Anda di halaman 1dari 44

ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM

PERTEMUAN KE-4

OLEH : DR. DR. YENI NURAENI, SH., MH., MMRS., CTLC., MED., ACIARB
CAPAIAN PEMBELAJARAN

 Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang Anak Berhadapan dengan Hukum


 Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang kasus-kasus Anak Berhadapan dengan Hukum
 Diharapkan mahasiswa mampu memahami penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum
SIAPA ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH)

Orang yang belum berusia 18 tahun, yang menjadi Pelaku, Korban dan
atau Saksi tindak pidana
INSTRUMEN INTERNASIONAL
Tentang

ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM


(CHILDREN IN CONFLICT WITH THE LAW)
The United Nations Guidelines for the Prevention of Juvenile Delinquency – the
Riyadh Guidelines
(Panduan PBB untuk Pencegahan Penyimpangan Perilaku Anak – Panduan Riyadh)

The United Nations Standard Minimum Rules for Administration of Juvenile


Justice – the Beijing Rules
(Peraturan Standar Minimum PBB untuk Pelaksanaan Peradilan Anak – Peraturan Beijing)

The United Nations Rules for the Protection of Juvenile Deprived of their Liberty
(Peraturan PBB untuk Perlindungan Anak yangTerampas kebebasannya)
o Negara-negara di dunia termasuk Negara Republik Indonesia telah meratifikasi
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the child) pada tahun 1990
dengan dilengkapi Instrument International antara lain : Beijing Rules (29
November 1985), The Tokyo Rules (14 Desember 1990), Riyadh Guidelines (14
Desember 1990), Havana Rules (14 Desember 1990)
ANAK BERHADAPAN DENGAN HUKUM (ABH)

Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang


berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana,
dan anak menjadi saksi tindak pidana.

UU SPPA
BATAS UMUR ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA

Dalam penjelasan UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Anak yang berkonflik dengan Hukum anak adalah anak yang telah
berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan
belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Anak Yang
berhadapan
Dengan
Hukum

Korba
Saksi Pelaku
n

Children who come into contact with justice and related system as victims,
witnesses and alleged offender ..... Ban Ki Moon (Sekjen PBB, 2 Sep 2008)
KONDISI ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

 Lebih dari 7.000 anak sebagai pelaku tindak pidana  5 (lima) Jenis tindak pidana yang paling dominan
masuk proses peradilan setiap tahun dilakukan anak yaitu : pencurian, Narkotika Susila,
 Bulan Juli 2010 terdapat 6.273 anak yang berada di dan penganiayaan dan pengeroyokan
Tahanan dan lapas di seluruh Indonesia, terdiri dari  (data dari Dirjenpas)
3.076 anak dengan status tahanan, 3.197 Narapidana
dan 56 Anak negara
 Dari 6.273 anak tersebut. Diatas, 2.357 anak
ditempatkan di Lapas Anak. Sedangkan sisanya
sebanyak 3.916 anak ditempatkan di Lapas Dewasa
DATA HASIL PEMANTAUAN KPAI

 Data dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) klas I Bandung pada tahun 2010 tercatat 2010 tercatat 1.298
anak. Yang dimintakan litmasnya oleh penyidik
 Dari data lapas anak pria Tangerang, pada tahun 2010 tercatat 1.774 anak, paling tinggi adalah narkoba
461 kasus, Susila 431 kasus, pencurian 383 kasus, perampokan 184 kasus, pembunuhan 124 kasus,
penganiayaan 63 kasus dan lainnya
 Bapas Gorontalo pada tahun 2010 sebanyak 115 orang, dan pada tahun 2011 sampai dengan Juni sebanyak
46 orang. Kasus yang menonjol paling tinggi pencurian, Susila dan penganiayaan
 Di Kalimantan Selatan data dari pengadilan Tinggi Kalses tahun 2010 tercatat 350 kasus anak, kasus
pencurian sebanyak 193 kasus, pada tahun 2011 sampai dengan Oktober tercatat 263 kasus dan pencurian
sebanyak 122 kasus. Kasus lain yang cukup menonjol di Kalsel selain pencurian, penganiayaan dan sajam,
Susila, lalulintas dan narkoba
 Di Sumatra Selatan data diperoleh dari kejaksaan tinggi dan Pengadilan tinggi Sumatra Selatan ; pada
tahun 2010 tercatat anak pelaku tindak pidana di pengadilan sebanyak 373 kasus, pencurian sebanyak 214
kasus, sedangkan pada tahun 2011, sampai dengan juni tercatat 133 anak dan kasus pencurian sebanyak 71
kasus. Data dari 8 lapas di Palembang pada tahun 2010 tercatat 1.115 anak, pada tahun 2011 sampai juli
tercatat 592 anak
PROVINSI BANTEN

