Anda di halaman 1dari 17

TAFSIRAN AYUB

PASAL 32

DOSEN MATA KULIAH:


PDT. DR. LAMBERT Y. MANDAGI, M.TH
Kelompok 4
01 02
DEVANCHA MAGDALENA
TELLA LALAMENTIK

03 04
ARIEF OKTAVIANUS
MALEBA MASENGI
I. LATAR BELAKANG UMUM
II. LATAR BELAKANG KHUSUS
III. PERBANDINGAN TEKS
IV. POKOK PIKIRAN DAN KATA KUNCI
V. TAFSIRAN
VI. MAKNA TEOLOGIS
VII. IMPLIKASI
I. LATAR BELAKANG UMUM
1. Penulis

Kitab ini tidak menyebut nama penulis. Pengarang Kitab Ayub bersembunyi tanpa nama di belakang
karyanya. Namun dilihat dari isi kitab ini, penulis menguasai kebudayaan dan pengetahuan secara luas
dan sangat terampil di bidang sastra. Rupa-rupanya cerita mengenai Ayub adalah suatu cerita yang
kuno, kemudian seorang penulis memakai cerita ini untuk menjelaskan atau menyampaikan pikiran-
pikirannya. Menurut Blommendaal, Ayub yang terdiri dari empat puluh dua pasal, ternyata bagian
aslinya hanya pada pasal 1 dan pasal 2 dan pasal 42:7-17; sedangkan selebihnya adalah tambahan,
yaitu pasal 3-42:6. Begitu juga dengan LaSor yang berpendapat demikian bahwa bagian pembuka dan
penutup berasal dari zaman kuno. Pasal 3-42:6 bisa saja ditambahkan oleh seorang penyair Yahudi di
masa yang kemudian. LaSor juga berpendapat bahwa yang juga menulis kitab ini ialah seorang Israel.
Ini dapat dibandingkan dengan pandangan penulis tentang kuasa Allah, seruannya akan keadilan Allah
dan etikanya yang tak dapat disalahkan (Ayub 31:1-40). Berdasarkan beberapa pandangan tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa penulis kitab ini adalah orang-orang bijak yang hidup sesudah masa
pembuangan di Babel tanpa diketahui namanya, karena mereka ingin mengambil refleksi yang telah
terjadi di Israel. Selama mereka ada, mereka mencari arti hidup mereka, merenungkan persoalan-
persoalan besar.
2. Waktu Penulisan

Baik para rabi dahulu maupun para ahli modern tidak sepakat mengenai penulisan kitab Ayub. Pada
umumnya para ahli menganggap bagian-bagian puisi Kitab Ayub berasal dari waktu yang lebih
kemudian. Kemiripan Kitab Ayub dengan Kitab Yeremia (bnd. Ayub 3:3-26 dengan Yeremia 20:14-
18), dengan paroan akhir Kitab Yesaya (terutama nyanyian hamba Tuhan yang menderita Yesaya
52:13 – 53;12), dengan Mazmur 8 (bnd. Ayub 7:17,18 dengan Mzm 8:6,7), dan dengan Amsal 8 (bnd.
Ayub 15:7,8 dengan Ams 8:22,25) semuanya menunjuk pada abad ke-7 sM atau sesudahnya.
3. Mengapa Ditulis

Dengan mononjolkan tokoh Ayub, penulis mau menyatakan bahwa kepercayaan orang Yehuda selama
ini tidaklah selalu benar, sebab kenyataan dalam hidup sehari-hari ialah bahwa orang-orang benar
yang selalu hidup menurut kehendak Allah, namun demikian mereka menderita.
4. Maksud Penulisan

Kitab Ayub berbicara tentang penyebab penderitaan manusia dan peran Tuhan dalam penderitaan ini. Ayub sebagai
pemeran utama dalam cerita ini digambarkan sebagai orang yang saleh dan jujur. Ia percaya kepada Tuhan dan diberkati
dengan anak yang banyak, kesehatan dan kekayaan. Namun, ketika Ayub kehilangan semuanya dan sangat menderita,
kitab ini memusatkan perhatian terhadap pertanyaan: Mengapa seorang yang saleh dan setia seperti Ayub harus
menderita? Tokoh-tokoh lainnya dalam cerita ini mencoba menjawab pertanyaan seperti itu. Apakah semua penderitaan
disebabkan oleh dosa manusia? Apakah Tuhan meyebabkan manusia menderita? Mengapa? Kitab Ayub mengajak para
pembaca menggumuli pertanyaan-pertanyaan klasik ini bersama tokoh yang ada di dalamnya. Akhirnya kesimpulan
yang ada bahwa kuasa dan cara Tuhan yang penuh rahasia itu kadang-kadang berada di luar jangkauan pengertian
manusia. Namun, kehadiran Tuhan pada waktu menderita dapat memberi kekuatan untuk melanjutkan hidup dan
menghadapi masa depan. Ini juga menjadi pembelajaran bagi umat Israel pada waktu kembali dari pembuangan.

