Anda di halaman 1dari 61

PERILAKU KONSELOR

WAWANCARA

Sesi Pertama
• Tujuan wawancara pertama kali:
 Langkah mereduksi kecemasan klien,
menahan diri dari pembicaraan yang terus-
menerus, mendengarkan secara baik dan hati-
hati, serta menyadari bahwa pilihan klien
terhadap topik-topik akan memberikan
pemahaman terhadap prioritasnya.
Tujuan utama wawancara adalah untuk
mendapatkan informasi, so beberapa bentuk
respon yang disarankan, yaitu :

(1) Penggalian.
(2) Penekanan.
(3) Pertanyaan tertutup.
(4) Permintaan klarifikasi.
Sesi Kedua
(1) Mengidentifikasi data (identitas klien)
(2) Menyampaikan masalah, baik yang utama
dan yang lain.
(3) Setting kehidupan klien saat ini,
(4) Riwayat keluarga,
(5) Riwayat pribadi,
(6) Deskripsi klien selama wawancara, dan
(7) Kesimpulan dan rekomendasi.
Sesi-sesi Berikutnya
• Wawancara hendaknya sudah mengarah
kepada wawancara terapeutik dan dilakukan
dengan menggunakan data-data yang sudah
dimiliki.

Sesi Akhir Wawancara


• Dipandang sebagai suatu transisi dari satu
kondisi psikologis ke yang lain, maka fungsi
konselor adalah sebagai jembatan dari kondisi
psikologis dari yang satu ke yang lain.
PROSES MENDENGARKAN

Mendengarkan
Proses kompleks yang melibatkan:
- Mindfull
- Penerimaan pesan secara fisik
- Pemilihan & penyusunan informasi
- Menafsirkan komunikasi
- Merespon
- Mengingat
Merespon konten kognitif
• Konselor harus memahami alternatif yang
dihadirkan klien dan selanjutnya merespon
terhadap alternatif tersebut secara tepat.
• Memahami alternatif, berarti mengidentifikasi
secara tepat jenis isi yang dihadirkan klien,
dan altrnatif-alternatif yang dapat direspon.
• Merespon alternatif, yaitu proses menyeleksi
alternatif.
• Fokusnya adalah tentang kebutuhan klien
daripada kebutuhan konselor.
• Respon dapat juga diberikan kepada hal-hal
yang menurut klien paling menarik.
• Dalam merespon, juga banyak tipe yang bisa
dijadikan stimulus terhadap isi kognitif, yaitu :
ide yang disetujui, organisasi dan suatu hal.
• Untuk membedakan stimuli, konselor dapat
menggunakan melalui diam, aktivitas verbal
secara minimal, pernyataan kembali, dan
pemeriksaan.
Merespon konten afektif
• Pesan-pesan perasaan mungkin diekspresikan
melalui nonverbal, seperti nada vokal, kecepatan
bicara, posisi tubuh, dan atau isyarat badan.
• Isyarat verbal maupun nonverbal selalu
berasosiasi dengan emosi.
• Konselor harus mampu memahami perasaan
klien, sebelum konselor dapat menghasilkan
perasaan yang sama seperti yang dirasakan klien.
• Elemen-elemen komunikasi afeksi klien dapat
diientifikasi berdasar atas gerakan kepala dan
badan, posisi tubuh, kecepatan gerak, dan
kualitas suara.
1. Afeksi Positif
Kegembiraan Kemampuan Cinta Kebahagiaan Harapan

