Anda di halaman 1dari 28

UNDANG-UNDANG REPUBLIK

INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2009

TENTANG
PETERNAKAN DAN KESEHATAN
HEWAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
 PASAL 1
1. Peternakan adlh segala urusan yang berkaitan dengan
sumber daya fisik, benih, bibit dan atau bakalan,
pakan, alat dan mesin petenakan, budi daya ternak,
panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan
pengusahannya.

2. Kesahatan Hewan adlh segala urusan yg berkaitan


dengan perawatan hewan, pengobatan hewan,
pelayanan kesehatan hewan, pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan, penolakan
penyakit, medik reproduksi, medik konservasi, obat
hewan dan peralatan kesehatan hewan, serta
keamanan pakan.
3. Dokter hewan adlh orang yang memiliki profesi di
bidang kedokteran hewan, sertifikat kompetensi,
dan kewenangan medik veteriner dalam
melaksanakan pelayanan kesehatan hewan

4. Dokter hewan berwenang adlh dokter hewan yang


ditunjuk oleh menteri. Gubernur, atau bupati atau
walikota sesuai kewenangannya berdasarkan
jangkauan tugas pelayanannya dalam rangka
penyelenggaraan kesehatan hewan
5. Penyakit hewan adlh gangguan kesehatan pada hewan
yang antara lain, disebabkan oleh cacat genetik, proses
degeneratif, gangguan metabolisme, trauma,
keracunan, infestasi parasit, dan infeksi
mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri,
cendawan, dan ricketsia
6. Penyakit hewan menular adlh penyakit yg ditularkan
antara hewan dan hewan; hewan dan manusia; serta
hewan dan media pembawa penyakit hewan lainnya
melalui kontak langsung atau tidak langsung dgn media
perantara mekanis seperti : air, udara, tanah, pakan,
peralatan, dan manusia; atau dgn media perantara
biologis seperti : virus, bakteri, amoeba atau jamur
7. Penyakit hewan strategis adlh penyakit hewan yg
menimbulkan kerugian ekonomis, keresahan masyarakat,
dan/atau kematian hewan yg tinggi

8. Zoonosis adlh penyakit yg dpt menular dari hewan kpd


manusia atau sebaliknya

9. Kesehatan masy. Veteriner adlh segala urusan y


berhubungan dgn hewan dan produk hewan yg secara
langsung atau tidak langsung memengaruhi kesehatan
manusia

10. Kesejahteraan hewan adlh segala urusan yg


berhubungan dgn keadaan fisik dan mental hewan
menurut ukuran perilaku alami hewan yg perlu diterapkan
dan ditegakkan utk melindungi hewan dari perlakuan tdk
layak terhadap hewan yg dimanfaatkan manusia
BAB V
KESEHATAN HEWAN
 PASAL 39
(1) Pengendalian dan penanggulangan penyakit
hewan merup. Penyelenggaraan kesehatan hewan
dan kesehatan lingk. Dlm bentuk pengamatan dan
pengidentifikasian, pencegahan, pengamanan,
pemberantasan, dan/atau pengobatan

(2) Urusan kesehatan hewan dilakukan dgn


pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan
(promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) yg dilaksanakan secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
(3) Dalam rangka mengefektifkan pengendalian dan
penanggulangan penyakit hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), melalui berbagai
pendekatan dalam urusan kesehatan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah
mengembangkan kebijakan kesehatan hewan
nasional utk menjamin keterpaduan dan
kesinambungan penyelenggaraan kesehatan
hewan di berbagai lingk. ekosistem
 PASAL 42
1. Pengamanan thdp penyakit hewan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 39 dilaksanakan melalui :
a. Penetapan penyakit hewan menular startegis;
b. Penetapan hewan kawasan pengamanan
penyakit hewan;
c. Penerapan prosedur biosafety dan biosecurity;
d. Pengebalan hewan;
e. Pengawasan lalu lintas hewan, produk hewan,
dan media pembawa penyakit hewan lainnya di
luar wilayah kerja karantina;
f. Pelaksanaan kesiagaan darurat veteriner
dan/atau
g. Penerapan kewaspadaan dini
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan
thdp penyakit hewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dgn Peraturan Menteri

3. Dalam rangaka pengamanan terhadap penyakit


hewan pada sentra-sentra hewan produktif
dan/atau satwa liar, Menteri menetapkan
kawasan pengamanan bebas penyakit hewan
BAB VI
KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN
KESEJAHTERAAN HEWAN

