Anda di halaman 1dari 18

Brucellosis

I NENGAH KERTA BESUNG


Menurut FAO, WHO, OIE : penyakit zoonosis yang
tersebar secara meluas di dunia
Peraturan Menteri Pertanian No. 3238/Kpts/PD.630/9/2009:
penyakit yang termasuk dalam Penyakit Hewan
Karantina Golongan II
Direktorat Jenderal Peternakan melalui SK No. 59 Tahun
2007, ditetapkan sebagai penyakit hewan menular
strategis
Menyerang
sapi
domba
kambing
babi
anjing dan berbagai hewan lain.

Kebanyakan dari kasus penyakit ini tidak menunjukkan


gejala klinis atau sub klinis, namun hewan yang terserang
dapat berperan sebagai agen penularan.
Kejadian Brucellosis di Tanzania berkisar antara 12 – 20 %
Malaysia mulai tahun 1979 telah telah menurun tahun 1996 kasus penyakit
meledak 13%. Tahun 2005 dengan program vaksinasi dan eradikasi kasus
dapat ditekan menjadi 1,8%.

Brucellosis di Indonesia bersifat endemis dan kadang-kadang muncul sebagai


epidemi pada sapi perah di Jakarta, Bandung, Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Prevalensi kejadian Brucellosisdi Pulau Madura tahun 2011 adalah sebesar 0.04%
Secara serologis kejadian brucellosis telah ditemukan di beberapa pulau di
Indonesia, yaitu di pulau Sumatera, Jawa, Sulawesi
Pulau Bali, Pulau Lombok, Kalimantan dan Pulau Sumatra bagian tengah
dinyatakan bebas brucellosis.
Etiologi
Brucellosis
abortus
melitensis
suis
ovis
Secara genetik dan imunologi semua species dalam anggota genus Brucella terkait erat
Umumnya disebabkan oleh Brucella abortus.
Bakteri Gram Negatif yang berbentuk coccobacillus ini, bersifat patogen intraselular fakultatif
dan mempunyai 9 biovar Brucella abortus (1-9), namun diantara biovar perbedaannya hanya
sedikit.
Ketahanan kuman
Kuman tahan : kondisi lingkungan dengan kelembaban tinggi,
suhu rendah,
dan tidak ada sinar matahari

organisme ini dapat bertahan hidup selama beberapa bulan dalam air,
fetus abortus, manure, wol, jerami, lumpur peralatan dan pakaian.
Brucella mampu bertahan pada kondisi kering, terutama bila ada
bahan organik dan dapat bertahan hidup dalam debu dan tanah
Patogenisitas
Brucellosis sanngat terkait dengan produksi lipopolysaccharida
yang tersusun oleh Poly N-formyl perosamine O chain, Cu- Zn
superoxide dismutase, erythrulose phosphate dehydrogenase.

Bersifat bakteri intraseluler inhibitor monofosfat adenine dan


guanin Menghambat fagositosis.

Perlindungan kekebalan yang diberikan oleh antibodi untuk


lipopolisakarida dan sel T dimediasi oleh aktivasi makrofag yang
dipicu oleh protein antigen
Faktor Resiko
Cara Penularan
B. abortus biasanya ditularkan melalui kontak dengan plasenta, janin
dan cairan vagina

Sumber penularan : urin, susu, air mani, tinja dan cairan hygroma.
Infeksi biasanya terjadi melalui peroral dan melalui selaput lendir,
kulit yang rusak.
Meskipun kelenjar susu biasanya sebagai tempat predileksi selama
infeksi, juga bisa terinfeksi melalui kontak langsung, kemudian
bakteri shedding dalam susu.
Penularan bisa terjadi pada saat proses perkawinan karena bakteri
juga ada dalam uterus yang terinfeksi. Penularan melalui inseminasi
buatan pernah dilaporkan karena semen telah terkontaminasi. B.
abortus dapat menyebar melalui muntahan, pakan dan air
Kesehatan masyarakat : sumber penularan makanan (foodborne
transmission) misalnya susu segar atau produk susu seperti mentega, krim
atau es krim, keju lunak dari susu yang terkontaminasi
Bakteri ini mampu bertahan pada suhu rendah terutama dibawah titik beku,
oleh karena itu produk olahan dari susu yang terkontaminasi menjadi
sumber penularan ke manusia yang mengkonsumsinya. Daging, jerohan dan
organ seperti hati paru-paru dan ginjal mempunyai resiko lebih kecil sebagai
sumber penularan, karena biasanya dikonsumsi dalam kondisi matang
Gejala Klinis
• Masa inkubasi dua sampai tiga minggu, bahkan lebih sampai beberapa bulan.
• Demam undulant,
• demamnya intermitten dan reintermitten dengan tanda malaise, anorexia, kalau
tidak segera diobati maka akan persisten sampai beberapa minggu bahkan
beberapa bulan.
• hewan dapat mengakibatkan abortus lebih dari 90% kasus,
infertilitas/sterilitas, lahir mati atau lemah, penurunan produksi susu, dan
orchitis, epididimitis, pada sapi jantan.
• Tingkat keparahan kejadian penyakit pada hewan tergantung pada status
vaksianasi, usia, jenis kelamin, manajemen peternakan, dan tingkat
kepadatannya.
• Kemungkinan aborsi lebih banyak pada hewan yang tidak dilakukan vaksinasi.
• Setelah beberapa kali keguguran, atau adanya gangguan kelahiran, perlekatan
plasenta juga sering terjadi, selain gejala diatas pada hewan juga pernah
dilaporkan terjadi gejala artritidis, tendovaginitis, bursitidis, sedangkan hewan
jantan bisa terjadi epididimitidis
Uji MRT
• Deteksi brucelosis secara MRT dilakukan dengan
menambahkan 30 μl antigen MRT (BBlitvet) ke dalam tabung
yang telah diisi 1 ml susu yang telah disimpan dalam refrigerator
sekurang-kurangnya 24 jam.
• Tabung diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 jam.