Cantik Mampu Akrab Riang Untung

Senang Dapat B’sahabat Menyenangk’ Optimis

Baik Terpenuhi Cinta Ceria Mencoba

Bagus Besar Suka Gairah Dugaan

Manis Bagus Kebutuhan Bahagia Harapan

Puas Pintar Sayang Tertawa Keinginan

Hebat Menghargai Keinginan Sensasi

Cukup baik Memilih Menghargai


2. Amarah

Serangan Kejelekan Pembelaan diri Bercekcok

Perdebatan Tidak suka Menyalahkan Marah

Serangan Benci Melindungi Berkelahi

Bertanding Buruk Marah Pertengkaran

Mencela Kemuakan Hati-hati Berdebat

Berkelahi Merengut Menyiapkan Mempersoalkan


masalah
Memukul Menolak

Menyakiti Tidak setuju

Melukai perasaan
3. Ketakutan

Ketakutan Kekhawatiran Kesakitan Menjauhi

Gelisah Kegagalan Payah Melarikan diri

Kesusahan Menjatuhkan Menyakiti Lari

Keprihatinan Tidak pasti Hebat Pelarian

Kesendirian Sedang Tidak Memotong


menyenangkan
Suka murung Tidak nyaman Lupa

Ketakutan Kebingungan Sakit

Tegang Bodoh Merobek

Gangguan Tak pasti


4. Kesedihan

Kesedihan Kesendirian Depresi

Tidak senang Sendiri Depresi

Terkatung-katung Meninggalkan Tekanan

Penderitaan Lepas Lesu

Bersedih hati Hilang Mengecilkan hati

Sedih Sangat sedih

Murung
Alasan utama konselor tidak merespon
perasaan klien

(1) konselor tidak mengetahui cara yang tepat


untuk meresponnya.
(2) konselor “menghalangi” pengenalan pada
perasaan klien.
Relasi Bantuan
• Empati
 kemampuan untuk merasakan secara akurat
dunia klien
 mampu melihat sesuatu menurut pandangan
klien.
 kemampuan untuk secara verbal berbagai
pemahaman dengan klien.
• Mampu mengembangkan penghargaan yang
positif
• Perlu keiklhlasan, keaslian, atau kesungguhan
• Kemampuan untuk menyingkapkan diri
Memperhatikan Klien

Hal yg perlu dilakukan:’Berkomunikasi’


1.Ekspresi wajah
2.Posisi badan
3.Respon verbal
Mengenali pola-pola berkomunikasi

• kebanyakan pola yang terjadi dalam sesi


konseling adalah pola komunikasi interaktif.
• tiga macam pola berkomunikasi yang luar
biasa untuk hubungan sosial, tetapi tidak
tepat bagi konselor, yaitu
 kurang berpartisipasi,
 terlalu berpartisipasi,
 partisipasi yang mengacaukan.
Konselor Yang Kurang Berpartipasi

• Mungkin memiliki ketakutan terhadap klien atau


terhadap masalahnya.
• Karakteristik nonverbal, adalah tampak kaku,
kurang gerak, posisi badan sering menjaga jarak
dengan klien, menghindarkan pandangan, dan
kadang-kadang membungkukkan bahu.
• Karakteristik verbal meliputi kalimatnya tidak
lengkap, berbicara yang tidak berlanjut, kadang-
kadang mencela pernyataannya sendiri, atau
memberikan respon yang sifatnya reflektif. Atau
dengan menggunakan bahasa yang lembut,
sopan, dan pelan.
Konselor Yang Terlalu Berpartisipasi
• Cenderung menggunakan gaya meresponnya
untuk menutupi perasaan takut saat interview.
• Nonverbal dicirikan dengan jarang melakukan
perpindahan gerak badan dan banyak beranimasi
dan berekspresi.
• Verbal, dicirikan dengan berbicara secara langsung
melalui kata-kata yang kompulsif, tidak detail dan
melakukan pengulangan, serta merespon secara
panjang dibandingkan dengan respon klien.
• Aspek bahasa: cenderung berbicara secara
langsung dan cepat, banyak berhenti diantara
kalimat-kalimat, serta tekanan suaranya kadang
tinggi dan keras.
Partisipasi Yang Mengacaukan