 Data anak pelaku tindak pidana di Polda tercatat 87 kasus, tindak pidana paling tinggi adalah pencurian,
sedangkan berdasarkan data dari pengadilan tinggi Banten kasus anak pelaku tindak pidana tercatat 39
kasus pada tahun 2010 dan pada tahun 2011, sampai dengan juni tercatat 24 kasus. Data anak yang
tercatat di Bapas Banten pada tahun 2010 sebanyak 285 kasus, pencurian sebanyak 158 kasus dan pada
tahun 2011, sampai dengan juni sebanyak 172 kasus anak, pencurian sebanyak 91 kasus. Tindak pidana
paling tinggi adalah pencurian, disusul narkoba, Susila, dan penganiayaan
KASUS-KASUS ABH AL :

 Di Jakarta Pusat, anak 14 tahun kelas 2 SMP  Di Soe NTT anak usia 16 mencuri Bungan di
mencuri Voucher pulsa RP 10.000, ditahan 25 hari tahan di kepolisian sejak November-Januari 2012
di Polsek  Di Palu, anak menemukan sendal jepit, dipukulin
 Di Surabaya, anak berusia 17 tahun meninggal oleh brimod, dan dinyatakan bersalah melakukan
ditahanan kepolisian pencurian
 Di Tulung Agung anak tahanan polisi meninggal  Di Jakarta dan daerah lainnya anak melakukan
di Rutan perkosaan terhadap anak
 Di Sijunjung, 2 anak kakak adik 14 dan 17 tahun  Anak jambret dompet isi Rp 1.000 di Bali, dan di
meninggal di tahanan Polsek Jakarta isi uang Rp 3.500 dan sebuah lipstik
PENANGANAN PERKARA ANAK :

 Mayoritas anak tidak didampingi penasehat  Banyak hak anak yang terampas selama proses
hukum selama proses di peradilan peradilan, diantaranya hak Pendidikan, hak
 Belum ada kebijakan khusus mengenai bantuan Kesehatan, hak untuk berkreasi
hukum bagi ABH  Anak jalanan yang menjadi ABH walau sanksi
 Mayoritas anak di tahan pidana yang diancamkan 5 tahun seringkali
ditahan karena tidak ada yang menjamin
 Mayoritas putusan hakim pidana penjara
 Kemungkinan terkontaminasi dalam Rutan/Lapas
 Lebih dari 50% anak di tahan dan menjalani
pidana ditempatkan di tahanan dan lapas orang
dewasa. Indonesia baru memiliki 16 lapas anak
REKOMENDASI
 PERUBAHAN PARADIGMA DALAM PENANGANAN ABH

 Penyelesaian kasus ABH/Peradilan pidana Anak harus merupakan bagian dari perlindungan anak dan merupakan

bagian integral proses pembangunan nasional

 Perlindungan ABH harus merupkaan keseluruhan proses, dimulai dari pencegahan, penyelesaian kasus, program

rehabilitasi dan reintegrasi ABH ke Masyarakat

 Anak, karena karakteristiknya (belum matang baik secara fisik maupun psikis), memerlukan perlindungan dan

penanganan hukum yang khusus dibandingkan dengan orang dewasa

 Kewajiban negara, masyrakat dan keluarga untuk melindungi anak


PERLINDUNGAN ANAK

 Segala kegiatan untuk menjamin dan


melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi,
secara optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
demi terwujudnya Indonesia yang berkualitas,
berakhlak mulia, dan sejahtera (UU No. 23
tahun 2002)
PENANGANAN ABH HARUS DENGAN PENDEKATAN
PEMBANGUNAN SISTEM

NORMA

STRUKTUR
PROSES &
PELAYANAN
PRINSIP PERLINDUNGAN ANAK
Kepentingan terbaik bagi anak

Kelangsungan
hidup dan tumbuh
kembang

Non-diskriminasi partisipasi
PENGANGAN ABH
(KERANGKA HUKUM DAN KEBIJAKAN)

Sistem Kesejahteraan Sistem Kesejahteraan


Sosial bagi Anak dan Sosial bagi Anak dan
Keluarga Keluarga
Perlindungan
Pemenuhan hak Dukungan Parenting, pengasuhan anak, Pengasuhan Anak, Peradilan Anak, apabila hak
dasar konseling dll, pelayanan dasar lain, yaitu Perawatan, Adopsi, saksi anak dan anak tidak
Kesehatan dan pendidikan korban anak terpenuhi

Perubahan Perilaku
Sosial
PENANGANAN ABH

Variabel Penanganan ABH, yaitu :

