Diskusi 6 - Anemia
Diskusi 6 - Anemia
ANEMIA
5 MEI 2021
DEFINISI ANEMIA
Anemia adalah kelainan hematologi yang paling umum terlihat dalam praktik
medis umum. Faktor risiko termasuk usia, jenis kelamin perempuan, menyusui,
dan kehamilan. Penyebab paling umum secara internasional adalah
kekurangan zat besi.
Rentang referensi bervariasi antar laboratorium. WHO mendefinisikan anemia
sebagai :
• Hb <11 g / dL pada anak di bawah 5 tahun dan pada wanita hamil
• Hb <11.5 g / dL pada anak usia 5 hingga 11 tahun
• Hb <12 g / dL pada anak-anak usia 12 hingga 14 tahun dan pada wanita (usia di atas
15 tahun)
• Hb <13 g / dL pada pria (usia di atas 15 tahun)
- Saat asupan atau penyerapan zat besi tidak memadai/ terjadi kehilangan zat besi berlebihan 🡪 mengganggu
pembentukan heme dalam hemoglobin 🡪 kapasitas pengangkutan oksigen ke jaringan menjadi terganggu 🡪
anemia mikrositik
- Asupan zat besi yang tidak memadai akibat kekurangan mengkonsumsi daging dagingan 🡪 biasa terjadi pada
seseorang yang melakukan diet tertentu atau tinggal di daerah yang kurang makan daging-dagingan
- Penyerapan zat besi yang tidak memadai 🡪 akibat akhlorhydria (sekresi asam lambung yang sedikit), operasi
lambung, pangkreatitis kronis, batu empedu, kerisakan daerah absorbsi zat besi di usus halus pada penyakit
kronis : penyakit celiac, dinding usus yang edema pada gagal jantung, atau setelah reseksi ekstensif pada usus
halus bagian proksimal
- Kehilangan zat besi yang berlebihan 🡪 perdarahan yang berkepanjangan, mentruasi, perdarahan
gastrointestinal yang tersembunyi, hemoglobinuria dan paroksismal nocturna hemoglobinuria
Diagnosis : anemia defisiensi besi
● Anamnesis :
Riwayat diet makanan yang mengandung zat besi, penyakit celiac, penyakit crohn, kolitis ulseratif,
reseksi usus halus, ulkus peptikum, riwayat berlari teratur, kehilangan darah kronis (melena,
hematuria, menorrhagia, hemoptisis, sering donor darah, riwayat melukai diri sendiri), PICA, riwayat
makan salisilat, baypass lambung, infeksi cacing tambang, kehamilan dan menoragi
● Pemeriksaan fisik :
Pucat, dispnea (sesak nafas), toleransi olahraga yang buruk, koinychia, angular cheilosis, glossitis,
rambut menipis, murmur sistolik, hemoroid, pemeriksaan rektal : darah segar/ melena, bukti
kehamilan, masa adneksa atau fibroid
Pemeriksaan penunjang utama : anemia defisiensi besi
• Pemeriksaan hitung darah lengkap dan apusan darah tepi : anemia mikrositik dengan trombositosis, ada
gambaran sel pensil
• Uji besi serum : besi serum ↓, kapasitas iron binding ↑, feritin ↓, soluble transferrin receptor ↑
• Uji IgA-tTG : harus dilakukan pada semua pasien dan pada pasien guaiac disease. Namun pada pasien guaiac
disease dapat menjadi positif palsu jika bereaksi pada makanan atau obat-obatan tertentu.