• Verbal dicirikan dengan pembicaraan yang


tidak merespon pada masalah yang utama /
primair tetapi yang sekunder, mengalihkan
topik, fokus pada orang lain dari pada klien,
dan lebih mempermasalahkan masa lalu dari
pada saat ini.
• Non verbal: menggunakan perilaku-perilaku
yang tidak perlu seperti memperhatikan orang
lain, menggerak-gerakkan kaki dan tangan
terlalu sering, mengangkat telepon, dsb
KEMAMPUAN KONSELOR DALAM FASE
PEMAHAMAN & ACTION
1.Changing Perceptions
•Persepsi biasanya diubah dgn proses reframing
st teknik yg menawarkan klien ttg perspektif/
sudut pandang lain yg memungkinkan & positif pd st
situasi
•Tujuan yg tdk realistis diganti m’gunakan strategi
kognitif, perilaku, atau kognitif-perilaku spt
m’definisikan kembali masalahnya, m’ganti perilaku
ke situasi yg tepat, & memahami masalah dgn cara
& perilaku yg lebih dpt dimanajemeni (Okun &
Kantrowitz, 2008)
2. Leading
• Kemampuan konselor dalam mempengaruhi &
mengarahkan klien
• Mnrt Welfel & Patterson (2005), macamnya: silence,
acceptance, & paraphrasing (umumnya digunakan
pada fase awal), persuasi (cocok digunakan pd fase
pemahaman & aksi)
• Tipenya tgtg pdktn yg digunakan konselor & fase
konselingnya:
- Minimal leads  utk fase m’bangun hub, mis.
“ehmmm,” “ya..ya..,” “ok, sy m’dengarkanmu”
- Maximum leads  digunakan saat hub sdh t’jalin &
solid, spt konfrontasi
3. Multifocused Responding
• Mnrt Ivey dan Ivey (2007), & Lazarus (2000),
tuning ke dalam gaya klien dlm mempersepsi
& belajar adalah penting utk m’bawa pd
perubahan
• Ada klien yg m’persepsi dunianya scr visual,
auditori, ataupun kinestetik dgn merasakan
• Dalam memberikan respon, ada respon
afektif, behavioral, & kognitif
4. Accurate Empathy
• Dua faktor yg memungkinkan tjdnya empati:
a. Menyadari bhw “perasaan infinite” tidak ada
b.Memiliki personal security, shg “dapat
m’biarkan diri masuk ke dalam dunia klien &
tetap tahu bahwa qt dpt kembali ke dunia qt
sendiri”
Semua yg dirasakan adalah sbg “seakan-akan”
• Empati memiliki 3 elemen: perspektif, tahu-
bgm, & asertif (Egan, 2007)
• Tipe dasar empati:
- Primary empathy
 M’komunikasikan pemahaman dasar ttg apa yg klien
rasakan & pengalaman serta perilaku yg mendasari
perasaan tsb
 M’bantu pembentukan hubungan konseling,
mengumpulkan data, dan m’klarifikasi mslh
 Co. klien: “Sy merasa tdk dpt melakukan apapun utk diri
saya”, konselor: “Kamu merasa tidak berdaya”
- Advanced empathy
 Merefleksikan apa yg klien persiratkan atau p’nyataan yg
tdk lengkap
 Co. klien: “….& saya harap segalanya akan terbiasa”,
konselor: “Jika tidak, sy tdk yakin dgn apa yg akan sy
lakukan selanjutnya”
5. Self-Disclosure
• “St kesadaran, teknik intentional dimana klinisi m’bagi
informasi ttg kehidupannya di luar hubungan konseling”
• Self-disclosure dapat m’bangun kepercayaan & penting dlm
m’fasilitasi kemajuan klien
• Egan (2007), fungsi self-disclosure konselor: modeling &
mengembangkan perspektif baru
• Klien bs belajar utk lebih t’buka dgn melihat konselor yg
terbuka, & bahwa bbrp mslh adalah umum & dpt diatasi
• Namun self-disclosure tdk sll dibutuhkan, konselor harus
m’p’timbangkan apakah ini penting, apakah ada cara lain yg
risikonya lbh kcl & apakah ini adalah waktu yg tepat (Simone
dkk, 1998)
6. Immediacy
• Melibatkan pemahaman konselor & klien, serta
m’komunikasikan apa yg tjd diantara mereka dlm hub yg
m’bantu, perasaan2 khusus, impresi, & harapan2
(Turock, 1980)
• Pd dasarnya ada 3 macam immediacy:
a. Keseluruhan kedekatan hubungan – “Apa yg anda &
saya lakukan?”
b. Fokus pd bbrp peristiwa khusus dlm sesi konseling –
“Apa yg tjd antara anda & saya saat ini?”
c. Pernyataan self-involving – “Saya suka dgn cara anda
bertanggung jawab dalam hidup anda pada situasi tsb”
• Egan (2007), immediacy m’butuhkan keberanian lebih &
ke-asertifan dibanding kemampuan interpersonal lain
