Anda di halaman 1dari 64

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3)
Rumah Sakit

Widodo Hariyono
PS-K3 UAD
Rujukan K3 RS

• Keputusan Menkes RI, Nomor


432/Menkes/SK/IV/2007, Tentang Pedoman
Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja
(K3) di Rumah Sakit.
• Keputusan Menkes RI, Nomor
1087/Menkes/SK/VIII/2010, Tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di
Rumah Sakit.
Permenkes Terbaru

• Permenkes No. 24, Th. 2016, Ttg. Persyaratan


Teknis bangunan dan Prasarana RS.
• Permenkes No. 48, Th. 2016, Ttg. Standar K3
Perkantoran.
• Permenkes No. 56, Th. 2016, Ttg.
Penyelenggaraan Pelayanan PAK.
• Permenkes No. 66, Th. 2016, Ttg Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) RS.
Kondisi terkait K3 RS saat ini

• Lulus akreditasi K3 (MFK) dan standar.


• Lulus akreditasi K3 (MFK), tetapi tidak standar.
• Belum lulus akreditasi K3 (MFK) dan tidak
standar.
• Belum tahu K3 (MFK) dan tidak standar.
--------------------
• Keluhan staf RS: MFK paling berat (dokumen
sulit membuat, biaya “fisik” sangat mahal.
Apakah K3 itu?

Apa tujuan memelajari hal-hal yang terkait:


- Kecelakaan akibat kerja?
- Penyakit akibat kerja?

Jawab: agar pekerja dapat:


- Selamat; dihindari terjadinya kecelakaan akibat kerja.
- Sehat; dihindari terjadinya penyakit akibat kerja.
- Aman; dihindari terjadinya gangguan kriminal.
- Nyaman; dihindati terjadinya ketaknyamanan.

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Occupational Safety and Health (OSH)
Kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat terjadi di:
(1)mana saja (dimensi ruang)
(2)kapan saja (dimensi waktu)
pada setiap aktivitas kerja, baik invidual maupun kelompok.
Pada dimensi ruang, dapat terjadi di:
- Unit kerja produksi
- Unit kerja laboratorium
- Unit kerja perpustakaan
- Unit kerja administrasi
- Unit kerja pergudangan
- Unit kerja bengkel
- Dapur, kantin, mushalla, dll.
- Tempat parkir, garasi, dll.
Pada dimensi waktu, dapat terjadi pada:
- Siang atau malam hari
- Saat proses atau non-proses kerja
- Jam kerja atau istirahat
- Saat sibuk atau senggang
Aplikasi keilmuan K3 tidak hanya di tempat kerja formal, melainkan:
pada setiap kegiatan pribadi/personal juga memerlukan ilmu ini.

Tujuan utama pelatihan K3:


1. Pencerahan wawasan berfikir
2. Pembentukan komitmen pribadi
3. Kritis terhadap kondisi dan situasi setempat
Kecelakaan akibat kerja:
suatu kejadian yang tidak diduga dan tidak dikehendaki,
mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas,
menimbulkan kerugian, baik korban manusia (luka-luka, cacat
tubuh, mati) dan/atau harta benda (rusak, musnah), pada suatu
pekerjaan.
Penyakit akibat kerja:
penyakit yang timbul setelah pekerja (pada suatu pekerjaan) yang
sebelum bekerja terbukti sehat, setelah bekerja terdeteksi
mendapat suatu penyakit.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3):
ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah
kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian K3 praktis:
semua usaha untuk mewujudkan keselamatan dan kesehatan dalam
beraktivitas bagi setiap orang.

Setiap keadaan pekerja harus selalu berfikir: “Safety first!”