5.Tempat Penulisan

Kemungkinan besar kitab Ayub ditulis di Yerusalem, karena di situ merupakan pusat pencarian dan pengajaran hikmat,
pertama-tama bagi umat Israel sendiri. Ini juga dapat diperjelas dengan nubuatan yang jelas dari Yesaya 33:6 “kekayaan
yang menyelamatkan ialah hikmat dan pengetahuan; takut akan Tuhan, itulah harta benda Sion”.
II. LATAR BELAKANG
KHUSUS
Ayub pasal 32:1-22, Menurut pembagian Alkitab yang dibagi dalam 4 bagian (pasal 1-3, pasal 4-31, pasal 32-37, dan
pasal 38-42), termasuk pada bagian yang keempat yaitu pasal 32-37 yang menjelaskan Elihu, kawan yang keempat,
muncul dengan mengatakan bahwa selain Allah bisa memberi penderitaan, agar orang yang berdosa itu bertobat, maka
Allah juga bisa memberi penderitaan kepada orang saleh untuk mencobai mereka.
Menurut David Atkinson, Kitab Ayub dibaginya dalam tiga bagian, yaitu: bagian pertama pasal 1-2 sebagai prolog;
bagian kedua, yaitu dari pasal 3:1-42:6, berarti termasuk pasal 32:1-22 yang strukturnya berbentuk sajak panjang, dan
menceritakan bagaimana Ayub dan sahabat-sahabatnya berdebat untuk mengerti keadaan Ayub; dan pada akhirnya
Ayub mengindahkan suara Allah; dan bagian ketiga yaitu pasal 42:7-14 sebagai epilog dalam bentuk prosa,
mengakhiri cerita Ayub dengan makna khusus.
Dengan pendapat di atas, kelompok setuju dengan pendapat David Atkinson, bahwa kitab Ayub ini dibagi dalam 3
bagian dan pasal 32:1-22 termasuk pada bagian yang kedua, dengan melihat keterkaitan antara bagian pasal ini
dengan pasal-pasal sebelumnya. Keterkaitannya dapat dilihat pada kata pertama dalam bagian ini yaitu maka ketiga
orang itu. Menjelaskan keberhubungan cerita dalam pasal ini dengan pasal sebelumnya.
Percakapan antara Ayub dengan ketiga temannya (Elifas, Bildad dan Zofar) dalam pasal 4-31 dengan tuduhan-
tuduhan mereka kepada Ayub karena kesengsaraannya itu yang kemudian di bantah Ayub dengan pembelaan
dirinya, sampai pasal 31 menyebabkan ketiga temannya itu menghentikan sanggahan mereka.
Elihu yang juga adalah teman Ayub juga berada disitu ketika mereka sedang mengadakan percakapan.
Sebelumnya Elihu tidak mengeluarkan pendapatnya tentang keadaan Ayub, tapi kemudian dalam bagian ini
Elihu tampil dan turut serta dalam percakapan mereka. Elihu menunggu demi menghormati yang lebih tua
(32:4).
Ada penafsir-penafsir yang menganggap pasal 32-37 ini adalah sebagai tambahan, yang ditambahkan kemudian
setelah bagian terbesar peristiwa itu dituliskan. Cara pendekatan pasal 32-37 dikatakan berbeda dari bagian
sebelumnya. Bahwa Elihu tidak disinggung pada awal percakapan , ia juga tidak disinggung dalam pasal 42,
bagian terakhir drama ini. Tetapi pendapat ini banyak tidak disetujui oleh para penafsir lain
III. PERBANDINGAN TEKS
IV. POKOK PIKIRAN DAN KATA KUNCI
a. Kata kunci: Marah, Sanggahan, Usia, Hikmat
b. Pokok-pokok Pikiran

3. Perkataan hikmat dari


1.Elifas, Bildad, dan Zofar mengehentikan Allah (6-15)
sanggahan mereka (32:1)

2. Elihu marah (32:2-5) Semangat yang mendesak dari Elihu untuk


mengungkapkan sanggahannya (16-32)
V. TAFSIRAN
VI. MAKNA TEOLOGIS
Orang muda bukan berarti tidak dapat
dipakai oleh Allah, dan usia muda tidak
menjadi halangan bagi manusia untuk
menjadi bijaksana. Dan orang tua bukan
berarti telah penuh hikmat dan bijaksana.

Allah adalah sumber hikmat dan pengetahuan.Jadi hikmat-


kebijaksanaan dan pengetahuan hanya akan didapatkan dari
Dia.

Kesombongan, keangkuhan, dan menganggap diri


berpengetahuan atau lebih dari orang lain pada akhirnya
hanya akan mempermalukan diri sendiri.
VII. IMPLIKASI
Roh kita merupakan bagian terpenting dari diri kita karena roh kita adalah manusia yang sebenarnya di dalam kita.
Karena Allah adalah Roh, kita juga makhluk roh. Mengapa? Karena kita diciptakan menurut gambar dan citra
Allah (Kejadian 1:26). Kita adalah roh yang memiliki jiwa, dan kita hidup dalam tubuh jasmani yang dapat dilihat
dan dijamah. Roh, jiwa, dan tubuh harus dijaga tidak bercacat cela.

Karena mungkin bagi kita untuk mengembangkan tubuh kita, maka juga tidak mustahil untuk mengembangkan
pikiran sekaligus roh kita. Pikiran adalah bagian dari jiwa kita. Satu-satunya cara untuk mengembangkan roh kita
adalah dengan Firman Allah. Dapat dipahami bahwa manusia tidak dapat berkembang secara fisik tanpa makan,
maka orang juga tidak dapat berkembang rohnya tanpa makanan rohani. Dalam hal ini makanan rohani adalah
Firman Allah..

Sesungguhnya ada kelaparan secara rohani dalam hati setiap manusia di dunia. Kelaparan rohani di dalam diri
setiap manusia di dunia adalah untuk didamaikan dengan Sang Pencipta - Allah - dan bersekutu dengan Dia. Tetapi
manusia tidak menyadari bahwa kelaparan di hatinya adalah untuk memiliki persekutuan yang baik dengan Tuhan.
Seringkali kelaparan hati tersebut mendorongnya pada hal-hal duniawi yang buruk untuk memuaskan 'jeritan hati'
di dalam dirinya.
Terima Kasih

CREDITS: This presentation template was


created by Slidesgo, including icons by Flaticon
and infographics & images by Freepik

Anda mungkin juga menyukai