D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELOMPOK 6 ( FORTUNE )
MARIA DELFINA BARA
FIRMAN ALI
FUAD RAHIM AMIN
SURIATI
HARMAYANI
A.KONSEP DASAR MEDIS
1. Definisi
Istilah atresia berasal dari bahasa Yunani
yaitu “a” yang berarti tidak ada dan
“Trepsis” yang berarti makanan atau
nutrisi. Dalam istilah kedokteran, atresia
adalah suatu keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal.
Atresia ani adalah malformasi kongenital
dimana rektum tidak mempunyai lubang
keluar (Walley,1996).
Anus imperforata dibagi 4 golongan, yaitu
Stenosis rektum yang lebih rendah
Membran anus yang menutup
Anus imperforata dan ujung rektum yang
buntu terletak pada bermacam-macam
jarak dari peritoneum
Lubang anus yang terpisah dengan ujung
rektum
2. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
antara lain
a.) Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan
daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang
dubur.
b.) Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
c.) Adanya gangguan atau berhentinya
perkembangan embriologik didaerah usus,
rektum bagian distal serta traktus urogenitalis,
yang terjadi antara minggu ke empat sampai
keenam usia kehamilan.
3. Manifestasi klinis
Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam
setelah lahir
Tinja keluar dari vagina atau uretra
Perut mengembung
Muntah
Tidak bisa buang air besar
Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya
fistula
Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan
distensi perut, muntah, gangguan cairan
elektrolit dan asam basa.
4. Patofisiologi
Anus dan rectum berkembang dari embrionik
bagian belakang. Ujung ekor dari bagian
belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitoury dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya
penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi
atresia anal karena tidak ada kelengkapan
migrasi dan perkembangan struktur kolon antara
7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal.
Kegagalan migrasi dapat juga terjadi karena
kegagalan dalam agenesis sacral dan
abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar anus
menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan
sehingga intestinal mengalami obstruksi.
Penyimpangan KDM
Kelainan kongenital pada perkembangan
Embriologi
Inflamasi jaringan Ujung ekor bagian belakang perkembangan struktur kolon 7-10
berkembang menjadi kloaka minggu dlm perkembangan fetal
Perangsangan sel-sel mast dan
Pelepasan mediator kimiawi Terjadi stenosis anal karena penyempitan pada Kegagalan migrasi
kanal anorektal
Merangsang media reseptor
Fekal tidak dpt dikeluarkan
Transduksi Tekanan pada usus meningkat
Kurang pengetahuan
5.Penatalaksanaan medis
Melakukan pemeriksaan colok dubur
Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil
jika tidak ada evakuasi mekonium.
Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter
uretra, dilatasi hegar, atau speculum hidung berukuran kecil selanjutnya
orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan
yang
dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi
defekasi mencapai keadaan normal.
Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan
dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi
abdominoperineum pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital
posterior pada usia (8-12 bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur
(6-9 bulan)
Dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi
"abdominal pull-through" .
Pada kasus atresia ani atau anus imperforata ini pengobatannya dilakukan
dengan jalan operasi. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah
teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi
tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti
dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama
ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.
6.Prognosa
Semua pasien yang mempunyai malformasi
anorektal dengan kortmobiditas yang tidak jelas
mengancam hidup, akan bertahan. Pada lesi
letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah
pengontrolan fungsi usus dan juga paling
banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak
rendah anak pada umumnya mempunyai kontrol
usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi
konstipasi. Komplikasi operasi yang buruk
berkesempatan menjadi kontinensia primer,
walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi
penting untuk mengurangi terjadinya
kontinensia.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Riwayat keperawatan
Pengkajian
Lakukan pengkajian bayi baru lahir dengan
perhatian khusus pada area perianal.
Observasi adanya pasase mekonium.
Perhatikanlah bila mekonium tampak pada
orifisium yang tidak tepat.
Observasi feses yang seperti karbon pada bayi
yang lebih besar atau anak kecil yang
mempunyai kesulitan defekasi atau distensi
abdomen.
Bantu dengan prosedur diagnostik, misalnya
endoskopi, radiografi.
2. Diagnostik test
Pemeriksaan radiologis, Dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya obstruksi intestinal.
Sinar X terhadap abdomen, dilakukan untuk menentukan
kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui
jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
Ultrasound terhadap abdomen, digunakan untuk melihat
fungsi organ internal terutama dalam system
pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti
obstruksi oleh karena massa tumor.
CT Scan, digunakan untuk menentukan lesi.
Pyelografi intra vena, digunakan untuk menilai
pelviokalises dan ureter.
Pemeriksaan fisik rectum, kepatenan rectal dapat
dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau
jari.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan insisi bedah.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
kolostomi .
4. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur
pembedahan.
5. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan
dengan kebutuhan perawatan di rumah.
D.INTERVENSI DAN RASIONAL
Jangan menunggu sampai anak mengalami nyeri hebat untuk intervensi untuk
mencegah terjadinya nyeri.
Rasional : Intervensi setiap hari tingkat nyeri agar tidak terjadi nyeri hebat yang
menganggu kenyamanan pasien.
Hindari mempalpasi area operasi kecuali jika diperlukan.
Rasional : untuk menghindari terjadinya peningkatan nyeri dan mencegah terjadinya
kontaminasi luka yang menyebabkan terjadinya risiko infeksi.
Pasang selang rektal jika diindikasikan untuk menghilangkan gas.
Rasional : Selang rektal dipasang pada saat perut pasien terasa kembung,sehingga
tidak mengakibatkan terjadinya trauma jaringan atau nyeri.
Lakukan aktivitas dan prosedur keperawatan (mis:mengganti balutan, napas dalam,
ambulansi) setelah analgesia.
Rasional : Membantu pasien untuk istirahat lebih efektif dan memfokuskan kembali
perhatian sehingga menurunkan nyeri dan ketidaknyamanan.
Berikan analgesik sesuai ketentuan untuk nyeri.
Rasional : Dengan memberikan analgesik dapat mengurangi rasa nyeri yang ada.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Hasil : Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat.
Pertahankan teknik septik dan aseptik secara ketat pada prosedur medis
atau perawatan.
Rasional : Agar mikroorganisme patogen tidak masuk melalui stoma
sehingga tidak terjadi kontaminasi dalam kolostomi sehingga tidak
menambah resiko infeksi.
Amati lokasi invasif terhadap tanda-tanda infeksi.
Rasional : Mengidentifikasi agar tidak terjadi infeksi.
Pantau suhu tubuh, jumlah sel darah putih.
Rasional : proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu tubuh, dengan
sering memantau suhu tubuh kita dapat mendeteksi tidak terjadinya
komplikasi yang serius.
Pantau dan batasi pengunjung , beri isolasi jika memungkinkan.
Rasional : Dengan membatasi pengunjung pasien dapat terhindar dari
resiko infeksi dari luar.
Beri antibiotik sesuai advis dokter.
Rasional : Secara profilaktik dapat mengatasi infeksi.
5. Kurangnya pengetahuan keluarga berhungan dengan kebutuhan perawatan
di rumah.
Tujuan: Pasien dan keluarga memahami perawatan di rumah.
Kriteria hasil: Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan
perawatan untuk bayi di rumah.