• Turock (1980), 3 ketakutan para konselor ttg immediacy:
a.Takut jika klien akan salah m’artikan pesan yg
disampaikan konselor
b.Immediacy mungkin m’hasilkan st hal yg tdk t’duga
c.Immediacy dpt m’pengaruhi klien utk melakukan
terminasi konseling krn mrk tidak dpt terus dalam hub yg
terkontrol & manipulatif
• Egan (2007), immediacy t’baik digunakan saat: hub yg
directionless, ada ketegangan, ada p’tanyaan ttg
kepercayaan, ada perbedaan/ jarak sosial antar klien-
konselor, ada ketergantungan klien, ada counter-
dependency, & ada ketertarikan antar konselor &klien
7. Humor
• Melibatkan respon yg incongruent atau tdk terduga
dlm bertanya atau situasi
• Humor dlm konseling sebaiknya tidak merendahkan
siapapun
• Humor dpt m’hindari resistansi klien, m’bangun
rapport, m’hilangkan ketegangan, menolong klien dlm
m’beri jarak thd dirinya sndiri dari sakit scr psikologis,
& meningkatkan self-efficacy klien (Goldin dkk., 2006;
Vereen, Butler, Williams, Darg, & Downing, 2006)
• “Ha-ha” t’kadang lbh menimbulkan awareness drpd
“Ah-ha”, & m’p’jelas situasi (Kotler, 1991)
8. Confrontation
• Respon yg mungkin tdk konsisten dgn persepsi klien ttg dirinya
sndiri atau lingkungannya
• Dapat m’bantu orang utk melihat dgn lbh jelas ttg apa yg tjd,
apa konsekuensinya, & bgm mrka memandang tanggungjawab
utk b’ubah dgn cara yg m’buat hidup lbh efektif & lbh baik serta
hub yg lebih fair dg orang lain
• Leaman (1978), batasan utk konfrontasi: konselor hrs
memastikan bhw hub dgn klien ckp kuat utk diadakan
konfrontasi, konselor hrs menyiapkan waktu yg tepat & tetap
pd motif melakukan konfrontasi (lbh produktif m’konfrontasi
kelebihan klien dibanding kekurangannya), konselor harus
menantang klien utk m’gunakan sumber2 yg gagal
digunakannya
9. Contracting
• Ada 2 aspek:
a. Fokus pd proses, meliputi p’capaian tujuan
b. Konsentrasi pd outcome final (goal)
• Moursund dan Kenny (2002), kontrak m’cakup:
S – Spesifikasi (goal treatment)
A – Awareness (pengetahuan ttg prosedur, goal, & efek
samping konseling)
F – Fairness (hub yg diseimbangkan & antar klien & konselor
memiliki informasi yg cukup dlm bekerja)
E – Efficacy (memastikan bhw klien diberdayakan dlm
memilih & m’buat keputusan)
• Thomas dan Ezell (1972), kelemahan sistem kontrak:
- Konselor tdk dapat menahan klien dlm kontrak (tdk ada
reward atau punishment yg konselor gunakan utk menekan
klien agar memenuhi kontrak)
- Bbrp mslh klien tdk mencerminkan dirinya sndiri dlm sistem
kontrak (kontrak tdk dpt memastikan bahwa klien akan
melakukan tindakan perubahan yg t’cantum dalam kontrak)
- Cara kontrak dlm m’atasi mslh t’fokus pd perilaku luar (wlpn
kontrak telah dipenuhi dgn sukses, klien mgkn tdk m’dpt
insight atau persepsi yg b’ubah)
- Daya tarik kontrak terbatas (klien yg t’motivasi utk b’ubah &
menemukan ide yg fresh & menarik, dapat mjd bosan dgn
sistem yg terencana
10. Rehearsal
• Setelah kontrak, konselor dpt m’bantu klien utk
memaksimalkan kesempatan dlm memenuhi kontrak
dgn melatih atau m’praktekkan perilaku yg
direncanakan
• Klien dpt berlatih scr overt & covert
• Overt rehearsal – klien berlatih scr verbal & tindakan ttg
apa yg akan dilakukannya
• Covert rehearsal – m’bayangkan atau merefleksikan
tujuan yg diinginkan (m’bayangkan situasi t’lebih dulu
dpt menurunkan kecemasan & menolong klien utk
perform lebih baik)
• T’kadang klien m’butuhkan pengajaran dari konselor
sblm berlatih.
• Konselor jg dpt memberikan klien homework, utk
m’bantu klien m’praktekan kemampuan yg telah
dipelajari dlm sesi konseling & m’generalisasikan
kemampuan tsb pd b’bagai area yg relevan dlm
kehidupannya.
• Konselor dr b’bagai perspektif teori dpt m’gunakan
homework jika mereka ingin m’bantu klien m’atasi
masalahnya sendiri
• Homework yg efektif, berkaitan dgn perubahan perilaku
yg dpt diukur, relevan dgn situasi klien jika homework itu
ingin b’makna & m’bantu
• Tipe homework:
- Paradoksikal, usaha m’ciptakan efek yg b’lawanan
- Perilaku, m’praktekkan kemampuan baru
- Risk taking, melakukan sst yg ditakutkannya
- Berpikir, merenungkan pikiran ttt
- Menulis, m’buat jurnal
- Bibliotherapeutic (m’baca, m’dengar, atau melihat
literatur)
- Tidak melakukan apapun (break dari perilaku yg
biasanya)
• Manfaat homework:
- M’jaga klien utk tetap fokus pd perilaku yg relevan
diantara sesi
- M’bantu klien melihat dgn jelas kemajuan yg
dibuatnya
- Memotivasi klien utk m’ubah perilaku
- M’bantu klien m’evaluasi & memodifikasi
aktifitasnya
- M’buat klien lbh b’tanggungjawab utk
mengendalikan dirinya
- Merayakan terobosan yg dicapai dlm konseling
Countertransference
• Merujuk pd konselor yg m’proyeksikan reaksi
emosional/perilaku thd atau ke arah klien (Fauth &
Hayes, 2006; Hansen dkk., 1994)
• Countertransference t’kadang menyakiti, m’ancam,
menantang, & atau memerlukan coping konselor
(Fauth & Hayes, 2006)
• Co. konselor yg b’perilaku kpd klien yg seakan klien
adlh adik kandungnya; konselor yg tll
m’identifikasikan dirinya dgn klien yg m’alami
gangguan makan
• Dapat merusak hubugan dalam konseling
• Kernberg (1975), 2 pdkt utama ttg konseptualisasi
countertransference:
- Pdkt klasik, dipandang scra negatif & dianggap sbg
reaksi ketidaksadaran langsung ataupun tdk langsung
dari konselor kpd klien
- Pdkt total, coutertransference dilihat lbh positif – alat
diagnostik utk memahami aspek ketidaksadaran klien
Pdkt ke-3 ditambahkan oleh Blanck dan Blanck (1979),
memandang countertransference diantara positive &
negative
• Manifestasi countertransference (Corey dkk., 2007):
- Merasa keinginan yg konstan dlm m’bolehkan klien
- Terlalu bnyk identifikasi pd mslh klien dpt
m’hilangkan objektifitas
- Mengembangkan perasaan romantik atau seksual
pada klien
- M’berikan nasihat secara kompulsif
- Ingin mengembangkan hub sosial dgn klien
• Countertransference jg dpt menyebabkan kemajuan
yg lambat dr klien, & konselor & klien dpt terluka
dalam proses konseling
• Watkins (1985), bbrp cara m’ekspresikan
countertransference: overprotective, benign,
penolakan, & permusuhan
2 cara pertama disebut ‘overidentification’
(konselor kehilangan kemampuan utk m’jaga
jarak secara emosional dari klien)
 2 cara t’akhir disebut ‘disidentification’
(konselor mjd hilang secara emosional dr klien
– tdk empati, hostile, dingin, antagonis, dan
jauh)
• Mengatasinya, adakan supervisi
Bekerja dalam hub profesional dgn banyak
konselor b’pengalaman (shg dpt dimonitor scr
simultan & meningkatkan peayanan pd klien)
Prosedurnya antara lain: observasi interaksi
konselor-klien di belakang kaca satu arah,
memonitor sesi konseling lewat audiotape, &
m’kritisi video sesi konselingnya
M’analisa peran konselor dalam sesi konseling
adalah komponen yg utama dalam supervisi
Kualitas Konselor yang Efektif
• Intellectual competence – kemampuan utk belajar dgn baik,
berpikir cepat & kreatif
• Energy – aktif dalam sesi & m’p’tahankannya
• Flexibility – kemampuan utk tahu apa yg harus dilakukan utk
menemukan kebutuhan klien
• Support – kapasitas utk mendorong klien agar bisa m’buat
keputusan
• Goodwill – keinginan utk bekerja dlm cara yg konstruktif &
bebas
• Self-awareness – pengetahuan ttg diri sendiri, meliputi
attitude, nilai2, & perasaan serta kemampuan utk
mengetahui bgm & apa faktor yg mempengaruhinya
Memahami Klien
• Petunjuk singkat utk memahami klien scr lebih
efektif (Kelly, 1995):
1. Masalah apa yg sedang dihadapi klien?
2. Bagaimana klien memandangnya?
3. Bagaimana lingkungan dengan kondisinya
mempengaruhi klien?
4. Dasar & penyusunan teori apa untuk menghadapi
klien?
5. Langkah apa yg akan diambil selanjutnya, juga
oleh klien?
Social Power Konselor

Menurut French dan Raven:


1. Reference power
Jika menunjukkan persetujuan ataupun
penerimaan, akan sangat dihargai oleh kliennya
2. Coercive Power
Menggunakan ancaman & hukuman agar orang
menuruti tuntutan otoriter
Paling tidak menimbulkan efek dalam suatu
hubungan membantu
3. Reward Power
 Banyak digunakan: reward sosial yg simbolik
(empati, ramah, senyum, kontak mata, dsb yg juga
mendukung referent power)
Reward materi tidak digunakan oleh konselor
profesional, meskipun digunakan oleh teknik
intervensi behavioral)
4. Expert & Legitimate Power
Misal: memajang ijazah2 & keanggotaan profesi
agar konselor dipercaya & memang memiliki
kredibilitas
Masalah2 yang Dihadapi Konselor
Cavanagh (1982):
1. Kebosanan
Yang mungkin timbul krn bosan:
- Konselor mengambil jarak dari klien  klien merasa
kehilangan rasa aman & diterima
- Konselor t’kadang mengambil cara negatif dalam
menangani kebosanan  berfantasi, mendengar dari “satu”
telinga saja, atau sengaja “menyerang” klien agar seru
- Kemungkinan konselor kehilangan informasi penting 
kurang konsen, memikirkan masalah sendiri
Solusi:
- Identifikasi letak masalah  dr klien or
konselor
- Komunikasikan dgn klien (bagian dr
genuineness)
- Atur waktu pertemuan saat konselor lebih
bisa fokus
- Beri tugas pada klien yg dapat didiskusikan
saat konseling
- Peka thd tanda2 kebosanan klien
2. Hostilitas
Sumber hostilitas:
- Menutupi ketakutan yg mendalam  takut dependen pada konselor,
takut ditolak konselor, takut dikenalkan dgn bagian dari diri yg tidak
disukai, dsb
- Frustrated needs  hipersensitif – pertanyaan biasa dirasa mengancam
- Simbolisasi dari konflik internal atau eksternal klien  konselor
representasi dari orang yang tidak disukai klien
- Adanya tekanan yg sangat intens
- Konselor memang pantas mendapat hostilitas dari klien  cara konselor
b’komunikasi krg m’bantu, sll melihat sisi negatif klien & mencurigai
motifnya, dsb
Solusi:
Dihadapi, bukan dihindari  klien perlu belajar utk menyelesaikan dan
menghadapi hostilitas ini dengan adekuat
3. Kesalahan2 Konselor
- Lemah, tidak tegas  tll menuruti klien
- Tidak mengakui kesalahan
Konselor yg efektif akan mengakui bahwa dirinya membuat kesalahan,
alasannya:
a. Kejujuran
b. Orang yg ada dalam hubungan konseling harus dibantu untuk memisahkan
kesalahan yg mana adalah kesalahan siapa, shg orang yg melakukan
kesalahan dapat mengambil tanggung jawab untuk mengoreksinya
c. Sbg cara utk mengajar klien bahwa kesalahan bisa diterima & penting
mengakui kesalahan itu pd orang lain
d. Konselor tahu, klien mungkin tahu bahwa konselor membuat kesalahan &
menunggu utk melihat apakah konselornya cukup punya rasa aman untuk
mengakui kesalahan itu
4. Manipulasi
 Bedakan manipulasi dgn manuvering!
 Contoh:
- Manipulasi: konselor mempengaruhi klien utk lama
dalam konseling dengan alasan masih membutuhkan
konseling utk pertumbuhannya (padahal hanya utk
memenuhi kebutuhan konselor)
- Manuvering: konselor ‘memaksa’ kliennya yg depresi utk
membuat skedul aktivitas
 Penting bagi konselor!!
Mengetahui dalam hal apa dirinya rentan, shg bisa
mengurangi potensinya utk dimanipulasi
 Klien memanipulasi konselor, tujuannya:
- Utk memenuhi kebutuhan
- Untuk menetralisasi ancaman
 Konselor memanipulasi klien, contohnya:
- Krn bosan, konselor mengatakan bahwa kliennya sudah
m’alami kemajuan dan perlu ‘istirahat’ dari konseling
- Konselor memenuhi kebutuhan afeksinya dengan
membangun hub dgn klien dgn alasan klien perlu
belajar & m’praktekannya pd konselor
- Konselor b’anggapan bhw agama b’tentangan dgn
kesehatan psikologis, shg konselor m’bawa klien
m’jauhi keyakinan agamanya
5. Penderitaan (Suffering/ Psychological Bleeding)
 Konselor efektif mengenali bahwa personality growth is earned
and the price may be suffering. The more a counselor expects a
person to growth, the more psychological bleeding will occur
(Cavanagh, 1982)
 Penderitaan konselor
- Adanya perasaan tidak berdaya krn hanya dapat berempati
- Merasa kepedihan hati (anguish) bila kliennya m’alami
perdarahan psikologis krn perbuatan orang lain
- Tidak sengaja menimbulkan penderitaan melalui st tindakan atau
justru krn tdk melakukan sst (iatrogenic pain)
- Konselor frustrasi jika merasa sudah melakukan segalanya bagi
klien, namun klien tsb menghentikan konseling sebelum
waktunya & mengatakan konselor tdk bnyk membantu
6. Hubungan yg Membantu VS Tidak Membantu
 2 tipe hubungan yg tidak membantu dalam
konseling: emotionally detached (distansi emosional)
dan emotionally attached (lekat emosional)
 Hubungan yg membantu: emotionally involved
(terlibat emosional)
 Distansi emosional:
Keterlibatan konselor bersifat intelektual, sbg director
dan tutor, tidak dapat ‘masuk’ ke dalam diri klien,
tdk dpt menyatukan dirinya dgn pikiran, perasaan, &
persepsi klien utk bisa b’empati, shg sulit m’ciptakan
rapport dan rasa percaya
 Kelekatan Emosional:
- Ketergantungan klien pada konselornya, atau
sebaliknya
- Kebutuhan dasar yg dapat terpenuhi: kebutuhan
utk merasa aman, utk menerima & memberi
cinta, utk dikagumi & dibutuhkan
- Sikap konselor thd klien: parental (ortu yg tll
melindungi), fraternal (sahabat), romantik
(kekasih/pasangan)
- Bila konselor tdk dapat melepaskan klien dari
kelekatannya thd dirinya, lakukan terminasi!
- Kemungkinan perilaku konselor yg lekat emosional:
o Sgt b’harap b’temu klien utk m’p’cerah hari
o Orang yg signifikan dlm hidupnya dilihat memiliki bnyk
kekurangan dibanding kliennya
o Memperpanjang sesi
o Berfantasi ttg klien diantara sesi
o M’izinkan kontak antar sesi yg tdk dip’bolehkan pd klien lain
o M’buat penyesuaian honor yg tdk dilakukan pd klien lain
o M’anggap sesi lbh sbg rekreasi drpd kerja
o Iri thd hubungan dekat klien dg orang lain & scra halus
merendahkan atau tdk m’dorong hubungan tsb
o M’cemaskan klien diantara sesi yg tdk dirasakan thd klien lain