1. Penyelesaian perkara anak

2. Perlindungan dari kerentanan anak (vulnerability)

3. Rehabilitasi dan reintegrasi anak

4. Pemenuhan kebutuhan dasar akan pemeliharaan (care)


PENYELESAIAN KASUS ANAK

 Paradigma penyelesaian kasus adalah restorative yang berorientasi pada rehabilitasi, pembinaan dan

pemulihan hubungan baik antara pelaku, korban dan masyarakat bukan retributive

 Tentukan usia minimum pertanggungjawaban pidana anak

 Dimungkinkan diselesaikan di luar proses peradilan, dengan tetap melakukan pembinaan dan rehabilitasi

dengan melibatkan para ahli, masyarakat, toma, toga, dan todat

 Perampasan kemerdekaan bagi anak, hanya dilakukan untuk kepentingan terbaik bagi anak dan

dilakukan sebagai upaya terakhir


 Penyelesaian kasus anak harus menunjang tinggi hak dan kelesamatan serta memajukan kesejahteraan

fisik dan mental serta spiritual anak. Hukuman penjara/pembatasan kebebasn sedapat mungkin harus
dihindari

 Penanganan kasus anak harus merupakan bagian dari program pencegahan anak menjadi ABH

 dalam penanganan ABH perlu diatur dengan jelas dan terinci mengenari koordinasi, monitoring,

pengawasan dan evaluasi serta pemberian sanksi bagi apparat yang melanggar hak anak (siapa berbuat
apa)
YANG PERLU MENJADI CATATAN DALAM
PENANGANAN ABH

Perlu membangun lingkungan yang melindungi bagi anak yang berhadapan dengan hukum
 Prosedur ramah anak dan peka gender dalam sistem peradilan formal
 Diversi kepada mekanisme berbasis keluarga dan masyarakat
 Pencegahan dan rehabilitasi dan reintegrasi yang konstruktif
Sistem peradilan yang ramah anak dan peka gender adalah titik awal untuk menuju pemerintahan bersih
dan prosedur peradilan yang transparan
RESTORATIF JUSTICE

 Penyelesaian perkara tindak pidan dengan melibatkan pelaku, korban,


keluarga pelaku/korban dan pihak pihak lain yang terkait untuk bersama-
sama mencari penyelesaian yag adil dengan menekankan pemulihan
Kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan
 SPPA wajib mengutamakan pendekatan RJ
DIVERSI

Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak


dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan
pidana
UU No. 11 Tahun 2012 Tentang SPPA
Diambil dari Substansi Beijing Rules
Pasal 6
Tujuan Diversi: Diversi bertujuan:

a. Memberikan kesempatan bagi pelaku untuk a. Mencapai perdamaian antara korban dan
Anak;
mengganti kesalahan yang dilakukannya dengan
berbuat kebaikan bagi si korban
b. Memberikan kesempatan bagi si korban untuk ikut
serta dalam proses
Diambil dari Substansi Beijing Rules UU No. 11 Tahun 2012 Tentang SPPA
Pasal 6
Tujuan Diversi:
Diversi bertujuan:
1. Untuk memajukan intervensi-intervensi yang b. menyelesaikan perkara Anak di luar proses
diperlukan bagi korban dan pelaku tanpa harus peradilan;
melalui proses formal.
2. Program Diversi juga akan menghindari anak
mengikuti proses sistem peradilan
Diambil dari Substansi Beijing Rules UU No. 11 Tahun 2012 Tentang SPPA

Tujuan Diversi: Pasal 6


Diversi bertujuan:

1. Untuk menghindari penahanan c. Menghindarkan Anak dari perampasan


2. Untuk menghindari cap/label sebagai penjahat kemerdekaan;
Diambil dari Substansi Beijing Rules UU No. 11 Tahun 2012 Tentang SPPA
Tujuan Diversi: Pasal 6
Diversi bertujuan:
Memberikan kesempatan bagi rekonsiliasi dan
d. mendorong masyarakat untuk berpartisipasi;
penyembuhan dalam masyarakat yang dirugikan oleh
tindak pidana
Diambil dari Substansi Beijing Rules UU No. 11 Tahun 2012 Tentang SPPA
Pasal 6
Tujuan Diversi:
Diversi bertujuan:
e. menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak.
1. Agar pelaku bertanggung jawab atas
perbuatannya
2. Untuk tidak melakukan pengulangan tindak pidana
Diambil dari Substansi Beijing Rules UU No. 11 Tahun 2012 Tentang SPPA
Tujuan Diversi: Pasal 6
Diversi bertujuan:
Memberikan kesempatan bagi pelaku untuk dapat

??
mempertahankan hubungan keluarga
TUJUAN DIVERSI

• Mencapai perdamaian antara korban anak ;

• Menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan

• Menghindarkan anak dari perampasan kemerdekaan;

• Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak (Pasal 6

UU SPPA)
KEKHUSUSAN DALAM UU PENGADILAN ANAK

 Hakim, Penuntut Umum, Penyidik Dan Penasihat Hukum, serta petugas lainnya dalam Sidang Anak tidak

memakai toga atau pakaian dinas.

