (eleprenon) untuk pasien tertentu

3. Resiko tinggi penyakit koroner


 β-bloker terapi pertama
 CCB (nondihidropiridin verapamil dan diltiazem) menurunkan tekanan darah dan mengurangi kebutuhan oksigen
miokardial, menstimulasi jantung (terapi tahap II atau III)
4. Diabetes mellitus
 Tekanan darah yang diharapkan adalah 130/80 mmHg
 Penderita DM dan hipertensi seharusnya mendapatkan pengobatan yang
mengandung inhibitor ACE atau ARB

5. Penyakit ginjal kronik


 Inhibitor ACE dan ARB menurunkan tekanan darah dan juga mengurangi tekanan
intraglomerular yang lebih lanjut menurunkan fungsi ginjal
 Diuretic dan β bloker/CCb sering kali dibutuhkan

6. Pencegahan stroke berulang


 Kombinasi inhibitor ACE dan diuretic thiazide mengurangi kejadian stroke berulang
atau serangan iskemia transient
Standar Terapi Hipertensi di Inggris ( Lanjutan)
 Terapi hipertensi stage 2 dan 3 sebaiknya menggunakan 2 jenis obat (kombinasi), sedangkan kondisi
hipertensi lainnya yang memerlukan terapi pengobatan sebaiknya dengan monoterapi
 (ACE) inhibitor mengurangi rersiko dari stroke, peny. Jantung koroner, dan kematian.
 ACE inhibitors lebih efektif daripada CCB dalam mencegah terjadinya peny. Jantung koroner, dan
mengurangi resiko educing the risk terjadinya gagal jantung.
 Losartan (Gol. ARB) lebih efektif daripada atenolol dalam mereduksi resiko terjadinya stroke.
 CCB mempunyai kemampuan paling besar dalam mencegah terjadinya stroke daripada diuretik atau
beta-blockers.
 Diuretik lebih efektif jika dikombinasi dengan CCB atau ACEI dalam mencegah terjadinya gangguan
koroner.
 Diuretik lebih efektif daripada CCB dalam mencegah gagal jantung dan lebih efektif daripada ACEI
dalam mencegah stroke dan gagal jantung.
Standar Terapi Hipertensi di Inggris ( Lanjutan)
 ACEI dan ARB merupakan pengobatan awal yang cocok untuk pasien dengan diabetes mellitus, gangguan ginjal
atau gagal jantung kongestif
 (meskipun beta-blockers dan diuretik selalu digunakan pada pasiendengan gagl jantung).
 ACE inhibitors dapat selalu digunakan pada pasien
 infark myocardial or peny. Arteri koroner.
 CCB short-acting menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cepat yang mana dapat mempercepat terjadinya
ischemia coronary, sehingga lebih baik digunakan CCB long acting.
 Alpha-blockers dapat menghilangkan gejala yang berhubungan dengan prostatic hypertrophy tetapi tidak efektif
dalam mengurangi resiko penyakit cardiovascular sehingga digunakan sebagai terapi pilihan kedua atau ketiga.
 Diuretik atau CCB paling baik sebagai monotherapy daripada antihipertensi lainnya; penurunan secara signifikan
dengan ACE inhibitors, ARB, dan beta-blockers dapat terjadi ketika dosis yang diberikan adequat(dosis
ditingkatkan dari dosis normal).
 Terapi kombinasi dapat diberikan dengan diuretik dosis rendah dengan obat lain yang memiliki efek potensiasi
(ACE inhibitors,ARB, atau beta-blockers). Kombinasi terapi dapat menurunkan tekanan darah dengan cepat
sesuai target yang diinginkan.
Standar Terapi Hipertensi di Inggris ( Lanjutan)
Drug of choice (DOC) terapi hipertensi :
 Diuretik dan beta-blockers merupakan first-line therapy pada pasien hipertensi kondisi normal.
 ACE inhibitors atau ARB direkomendasikan untuk pasien dengan DM type II, gagal ginjal atau
keduanya dan biasanya digunakan pada pasien gagal jantung.
 Beta-blockers dan ACE inhibitors direkomendasikan untuk pasien dengan infark myocardial, dan
CCB lebih menguntungkan bagi pasien usia lanjut dengan resiko stroke.
 Terapi kombinasi sebaiknya diberikan pada pasien dengan kondisi hipertensi stage 2 atau stage 3.
Obat yang direkomendasikan menurut NICE (National Institute for health and clinical
Excellence) Inggris :

1. ACE inhibitor

2. Angiotensin II receptor antagonists (AIIRA)

3. Beta blockers (ß-Blocker)

4. Calcium channel blockers (CCB)

5. Diuretics:

6. Alpha blockers (α Blocker)

Anda mungkin juga menyukai