Uji MRT dinyatakan negatif jika lapisan krim di bagian atas


berwarna putih dan bagian susu pada bagian Bawah berwarna biru
semua. Reaksi positif MRT ditandai dengan cincin krim berwarna
biru dan susu bagian bawah berwarna putih
DIAGNOSIS
Bakteriologi
Kehadiran bakteria Brucella abortus cara isolasi bakteria dari plasenta, perut dan paru-paru fetus yang
gugur.
Bakteria ini kadangkala bisa diisolasi dari susu lembu dan sekresi dari ambing yang tidak mengeluarkan
susu.

Serologi
Ujia serologi :RBPT, ELISA dan CFT.
Selain dari serum, sampel cairan vagina juga boleh diguna untuk ujian ELISA.

Uji pada susu untuk screening Screning dengan MRT


Uji CFT
1. Setiap lubang cawan micro yang mempunyai dasar berbentuk U (U bottom) pada baris A
masing-masing diisi serum sebanyak 0,05 ml (termasuk serum kontrol negatif dan
positif), kemudian diinaktivasi pada suhu 58°C selama 30 menit di dalam penangas air.
2. Setiap lubang cawan kecuali baris A di isi pengencer Barbital Buffer Saline (BBS)
sebanyak 0,025 mi.
3. Serum di encerkan dalam BBS dengan cara memindahkan 0,025 ml serum dari A ke
lubang cawan di baris B, begitu seterusnya sampai baris H, sehingga diperoleh enceran
serum 1/2, 1/4, 1/8, 1/16 dan seterusnya .
4. Setiap lubang cawan mikro mulai baris C sampai dengan H masing-masing diisi antigen
sebanyak 0,025 ml.
5. Mulai baris B sampai dengan H masing-masing lubang ditambah 0,025 ml komplemen.
6. Semua lubang pada baris B ditambah pengencer 0,025 ml dan digunakan sebagai kontrol
terhadap adanya aktivitas antikomplementer .
7. Cawan-cawan ini kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 30 menit.
8. Setiap lubang cawan mulai dari baris B sampai dengan H masing-masing ditambah 0,025 ml
eritrosit yang telah disensitifkan dengan hemolisin . Selanjutnya diinkubasikan pada temperatur
37°C selama 30 menit sambil dikocok dengan alat pengocok (shaker)
9. Cawan-cawan mikro diputar pada kecepatan 2000 rpm selama 5 menit atau didiamkan pada suhu
4°C semalam, lalu hasil reaksinya dibaca dengan kriteria sebagai berikut :

Negatif (-) :Terjadi hemolisis sempurna, cairan dalam lubang cawan berwarna merah, tidak ada endapan
eritrosit didasar cawan .
+(+1) :Terjadi hemolisis hampir sempurna, cairan dalam cawan berwama merah, ada sedikit eritrosit
didasar cawan .
++(+2) :Sebagian besar hemolisis, cairan berwarna merah, endapan eritrosit agak melebar dengan tepi
rata .
+++(+3) :Sebagian eritrosit tidak lisis, warna cairan agak merah, endapan eritrosit terlihat jelas .
++++(+4) : Tidak terjadi hemolisis, cairan dalam cawan bening, endapan eritrosit terlihat nyata dengan
batas pinggir rata .

Interpretasi hasil uji pengikatan komplemen Hasil reaksi ditentukan berdasarkan terjadinya 50%
hemolisis pada pengenceran serum tertinggi . Serum dengan 'titer CFT 1/4 atau lebih dikategorikan
positif
Penanggulangan

Daerah Bebas
lakukan lalu lintas ternak secara ketat,
Sapi yang akan masuk harus dari daerah bebas atau setelah diuji secara serologi
2x berturut turut selang sbeulan dinyatakan negatif

Daerah endemis
• Angka kejadiannya tidak lebih dari 0,2% dari populasi
• Ujian serologi dilakukan secara berkala pada setiap kelompok
• Lakukan vaksinasi dengan vaksin Brucella Strain RB51 selama 3 tahun berturut-
turut.
• Semua reaktor tersebut dimusnahkan
• Sapi yang masuk hendaklah berasal dari daerah bebas atau sudah divaksinasi
Pengobatan
Doksisiklin, rifampisin, streptomisin atau sulfa
Dalam jangka waktu yang panjang.

Pengendalian
Pengendalian brucellosis pada kejadian lebih dari 2% dilakukan
dengan test and slaughter
• Lakukan uji serologi secara menyeluruh setiap 4 bulan
• Reaktor disingkirkan
• Yang negatif biarkan hidup

Anda mungkin juga menyukai