Teori penyebab kecelakaan yang paling banyak dipakai:


1. Teori 3 faktor
(a) peralatan kerja, (b) lingkungan kerja, (c) pekerja
2. Teori 2 faktor
(a) unsafe action, (b) unsafe condition
Kedua teori digunakan untuk investigasi insiden dan kecelakaan.
Beberapa contoh:
1. Teori 3 faktor
a. Peralatan kerja:
- Alat-alat kerja rusak, tetapi tetap dipakai.
- Alat-alat kerja dipakai tidak sesuai fungsi atau gunanya.
- Alat-alat kerja tidak ergonomis.
- Bahan baku/fasilitas tidak memenuhi standar pemakaian.
b. Lingkungan kerja:
- Pencahayaan yang tidak sesuai kebutuhan kerja visual.
- Suhu dan kelembaban udara ruang terlalu panas atau dingin.
- Suara bising oleh mesin yang melebihi nilai ambang batas.
- Getaran mekanis yang merusak fungsi organ tubuh.
c. Pekerja:
- Tetap bekerja meskipun dalam kondisi sakit.
- Tidak menaati peraturan dalam bekerja.
- Tidak menguasai pekerjaannya.
- Bergurau dalam bekerja.
2. Teori 2 faktor
a. Unsafe action:
semua jenis perbuatan/aktivitas pekerja yang tidak memenuhi
standar keselamatan.
b. Unsafe condition:
semua jenis kondisi/situasi peralatan, bahan baku, fasilitas, dan
lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar keselamatan.
Pada 2 jenis teori tersebut, penyebab kecelakaan dapat kombinatif
(bersama-sama menjadi penyebab).

Investigasi terjadinya kecelakaan kerja harus dilakukan:


1.Agar mengetahui penyebabnya, sehingga kecelakaan serupa dapat
dicegah.
2.Agar mengetahui “penyimpangan” dalam sistem kerja yang dapat
menyebabkan kecelakaan.
3.Agar dapat diumumkan jenis-jenis bahaya di tempat kerja untuk
diarahkan bagi pencegahannya.
4.Penentuan fakta kecelakaan bagi pertanggungjawaban resmi atas
terjadinya kecelakaan.
Pemeriksaan Kesehatan Pekerja

1. Pra-karya (sebelum bekerja awal).


2. Berkala (periodik, terjadwal).
3. Khusus (pekerjaan risiko tinggi, terjadi
kasus/gejala penyakit akibat kerja).

Meliputi General Medical Check-Up (GMC) dan


pemeriksaan parsial/sebagian.
Kerugian akibat kecelakaan kerja

1. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan yang luka.


2. Kerugian akibat hilangnya waktu karyawan lain yang
terhenti bekerja.
3. Kerugian akibat hilangnya waktu bagi para mandor,
penyelia, atau pimpinan lainnya.
4. Kerugian akibat penggunaan waktu dari petugas
pemberi pertolongan pertama.
5. Kerugian akibat rusaknya mesin, perkakas, atau
peralatan lainnya.
6. Kerugian insidental akibat terganggunya produksi.
7. Kerugian akibat pelaksanaan sistem kesejahteraan dan
maslahat bagi karyawan.
8. Kerugian akibat keharusan untuk meneruskan pembayaran
upah penuh bagi karyawan yang dulu terluka, setelah
mereka kembali bekerja.
9. Kerugian akibat hilangnya kesempatan memeroleh laba dari
produktivitas karyawan yang luka dan akibat dari mesin
yang menganggur.
10. Kerugian akan timbul akibat ketegangan ataupun
menurunnya moral kerja.
11. Kerugian biaya umum per karyawan yang luka.
4 jenis faktor risiko bahaya

1. Faktor fisika: kebisingan, pencahayaan, suhu dan


kelembaban udara, getaran mekanis, dan radiasi.
2. Faktor biologi: mikroorganisme (virus, jamur, bakteri,
dan parasit), serangga, binatang kecil dan besar.
3. Faktor kimia: segala jenis zat kimia dalam bentuk cair,
padat, dan gas.
4. Faktor ergonomi: fisiologis, lingkungan kerja, dan
organisasional.
Hirarki (urutan)
pengendalian risiko bahaya