 PASAL 56
Kesehatan masy. Veteriner merup.
Penyelenggaraan kesehatan hewan dlm bentuk :
a. Pengendalian dan penanggulanagan zoonosis;
b. Penjaminan keamanan, kesehatan, keutuhan,
dan kehalalan produk hewan;
c. Penjaminan higiene dan sanitasi
d. Pengembangan kedokteran perbandingan; dan
e. Penanganan bencana
 PASAL 61
1. Pemotongan hewan yg dagingnya diedarkan
harus :
a. Dilakukan di rumah potong; dan
b. Mengikuti kaidah penyembelihan yg
memenuhi kesehatan masy. Veteriner dan
kesejahteraan hewan
2. Dalam rangka menjamin ketentraman batin
masy, pemotongan hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b harus
memerhatikan kaidah agama dan unsur
kepercayaan yg dianut masy.
3. Menteri menetapkan persyaratan rumah potong
dan tata cara pemotongan hewan yg baik

4. Ketentuan mengenai pemotongan sebagainmana


dimaksud pada ayat (1) huruf a dikecualikan bagi
pemotongan utk kepentingan hari besar
keagamaan, upacara adat, dan pemotongan
darurat
 PASAL 62
1. Pemerintah daerah kab/kota wajib memiliki
rumah potong hewan yg memenuhi persyaratan
teknis
2. Rumah Potong Hewan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diusahakan oleh setiap
orang setelah memiliki izin usaha dari
bupati/walikota
3. Usaha Rumah Porong Hewan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) harus dilakukan di
bawah pengawasan dokter hewan berwenang di
bidang pengawasan kesehatan masy. veteriner
 PASAL 63
1. Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai
dengan kewenangannya wajib
menyelenggarakan penjaminan higiene dan
sanitasi
2. Untuk mewujudkan higiene dan sanitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan :
a. Pengawasan, inspeksi, dan audit thdp tempat
produksi, rumah pemotongan hewan, tempat
penyimpanan, tempat pengolahan, dan
tempat penjualan atau penjajaan serta alat
dan mesin produk hewan
b. Surveilans thdp residu obat hewan, cemaran
mikroba, dan/atau cemaran kimia; dan
c. Pembinaan thdp orang yg terlibat secara
langsung dgn aktivitas tsb
Bagian Kedua
Kesejahteraan Hewan
 PASAL 66
1. Untuk kepentingan kesejahteraan hewan dilakukan
tindakan yg berkaitan dgn penangkapan dan
penanganan; penempatan dan pengandangan;
pemeliharaan dan perawatan; pengangkutan;
pemotongan dan pembunuhan; serta perlakuan dan
pengayoman yg wajar thdp hewan
2. Ketentuan mengenai kesejahteraan hewan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara manusiawi yg meliputi :
a. Penangkapan dan penanganan satwa dari
habitatnya hrs sesuia dgn ketentuan peraturan
perundang-undangan di bdg. konservasi
b. Penempatan dan penganangan dilakukan dgn
sebaik-baiknya sehingga memungkinkan hewan
dpt mengekspresikan perilaku alaminya
c. Pemeliharaan, pengamanan, perawatan, dan
pengayoman hewan dilakukan dgn sebaik-
baiknya shg hewan bebas dari rasa lapar dan
haus, rasa sakit, penganiayaan dan
penyalahgunaan, serta rasa takut dan tertekan
d. Pengankutan hewan dilakukan dgn sebaik-
baiknya shg hewan bebas dari rasa takut dan
tertekan serta bebas dari penganiayaan
e. Penggunaan dan pemanfaatan hewan dilakukan
dgn sebaik-baiknya shg hewan bebas dari
penganiayaann dan penyalahgunaan;
f. Pemotongan dan pembunuhan hewqan dilakukan
dengan sebaik-baiknya shg hewan bebeas dari
rasa sakit, takut dan tertekan, penganiayaan, dan
penyalahgunaan
g. Perlakuan thdp hewan hrs dihindari dari tindakan
penganiayaan dan penyalahgunaan
UNDANG-UNDANG NO. 6 TH. 1967
TENTANG KETENTUAN-
KETENTUAN
POKOK PETERNAKAN DAN
KESEHATAN HEWAN

BAB III Pasal 19 KESEHATAN HEWAN


1. Urusan-urusan kesehatan hewan meliputi
penolakan, pencegahan, pemberantasan
dan pengobatan penyakit baik masal atau
individu
2. Urusan-urusan kesmavet meliputi
kesehatan bahan makanan asal hewan dan
zoonosa
3. Urusan kesejahteraan hewan meliputi
pemeliharaan, perawatan, pengangkutan,
pemotongan dan pembunuhan hewan
Pasal 21. KESMAVET
1 a. Pengawasan pemotongan hewan
b. Pengawasan perusahaan susu, unggas, babi
c. Pengawasan pengujian daging, susu, dan telur
d. Pengawasan pengelolaan bahan makanan asal hewan
e. Pengawasan dan pengujian bahan makanan berasal
dari hewan yang diolah
f. Pengawasan terhadap bahan pengawet

2 a.Pemberantasan rabies dan nthropozoonosa


b. Pengawasan bahan asal hewan kulit, bulu, tulang,
tanduk dll.
c. Dalam pengendalian anthropozoonosa diadakan
kerjasama dengan instansi lain
KESMAVET

Segala urusan yang berhubungan


dengan hewan dan bahan-bahan yang
berasal dari hewan yang secara
langsung atau tidak langsung
mempengaruhi kesehatan manusia
Fungsi

■ Melindungi konsumen food borne disease,


akibat menggunakan baik yang dipakai atau
dimakan bahan makanan asal hewan

■ Melindungi dan menjamin ketentraman batin


manusia kemungkinan penularan zoonosa

■ Melindungi peternak dari kerugian akibat


penurunan nilai kualitas bahan makanan
asal hewan
PERATURAN PEMERINTAH RI
NO. 22 TH 1983 TENTANG
KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

 Pengujian adalah kegiatan pemeriksaan


kesehatan bahan makanan asal hewan untuk
mengetahui bahwa bahan-bahan tersebut
layak, sehat, dan aman bagi manusia
 Daging adalah bagian-bagian dari hewan
yang disembelih atau dibunuh dan lazim
dimakan manusia kecuali yang telah
diawetkan dengan cara lain, selain
pendinginan
 Susu Adalah cairan yang diperoleh dari
ternak perah sehat, dengan cara pemerahan
yang benar, terus menerus dan tidak
dikurangi sesuatu dan/ditambahkan
kedalamnya sesuatu bahan lain
PERATURAN PEMERINTAH RI
NO. 22 TH 1983 TENTANG
KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

 Usaha Pemotongan Hewan adalah kegiatan yang


dilakukan oleh perorangan dan/badan yang
melaksanakan pemotongan hewan di RPH milik
sendiri atau milik pihak ke tiga atau menjual jasa
pemotongan hewan
 Telur adalah telur unggas
 Zoonosa adalah penyakit yang dapat ditularkan dari
hewan ke manusia atau sebaliknya
 Pengawetan adalah usaha atau kegiatan tertentu
untuk mengendalikan, menghambat reaksi enzima
dan mikroorganisme pembusuk, sehingga bahan
makanan tersebut dapat digunakan dengan aman
dalam jangka waktu yang lebih lama
PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

Hewan Potong (Pasal 2)


1. Setiap hewan potong yang akan dipotong harus sehat dan
telah diperiksa kesehatan oleh petugas
2. Pemotongan hewan potong harus dilaksanakan di RPH
3. Pemotongan hewan potong untuk keperluan keluarga,
upacara adapt, keagamaan, serta penyembelihan darurat
harus mendapat izin dari pejabat yang ditunjuk
4. Syarat-syarat RPH, pekerja, pelaksanaan pemotongan, dan
cara pemeriksaan kesehatan dan pemotongan harus
memenuhi ketentuan yang berlalu
PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

RPH ( Pasal 3)
1a. Usaha Pemotongan Hewan untuk
penyediaan daging kebutuhan antar
propinsi dan eksport harus memperoleh
surat ijin dari menteri
b. UPH untuk penyediaan daging kebutuhan
antar Kabupaten/Kota Madya Daerah tk II
dalam satu propinsi memperoleh ijin dari
Gurbenur
c. UPH untuk penyediaan daging kebutuhan
Kabupaten/Kota Madya Daerah tk II
memperoleh ijin dari Bupati/Wali Kota
PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

 DAGING ( Pasal 4)
 Daging hewan yang telah selesai dipotong
harus diperiksa kesehatannya oleh petugas
 Daging yang lulus dalam pemeriksaan baru
dapat diedarkan bila sudah dibubuhi cap
atau stempel
 Setiap orang atau badan dilarang
mengedarkan daging yang tidak berasal dari
RPH
 Setiap orang atau badan dilarang menjual
daging yang tidak sehat
DASAR HUKUM
 SK Mentan No. 557/Kpts/TN.520/1987 tentang
syarat-syarat RPU dan Usaha Pemotongan Unggas
 SK Mentan No. 306/Kpts/TN.330/4/1994 tentang
pemotongan unggas dan paenanganan dging unggs
serta hasil ikutannya

 SK Mentan No. 555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang


syarat-syarat RPH dan Usaha Pemotongan Hewan
 SK Mentan No.295/Kpts/TN.240/1989 tentang
Pemotongan daging babi dan penanganan daging
babi serta hasil ikutannya

 SK Mentan No. 413/Kpts/TN.310/1992 tentang


pemotongan hewan potong dan pengananan daging
serta hasil ikutannya

Anda mungkin juga menyukai