Anda di halaman 1dari 72

PPN/PPNBM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 42 TAHUN 2009
darat

udara

zee

Daerah Pabean
Landas kontinen

Batam,
sabang,
bintan
karimuam

perairan
DAERAH PABEAN
 Daerah Pabean adalah wilayah Republik
Indonesia yang meliputi wilayah darat,
perairan, dan ruang udara di atasnya, serta
tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi
Eksklusif dan landas kontinen yang di
dalamnya berlaku Undang-Undang yang
mengatur mengenai kepabeanan.
 Daerah pabean di Indonesia adalah Batam,
Bintan, Sabang, dan Karimun.
BKP
 JKP
Suatu perjanjian

perjanjian sewa beli dan/atau perjanjian


sewa guna usaha (leasing

pedagang perantara atau melalui juru lelang

pemakaian sendiri dan/atau pemberian cuma-


cuma
Penyerahan BKP
dari pusat ke cabang atau sebaliknya
dan/atau penyerahan BKP antar cabang;

secara konsinyasi
rangka perjanjian pembiayaan yang dilakukan
berdasarkan prinsip syariah, yang
penyerahannya dianggap langsung dari PKP
kepada pihak yang membutuhkan BKP
persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan
semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa
pada saat pembubaran perusahaan;
kepada makelar sebagaimana dimaksud
dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang

untuk jaminan utang-piutang;

Tidak termasuk BKP dalam hal Pengusaha Kena Pajak melakukan


pemusatan tempat pajak terutang

Pengalihan BPK dalam rangka


penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, dan pengambilalihan usaha
dengan syarat pihak yang melakukan
pengalihan dan yang menerima pengalihan
adlh PKP

Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula


tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat
pembubaran perusahaan, dan yang Pajak Masukan atas
perolehannya tidak dapat dikreditkan
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DIKENAKAN ATAS:

   penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean


yang dilakukan oleh pengusaha;
 impor Barang Kena Pajak;
 penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang
dilakukan oleh pengusaha;
  pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar
Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
 pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di
dalam Daerah Pabean;
 ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena
Pajak;
 Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha
Kena Pajak; dan
 ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak.
JENIS BARANG YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN
NILAI ADALAH BARANG TERTENTU DALAM KELOMPOK BARANG
 
 barang hasil pertambangan atau hasil
pengeboran yang diambil langsung dari
sumbernya;
 barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan
oleh rakyat banyak;
  makanan dan minuman yang disajikan di hotel,
restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya,
meliputi makanan dan minuman baik yang
dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk
makanan dan minuman yang diserahkan oleh
usaha jasa boga atau katering; dan
 uang, emas batangan, dan surat berharga.
JENIS JASA YANG TIDAK DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
ADALAH JASA TERTENTU DALAM KELOMPOK JASA
 jasa pelayanan kesehatan medis;
 jasa pelayanan sosial;
 jasa pengiriman surat dengan perangko;
 jasa keuangan;
 jasa asuransi;
 jasa keagamaan;
 jasa pendidikan;
 jasa kesenian dan hiburan;
 ijasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
  jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri
yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar
negeri;
 jasa tenaga kerja;
 jasa perhotelan;
  jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan
secara umum;
 jasa penyediaan tempat parkir;
 jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
 jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
 jasa boga atau katering.
PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
TERHADAP:

 penyerahan Barang Kena Pajak yang


tergolong mewah yang dilakukan oleh
pengusaha yang menghasilkan barang
tersebut di dalam Daerah Pabean dalam
kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan
 impor Barang Kena Pajak yang tergolong
mewah.
 Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%
(sepuluh persen).
 Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol
persen) diterapkan atas:
a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan
c. ekspor Jasa Kena Pajak.
 Tarif pajak dapat diubah menjadi paling rendah
5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima
belas persen) yang perubahan tarifnya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
PPNBM
 Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah
ditetapkan paling rendah 10%. (sepuluh persen) dan
paling tinggi 200% (dua ratus persen).
 Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
 Ketentuan mengenai kelompok Barang KenaPajak
yang tergolong mewah yang dikenai Pajak
Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
 Ketentuan mengenai jenis barang yang dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
PAJAK MASUKAN DAN
KELUARAN
 Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak
Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
A. Bagi Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi sehingga
belum melakukan penyerahan yang terutang pajak, Pajak Masukan
atas perolehan dan/atau impor barang modal dapat dikreditkan.
B. Pajak Masukan yang dikreditkan harus menggunakan Faktur Pajak
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar
daripada Pajak Masukan, selisihnya merupakan Pajak
Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh Pengusaha Kena Pajak.
 Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat
dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, selisihnya
merupakan kelebihan pajak yang dikompensasikan ke Masa Pajak
berikutnya.
 Atas kelebihan Pajak Masukan dapat diajukan permohonan
pengembalian pada akhir tahun buku.
ATAS KELEBIHAN PAJAK MASUKAN DAPAT DIAJUKAN
PERMOHONAN PENGEMBALIAN PADA SETIAP MASA PAJAK OLEH:

 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang


Kena Pajak Berwujud;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Barang
Kena Pajak Tidak Berwujud;
 Pengusaha Kena Pajak yang melakukan ekspor Jasa
Kena Pajak; dan/atau
 Pengusaha Kena Pajak dalam tahap belum berproduksi
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN TIDAK DAPAT
DIBERLAKUKAN BAGI PENGELUARAN UNTUK:
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai
Pengusaha Kena Pajak;
 bperolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha;
 perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali
merupakan barang dagangan atau disewakan;
  pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
 dihapus;
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) atau ayat (9) atau tidak mencantumkan nama,
alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
 pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (6);
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan
penerbitan ketetapan pajak;
 perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang ditemukan pada waktu dilakukan
pemeriksaan; dan
 perolehan Barang Kena Pajak selain barang modal atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha Kena
Pajak berproduksi
PAJAK MASUKAN
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi
belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran
pada Masa Pajak yang sama, dapat
dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya
paling lama 3 (tiga) bulan setelah
berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan
sepanjang belum dibebankan sebagai biaya
dan belum dilakukan pemeriksaan.
TERUTANGNYA PAJAK TERJADI
PADA SAAT:
 penyerahan Barang Kena Pajak;
 impor Barang Kena Pajak;
 Penyerahan Jasa Kena Pajak;
 pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar Daerah Pabean;
 Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah
Pabean;
 ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
 Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
atau
 ekspor Jasa Kena Pajak.
 Dalam hal pembayaran diterima sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak atau sebelum
penyerahan Jasa Kena Pajak atau dalam hal
pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean, saat terutangnya pajak
adalah pada saat pembayaran.
PENGUSAHA KENA PAJAK WAJIB MEMBUAT FAKTUR
PAJAK UNTUK SETIAP:

 penyerahan Barang Kena Pajak


 penyerahan Jasa Kena Pajak
 ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud
ekspor Jasa Kena Pajak
FAKTUR PAJAK DIBUAT

 saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau


penyerahan Jasa Kena Pajak;
 saat penerimaan pembayaran dalam hal
penerimaan pembayaran terjadi sebelum
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
 saat penerimaan pembayaran termin dalam
hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan;
atau
 saat lain yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
PAJAK TERUTANG TIDAK DIPUNGUT SEBAGIAN ATAU SELURUHNYA ATAU DIBEBASKAN DARI

PENGENAAN PAJAK, BAIK UNTUK SEMENTARA WAKTU MAUPUN SELAMANYA, UNTUK :

 kegiatan di kawasan tertentu atau tempat


tertentu di dalam Daerah Pabean;
 penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau
penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;
 impor Barang Kena Pajak tertentu;
 pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean; dan
 pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari
luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean,
diatur dengan Peraturan Pemerintah
 Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannya tidak
dipungut Pajak Pertambahan Nilai dapat
dikreditkan.
 Pajak Masukan yang dibayar untuk perolehan
Barang Kena Pajak dan/atau perolehan Jasa
Kena Pajak yang atas penyerahannya
dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai tidak dapat dikreditkan.
PPN
PPN
Tarif PPN x DPP

Contoh:
PT Amara sebagai PKP menjual tunai BKP
dengan Harga Jual Rp 100.000.000. Hitunglah
PPNnya
PPN yang terhutang
10% x 100.000.000 = Rp 10.000.000
 Pengusaha Kena Pajak WY melakukan ekspor
Barang kena pajak dengan nilai ekspor Rp
80.000.000.hitunglah PPN terhutangnya?
Jawabannya:
Karena Barang Ekspor maka tarif PPNnya
adalah 0% sehingga PPN yang terhutang
adalah
80.000.000 X 0% = Rp 0
DALAM HAL PENYERAHAN BKP
HANYA TERHUTANG PPN
 10 x jumlah pembayaran
110
Atauuuu
 100 x jumlah pembayaran

110
PPN = 10% x DPP
CONTOH
PT Dua sebagai pengusaha kena pajak menjual
Barang Kena Pajak Pada PT Tiga sebesar Rp
100.000.000. Harga jual sudah termasuk PPN,
maka PPN yang terhutang adalah
10 x jumlah pembayaran
110
= Rp 909.090,9
DALAM HAL BKP ADLH BARANG
MEWAH
Disamping terhutang PPN juga terhutang
PPnBM
PPN = 10 x jumlah pembayaran
110 + tarif PPn BM
PPnBM = Tarif PPnBM x jumlah pembayaran
110 + tarif PPnBM
ATAUUUU
DPP = 100 x jumlah pembayaran
110+ tarif PPnBM
PPN = 10% x DPP
PPnBM = tarif PPnBM x DPP
DALAM HAL PEMBAYRAN PLH BYK RP 1.000.000
MRPK JUMLAH YG TAK DIPECAH PECAH
Jika
Harga jual Rp 900.000
PPN 10% x 900.000 Rp 90.000
PPn BM (misal tarif 20%) Rp 180.000 +
harga jual termasuk
PPN dan PPN BM Rp 1.170.000
Meskipun harga jual Rp 900.000 tetapi karena
total pembayaran adalah Rp 1.170.000 (lbh dr
1 juta) maka PPN dan PPnBM yang terutang
harus dipungut oleh bendaharawan
pemerintah atau KPKN
Harga jual Rp 800.000
PPN 10% x 900.000 Rp 80.000
PPn BM (misal tarif 20%) Rp 80.000 +
harga jual termasuk
PPN dan PPN BM Rp 960.000
karena total pembayaran adalah Rp 960.000
(krg dr 1 juta) maka PPN dan PPnBM yang
terutang tidak perlu dipungut oleh
bendaharawan pemerintah atau KPKN, tetapi
harus dipungut dan disetor oleh PKP rekanan
pemerintah dan faktur pajak tetap harus
dibuat
SAAT PEMBUATAN FAKTUR
PAJAK
Menurut peraturan dirjen per 24/pj/2012 silahkan dilihat
kembali di mbaahhhhh
Pasal 2
a. saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena
Pajak;
b. saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan
pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak
dan/ atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak;
c. saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan
sebagian tahap pekerjaan;
d. saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada Bendahara
Pemerintah sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
atau
e. saat. lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan
PASAL 2
 Faktur Pajak Gabungan harus dibuat paling
lama pada akhir bulan penyerahan Barang
Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.
FAKTUR PAJAK
 Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak
yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
atau penyerahan Jasa Kena Pajak.
 Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak
yang meliputi seluruh penyerahan yang
dilakukan kepada pembeli Barang Kena Pajak
dan/ atau penerima Jasa Kena Pajak yang
sama selama 1 (satu) bulan kalender.
PKP
 Pengusaha Kena Pajak yang selanjutnya
disebut PKP adalah pengusaha yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak
dan/ atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang
dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang
Pajak Pertambahan Nilai
PKP PEDAGANG ECERAN
adalah PKP yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya melakukan
a. penyerahan Barang Kena Pajak
b. Penyerahan Jasa kena pajak
berdasarkan
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 58/PJ/2010
BKP PEDAGANG ECERAN
 melalui suatu tempat penjualan eceran atau
langsung mendatangi dari satu tempat konsumen
akhir ke tempat konsumen akhir lainnya;
 dengan cara penjualan eceran yang dilakukan
