Anda di halaman 1dari 20

imunodefisiensi

Primer & sekunder


Imunodefisiensi kogenital (primer)
• Penyebab: defek genetik yang mengakibatkan hambatan maturasi atau fungsi berbagai
komponen sistem imun yang berbeda.
• Gambaran penyakit imunodefisiensi, ciri diagnostik dan manifestasi klinisnya.

Abbas AK, Lichtman AH, Pillai


S. Basic Immunology 5th Edition.
Elsevier, 2016.
Imunodefisiensi kogenital (primer)
•• SCID
  (severe combined immunodeficiency)  kelainan yang bermanifestasi kerusakan pada sel B
dan sel T.
• Macam abnormalitas genetik sebagai penyebab SCID:
• Mutasi rantai c  berperan dalam persinyalan reseptor sitokin IL-2, IL-4, IL-7, IL-9, dan IL-15
 ketika tidak berfungsi, limfosit imatur khususnya sel T tidak bisa berproliferasi sebagai
respons dari IL-7  umur dan maturasi prekursor limfosit berkurang, sel NK juga berkurang
karena proliferasi dan maturasinya berhubungan dengan IL-15
• Defisiensi ADA dan PNP  terjadi mutasi pada gen autosom yang menyandi protein yang
berperan dalam metabolisme asam nukleat  defisiensi ADA berakibat pada penumpukan
metabolit purin yang bersifat toksik terhadap sel yang secara aktif mensintesis DNA (limfosit
aktif berproliferasi selama maturasinya)  terjadi hambatan maturasi sel T dibandingkan
dengan sel B.
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Basic Immunology 5 Edition. Elsevier,
th
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Basic Immunology 5 th Edition. Elsevier,
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai
S. Basic Immunology 5th Edition.
Elsevier, 2016.
Defek pada
Aktivasi dan
Fungsi
Limfosit

Abbas AK, Lichtman AH, Pillai


S. Basic Immunology 5th Edition.
Elsevier, 2016.
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai
S. Basic Immunology 5th Edition.
Elsevier, 2016.
• Kelainan pada imunitas alami
• Penyakit granulomatosus kronis
• Disebabkan mutasi pada gen yang menyandi subunit enzim oksidase fagosit yang mengkatalisasi
produksi ROS mikrobisidal didalam lisosom  neutrofil dan makrofag tidak mampu membunuh
mikroba yang terfagosit  sistem imun mengkompensasi dengan memanggil makrofag lebih
banyak lagi dan mengaktivasi sel T yang merangsang pengerahan dan aktivasi fagosit  banyak
fagosit yang terakumulasi disekeliling fokus infeksi oleh mikroba intraseluler  tidak bisa
dihancurkan  granuloma
• Terkait kromosom X
• Defisiensi adhesi leukosit
• Disebabkan mutasi gen yang menyandi integrin molekul untuk ekspresi ligan selektin atau molekul
pemberi sinyal yang diaktivasi oleh reseptor kemokin untuk aktivasi integrin
• Ligan integrin dan selektin terlibat pada adhesi leukosit pada sel-sel lain  mutasi  leukosit tidak
dapat berikatan secara kuat pada vaskuler dan tidak dipanggil secara normal menuju tempat infeksi
• Defisiensi protein komplemen
• Sindrom Chediak-Higashi
• Granul lisosomal leukosit tidak berfungsi secara normal
• Kerusakan imunologis berdampak pada fagosit sel NK dan bermanifestasi sebagai
pengingkatan kepekaan terhadap infeksi bakteri
• Lain-lain
• Mutasi yng mempengaruhi TLR atau jalur sinyal aktivasi TLR termasuk molekul yang
dibutuhkan untuk aktivasi faktor transkripsi NF-kappaB (hanya rentan terhadap beberapa
infeksi)
• Mutasi pada MyD88 (protein adaptor pada jalur sinyal stelah aktivasi TLR) berhubungan
dengan infeksi berat pneumonia bakterial
• Mutasi pada TLR3 berkaitan dengan infeksi ensefalitis herpes virus rekuren
• Fenotip klinis yang terbatas tersebut menunjukkan bahwa kerusakkan pada satu jalur akan
dikompensasi oleh jalur lainnya dan pasien tidak akan rentan terhadap infeksi lainnya
Abbas AK, Lichtman AH, Pillai
S. Basic Immunology 5th Edition.
Elsevier, 2016.
Imunodefisiensi
didapat
(sekunder)

Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. Basic Immunology 5 th Edition. Elsevier, 2016.
© 2007 Mead Johnson &
Company
Prosedur diagnostik dan pemeriksaan
penunjang
Diagnosa
• Infeksi yang menetap atau berulang, atau infeksi berat oleh mikroorganisme yang
biasanya tidak menyebabkan infeksi berat, bisa merupakan petunjuk adanya penyakit
immunodefisiensi.

• Petunjuk lainnya adalah:


• Respon yang buruk terhadap pengobatan
• Pemulihan yang tertunda atau pemulihan tidak sempurna
• Adanya jenis kanker tertentu
• Infeksi oportunistik (misalnya infeksi Pneumocystis carinii yang tersebar luas atau
infeksi jamur berulang).
Pemeriksaan penunjang
A. Pemeriksaan imunitas humoral/Spesifik
1. Kadar imunoglobulin
• Diukur secara kualitatif dengan elektrophoresis
• Secara kuantitatif dengan tes imunodifusi  dapat digunakan
untuk identifikasi defisiensi kelas imunoglobulin
2. Kemampuan memproduksi imunoglobulin
• Diperiksa dengan imunisasi aktif, misalnya antigen bakteri
seperti toksoid tetanus
• Kemudian respons antibodi diukur dengan tes presipitasi
3. Kuantitas sel B
• Dapat diperiksa atas dasar adanya reseptor pada permukaan sel B
untuk komponen Fc dari molekul imunoglobulin dan untuk
komplemen C3
• Sel darah merah biri-biri dilapisi antibodi anti-sel darah merah
biri-biri dan komplemen dicampur dengan leukosit darah perifer
B. Pemeriksaan imunitas selular/nonspesifik
1. Pemeriksaan kuantitas sel T
• Sama seperti pemeriksaan pada sel B, tetapi hanya menggunakan
sel darah merah biri-biri saja, tanpa antibodi dan komplemen
• Sel T memiliki reseptor untuk sel darah merah biri-biri dan akan
membentuk roset bila kedua sel dicampur
2. Pemeriksaan fungsi fagosit
• Respons terhadap bahan kemotaktik dalam serum segar
• Kemampuan fagositosis dan membunuh mikroorganisme , tetesan
minyak di bawah mikroskop. Kuman yang dibunuh dibuktikan
dari hasil biakan
• Menilai fungsi enzim lisosom dilakukan dengan reduksi zat warna
(NBT). Kegagalan mereduksi menunjukkan kegagalan fagositosis
3. Pemeriksaan fungsi sel T
• Berbagai uji seperti transformasi limfosit,
Macrophage(leucocyte) Migration Inhibition test (LMI), produksi
sitokin pemeriksaan sitotoksisitas, uji proliferasi, dll

Anda mungkin juga menyukai