1. Eliminasi: memisahkan faktor-faktor bahayanya dari tempat


kerja dan pekerjanya.
2. Substitusi: mengganti faktor-faktor yang berbahaya dengan
yang tidak berbahaya.
3. Pengendalian teknis: melakukan rekayasa perlindungan
terkait perangkat dan fasilitas yang berbahaya, dengan
perubahan teknis pada sistem.
4. Pengendalian administratif: melakukan perbaikan pada
berbagai aspek terhadap penggunaan pekerja.
5. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD): penggunaan jenis APD
yang sesuai, sebagai alternatif terakhir.
Sumber bahaya di laboratorium

1. Bahan kimia yang beracun dan bersifat toksis.


2. Bahan kimia yang korosif (iritan).
3. Bahan kimia yang mudah terbakar.
4. Bahan kimia yang mudah meledak.
5. Bahan kimia yang oksidator.
Pencegahan penyakit akibat kerja

1. Substitusi.
2. Isolasi.
3. Ventilasi penyedotan.
4. Ventilasi umum.
5. Alat pelindung diri.
6. Pemeriksaan kesehatan prakarya.
7. Pemeriksaan kesehatan berkala.
8. Pemeriksaan kesehatan khusus.
9. Sosialisasi prakarya.
10.Pendidikan K3.
Cara peningkatan K3

1. Peraturan-peraturan.
2. Standarisasi.
3. Pengawasan.
4. Riset teknis.
5. Riset medis.
6. Riset psikologis.
7. Riset statistik.
8. Pendidikan.
9. Pelatihan.
10. Persuasi.
11. Asuransi.
12. Berbagai tindakan.
Pelayanan Kesehatan Kerja
(Permenakertrans RI No. 3/1982)

Tujuan:
1. Memberikan bantuan kepada pekerja dalam penyesuaian
diri, fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian
pekerjaan dengan pekerja.
2. Melindungi pekerja terhadap setiap gangguan kesehatan
yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja.
3. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani),
dan kemampuan fisik pekerja.
4. Memberikan pengobatan dan perawatan serta
rehabilitasi bagi pekerja yang menderita sakit.
Tugas Pokok
Pelayanan Kesehatan Kerja

1. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala, dan


pemeriksaan khusus.
2. Pembinaan dan pengawasan atas penyesuaian pekerjaan terhadap
pekerja.
3. Pembinaan dan pengawasan pada lingkungan kerja.
4. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan sanitair.
5. Pembinaan dan pengawasan perlengkapan untuk kesehatan
pekerja.
6. Pencegahan dan pengobatan pada penyakit umum dan penyakit
akibat kerja.
7. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
8. Pendidikan kesehatan untuk pekerja dan latihan untuk petugas
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K).
9. Memberikan nasehat mengenai perencanaan dan pembuatan
tempat kerja, pemilihan alat pelindung diri, dan gizi, serta
penyelenggaraan makanan di tempat kerja.
10. Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit
akibat kerja.
11. Pembinaan dan pengawasan terhadap pekerja yang mempunyai
kelainan tertentu dalam kesehatannya.
12. Memberikan laporan berkala tentang pelayanan kesehatan kerja
kepada pengurus.
Pasal 3
(Permenakertrans RI No. 3/1982)

(1) Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan


Pelayanan Kesehatan Kerja.
(2) Pengurus wajib memberikan Pelayanan
Kesehatan Kerja sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Prinsip-prinsip aturan bekerja
di laboratorium