 Hakim memeriksa perkara anak dalam siding tertutup. Prosedur ini menjaga kerahasiaan proses

penanganan ABH supaya tidak malu dan trauma

 Hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian

kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan di persidangan setelah dakwaan dibacakan oleh
penuntut umum

 Sebelum hakim mengucapkan putusannya, hakim memberi kesempatan kepada orangtua wali, orang tua

asuh untuk mengemukakan segala hal ikhwal yang bermanfaat bagi anak.
Tahap anak dapat dijatuhi pidana atau Tindakan :

• Mengembalikan kepada orang tua, wali dan orang tua asuh

• Menyerahkan kepada negara untuk. Mengikuti Pendidikan, pembinaan dan Latihan kerja ; atau

• Organisasi social kemasyarakatan yang bergerak di bidang Pendidikan, pembinaan dan latihan kerja

Dalam menjatuhkan hukuman, hakim wajib mempertimbangkan hasil Laporan Penelitian


permasyarakatan dari petugas BAPAS Apabila hakim tidak memperhatikan hasil LITMAS tersebut batal
demi hukum
KEWAJIBAN DIVERSI

 Dalam setiap tingkat pemeriksaan penyidik penuntut umum dan hakim wajib menerapkan Diversi (Pasal 7

ayat 1)

 Diversi dilaksanakan dalam hal tindak tindak pidana yang dilakukan :

a. Diancam dengan pidana penjara palingg lama 7 (Tujuh) tahun, dan

b. Bukan merupakan pengulangan tindak pidana. (Pasal 7 ayat 2)


PIHAK PIHAK DALAM DIVERSI

 Proses Diversi dilakukan dengan melibatkan anak dan orangtua/wali, korban dan atau orangtua/wali,

Pembimbing Kemasyarakatan dan Pekerja Sosial Professional Berdasarkan Pendekatan


SPPA WAJIB MENGUTAMAKAN PENDEKATAN
KEADILAN RESTORATIF - DALAM SPPA WAJIB
DIUPAYAKAN DIVERSI.
Dilanjut ke tahap Persidangan (52.6)

Gagal (52.6)
Berhasil (52.5)
Tingkat Hakim (7)

Gagal (42.4)
Penetapan
Pengadilan
(Register) 25 Tingkat Penuntut (7)
Berhasil 42.3

Gagal (29.4)

Tingkat Penyidik (7)


Berhasil 29.3
LPKS

Menjalankan
Fungsi Titipan
Fungsi Titipan
dan
(Polisi=15 Hari,
Rehabilitasi
Jaksa=10 Hari,
Sosial
Hakim=25 Hari)

Menemukan Partner Lokal: PSMP, PSBR, RPSA, PSAA


LSM, Pesantren, Gereja, Vihara, Kuil, dll
LPKS

LPKS = Pusat
Perubahan Perilaku Lingkungan yang
Pemulihan Fisik dan menghormati harga
Psikologis diri dan martabat
Penyiapan anak
Reintegrasi Sosial
REHABILITASI SOSIAL DAN REINTEGRASI SOSIAL

Kesehatan

Pendidikan

Standard Hidup yang Layak (Fisik, Spiritual,


Mental, Moral dan Sosial

Pengasuhan Alternatif ABH


KESIMPULAN

 Anak berhadapan hukum baik itu sebagai Anak pelaku, Anak saksi maupun Anak korban sering

mengalami penderitaan secara fisik juga mengalami penderitaan secara psikis yang membutuhkan waktu
lama untuk memulihkannya. Oleh karena hal tersebut terkadang penderitaan yang dialami oleh Anak
Berhadapan Hukum tidak ringan dan membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk bisa memulihkannya,
maka pemerintah memberikan perlindungan terhadap korban yang diimplementasikan dalam peraturan
perundang-undangan sebagai produk hukum yang memihak kepentingan Anak.
 Dalam konteks perlindungan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum, adanya upaya preventif

maupun represif yang dilakukan, baik oleh masyarakat maupun pemerintah (melalui aparat penegak
hukumnya), seperti pemberian perlindungan/pengawasan dari berbagai ancaman yang dapat
membahayakan nyawa korban, pemberian bantuan medis, maupun hukum secara memadai, proses
pemeriksaan dan peradilan yang fair merupakan salah satu perwujudan dari perlindungan hak asasi
manusia serta instrumen penyeimbang.
 Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dengan pendekatan restorative justice

membawa dampak yang positif terhadap penanganan perkara anak. Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak memisahkan dan mengatur secara tegas tegas tentang anak
yang berhadapan dengan hukum yang meliputi anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi
korban tindak pidana, anak yang menjadi saksi tindak pidana.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai