Anda di halaman 1dari 43

BAB 7

Sub Pokok Bahasan


1. Fenomenologi
2. Interaksionisme Simbolik
3. Grounded Theory
4. Cross Cultural Comparison
5. Thick Description
6. Etnometodology
7. Case Study
8. Metode Survey
9. Etnografi
10. Metode Penggunaan Bahan Dokumen (Historiografi)
FENOMENOLOGI(1)
☺ Fenomenologi merupakan bentuk
pemahaman terhadap realitas.
☺ Obyek ilmu tidak terbatas pada yang

empirik (visual), melainkan juga meliputi


pendekatan holistik :
Persepsi
Pemikiran
Kemauan/Hasrat
FENOMENOLOGI(2)

Pendekatan Fenomenologi

Forms of things that Perceiving and dealing


people have mind with circumstances
FENOMENOLOGI(3)
 Pendekatan Fenomenologi:
Forms of things that people have mind
 Dalam penelitian fenomenologi, aspek subyektif
dari pelaku budaya lebih ditekankan.

Perceiving and dealing with circumstances


 Kaum fenomenologis percaya bahwa tindakan
manusia mempunyai berbagai macam makna bagi
pelakunya, serta bagi orang lain.
 Misal : Mencoba melakukan penangkapan
terhadap kategorisasi hirarkhis dalam sebuah
interaksi sosial, misalnya Kowe, sampeyan,
panjenengan, panjenengan dawuh.
FENOMENOLOGI(4)
Cara-cara penelitian dan penulisan
Fenomenologi:
Lebih mempercayakan pelaku kebudayaan sebagai
pemilik makna kebudayaan, dibanding peneliti
Mempercayai adanya dunia moral lokal, seperti
pengetahuan lokal mereka (local knowledge); ekologi
budaya;
Menciptakan simpati, empati pelaku kebudayaan.
Diakronis  Menulis Etnografi secara
historiografis.
Naratif  Menulis Etnografi secara naratif.
INTERAKSIONISME SIMBOLIK(1)
 Model penelitian ini meliputi interaksi dan
komunikasi antar personal, antarkultural,
hingga antar komunitas dan masyarakat.
 Asumsi dasar:
Stock of Culture
 Manusia melakukan berbagai interaksi
mempunyai makna dan simbol yang disembunyikan
(concealed) maupun diungkapkan (revealed)
Makna simbol dihasilkan dari interaksi
Setiap interaksi manusia melibatkan berbagai
penafsiran agar terjadi kelancaran interaksi dan
komunikasi.
INTERAKSIONISME SIMBOLIK(2)

Penafsiran merupakan hal penting dalam


menangkap interaksi simbolik, sehingga
dapat mengetahui:
Sifat-sifat pribadi seseorang.
Motivasi yang tidak disadari.
Status sosial dan ekonomi.
Peranannya dan sebagainya.
GROUNDED THEORY(1)
Metode penelitian Grounded berusaha:
Mengembangkan berbagai kategori hasil
penelitian untuk menjelaskan data.
“Menjenuhkan” kategori dengan banyak
kasus yang saling mempunyai keterkaitan.
Membuat suatu teori baru berdasarkan
data-data yang telah terhimpun.
GROUNDED THEORY(2)
terbuka

3
Pengkodean
Grounded

berporos selektif
GROUNDED THEORY(3)
Ada tiga pengkodean dalam Grounded:
1) Pengkodean Terbuka
 Penggunaan analisis dengan cara mengkategorikan data
penelitian secara terpisah; diselidiki secara cermat;
dibandingkan persamaan serta perbedaannya; pengajuan
pertanyaan terhadap fenomena data; hingga hasil analisis.
2) Pengkodean Berporos
 Melakukan analisis secara mendalam; menghasilkan
bentuk pengetahuan baru dari akumulasi data;
membuktikan hipotesis; mulai mengeksplorasi fenomena.
3) Pengkodean Selektif
 Memperbaiki dan mengembangkan kategori; mulai
menyajikan konsep cerita dari data yang dihasilkan.
CROSS CULTURAL COMPARISON