1. Mengetahui manajemen dan teknik operasionalisasi laboratorium.


2. Mengetahui Prosedur Operasional Standar (POS) pada pekerjaan
yang telah ditentukan, baik POS untuk situasi normal maupun POS
situasi bencana.
3. Mengetahui POS keadaan darurat (emergency response).
4. Mengetahui penggunaan dan pemeliharaan APD yang digunakan.
5. Selalu sadar dan peka terhadap adanya unsur unsafe action dan
unsafe condition.
6. Tidak boleh makan, minum, dan merokok di lingkungan
laboratorium.
7. Selalu memerhatikan semua tanda, rambu, suara, bau, dan lainnya
yang terdapat di lingkungan kerja.
8. Tidak bersenda-gurau di lingkungan laboratorium.
9. Penggunaan dan pemeliharaan semua jenis peralatan dan fasilitas
sesuai standar.
10. Peletakan sementara semua peralatan dan fasilitas sesuai standar.
11. Selalu menjaga kebersihan dan ketertiban semua jenis peralatan
dan fasilitas.
12. Diusahakan bekerja di laboratorium tidak hanya sendirian.
13. Penyiapan lengkap peralatan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K).
14. Pemahaman dan keahlian P3K dan penanggulangan bencana.
15. Dan lain-lain hal, sesuai perkembangan sistem kerja laboratorium.
Secara praktis, investigasi dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan:
5 W + 1 H (Jelaskan isi konsep tersebut!)

K3 wajib diterapkan di tempat kerja dengan alasan:


1. Kepentingan kehandalan sistem kerja dan sistem industrial (mewujudkan
reliability dan menghindarkan failure).
2. Setiap pekerja mempunyai hak dilindungi pada K3-nya.
3. Setiap industri mempunyai target produksi, yaitu meningkatkan
produktivitas (efektivitas dan efisiensi), dicapai jika sistem kerja zero
accident.
4. Prinsip kesetaraan dan keadilan dalam semua profesi dan jabatan;
penghargaan dan hukuman sama.
5. Banyaknya jenis kerugian (11 macam) yang diakibatkan terjadinya
kecelakaan kerja.
Tujuan SOP Dalam K3

1. Urutan kegiatan yang tepat (prosedural), tidak


terbolak-balik.
2. Tidak terjadi kegiatan yang terlewati, sehingga
membuat kekacauan tindakan.
3. Rincian kegiatan dapat detil dan mengatasi
hal-hal yang kecil tetapi penting.
4. Tepat sasaran dan hemat waktu (uang, energi,
dll) dalam pekerjaan yang dilakukan.
Manfaat SOP Komunikasi K3

1. Pelaporan cepat dan akurat.


2. Tindakan pencegahan dan penanggulangan cepat dan
maksimal.
3. Tindakan pertolongan medis optimal.
4. Meminimalkan jumlah kesakitan, cacat, dan kematian.
5. Pencegahan penyakit pascakecelakaan.
6. Pendistribusian peralatan, bahan baku, regu penolong,
cepat dan tepat.
7. Kerjasama lintas sektoral terjalin optimal.
Alat Perlindungan Diri

• Alat Perlindungan Diri (APD) adalah alat-alat


yang dipakai untuk melindungi perorangan dari
bahaya yang ditimbulkan oleh pekerjaan yang
dilakukannya.
• APD adalah alternatif terakhir setelah 4 tindakan
pengendalian sumber potensi bahaya dilakukan,
tetapi telah tidak mampu mengatasi risiko
bahaya yang timbul.
Jenis-jenis APD

1. Pelindung kepala dan wajah.


2. Pelindung mata.
3. Pelindung telinga.
4. Pelindung tangan.
5. Pelindung pernafasan.
6. Pelindung dari bahaya jatuh.
7. Sepatu industrial.
8. Pakaian pelindung.
Hal-hal Penting APD

1. Pemakaian sesuai fungsinya.


2. Pemakaian sesuai antropometri pemakainya.
3. Pemakaian harus tepat dan benar.
4. Pemeliharaan (pembersihan) dilakukan rutin.
5. Pengecekan kehandalan sesuai standar.
- Jangan sekali-kali memakai APD yang telah rusak atau
tidak memenuhi standar!
- Jangan meremehkan APD (hanya dianggap sebagai
pelengkap yang gampang dilepas)!
Peralatan Keselamatan Industri