• Tes imunokimia tinja kuantitatif (FITs) : pada pasien yang dicurigai adanya perdarahan namun tidak terdapat
riwayat perdarahan rektal dapat menggunakan tes FITs karena dapat mendeteksi perdarahan walaupun hanya
sedikit. Jika positif maka harus segera dirujuk dengan catatan mengarah ke keganasan
Pemeriksaan lainnya : anemia defisiensi besi
● Endoskopi saluran cerna atas : identifikasi adanya perdarahan saluran cerna atas; ↑ PH lambung pada
akhlorhydria
● Colonoskopi : identifikasi sumber perdarahan saluran cerna bawah atau adanya inflamasi kronik
● CT colonography : identifikasi sumber perdarahan saluran cerna bawah, sangat berguna untuk pasien yang
tidak dapat dilakukan Colonoskopi
● Flow sitometri : identifikasi adanya paroxysmal nocturnal hemoglobinuria
● USG Transvaginal : untuk melihat adanya hiperplasia, displasia, fibroid, atau Ca polip endometrial. Namun
pengecualian pada pasien >40 tahun
● Mikroskopi tinja : untuk melihat adanya cacing tambang, cacing cambuk, telur schistosoma
● Test H.pylori : + jika terdapat infeksi H.pylori yang diikuti hasil test negatif endoskopi pada anemia
defisiensi besi persisten. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setelah menyingkirkan diagnosis keganasan,
defisiensi B!2, dan DIC
Terapi : anemia defisiensi besi
● Jika terdapat perdarahan akut 🡪 stabilisasi hemodinamik hingga 30% dari total volum darah yang hilang
● Semua pasien diberikan suplemen zat besi :
⮚ ferrous sulfat 3x200 mg selama 3-6 bulan. Diberikan saat perut kosong.
⮚ preparat vitamin C 3x100 mg untuk meningkatkan penyerapan zat besi
⮚ Jika sediaan oral tidak dapat di toleransi maka diberikan sediaan besi parenteral : iron dextran complex
(50mg/mL) SK/IV
⮚ Dosis kebutuhan besi = ((15-Hb pasien) x BBx2,4)) + (500-1000 mg)
● Transfusi dilakukan untuk pasien dengan atau berisiko mengalami ketidakstabilan kardiovaskular akibat
anemianya
• Anemia Mikrositik : Thalassemia
● Definisi :
Thalassemia adalah salah satu dari anemia yang diklasifikasikan sebagai anemia mikrositik berdasarkan nilai MCV
yang rendah (<80 fL) dengan kadar serum iron (SI) dalam batas normal.
● Klasifikasi :
Anemia ditemukan pada kondisi genetik resesif autosom yang mengakibatkan penurunan atau tidak adanya
produksi rantai alfa-globin (thalassemia alfa) atau beta-globin (thalassemia beta) dalam molekul Hb.
Patofisiologi : Thalassemia
- Eritropoiesis terjadi di dalam sumsum tulang dan dikendalikan oleh jaringan stroma, sitokin, dan hormon
eritropoietin. Serangkaian langkah diferensiasi menghasilkan retikulosit (sel darah merah dengan
jaringan ribosom utuh).
- Retikulosit tetap berada di sumsum tulang selama 3 hari sebelum dilepaskan ke sirkulasi. Setelah satu
hari lagi dalam sirkulasi, retikulosit kehilangan jaringan ribosomnya dan menjadi sel darah merah dewasa,
yang bersirkulasi selama 110-120 hari sebelum dikeluarkan dari sirkulasi oleh makrofag.
- Pada kondisi mapan, tingkat produksi sel darah merah sama dengan tingkat kehilangan sel darah merah.
Anemia berkembang ketika tingkat produksi sel darah merah menurun dan / atau tingkat kehilangan sel
darah merah meningkat.
- Talasemia diturunkan berdasarkan riwayat keluarga. Penyakit ini lebih sering terjadi pada individu
keturunan Mediterania, Timur Tengah, atau Asia Tenggara.Pemeriksaan lain menunjukkan splenomegali,
ikterus, distensi abdomen, dan ikterus. Perubahan morfologi termasuk kelainan tulang, kepala besar,
wajah tupai, dan gigi yang tidak sejajar terlihat pada beta-thalassemia intermedia dan mayor. Tingkat
keparahan penyakit tergantung pada mutasi yang mendasari dan berkisar dari anemia tanpa gejala sampai
arag, tergantung tranfusi dengan perubahan tulang.