Model ini menitik beratkan pada komparasi dan pemahaman antar


budaya.
Dikembangkan oleh GP. Murdock, mencari hubungan kekerabatan
antara patrilineal dan matrilineal dengan membuat variabel (mata
pencaharian, kemampuan membuat tembikar, menenun, dsb).
Gebrakan Murdock menghasilakn HRAF (Human Relations Area
Files), yaitu pembagian budaya berdasarkan perbedaan dan
persamaan.
Dikembangkan di Indonesia oleh Van Vollenhoven dan Josselin de
Jong.
Tercipta perbedaan etnografis antara orang Jawa, Bugis, Batak,
Sunda, dll.
Sifatnya:
Bersifat positivistik
Membutuhkan sampel sangat besar
THICK DESCRIPTION(1)
Berangkat dari kesetiaan lapangan penelitian.
Untuk menciptakan deskripsi mendalam dibutuhkan kemampuan
memasuki objek penelitian.
Tujuan Thick Description :
1) Memahami lapangan penelitian untuk menghasilkan teori lokalistik,
bukan teori besar, general, dan universal (cth.ilmu alam atau ilmu
sosial positivistik)
2) Mencoba menafsirkan serta menggambarkan berbagai pemikiran,
perasaan, penglihatan dan tindakan yang dilakukan masyarakat
setempat dengan paparan comprehensive serta mendalam
berdasarkan nilai kepercayaan dan norma masyarakat tersebut.
THICK DESCRIPTION(2)
Perangkat-perangkat Thick Description:

Emik Experience Insider=Thick


Near Description

Etik Experience Outsider=Thin


Distance Description
THICK DESCRIPTION(3)
Istilah emik berasal dari istilah linguistik, berasal dari kata
fonemik.
Fonemik merupakan unsur penelitian bahasa terkecil, dimana
setiap kata yang mempunyai perbedaan huruf akan berbeda
maknanya.
Contoh: money dengan monkey (Inggris), aku dengan asu (Jawa),
pancang dengan panjang (Indonesia).
Emik
Diterapkan ketika memandang suatu pola kebudayaan yang
mempunyai berbagai simbol serta tanda yang berbeda.
Keserupaan sistem pemahaman fonemik dengan pengalaman sistem
dekat/near experience menggunakan pola pandangan para pelaku
atau insider, dengan cara si peneliti menjadi partisipan suatu
kebudayaan
THICK DESCRIPTION(4)
Originitive Power  untuk mengetahui
suatu gejala kebudayaan, tingkah laku
sosial dan stratifikasi sosial
Pendekatan Thick Description bersifat
ideografis, yaitu berusaha mengungkapkan
berbagai hal khusus seperti makna dan nilai
dalam suatu peristiwa kelompok atau
komunitas tertentu.
THICK DESCRIPTION(5)
To Generalize Within Cases :
Pendekatan yang dilakukan tidak untuk menghadirkan
berbagai prediksi mengenai keadaan pada kasus lain
yang belum diobservasi.
Misal: Pada kondisi sosial Abangan, Santri, Priyayi,
di Mojokuto tentu akan berbeda dengan kondisi
sosial pada masyarakat lainnya.

berupaya mendapatkan pengetahuan lebih


mendalam mengenai hal yang diselidiki secara
lokalistik dan secara intensif mencari berbagai
simbol inti (core symbolist) yang menjadi dasar
organisasi seluruh sistem budaya.
THICK DESCRIPTION(6)
Biographic Notes
Didapat melalui beberapa cara seperti yang
digambarkan, baik itu menetapkan
hubungan, menyeleksi informan,
mentranskrip berbagai teks, mengambil
beberapa silsilah, memetakan, mencatat
perjalanan harian dan berbagai prosedur
lainnya.
ETNOMETODOLOGY

Etnometodology

pelopor Pokok asumsi tujuan


persoalan dasar
ETNOMETODOLOGY(1)
Lebih tampak dalam sosiologi.
Dipelopori Harold Garfinkel.
Pokok persoalan dalam etnometodology:
Bagaimana suatu proses interaksi sosial bisa
terjadi?
Mempersoalkan hal-hal yang biasanya tidak
dianggap sebagai suatu persoalan oleh orang-orang
dalam kehidupan keseharian mereka atau hal-hal
yang dianggap “sudah sebagaimana adanya”, yang
membuat mereka dapat memahami “dunia mereka”.
ETNOMETODOLOGY(2)
Dasar dari pendekatan ini dimulai dari filsafat
fenomenologi Husserl dan Schutz:
Menggambarkan kesadaran manusia serta
bagaimana kesadaran tersebut terbentuk dan
muncul serta pemaknaan yang diberikan dari sudut
pelaku yang terlibat (makna sosial bagi pelaku).
Natural Attitude (Commonsense Reality), yakni
penalaran yang bersifat praktis, tidak
mempertanyakan secara mendetail apa yang
terjadi di sekitarnya.
Interaksi sosial sebagai proses intepretasi terus-
menerus.
ETNOMETODOLOGY(3)
Asumsi Dasar:
Aspek refleksifitas
Kegiatan-kegiatan interaksi sehari-hari mempunyai sifat
sistematis dan terorganisir bagi orang-orang yang terlibat
di dalamnya.
Proses memberikan keteraturan (imposing order) yang
dapat dipelajari melalui partisipasi
Perbedaan antara ekspresi yang bersifat indeksikal
(penggambaran objek menurut kekhususan atau keunikannya)
dan objektif (menggambarkan general properties dan
melukiskan esensi dari objek itu sendiri).
Tujuan etnometodology  mencari dasar-dasar (basic rule)
yang mendukung terwujudnya interaksi sosial.
STUDI KASUS otobiografi

typical day
tematis Pendekatan

sifat
Studi contoh

Kasus
STUDI KASUS(1)
Sifat khas studi kasus adalah pendekatan yang
bertujuan mempertahankan keutuhan
(wholeness) dari objek, artinya data yang
dikumpulkan dalam rangka “studi kasus”
dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang
terintegrasi.
Tujuan  mengembangkan pengetahuan yang
mendalam mengenai objek yang bersangkutan
(individu, keluarga, kelompok sosial).
STUDI KASUS(2)
3 pendekatan yang dipakai dalam studi
kasus:
Pendekatan Tematis (Topical Approach)
Aktivitas didefinisikan berdasarkan sejumlah
tema/topik menggunakan konsep-konsep yang
biasanya dipakai mempelajari keluarga atau
komuniti.
bersifat analitis dan memungkinkan
perbandingan antara subkultur keluarga dan
kultur yang lebih umum.
STUDI KASUS(3)
Otobiografi (Life History)
Bahan keterangan berupa hal-hal yang dialami
individu-individu tertentu sebagai warga
masyarakat yang menjadi objek penelitian.
Disebut dengan istilah Human Document
(Personal Document).
Typical Day (Reconstruction Day)
Pendekatan ini bertujuan untuk mempelajari
secara intensif dan mendeskripsikan secara
mendetail kehidupan keluarga selama suatu hari
yang telah ditentukan berdasarkan observasi
yang intensif.
STUDI KASUS(4)
Contoh Studi Kasus:
Penelitian Malinowsky mengenai masyarakat
Trobriand, yang bertujuan untuk menganalisa
norma-norma dan peraturan yang berlaku sebagai
ikatan dalam masyarakat primitif.
Faktor penyebab integrasi dipelajari sedemikian
rupa secara mendetail, terutama fungsi dari
hubungan tersebut sebagai faktor penyebab
integrasi dengan mempelajari masyarakat
Trobriand secara holistis.
STUDI KASUS(5)
Studi White tentang daerah slum di Cornerville
berjudul “The Street Corner Gang” . White
mempelajari aspek-aspek kelakuan sosial dan
proses-proses yang berhubungan secara holistik
dengan memusatkan perhatian pada para anggota,
terutama pemimpin kelompok “Street Corner
Gang”.
Studi Oscar Lewis tentang budaya kemiskinan di
Meksiko berjudul “Five Families”. Lewis
memfokuskan penelitiannya pada keluarga kelas
sosial bawah dari subkultur Meksiko dan Puerto
Rico untuk memperoleh pandangan yang utuh
mengenai kehidupan keluarga tersebut.
STUDI KASUS(6)
Studi Oscar Lewis tentang budaya kemiskinan di Meksiko
berjudul “Five Families”. Lewis memfokuskan penelitiannya pada
keluarga kelas sosial bawah dari subkultur Meksiko dan Puerto
Rico untuk memperoleh pandangan yang utuh mengenai kehidupan
keluarga tersebut.
METODE SURVEY

sifat

Metode
Survey

dasar tipe
METODE SURVEY(1)
Survey berusaha membuat prediksi dan kontrol;
mencari sebab-akibat dari perilaku manusia.
Peneliti berperan sebagai outsider dengan memfokuskan
perhatian pada desain dan prosedur untuk memperoleh data
kasar yang dapat direplikasi
Data diasumsikan objektif (bebas dari persepsi orang) dan
value free (nilai dapat dikontrol dengan metode yang tepat
dan prosedur yang logis
Penelitian dilakukan dalam kondisi terkendali (controlled)
dengan pemakaian test yang telah disusun, rekaman
pengamatan, kuesioner dan skala pengukuran
Ciri variabel kuantitatif: dapat dinilai/diukur dengan angka
(Cth. Umur, penghasilan per tahun, tinggi badan, dsb)
METODE SURVEY(2)
Dasar-Dasar Metode Survey:
Individu adalah satuan penelitian
Data dikumpulkan melalui individu dengan tujuan
agar memperoleh generalisasi untuk menarik
kesimpulan mengenai suatu kelompok masyarakat.
Variabel dikumpulkan dalam rangka survey, pada
prinsipnya tidak terhingga banyaknya.
Alat pengukur yang dipakai adalah wawancara
berupa daftar pertanyaan yang berbentuk suatu
schedule atau kuesioner yang biasanya tersturktur.
METODE SURVEY(3)
Tipe Survey:
Survey Deskriptif  mencari data seluas mungkin
dalam rangka mempelajari kondisi sosial, hubungan
diantara manusia, serta pola kelakuan manusia.
Survey Eksplanatif  Menguji suatu hipotesa atau
lebih umum lagi menjelaskan hubungan diantara
variabel-variabel yang dimanipulasikan dengan
teknik-teknik tertentu (tabel silang/analisis
multivariative/analisis korelasi).
ETNOGRAFI
metode
metode asal
asalmula
mula

Etnografi
Pengumpula
Pengumpula karakter
karakter
nndata
data
ETNOGRAFI(1)
Metode kulitatif/etnografi adalah terminologi umum yang
menunjuk pada teknik yang digunakan oleh ilmu-ilmu antropologi
untuk memahami studi aktor sosial atau latar sosialnya.
Secara umum, teknik dalam metode ini menekankan pada
pengalaman individual sebagai cara untuk menangkap kehidupan
sosial sebagai suatu yang hidup.
Asal mula metode kualitatif dalam etnografi:
Sosiologi dan etnografi sama-sama berawal dari upaya untuk
memahami orang lain.
Muncul upaya penulisan yang deskriptif sebagai bagian retrospektif
(pemaparan) setelah melakukan penelitian dalam bentuk
rekonstruksi realitas etnografis.
Muncul upaya membuat etnografi yang merupakan proses
penggambaran budaya atau cara kehidupan dari sudut pandang
pelaku.
ETNOGRAFI(2)
Karakter metode kualitatif/etnografi:
Perhatian pada upaya memahami dan
menganalisis proses
Ketertarikan pada nilai dan makna
Peneliti sebagai instrument utama
Fieldwork (studi lapangan)
Descriptive/etnography (mengungkapkannya
melalui kata-kata dan gambar)
Induktif (membangun konsep, hipotesa, dan
teori dari detail)
ETNOGRAFI(3)
Karakter penelitian kualitatif/etnografi:
Complete Participation  peneliti terlibat dalam
aktivitas yang berlangsung dan bergerak aktif
serta mempengaruhi apa yang terjadi di dalamnya.
Participant as Observer  peneliti terlibat dalam
aktivitas yang berlangsung, namun tidak
mempengaruhi apa yang terjadi di dalamnya.
Observer as Participant  peneliti terlibat dalam
suatu peristiwa yang berlangsung dan kemudian
mengambil jarak terhadap apa yang sedang terjadi.
Complete Observation  peneliti menjadi anggota
dari kelompok atau masyarakat, namun tidak
terlibat dalam suatu aktifitas yang spesifik.
ETNOGRAFI(4)
Pengumpulan Data:
Catatan observasi sebagai participant
Catatan observasi sebagai observer
Catatan interview tak berstruktur dan terbuka
Perekaman interview tak berstruktur dan terbuka
Jurnal
Jurnal informan
Surat pribadi dari informan
Analisa dokumen publik
Menguji autobiografi atau biografi
Membuat rekaman video tape
Fotografi individual atau grup
Mengumpulkan bahan lisan
METODE PENGGUNAAN BAHAN
DOKUMEN (HISTORIOGRAFI)
dasar
dasar
asumsi
asumsi dasar
dasar penggunaan
penggunaan
bahan
bahan dokumen
dokumen

Metode
Penggunaan
Bahan Dokumen

penilaian
penilaian tujuan
tujuan
METODE PENGGUNAAN BAHAN
DOKUMEN (HISTORIOGRAFI)(1)
Asumsi Dasar:
Masyarakat saat sekarang ini merupakan hasil dari suatu
proses perkembangan fase-fase yang masing-masing memuat
kondisi atau kausalitas dari fase berikutnya.
Pengertian masa sekarang dibentuk dengan mengkonsepsikan
suatu kejadian.
Dasar Penggunaan Bahan Dokumenter:
Masyarakat sebagai “gejala” memiliki dimensi temporal.
Terdapat kontuinitas dalam sistem sosial yang telah
dipranatakan.
Proyeksi ganda dalam sistem sosial, yakni masa depan dan
masa lampau.
Realitas sosial cepat berubah.
METODE PENGGUNAAN BAHAN
DOKUMEN (HISTORIOGRAFI)(2)
Tujuan:
 Penggunaan bahan dokumen (otobiografi; surat-
surat pribadi, buku catatan harian, memori; surat
kabar; roman dan cerita rakyat) dalam ilmu sosial
ditentukan sifatnya sebagai ilmu nomotetis (umum)

Penilaian bahan dokumen , yakni identifikasi dan


verifikasi melalui penilaian outentisitas dengan cara:
Analisa isi dokumen serta kritik intepretatif yang positif
untuk menangkap maksud dari pembuatnya.
Analisa konteks waktu dan tempat dokumen yang
bersangkutan yang dibuat.
METODE PENGGUNAAN BAHAN
DOKUMEN (HISTORIOGRAFI)(3)
Kegunaan Bahan Dokumen:
Penting dalam proses penelitian induktif
Kerangka awal pendukung pembuatan hipotesa
Pengujian dan ilustrasi terhadap teori
Memperoleh detail informasi untuk pencapaian
pengertian penuh dari sebuah fenomena
Jembatan antar ilmu pengetahuan dengan
commonsense
Mengungkap riwayat hidup individu
Penyempurnaan metodologi yang secara metodologis
tidak dapat dijalankan tanpa pedoman konstruksi
teoritis
REFERENSI
Clifford, James. “The Uses of Complicity in the Changing Mise-
en-Scene of Anthropological Fieldwork”. 107-130: 1997.
Geertz, Clifford. “From Native Point of View: On The Nature of
Anthropological Understanding”. Dalam Local Knowledge, Further
Essays in Interpretive Anthropology. Basic Books, Inc.,
Publishers. 57-90: 1983.
Geertz, Clifford. Tafsir Kebudayaan. Kanisius. 3-38; 205-250:
1992.
Kartodirdjo, Sartono. “Metode Penggunaan Bahan Dokumen”.
Universitas Gadjah Mada Press. 44-65: 1988.
Koentjaraningrat. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Edisi
3. Jakarta: Gramedia. 1997.
Vredenbergt, Jacob. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat.
Gramedia, Jakarta. 37-65; 77-139: 1978.
Spradley, James. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.
59-137: 1997.
Suparlan, Pasurdi dan Bachtira, Harsya W. Kata Pengantar dan
Penutup dalam Geertz, Clifford. Abangan, Santri, Priyayi.
Pustaka Jaya. vii-vix; 1-9; 521-551: 1969.

Anda mungkin juga menyukai