1. Perlengkapan pelindung suhu dingin.


2. Instrumen detektor.
3. Perlindungan elektrik.
4. Alat pencuci dari paparan bahan kimia.
5. Peralatan pelindung kebakaran.
6. Perlengkapan pertolongan pertama/medis.
7. Stasiun sirene dan pencahayaan darurat.
8. Perlengkapan pertolongan di air.
9. Alat pemindahan bahan/barang.
10. Perlengkapan perlindungan dari minyak.
11. Tanda-tanda/rambu keselamatan.
12. Perlengkapan lalu-lintas.
Definisi Tata Letak

• Tata letak: rencana lantai, yaitu satu susunan fasilitas


fisik (perlengkapan, tanah, bangunan, dan sarana lain)
untuk mengoptimumkan hubungan antara: (1) petugas
pelaksana, (2) aliran barang, (3) aliran informasi, (4)
tata cara yang diperlukan, untuk mencapai tujuan yang
tepat, ekonomis, selamat dan sehat.
• Dua arti tata letak: (1) pengaturan fasilitas produksi
yang sudah ada, (2) perencanaan tata letak yang
baru/awal.
Tujuan Tata Letak Tempat Kerja

1. Meminimumkan aliran bolak-balik, penungguan, dan


pemindahan.
2. Menjaga fleksibilitas proses produksi.
3. Penggunaan tenaga pekerja dan ukuran tempat secara
efektif dan efisien.
4. Meningkatkan moral tenaga kerja setinggi mungkin.
5. Menyediakan kerumahtanggaan yang baik dan mudah
dalam pemeliharaan.
Keuntungan Tata Letak Optimal

1. Waktu dan biaya proses keseluruhan dapat diperkecil


dengan mengurangi penanganan dan pemindahan
(bahan dan manusia) yang tidak perlu, dan secara
umum meningkatkan produktivitas pekerjaan.
2. Supervisi dan pengendalian produksi dapat
disederhanakan dengan pengurangan ‘sudut-sudut
tersembunyi’, dimana informasi atau bahan dapat
tersesat.
3. Perubahan-perubahan program akan dapat ditampung
dengan cepat.
4. Keluaran total dari industri, dapat menjadi
setinggi mungkin dengan menggunakan ruangan
yang tersedia terproduktif mungkin.
5. Perasaan bersatu di antara karyawan dapat
digalakkan dengan menghindari pemisahan yang
tidak perlu.
6. Mutu produk atau jasa dapat ditopang oleh
metode produksi yang lebih baik dan lebih
selamat dan sehat.
Kriteria Tata Letak Standar

1. Fleksibilitas maksimal.
2. Koordinasi maksimal.
3. Penggunaan volume maksimal.
4. Jarak penglihatan maksimal.
5. Aksesibilitas maksimal.
6. Jarak minimal.
7. Penanganan minimal.
8. Ketidaknyamanan minimal.
9. Keselamatan dan kesehatan maksimal.
10. Keamanan maksimal.
11. Arus bahan efektif dan efisien.
12. Identifikasi maksimal.
Faktor-faktor Desain Ruang Kerja

1. Pencahayaan.
2. Suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara.
3. Kebisingan.
4. Getaran mekanis dan radiasi.
5. Bau-bauan.
6. Tata warna.
7. Dekorasi (ornamen) dan benda seni.
8. Musik.
9. Unsur alam: tumbuhan, binatang, taman.
10. Keamanan dan kenyamanan.
11. Keselamatan dan kesehatan.
Perencanaan K3 Laboratorium

1. Man (pekerja; teknis dan administratif).


2. Machinery (mesin, peralatan, fasilitas,
perlengkapan, bahan baku).
3. Method (cara kerja).
4. Money (modal, anggaran).
5. Management (pengelolaan sistem).
Contoh Unsafe Condition
Contoh Unsafe Condition
Contoh Unsafe Action
Contoh Unsafe Action (and Condition)
Contoh Unsafe Condition (and Action)
Contoh Unsafe Condition
Penanggulangan Kebakaran