Diagnosis : Thalassemia
● Anamnesis:
- Riwayat kelainan darah
- Riwayat transfusi berulang
- Keturunan mediterania, timur, tengah dan asia tenggara
● Pemeriksaan fisik:
- Splenomegali
- Ikterus
- Distensi abdomen
- Kelainan tulang
- Kepala besar
- Wajah tupai
- Gigi tidak sejajar pada beta talasemia intermedia dan mayor
Diagnosis : Thalassemia
● Pemeriksaan penunjang :
- Pemeriksaan darah lengkap: anemia mikrositik dengan MCV rendah (<70 fL), Hb rendah, retikulosit
meningkat (>2%)
- Pemeriksaan sediaan apus darah tepi: terdapat sel target
- Indeks Mentzer (MCV / RBC) <13 menunjukkan thalassemia.
- Serum ferritin: peningkatan pada zat besi berlebih
- Elektroforesis Hb:
a. Thalassemia alfa: terdapat Hb H, Hb Bart, dan hemoglobinopati bersamaan (Hb E, Hb S, Hb C, Hb
D)
b. Thalassemia beta: HbF tinggi dengan HbA minimal atau tidak ada dan HbA2 tinggi
Terapi : Thalassemia
● Terapi :
- Talasemia beta minor: umumnya membutuhkan tranfusi darah saat hamil, menyusui, dan menstruasi
- Talasemia beta mayor: transfusi darah seumur hidup untuk mempertahankan kadar Hb 12 g/dL
(Kemenkes, 2017)
Anemia mikrositik: Anemia penyakit kronik
Etiologi dan patofisiologi:
● Biasanya menyebabkan anemia normositik hipoproliferatif ringan. Kekurangan zat besi yang terjadi
bersamaan menghasilkan anemia mikrositik.
● Disebabkan oleh peradangan kronis. Sitokin proinflamasi, terutama interleukin-6 (IL-6), memicu
serangkaian peristiwa, dimediasi melalui peningkatan regulasi hepcidin, yang menurunkan produksi
sel darah merah (dengan menurunkan kadar besi serum dan eritropoietin) dan meningkatkan
kerusakan sel darah merah (dengan menstimulasi eritrofagositosis dan pembentukan radikal bebas
oksigen). [14]
● Proses umum yang mendasari anemia ini termasuk infeksi, neoplasma, reaksi autoimun, dan cedera
pada jaringan dari trauma atau operasi besar.
Diagnosis: Anemia penyakit kronik
Anamnesis:
lemas, penurunan berat badan, riwayat peradangan kronis, riwayat autoimun, riwayat penyakit menular,
riwayat gagal ginjal, riwayat gagal jantung, riwayat penyakit vaskuler, pola olahraga buruk
Pemeriksaan fisik:
pucat, kelelahan, dispnea
Pemeriksaan penunjang:
Pemeriksaan darah lengkap: mch, mcv, mchc, hb, leukosit, trombosit
Besi serum: TIBC menurun, Feritin normal/menurun
Apusan darah: retikulosit normal/menurun
Fungsi hati
Fungsi ginjal
Fungsi sumsum tulang
Tingkat serum eritropoietin: turun/meningkat, namun jika meningkat biasanya tidak memadai untuk
mengimbangi derajat anemia
Terapy: Anemia penyakit kronik
Terapi utama pada anemia penyakit kronis adalah mengobati penyakit dasarnya.
Trafnsfusi : PRC
Eritropoietin : eritropoietin alfa, eritropoietin beta dan darbopoietin
Anemia Normositik
• Anemia Normostik
• Anemia normositik normokrom : ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal ( MCV 80 - 100 fL ). Hitung retikulosit
menentukan apakah anemia tersebut termasuk hipopoliferatif atau hiperpoliferatif.
• hipoproliferatif : (jumlah retikulosit <2%) : gangguan ini utamanya adalah penurunan produksi
sel darah merah, dan proporsi retikulosit yang bersirkulasi tetap tidak berubah. Biasanya terjadi
pada anemia aplastik
• Hiperpoliferatif : jumlah retikulosit >2%) : proporsi retikulosit yang bersirkulasi meningkat
sebagai bagian dari respons kompensasi terhadap peningkatan kerusakan atau hilangnya sel
darah merah. Penyebabnya biasanya kehilangan darah akut atau hemolisis. Terjadi pada anemia
Hemolitik
• Anemia Normositik : Anemia Aplastik
• Definisi : Gangguan kegagalan sel punca yang dapat menyebabkan pansitopenia tanpa
adanya splenomegali. Dapat disebabkan oleh sindrom gagal sumsum tulang yang
diturunkan atau didapat (diinduksi oleh berbagai kelainan, misalnya autoimun atau
toksik) di mana mekanisme imun dengan aktivasi lokal interferon gamma merupakan
jalur etiologi yang umum
• Klasifikasi :
- Anemia Aplastik di dapat yang biasanya disebabkan oleh obat-obatan tertentu seperti
fenitoin dan karbamazepin
- Anemia Aplastik infeksi yang disebabkan oleh penyakit autoimun misalnya lupus
eritematosus sistemik, artritis reumatoid, dermatomiositis, poliarteritis nodosa,
skleroderma
Patofisiologi : Anemia Aplastik
Sel target hematopoeitik dipengaruhi oleh interaksi ligan-reseptor, sinyal intrasesuler dan aktivasi gen. Aktivasi
sitotoksik T-limfosit berperan dalam kerusakan jaringan melalui sekresi IFN-γ dan TNF. Keduanya meregulasi
selular reseptor masing-masing dan Fas reseptor. Aktivasi tersebut menyebabkan terjadinya apoptosis pada sel
target. Beberapa efek dari IFN-γ dimediasi melalui IRF-1 yang menghambat transkripsi selular gen dan proses
siklus sel sehingga regulasi sel-sel darah tidak dapat terjadi. IFN-γ juga memicu produksi gas toxic nitrit oxide
(NO) yang bersifat toksik terhadap sel-sel lain. Selain itu, peningkatan IL-2 menyebabkan meningkatnya jumlah
T sel sehingga semakin mempercepat terjadinya kerusakan jaringan pada sel.
Diagnosis & Terapi : Anemia Aplastik
● Diagnosis :
- Anamnesis : Lemah ,Sesak,Pusing,Perdarahan, penurunan berat badan, keringat malam
- Pemeriksaan fisik didapatkan : Pucat, Purpura dan Takikardi
- Pemeriksaan penunjang : Darah tepi = pansitopenia, Complete blood count/CBC dan Biopsi sumsum tulang
● Terapi :
- Tranfusi PRC (packet red cell) jika Hb < 7 g/dl
- Radiasi
• Anemia Normositik : Anemia Hemolitik
● Definisi : Turunnya kadar hemoglobin akibat peningkatan destruksi eritrosit yang
lebih cepat dibandingkan pembentuknya.
● Klasifikasi :
- Anemia hemolitik autoimun : AIHA.
- Anemia hemolitik non-imun : Defisiensi G6PD , Mikroangiopati trombotik.
Patofisiologi : Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ekstravaskular dan intravaskular. Mekanisme
intravaskular meliputi destruksi sel secara langsung, fragmentasi, dan oksidasi. Destruksi sel secara langsung
dapat disebabkan oleh toksin dan trauma. Hemolisis fragmentasi terjadi jika faktor ekstrinsik menyebabkan luka
dan ruptur pada sel darah merah. Hemolisis oksidatif timbul jika terjadi kegagalan pada mekanisme protektif sel.
