Keterangan:
C= Koefisien kecepatan
R= Jari-jari hidrolis
I= Kemiringan dasar sungai
γ= Koefisien kekasaran dinding
P= Keliling basahUntuk sungai, harga γ dapat diambil 1.5 –1.75.
Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara h dan Q, seperti
terlihat pada Gambar 2.7. Dari grafik, pada debit rencana
(Qd), diperoleh tinggi air banjir rencana (hd) yang ditetapkan
sebagai tinggi MA B rencana. Sedangkan elevasi M AB = el.
dasar sungai rata-rata di tambah dengan hd. Perhitungan
dilakukan dengan tabelaris sebagai berikut:
Keterangan :
Q = Debit (m3/dt)
Cd = Koefisien debit ( = C0 . C1 . C2 )
H1 = Tinggi energi di atas mercu,m.
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
b = lebar mercu (m)
C0, C1, dan C2 berturut-turut diambil dari Gambar 2.10, 2.11 dan 2.12. Untuk
aliran tenggelam, maka rumus debit di atas harus dikaitkan dengan faktor
koreksi, f, yang merupakan fungsi perbandingan tenggelam, lihat Gambar
1.14.
• Gambar 2.12. Koefisien C2 untuk Mercu Ogee dengan muka hulu melengkung (USBR, 1960)
• Mercu Ogee
Tipe mercu ini pertama kali diperkenalkan oleh US
Army Corps of Engineers. Pembentukan mercunya
didasarkan pada persamaan berikut, lihat Gambar 2.14.
Keterangan :
X dan Y = Koordinat permukaan hilir.
Hd=Tinggi muka air diatas mercu
K dan n = Parameter yang tergantung dari kemiringan bidang hulu,
lihat Tabel 1.3Koefisien debit, diambil sebagai berikut:
C0 = Konstanta = 1,30
C1 = Fungsi dari p / hd dan H1/ hd
C2 = Faktor koreksi bidang hulu
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02)
Gambar 2.15 Faktor koreksi untuk selain tinggi energi rencana pada bendung
MercuOgee (Ven Te Chow, 1959, Berdasarkan Data USBR dan WES)
2.5.6.Kolam peredam energi
Akibat dibuatnya bendung pada aliran sungai, baik pada palung
maupun pada sodetannya, maka disebelah hilir bendung tersebut
akan terjadi aliran turbulen (bergelombang) dengan kecepatan
yang tinggi akibat terdapat energi aliran yang sangat besar,
setelah melewati mercu bendung yang ditunjukkan oleh adanya
loncatan air (water jump) pada titik tersebut. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya gerusan setempat (local scouring) dihilir
bendung yang akhirnya akan mengganggu stabilitas tubuh
bendung. Oleh karena itu,hal ini tidak boleh dibiarkan terjadi.
Untuk menenangkan kecepatan yang tinggi ini, maka dibagian hilir
itu dibuatkan suatu bangunan peredam energi (kolam olakan).
Aliran air di kaki hilir bendung, akibat perubahan aliran yang
mendadak dan pertemuan dengan air di sebelah hilir, dapat
menunjukkan berbagai perilaku terhadap kedalaman air yang ada
disebelah hilir.
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02)
Gambar 2.16. Faktor pengurangan aliran tenggelam sebagai fungsi p2 / H1 dan H2/H1
(Disadur dari US Army Corps of Engineers Waterways Experimental Station)
• Kasus A, menunjukkan aliran tenggelam, kondisi ini hanya menimbulkan
sedikit saja gangguan di permukaan, berupa timbulnya gelombang
kecil.
• Kasus B, menunjukkan loncatan tenggelam, tinggi loncatan air lebih
kecil dari tinggi muka air hilir.
• Kasus C, adalahkeadaan ketikatinggi loncatan air sama dengan tinggi
muka air hilir.
• Kasus D, adalah keadaan ketikatinggi loncatan air lebih besar dari tinggi
muka air hilir.
Dari keempat macam kondisi ini,
kasus C tidak dianjurkan karena berada pada kondisi kritis dan
kasus D tidak boleh terjadi, karena keadaan ini menunjukkan energi air
yang belum teredam sehingga dapat membahayakan stabilitas bendung.
Jadi dalam perencanaan suatu bendung, harus diusahakan agar keadaan
loncatan air di hilir bendung selalu berada seperti pada kondisi B atau A,
untuk semua besar debit, minimal sampai dengan debit rencana.
a.Kolam olakan loncatan air.
Untuk menentukan keadaan terbaik bagi kolam olakan, maka
semua debit dicek terhadap muka air hilirnya, sehingga semua
kondisi debit yangakan terjadi, loncatan air selalu berada
dibawah muka air hilir. Tinggi loncatan air hilir dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
y1= Kedalaman air di awal loncatan (m)
y2= Tinggi loncatan air di atas dasar kolam (m)
Fr = Bilangan froude.
Keterangan:
V1= kecepatan awal loncatan, m/dt.
g = percepatan gravitasi, m/dt2
Besar kecepatan awal loncatan, mula-mula dapat diperkirakan dengan rumus berikut ini:
Keterangan:
H1= Tinggi energi di atas ambang (mercu) bendung,
m.
z= Tinggi terjunan, m.
Untuk selanjutnya kecepatan tersebut dicek dengan rumus :
Dalam perencanaan normal dapat diambil kecepatan rata-rata antara 1.00 s.d. 2.00 m/dt
untuk dapat membatasi butiran-butiran berdiameter 0.01 –0.04 m tidak ikut tersadap.
Kapasitas pengambilan.
Dimensi bangunan pengambilan harus direncanakan dengan
kapasitas sekurang-kurangnya 120 % dari debit kebutuhan
saluran induk. Besar debit pengambilan dapat dihitung
sebagai berikut, lihat Gambar 2.27:
dimana:
Q = debit (m3/dt) μ= koefisien debit (0,8)
b = lebar bukaan, (m) a= tinggi bukaan (m)
g = percepatan gravitasi (m/dt2) z = kehilangan energi (m)
Rumus di atas masih dapat dipergunakan bila ujung bawah pintu tenggelam
sampai dengan 20 cm di bawah muka air hulu.
Elevasi ambang pengambilan ditentukan dari dasar sungai (bendung), dengan
ketentuan sebagai berikut:
❑0.50 m bila sungai mengangkut lanau.
❑1.00 m bila sungai mengangkut pasir.
❑1.50 m bila sungai mengangkut batu-batu bongkah
(Sumber: Kriteria Perencanaan Bagian Bangunan Utama KP-02)
Gambar 2.28. Geometri Bangunan Pengambilan.