Penanggulangan kebakaran: segala upaya dan


kegiatan yang dilakukan sebagai kegiatan (1)
pencegahan, (2) penjinakan, (3) penyelamatan,
(4) rehabilitasi, (5) rekomendasi, baik sebelum,
saat, dan setelah bencana kebakaran terjadi,
maupun menghindarkan dari kemungkinan
bencana kebakaran yang dapat terjadi.
• Unsur penyebab timbulnya nyala api: (1) bahan
bakar, (2) oksigen, (3) panas.
• Penyebab kebakaran menurut Von Schwartz ada 11:
(1) kontak langsung dengan bahan yang sedang
terbakar, (2) pemakaian panas untuk waktu yang
lama, (3) panas atau terbakar spontan, (4) ledakan
atau penjalaran cepat, (5) petir, (6) debu kimia yang
dapat meledak, (7) bunga api atau listrik, (8) reaksi
kimia, (9) gesekan, tekanan, kejutan, goncangan,
(10) sinar yang terfokus, (11) listrik statis.
• Sarana pemadam kebakaran: (1) Alat Pemadam Api
Ringan/APAR, (2) pemadam api bergerak, (3) sistem
pemadam api tetap/hidran.
• Syarat penempatan APAR:
1. Dapat cepat diambil.
2. Pada lokasi yang dilindungi dari kebakaran.
3. Mudah dilihat.
4. Kondisi tempat/lingkungan tidak merusak.
5. Ditempatkan secara merata/sesuai aturan.
6. Penempatan setinggi 120 – 150 cm dari lantai.
• Sistem peringatan kebakaran: detektor.
• Empat detektor: (1) detektor panas, (2) detektor
asap, (3) detektor api, (4) detektor manual.
• Pertimbangan pemilihan detektor: (1) jenis
bahan yang dapat terbakar, (2) jumlah bahan
yang disimpan, (3) perkiraan kecepatan rambat
api, (4) ukuran ruangan yang dilindungi.
• Tindakan awal saat muncul titik/nyala api: (1)
mengikuti SOP, (2) memberikan tanda bahaya,
(3) menutup pintu ruangan yang terbakar, (4)
jangan memasuki kembali daerah kebakaran.
• Cara-cara penyelamatan diri di gedung terbakar:
(1) ingat letak pintu keluar, (2) ingat letak
APAR/hidran, (3) jangan panik, (4) ikuti rute
darurat, (5) dilarang menggunakan lift, (6)
segera buka pintu darurat.
Klasifikasi Kelas Kebakaran
(Permenakertrans No.: Per.04/Men/1980

• Kelas A: bahan padat selain logam, kebanyakan tidak dapat


terbakar dengan sendirinya. Bahan bakarnya tidak mengalir
dan sanggup menyimpan panas yang banyak dalam bentuk
bara.
• Kelas B: seperti bahan cairan dan gas, tidak dapat terbakar
dengan sendirinya. Sifat cairan mudah mengalir dan
menyalakan api ke tempat lain.
• Kelas C: kebakaran pada perangkat listrik yang bertegangan
(kombinasi kelas A dan B).
• Kelas D: kebakaran logam: magnesium, titanium, uranium,
sodium, lithium, dan potasium.
Kesiapan Menghadapi Kebakaran

1. Pengaturan rencana evakuasi.


2. Prosedur evakuasi.
3. Pemilihan rute evakuasi.
4. Pengamanan rute evakuasi.
5. Latihan evakuasi.
6. Latihan menguasai asap.
7. Pendidikan evakuasi.
8. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan/P3K.
9. Penyediaan tempat yang selamat dan sehat.
Audit K3

• Asesmen: suatu proses sistematis, independen,


dan terdokumentasi, untuk mendapatkan bukti
dan mengevaluasinya secara objektif, untuk
menentukan sejauhmana kriteria asesmen
dipenuhi.
• Audit: proses yang sistematis, mandiri, dan
terdokumentasi, untuk mendapatkan bukti audit
dan mengevaluasi pemenuhan dari kriteria audit.
Beda Asesmen dan Inspeksi