Mekanisme ekstravaskular terjadi karena sel darah merah yang memiliki perubahan struktur permukaan membran
sel dihancurkan di luar pembuluh darah, yaitu di limpa dan hati dengan bantuan makrofag. Sementara hemolisis
intravaskular adalah keadaan hemolisis yang terjadi di dalam pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya isi
sel ke dalam plasma. akibat defek pada sel darah merah. Defek dapat berupa defek enzim, dinding sel,
hemoglobin, ataupun akibat trauma dan infeksi yang menyebabkan terjadinya degradasi membran sel dan
destruksi spontan.
Diagnosis & Terapi : Anemia Hemolitik
● Diagnosis :
- Anamnesis : Lemah, Sesak dan Pusing, sakit kepala, nyeri dada
- Pemeriksaan fisik didapatkan : Pucat, Takikardi dan Splenomegaly
- Pemeriksaan penunjang : Darah lengkap, Hapusan darah tepi, Serum laktat dehidrogenase, Kreatinin serum
dan Test coombs positif
● Terapi :
- Prednison 1-1,5mg/kgbb/hari
- Transfusi PRC
Anemia Makrositik
Makrositik (MCV > 100 femtoliter
[fL])
Megaloblastik
Non megaloblastik
Defisiensi produksi atau
pematangan DNA yang Mencakup semua
mengakibatkan munculnya sel penyebab anemia makrositik
lainnya di mana sintesis DNA
darah merah besar yang belum
normal. Megaloblas dan
matang (megaloblas) dan neutrofil neutrofil hipersegmentasi tidak
hipersegmentasi dalam sirkulasi. ada.
Patofisiologi : Anemia Makrositik
Eritropoiesis terjadi di dalam sumsum tulang dan dikendalikan oleh jaringan stroma,
sitokin, dan hormon eritropoietin. Serangkaian langkah diferensiasi menghasilkan
retikulosit (sel darah merah [sel darah merah] dengan jaringan ribosom utuh).
Pada kondisi, tingkat produksi RBC sama dengan tingkat kehilangan RBC. Anemia
berkembang ketika tingkat produksi sel darah merah menurun dan / atau tingkat
kehilangan sel darah merah meningkat.
Diagnosis : Anemia Megaloblastik Defisiensi Vitamin B12
● Pemeriksaan penunjang
○ Pemeriksaan darah lengkap dengan apus darah tepi : anemia makrositik megaloblastik, basophilic stippling dapat ditemukan
○ Serum vitamin B12 : rendah
○ Serum methylmalonic acid : meningkat
○ Anti-intrinsic factor antibodies : positif pada anemia pernisiosa
○ Antiparietal cell antibodies : positif pada anemia pernisiosa
Diagnosis : Anemia Megaloblastik Defisiensi Vitamin B12
● Pemeriksaan penunjang
○ Pemeriksaan darah lengkap dengan apus darah tepi : anemia makrositik
megaloblastik, basophilic stippling dapat ditemukan
○ Serum vitamin B12 : rendah
○ Serum methylmalonic acid : meningkat
○ Anti-intrinsic factor antibodies : positif pada anemia pernisiosa
○ Antiparietal cell antibodies : positif pada anemia pernisiosa
Diagnosis : Anemia Megaloblastik Defisiensi Folat
● Pemeriksaan fisik ;
○ Pucat
○ Petekie
○ Purpura
● Pemeriksaan penunjang :
○ Pemeriksaan darah lengkap : anemia makrositik dengan leukopenia, makro-ovalosit; neutropenia dan trombositopenia
○ Hitung retikulosit : <2%
○ Biopsi dan aspirasi sumsum tulang
○ Biopsi sumsum tulang sitogenetik
○ Vitamin B12 serum : normal
○ Folat : normal
Terapi :Anemia Non Megaloblastik
4. Sindrom Mielodisplastik
● Strategi watchful-waiting (pasien asimptomatik dapat dimonitor secara regular)
● Transfusi PRC dan platelet
● Antibiotik
● Kelasi besi (apabila terdapat peningkatan zat besi akibat transfusi)
● Rekombinan human eritropoietin (EPO)
● Transplantasi stem cell allogenik
QUESTION 1