langsung kepada konsumen akhir, tanpa
didahului dengan penawaran tertulis,
pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
 pada umumnya penyerahan Barang Kena Pajak
atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai
dan penjual atau pembeli langsung menyerahkan
atau membawa Barang Kena Pajak yang
dibelinya; atau b annya melakukan
JKP PEDAGANG ECERAN
 melalui suatu tempat penyerahan jasa secara
langsung kepada konsumen akhir atau
langsung mendatangi dari satu tempat
konsumen akhir ke tempat konsumen akhir
lainnya;
 dilakukan secara langsung kepada konsumen
akhir, tanpa didahului penawaran tertulis,
pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang; dan
 pada umumnya pembayaran atas penyerahan
Jasa Kena Pajak dilakukan secara tunai.
FAKTUR PAJAK BKP OLEH PKP
PE
 paling sedikit harus memuat keterangan :
a. nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang
menyerahkan Barang Kena Pajak;
b. jenis Barang Kena Pajak yang diserahkan;
c. jumlah Harga Jual yang sudah termasuk Pajak
Pertambahan Nilai atau besarnya Pajak Pertambahan
Nilai dicantumkan secara terpisah;
d. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
dan
e. kode, nomor seri dan tanggal pembuatan Faktur
Pajak
 Faktur Pajak harus diisi secara lengkap, jelas, dan
benar sesuai dengan keterangan
FAKTUR PAJAK UTK PE BERUPA
a. bon kontan,
b. faktur penjualan,
c. segi cash register,
d. karcis,
e. kuitansi, atau
f. tanda bukti penyerahan atau pembayaran
lain yang sejenis.
FAKTUR PAJAK UTK PE
 Lembar ke-1 : disampaikan kepada pembeli
Barang Kena Pajak.
 Lembar ke-2 : untuk arsip Pengusaha Kena
Pajak yang membuat Faktur Pajak.
PENGUKUHAN PKP PE
 Untuk Pedagang Eceran dengan omzet
penjualan melebihi Rp. 4.800.000.000
(empat milyar delapan ratus juta rupiah)
atau wajib pajak memilih untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka Wajib
Pajak wajib memungut PPN sebesar 10% dari
nilai penyerahan barang kena pajak. 
FAKTUR PAJAK UTK JASA
PEMBORONG
PT Y merupakan pemborong sebuah bangunan
dengan pembayaran secara bertahap sesuai
tahapan penyelesaian pekerjaan, nilai kontrak
yang disepakati Rp 100.000.000. Berikut ini tahap
tahap penyelesaian pekerjaan dan jumlah
pembayaran yang diterima
 Tanggal 1 april 2015 , perjanjian pemborongan
dittd, diterima pembayaran uang muka 40% (atau
sebesar Rp 40.000.000) ditagihkan 1 april 2015
 Tanggal 1 mei 2015, pekerjaan 50% selesai,
diterima pembayaran tahap II sebsar Rp
10.000.000
PEMBORONG
 Tgl 1 juli 2015, pekerjaan 50% selesai, diterima
pembayaran tahap II sebsar Rp 10.000.000
 Tgl 1 sept 2015, pekerjaan 80% selesai, diterima
pembayran tahap III sebsar Rp 10.000.000
 Tgl 1 nov 2015, pekerjaan 100% selesai, diterima
pembayran tahap IV sebsar Rp 10.000.000
 Tgl 1 jan 2016, diterima pembayaran tahap
sebesar Rp 10.000.000
 Tgl 1 april 2016, diterima pembayran tahap vi
sebsar Rp 10.000.000
UNTUK PENYERAHAN BARANG
BERTAHAP
 Utk penyerahan pekrjaaan bertahap yg penerimaan
pembayrannya per termin dibedakan menjadi
penyerahan kepada non pemungut dan penyerahan
kepada pemungut PPN
Untuk non pemungut
a. Jika dilakukan sebelum penyerahan, maka pajak
terutang terjadi pada saat pembayran dan faktur
pajak dibuat pada saat penyerahan
b. Jika pembayran dilakukan setelah penyeraha,
maka pajak terhutang terjadi pada saat
penyerahan dan faktur pajak dibuat selambat
lambatnya pada akhir bulan berikutnya setelah
bulan dilakukannya penyerahan
UNTUK PENYERAHAHAN KPD
PEMUNGUT PPN
 Pajak yerutang pada saat pembayaran
 Faktur pajak dibuat pada saat penagihan
 SSP diisi pada saat penagihan
SAAT PEMBUATAN FAKTUR
PAJAK
Tanggal Saat pembuatan faktur pajak
pembayran Pemungut PPN Non Pemungut PPN

1 april 2015 Saat ada penagihan 1 april dgn DPP Rp 40 juta


1 mei 2015 Saat ada penagihan 1 mei dgn DPP Rp 10.000.000

1 juli 2015 Saat ada penagihan 1 juli dgn DPP Rp 10.000.000

1 sep 2015 Saat ada penagihan 1 sept dgn DPP Rp 40 juta

1 nov 2015 Saat ada penagihan Selambat lambatnya tgl 31


Des 2015 dengan DPP Rp
1 jan 2016 Saat ada penagihan 30.000.000

1 apr 2016 Saat ada penagihan


JUAL BELI ANGSURAN
 Faktur pajak dibuat pada saat pembayran
selama pembayran dilakukan sebelum
tanggal penyerahan BKP. Jika pembayaran
dilakukan stlh dilakukan penyerahan BKP
faktur pajak dibuat pada akhir bulan
berikutnya setelah penyerahan BKP
CONTOH
 Pada tanggal 1 maret 2015, Toko sejahtera
(sebagai PKP) menjual BKP secara angsuran
kepada CV Hati senilai Rp 50.000.000. Pada
tanggal tersebut diterima uang muka sebesar
40% dari harga BKP. Sisanya dibayar secara
angsuran setiap 2 bln sekali selama 5 kali
dengan jumlah angsuran yang sama mulai tgl
1 mei 2015. BKP diserahkan kepada pembeli
pada tanggal 1 april 2015. Saat pembuatan
faktur adalah
tanggal Jumlah uang Saat pembuatan
muka/angsuran faktur pajak
(DPP)
1 maret 2015 40% x rp 50 juta= Rp 1 maret 2015
20 juta
1 mei 2015 Rp 30 juta /5= Rp 6 1 mei 2015
juta
1 juli 2015 Rp 6 juta Selambat lambatnya
1 sept 2015 Rp 6 juta 31 mei 2015 dengan
DPP 24 juta
1 nov 2015 Rp 6 juta

1 jan 2016 Rp 6 juta


PPN MEMBANGUN SENDIRI
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
163/PMK. 03/2012
 Kegiatan membangun sendiri terutang PPN
 Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan
membangun bangunan yang dilakukan tidak
dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh
orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
 terutang bagi orang pribadi atau badan yang
melakukan kegiatan membangun sendiri
DASAR PENGENAAN PAJAK
 jumlah Harga Jual
 Penggantian,
 Nilai Impor,
 Nilai Ekspor
 atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar
untuk menghitung pajak yang terutang.
BANGUNAN
 berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang
ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu
kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton,
pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau
baja; \
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat
kegiatan usaha; dan
c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus
meter persegi).
 Terhutang PPN... 10% X DPP
 DPP 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang
dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk
membangun bangunan, tidak termasuk harga
perolehan tanah.
 Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas
kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat
dibangunnya bangunan sampai dengan
bangunan selesai.
 Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan
secara bertahap dianggap merupakan satu
kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu
antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih
dari 2 (dua) tahun.
 Tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang atas
kegiatan membangun sendiri adalah di tempat
bangunan tersebut didirikan
 Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai
terutang atas kegiatan membangun sendiri
dilakukan setiap bulan sebesar 10% (sepuluh
persen) dikalikan dengan 20% (dua puluh
persen) dikalikan dengan jumlah biaya yang
dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan pada
setiap bulannya.
CONTOH
 Pada tanggal 10 Februari 2015, Tn Hitler memulai pelaksanaan
pendirian sebuah bangunan untuk usaha diatas tanah seluas
300m persegi yang terletak di jln panji tilar mataram dengan
luas bangunan 250m persegi. Pelaksanaan bangunan tersebut
dilakukan dan diawasi sendiri. Catatan yang berkaitan dengan
pengeluaran untuk pembelian bahan bangunan dll dalam ranka
pembanguan gedung tsb sbb:
 Februari 2015 Rp 190.000.000
 Maret 2015 Rp 175.000.000
 April 2015 Rp 150.000.000
 Mei 2015 Rp 100.000.000
 Bangunan selesai awal bulan mei 2015 dan digunakan sbg
tempat bengkel
 Penghitungan DPP

DPP= 20% x jumlah biaya yang dikeluarkan


PPN= 10% x 20% x jumlah biaya yang dikeluarkan= 2% x jumlah
yang biaya yang dikeluarkan
bulan Besarnya PPN Disetor paling
lambat
februari 2% x Rp 190 juta= Rp 3,8 juta 15 maret 2015
maret 2% x Rp 175 juta= Ro 3,5 juta 15 april 2015
april 2% x 150 juta= Rp 3 juta 15 mei 2015
mei 2% x 100 juta= 2 juta 15 juni 2015
Total pajak masukan Rp12.300.000
Jumlah pajak masukan tsb bukan merupakan pajak masukan yg dpt
dikreditkan pd masa pajak yang bersangkutan. Demikian pula pada
saat bangunan dijual, pajak masukan sebesar Rp 12.300.000 juga
tdk dpt dikreditkann
PPN BAGI PABRIKAN TEMBAKAU
 Tarif PPN Rokok
Untuk penyerahan hasil tebakau, berlaku
tarif efektir sebesar 9,1%, dan berlaku sejak
1 Januari 2017.
CARA MENGHITUNG PPN ROKOK

 PPN rokok terutang atas penyerahan hasil


tembakau oleh pengusaha dikenakan dengan
mengalikan  Dasar Pengenaan Pajak dengan
tarif PPN.
 DPP x Tarif Efektif = PPN
SAAT TERUTANG DAN PENERBITAN FAKTUR PAJAK
ATAS PPN ROKOK

 Ada dua bentuk penyerahan hasil tembakau


yang dikenakan PPN Rokok secara umum
yaitu :
a. pemberian cuma-cuma oleh
Produsen/Importir

b. Penjualan oleh produsen/ importir


PELAPORAN DAN PEMBAYARAN PPN ROKOK

 Pelaporan dan pembayaran PPN Rokok meliputi


2 jenis yaitu untuk :
a. Rokok buatan tangan = 3 bulan dari tanggal
pemesanan pita cukai
b. Rokok buatan mesin = 2 bulan dari pemesanan
pita cukai
 PPN rokok bersifat final, pembayarannya
dilakukan pada saat perusahaan akan menebus
pita cukai dan disetorkan ke bank persepsi.
Pungutan PPN rokok hanya disetorkan ke
pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak
mendapat bagian dari pungutan tersebut.
PPN BAGI PENGUSAHA REKAMAN
SUARA
 PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR 4/PJ/2008 silahkan dilihat lagi
 Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) yang ditunjuk untuk memberikan
pelayanan penebusan stiker lunas PPN
adalah 
PPNBM
 PERATURAN MENTER! KEUANGAN REPUBLIK
INDONESIA NO MOR 92/PMK.03/2019
 PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN
MENTER! KEUANGAN NOMOR
253/PMK.03/2008 TENTANG WAJIB PAJAK
BADAN TERTENTU SEBAGAI PEMUNGUT PAJAK
PENGHASILAN DARI PEMBELI ATAS PENJUALAN
BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH
BARANG YANG TERGOLONG SANGAT MEWAH
 pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
 kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
 rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga
pengalihannya lebih dari Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar
rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter
persegi);
 apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau
pengalihannya lebih dari Rp30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar
rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh
meter persegi);
 kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10
orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (SUV), multi purpose
vehicle (MPV), minibus, dan seJemsnya, dengan harga jual lebih
dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas
silinder lebih dari 3.000cc; dan/ atau
 kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih
dari Rp300 .000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan
kapasitas silinder lebih dari 250cc
 Harga jual merupakan batasan harga jual
sehubungan dengan pembelian barang yang
tergolong sangat mewah, yaitu jumlah yang
dibayarkan oleh pembeli kepada penjual.
PPN MASUKAN
 Pajak masukan dalam PPN adalah pajak yang
seharusnya dibayar oleh PKP atas:
a. Perolehan Barang Kena Pajak/Jasa Kena
Pajak
b. Pemanfataan BKP/JKP tidak berwujud dari
luar daerah pabean
c. Impor Barang Kena Pajak telah dipungut
oleh Pengusaha Kena Pajak pada saat
pembelian barang kena pajak/ jasa kena
pajak dalam masa pajak tertentu.
Tarif pajak= tarif x DPP
 Dalam penerapan pungutan PPN, PKP
mengkreditkan pajak masukan dan pajak keluaran
dalam suatu masa pajak yang sama. Apabila dalam
masa pajak tersebut pajak keluaran lebih besar,
maka kelebihan pajak keluaran tersebut harus
disetorkan ke kas negara.
 Sebaliknya, apabila dalam masa pajak tersebut,
masa pajak masukan lebih besar dari pajak
keluaran, kelebihan pajak masukan dapat
dikompensasikan ke masa pajak berikutnya. Dalam
tata cara ini, jumlah yang harus dibayarkan oleh
PKP dapat berubah sesuai dengan pajak masukan
yang dibayar.
CONTOH
Pengusahan kena pajak ZY melakukan
penyerahan barang kepada pengusaha kena
Pajak MN dengan harga jual Rp 75.000.000
PPN keluaran bagi pengusaha
PKP ZY adalah 10% x 75.000.000= 7.500.000
PPN Masukan bagi pengusaha
PKP MN adalah 10% x 75.000.000= 7.500.000
PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN

 Pajak masukan dalam satu masa pajak dikreditkan


dengan pajak keluaran untuk masa pajak yang sama.
 Pajak masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum
dikreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak
yang sama dapat dikreditkan pada masa berikutnya
paling lama tiga bulan setelah berakhirnya masa pajak
yang bersangkutan.
 PKP yang belum berproduksi sehingga belum melakukan
penyerahan yang terutang pajak, pajak masukan atas
perolehan/impor barang modalnya dapat dikreditkan.
 Pajak masukan yang dibayar untuk perolehan BKP/JKP
harus dikreditkan dengan pajak keluaran tempat PKP
dikukuhkan.
PAJAK KELUARAN DALAM PPN

 pajak keluaran dalam PPN adalah pajak


terutang yang wajib dipungut oleh PKP saat
makukan penyerahan Barang Kena Pajak,
penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor Barang
Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena
Pajak tidak berwujud / ekspor Jasa Kena
Pajak.
 Tarif = tarif x DPP
KARAKTERISTIK PAJAK KELUARAN

 PPN disebut sebagai pajak objektif, karena dalam


pemungutannya PPN memberi penekanan pada objek
yang dikenakan pajak. Pengenaan pajak keluaran
diawali dengan penetapan tarif barang. Kemudian
dilanjutkan dengan pemungutan pajak oleh penjual.
 PKP melakukan transasi jual beli barang artinya, PKP
mengambil/memungut rupiah yang dihasilkan dari
penjualan BKP miliknya yang dibeli konsumen yang
nantinya juga dapat berfungsi sebagai kredit pajak.
Batas waktu melakukan pengkreditan pajak keluaran
adalah 3 bulan setelah masa pajak berakhir sehingga
PKP memiliki waktu yang leluasa untuk melakukan
pengkreditan pajak.

Anda mungkin juga menyukai