Anda di halaman 1dari 21

PERAN KONSELING DAN TES

HIV DALAM PENCEGAHAN,


PERAWATAN, DUKUNGAN DAN
PENGOBATAN

KEMENKES
I. DISKRIPSI
 Tes HIV merupakan “pintu masuk” yang terpenting
pada layanan pencegahan, perawatan, dukungan
dan pengobatan.
 Konseling dan Tes HIV (KTHIV):
1. Akan mendorong seseorang dan pasangan untuk
mengambil langkah pencegahan penularan infeksi HIV.
2. Akan memberikan kesempatan untuk mendapatkan
layanan pencegahan termasuk pencegahan penularan
dari ibu ke anak
3. Merupakan komponen penting untuk intervensi
pengobatan ART sebagai salah satu upaya pencegahan
4. Di tingkat komunitas akan menormalisasi KTHIV itu
sendiri, mengurangi stigma dan diskriminasi terkait
dengan status HIV dan tes HIV.
II. TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM:

 Setelah mengikuti pelatihan peserta memahami


peran pemeriksaan dan konseling HIV dalam
pencegahan, perawatan, dukungan dan
pengobatan HIV
III. TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS
Setelah selesai mengikuti sesi peserta latih
mampu:
1. Menjelaskan berbagai tujuan dan latar belakang
pemeriksaan HIV
2. Menjelaskan prinsip dasar tes dan konseling
HIV
3. Menjelaskan Pendekatan pemeriksaan HIV yang
digunakan di Indonesia
4. Mengenal model KTHIV
5. Menjelaskan alur tes HIV diagnostik
A. TUJUAN DAN LATAR BELAKANG
PEMERIKSAAN HIV
 Konseling dan Tes HIV (KTHIV) adalah suatu
layanan untuk mengetahui adanya infeksi HIV
di tubuh seseorang yang dapat
diselenggarakan di layanan kesehatan formal
atau klinik yang terletak di komunitas.
Ada 3 jenis tujuan pemeriksaan HIV
 Penapisan darah donor
 Survei, surveilans untuk kepentingan

program
 Penegakan diagnosis klinis
Pemeriksaan HIV dan konseling
merupakan pintu masuk utama pada
layanan pencegahan, perawatan,
dukungan dan pengobatan.
1. Semakin dini diketahui status HIV
positif :
a. Memaksimalkan kesempatan ODHA
menjangkau pengobatan,
b. Maka akan sangat mengurangi kejadian
penyakit terkait HIV
c. Menjauhkan dari kematian karena HIV,
d. Mencegah terjadinya penularan dari ibu ke
bayinya.
2. Bila mendapat pengobatan yang
efektif maka akan mengurangi
(hingga 96%) kemungkinan
seseorang dengan HIV akan
menularkan kepada pasangan
seksualnya.
3. Bagi yang HIV negatif dapat
mempertahankan diri agar tetap
negatif
melalui upaya pencegahan berbasis bukti
seperti:
◦ perilaku seksual yang aman,
◦ penggunaan kondom,
◦ sirkumsisi,
◦ perilaku menyuntik yang aman,
◦ mengurangi pasangan seksual.
4. Sesuai dengan kebijakan dan
strategi nasional Indonesia telah
mencanangkan konsep akses
universal untuk mengetahui status
HIV,
Akses terhadap layanan
pencegahan, perawatan, dukungan
dan pengobatan HIV dengan visi
getting to 3 zero 2030:
a) zero infeksi baru HIV,
b) zero diskriminasi dan
stigmatisasi
c) zero kematian oleh karena HIV/
AIDS.
Peran VCT dalam Pencegahan dan Perawatan
HIV
Penerimaan dan ‘coping’
akan serostatus

Perencanaan masa depan Promosi dan fasilitasi


(layanan yatim-piatu, perubahan perilaku
keluarga dan pembuatan (Sexual, menyuntik yang
wasiat, warisan) aman)

Normalisasi dan
destigmatisasi HIV & AIDS Pemberian layanan
kesehatan ibu (ODHA)
Dukungan sebaya, sosial & VCT
masyarakat, termasuk dan layanan
kelompok ODHA
terkait
Pencegahan, penapisan
dan terapi IMS
Akses ke Keluarga
Berencana

Manajemen dini IO
Akses akan kondom
(perempuan dan laki )

Akses layanan pengobatan ARV - antiretroviral


dini termasuk terapi ARV IO - infekasi oportunistik
pencegahan TB, & IO IMS - infeksi menular seksual

Module 1 Sub Module 3 – PPT02


B. PRINSIP DASAR TES DAN KONSELING
HIV
 Semua pemeriksaan HIV harus mengikuti
prinsip yang telah disepakati secara global
yaitu 5C
◦ informed consent,
◦ confidentiality,
◦ counseling,
◦ correct testing and connection/linkage to
prevention,
◦ Care and treatment services
Orang yang diperiksa HIV harus dimintai persetujuannya
untuk pemeriksaan laboratorium HIV.

Layanan pemeriksaan HIV harus diperlakukan secara


konfidensial,

Layanan pemeriksaan harus dilengkapi dengan


informasi pra-tes dan konseling pasca-tes yang
berkualitas baik.

Penyampaian hasil pemeriksaan yang akurat.

Klien harus dihubungkan atau dirujukan ke layanan


pencegahan, perawatan, dukungan dan pengobatan HIV
yang didukung dengan sistem rujukan yang baik dan
terpantau.
Pemeriksaan mandatori hanya
dilakukan pada :
 Penapisan HIV pada darah donor untuk transfusi
dan pembuatan produk darah.
 Penapisan donor sebelum tindakan yang

melibatkan pertukaran cairan tubuh atau bagian


organ tubuh misalnya, inseminasi buatan,
transplantasi kornea atau organ lain.
 Pemeriksaan HIV di kalangan TNI/POLRI sesuai

ketentuan yang berlaku.


C. PENDEKATAN PEMERIKSAAN HIV
 Ada 2 jenis pendekatan dalam KTHIV, yaitu
◦ Konseling dan Tes HIV atas inisiatif pemberi
layanan kesehatan (KTIP).
◦ Konseling dan tes HIV secara sukarela (KTS)
KTIP
 Tujuan umum dari KTIP:
◦ untuk menemukan diagnosis HIV secara lebih dini .
◦ memfasilitasi pasien mendapatkan pengobatan
lebih dini.
◦ memfasilitasi pengambilan keputusan klinis atau
medis terkait pengobatan dan yang tidak mungkin
diambil tanpa mengetahui status HIV nya.
KTS
 KTS bertujuan untuk:
◦ Pencegahan penularan HIV
◦ Menyediakan dukungan psikologis,
◦ Memastikan efektivitas rujukan kesehatan, terapi dan
perawatan melalui pemecahan masalah kepatuhan
berobat
D. MODEL LAYANAN TES DAN KONSELING HIV
 Berdasarkan tempat layanannya maka
pemeriksaan HIV dapat diselenggarakan:
◦ Terintegrasi di fasilitas layanan Kesehatan di mana
pendekatan KTIP lebih dominan, baik yang menetap
maupun yang bergerak.
◦ Di klinik mandiri yang terletak di komunitas dengan
layanan kesehatan sangat terbatas.
◦ Pemeriksaan HIV untuk kelompok tertentu yang diatur
dengan pertaturan tertentu: di kalangan TNI/POLRI;
layanan bagi WBP di lapas/ rutan; layanan di tempat
kerja; layanan bagi tenaga kerja migran.
E. ALUR PEMERIKSAAN DAN KONSELING HIV

Anda mungkin juga menyukai