- Hal2 yang terjadi jika konselor lekat pada klien:
oBerpengaruh pada persepsi konselor thd realitas (mjd
tdk tepat)
oB’usaha ‘menahan’ klien utk memenuhi kebutuhan
emosioalnya
oMenjadi rentan & mudah dimaipulasi
oIkut dgn perubahan mood & tdk objektif
oM’berikan bnyk kepuasan pd klien, shg motivasi klien
utk b’hubungan dgn orang lain di luar konseling mjd
sedikit
oMenawarkan hub yg tidak riil pd klien (sbg ortu,
sahabat, kekasih)
- Sikap klien yang lekat pada konselor:
o Menginginkan hub khusus sbg ‘pasien favorit’
o Ingin kontak antar sesi
o Membawa hadiah2 yg sifatnya personal
o Tanda2 verbal & nonverbal yg merefleksikan perasaan jatuh cinta,
tdk mau pergi stlh sesi b’akhir
o Merasa sakit hati & ditolak jika konselor m’hadapkannya pd
realitas yg tdk menyenangkan, t’utama ttg kelekatannya pd
konselor
o B’fantasi ttg konselor & m’buatnya mjd teman yg sll ada bagi
dirinya
o M’bandingkan konselor dgn orang2 signifikan dalam hidup klien &
b’anggapan konselor yang superior, mis.”Seandainya anda ayah
saya…”
- Masalah bagi klien yang lekat pada konselor:
o Kurang atau hilang minat utk menjalin hubungan dgn orang lain
krn konselor adalah segalanya
o Tidak seluruhnya jujur krn takut m’ganggu hub yg
menyenangkan tsb
o Menyulitkan konselor utk menetapkan batas2 tanpa konselor
merasa dirinya egois & menolak klien
o Melebih2kan perhatian & pemahaman konselor & tdk mampu
m’baca pesan konselor bhw koselor menginginkan kliennya mjd
self-sufficient
o “Menyembuhkan diri” bagi konselor, bukan utk klien, & ia akan
tetap ‘sembuh’ jika konselor baik & menyenangkan dirinya
o Bekerja setengah hati & m’ciptakan masalah ketika konseling
akan berakhir
 Keterlibatan Emosional
- Mrp satu2nya hub yg sehat antar konselor & klien
- Cukup saling mengenal utk dapat saling percaya &
empati
- Secara emosional dekat & hub yg dinamis
- Tetap sbg 2 orang yg terpisah dgn kehidupan yg
terpisah
- Saling mendukung
- Mrp equal partners yg masing2 punya hak,
kewajiban, & kebebasan (Rogers:emphatic
understanding)
7. Terminasi Konseling
Konseling akan berakhir melalui salah satu dari 3
cara berikut:
1)Bila sasaran konseling telah tercapai
2)Klien secara prematur ingin menghentikan
konseling
3)Konselor ingin menghentikan konseling walau
klien ingin melanjutkannya
8. Burnout
 Gladding (1992), burnout: becoming emotionally and/or physically
drained to the point that they cannot perform functions meaningfully
 Saran Gladding (1992) utk mencegah atau mengobati burnout:
- Menjalin hub dgn individu2 yg sehat
- Bekerja dgn rekan2 yg committed & organisasi yg pny misi
- Melakukan latihan2 utk mengurangi stres, terapi pribadi
- Memodifikasi stressor lingkungan
- Melakukan self-assessment
- Secara berkala m’kaji ulang & m’klarifikasi counseling roles,
expectations, & beliefs
- Menyisihkan st waktu bebas & pribadi
- M’p’tahankan sikap detached concern bila bekerja dgn klien
- M’p’tahankan sikap “selalu ada harapan”

Anda mungkin juga menyukai