Asesmen Inspeksi
Mengukur kesesuaian pelaksanaan Mengukur kesesuaian objek
sistem manajemen terhadap terhadap standar.
standar.
Berfokus pada sistem manajemen. Berfokus pada objek.
Metode: pemeriksaan dokumen, Metode: pengujian secara teknis
verifikasi, wawancara, dan dan atau mendetail.
observasi.
Pelaksanaan jangka panjang dan Pelaksanaan jangka pendek
sistematik (komprehensif, (kepastian yang cepat).
pendekatan sistematis).
Tujuan Program Audit

1. Memenuh persyaratan sertifikasi standar sistem


manajemen K3.
2. Memverifikasi persyaratan kontrak.
3. Mengetahui kemampuan keberlanjutan pemasok
dalam pengiriman barang/jasa.
4. Mencari peluang perbaikan dalam sistem
manajemen K3.
5. Mengetahui status kinerja pencapaian standar K3.
Siklus PDCA

• Plan (perencanaan lengkap).


• Do (pelaksanaan, aktivitas).
• Check (pemantauan dan pemeriksaan).
• Action (tindakan perbaikan).
Ergonomi/Ergonomika(Ergonomics)

• Ilmu yang menitikberatkan pada


perancangan sistem, tempat manusia
melakukan pekerjaannya.
• Ilmu yang memelajari hubungan antara
manusia dengan lingkungan kerjanya.
Perancangan dalam Ergonomi

1. Perancangan sistem manusia - benda (mesin


dan peralatan).
2. Perancangan sistem manusia – fasilitas
(perlengkapan dan bangunan).
3. Perancangan sistem manusia – lingkungan
(indoor dan outdoor).
Terdapat 4 jenis ergosistem:
- 2 bentuk sederhana.
- 2 bentuk kompleks.
Sistem Manusia – Mesin

• Sistem kerja manusia dan mesin/alat bersama-


sama menyelesaikan pekerjaan.
• Konseptualisasi sistem kerja efektif:
(1) kondisi manusia tidak boleh diatur oleh
mesin, (2) mesin untuk membantu kekurangan
manusia yang terbatas, (3) lingkungan sebagai
media dalam hubungan manusia – mesin yang
efektif, (4) rancangan proses didasarkan pada
keselamatan dan kesehatan kerja.
5R
1. Ringkas (Seiri/Sort); singkirkan barang yang tidak
diperlukan dari tempat kerja.
2. Rapi (Seiton/Stabilize); setiap barang yang ada
mempunyai tempat yang telah ditentukan.
3. Resik (Seiso/Shine); bersihkan segala sesuatu di
tempat kerja.
4. Rawat (Seiketsu/Standardize); mewujudkan tempat
kerja yang sudah baik dapat selalu terpelihara.
5. Rajin (Shitsuke/Sustain); mengembangkan kedisiplinan
kebiasaan positif.
Produktivitas Kerja

• Produktif: menghasilkan keluaran, produk berupa barang


atau jasa.
• Improduktif: tidak menghasilkan apa-apa, bertopang
dagu, berpangku tangan, melamun.
• Maksimasi: ingin mencapai hasil yang maksimal.
• Optimasi: ingin mencapai hasil yang sesuai dengan
situasi dan kondisi.
• Minimasi: ingin mengeluarkan biaya yang minimal.
Elemen Produktivitas

• Dua elemen dasar produktivitas: (1) efektivitas, (2)


efisiensi. Keduanya adalah sifat dan kondisi dari efektif
dan efisien (Gaspersz, 1992).
• Efektif: sasaran yang diincar/dikejar dapat dikenai.
• Efisien: sasaran tercapai dengan upaya, biaya, dan
pengorbanan yang rendah.
• Setiap jenis pekerjaan, terdiri 5 unsur: (1) tenaga, (2)
pikiran, (3) benda, (4) waktu, (5) ruang. Kelimanya harus
dapat efisien dalam penggunaannya.
Terima kasih
(widodohariyono@yahoo.com, 0818268945)

Anda mungkin juga menyukai