Anda di halaman 1dari 26

HIPERTENSI

KELOMPOK 6

Ratri Oktaria Jasmine 20180302110


Acnes Christina S. 20180302115
Feiga Maharani 20180302120
Kristina 20180302
Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90
mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI,
2014).
Pedoman berbasis bukti dari Komite Nasional Bersama
(JNC) Eight Report (James et al., 2014) tentang manajemen
tekanan darah tinggi pada orang dewasa menunjukkan
bahwa orang dewasa berusia lanjut 60 tahun atau lebih tua
harus diobati dengan obat jika tekanan darah mereka
melebihi 150/90, yang menetapkan batas yang lebih tinggi
untuk perawatan dari pedoman sebelumnya 140/90.
Klasifikasi Hipertensi
Menurut The Seventh Report of Joint National Committee
on Prevention, Detection, Evaluation and the Treatment of
High Blood Pressure.
Kategori Sistolik Diastolik

Optimal 115 atau kurang 75 atau kurang

Normal Kurang dari 120 Kurang dari 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi tahap I 140 – 159 90 – 99

Hipertensi tahap II Lebih dari 160 Lebih dari 100

Sumber : Cobanian, 2003


WHO (World Health Organization) dan ISH (International Society of
Hypertension) mengelompokan hipertensi sebagai berikut

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah Tekanan Darah Diastolik


Sistolik (mmHg) (mmHg)
Hipertensi berat ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sedang 160-179 100-109
Hipertensi ringan 140-159 90-99
Hipertensi perbatasan 140-149 90-94
Hipertensi sistolik perbatasan 140-149 < 90
Hipertensi sistolik terisolasi > 140 < 90
Normotensi < 140 < 90
Optimal < 120 < 80

Suparto, 2010
Patofisiologi Hipertensi
Pengaturan tekanan darah adalah proses yang kompleks menyangkut
pengendalian ginjal terhadap natrium dan retensi air, serta pengendalian
sistem saraf terhadap tonus pembuluh darah. Terdapat dua faktor utama
yang mengatur tekanan darah, yaitu darah yang mengalir dan tahanan
pembuluh darah perifer (Baradero,2005).
Tubuh memiliki 3 metode pengendalian tekanan darah :
 Pertama adalah reseptor tekanan di berbagai organ yang dapat
mendeteksi perubahan kekuatan maupun kecepatan kontraksi jantung,
serta resistensi total terhadap tekanan tersebut.
 Kedua adalah ginjal yang bertanggung jawab atas penyesuaian
tekanan darah dalam jangka panjang melalui sistem renin-angiotensin
yang melibatkan banyak senyawa kimia.
 Kemudian sebagai respons terhadap tingginya kadar kalium atau
angiotensin, steroid aldosteron dilepaskan dari kelenjar adrenal, yang
salah satunya berada dipuncak setiap ginjal, dan meningkatkan retensi
(penahanan) natrium dalam tubuh (Kowalski, 2010).
Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang dipompakan oleh
ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan denyut jantung. Tahanan
vaskuler perifer berkaitan dengan besarnya lumen pembuluh darah perifer.
Makin sempit pembuluh darah, makin tinggi tahanan terhadap aliran darah,
makin besar dilatasinya makin tinggi kurang tahanan terhadap aliran darah.
Jadi, semakin menyempit pembuluh darah, semakin meningkat tekanan
darah.
Dilatasi dan konstriksi pembuluh-pembuluh darah dikendalikan oleh sistem
saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin. Apabila sistem saraf simpatis
dirangsang, katekolamin, seperti epinefrin dan norepinefrin akan
dikeluarkan. Kedua zat kimia ini menyebabkan kontriksi pembuluh darah,
meningkatnya curah jantung, dan kekuatan kontraksi ventrikel. Sama
halnya pada sistem renin-angiotensin, yang apabila distimulasi juga
menyebabkan vasokontriksi pada pembuluh-pembuluh darah
(Baradero, 2005).
Gejala Hipertensi
 Beberapa gejala yang dirasakan yaitu nyeri kepala, lesu, pusing,
pandangan kabur, muka yang terasa panas atau telinga mendenging,
dan Hipertensi sering terjadi bersamaan dengan ketegangan mental,
stress, dan gelisah. Gelisah berkepanjangan atau kronis, atau mudah
tersinggung sering ditemukan pada pengidap hipertensi. Di pihak lain,
enselopati hipertensi sering menimbulkan gejala mengantuk,
kebingungan, gangguan penglihatan, mual, dan muntah (Agoes, A dkk,
2009).
 Pada hipertensi sekunder, yang diakibatkan penyakit lain, seperti tumor
(freomositoma) terdapat keringat berlebihan. Peningkatan frekuensi
denyut jantung, rasa cemas yang hebat, dan penurunan berat badan
 Sebaliknya pada sindrom Cushing, terjadi pertambahan berat badan,
lesu, pertumbuhan rambut abnormal di tubuh, dan pada wanita
menstruasi dapat terhenti dan terbentuk garis-garis pigmentasi di
dinding perut. Hiperparatiroidisme dengan peningkatan kadar kalsium
akan menimbulkan gejala berupa lesu, peningkatan berkemih,
konstipasi atau pembentukan batu ginjal (Agoes, A dkk, 2009).
Komplikasi Hipertensi
 Penyakit jantung
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan
resisten terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri
sehingga beban jantung berkurang. Sebagai akibatnya, terjadi
hipertropi terhadap ventrikel kiri untuk meningkatkan kontraksi.
Hipertropi ini ditandai dengan ketebalan dinding yang
bertambah, fungsi ruang yang memburuk dan dilatasi ruang
jantung. Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk
mempertahankan curah jantung dengan hipertropi
kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dan dilatasi “
(payah jantung)”. Jantung semakin terancam seiring parahnya
aterosklerosis koroner (Shanty, 2011).
 Stroke
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke
yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. 30 Jenis stroke yang
paling sering sekitar 80% kasus adalah stroke iskemik. Stroke ini
terjadi akibat aliran darah di arteri otak terganggu dengan
mekanisme yang mirip dengan gangguan aliran darah di arteri
koroner saat serangan jantung atau angina. Otak menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi.
Sedangkan stroke hemoragik sekitar 20% kasus timbul pada
saat pembuluh darah di otak atau di dekat otak pecah, penyebab
utamanya adalah tekanan darah tinggi yang parsisten. Hal ini
menyebabkan darah meresap ke ruang diantara sel-sel otak.
Walaupun stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun
komplikasinya dapat menjadi lebih serius (Marliani dan Tantan,
2007).
 Ginjal
Komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam
ginjal mengalami atherosclerosis karena tekanan darah terlalu tinggi
sehingga aliran darah ke ginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat
melaksanakan fungsinya. Fungsi ginjal adalah membuang semua
bahan sisa dari dalam darah. Bila ginjal tidak berfungsi, bahan sisa
akan menumpuk dalam darah dan ginjal akan mengecil dan berhenti
berfungsi (Marliani dan Tantan, 2007).

 Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri
di mata, sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada
mata yang sensitive terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit
vascular retina. Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan
merupakan indikator awal penyakit jantung. Oleh karena itu, dokter
lain akan melihat bagian belakang mata anda dengan alat yang
disebut oftalmoskop (Marliani dan Tantan, 2007).
Faktor Resiko Hipertensi
Faktor resiko yang berhubungan dengan kejadian hipertensi
digolongkan ke dalam 2 faktor yaitu :

1. Faktor yang tidak dapat dikontrol (Mayor) antara lain:


 Genetik
Sekitar 70-80% penderita hipertensi esensial ditemukan riwayat
hipertensi dalam keluarganya. Di dalam keluarga, apabila riwayat
hipertensi didapatkan pada kedua orang tua maka dugaan
hipertensi esensial akan menjadi lebih besar (Battegay, 2007).
Hipertensi juga banyak dijumpai pada penderita yang kembar
monozigot apabila salah satunya menderita hipertensi maka yang
lainnya akan menderita hipertensi (Dan L. Longo, 2012). Dugaan
ini mendukung bahwa faktor genetik mempunyai peran yang kuat
dalam terjadinya hipertensi.
 Jenis kelamin
Hipertensi lebih mudah terjadi pada laki-laki daripada
perempuan. Hal ini terjadi karena laki-laki memiliki banyak
faktor resiko untuk terjadinya hipertensi, seperti stress,
kelelahan dan pola makan tidak terkontrol. Adapun hipertensi
pada perempuan peningkatan resiko yang sangat curam
setelah terjadi setelah masa menopause (Sherwood, L 2014).

 Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang yang berkulit
hitam daripada orang yang berkulit putih. Sampai saat ini,
belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, pada
orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah
dan sensitivitas terhadap vasopresin lebih besar (Armilawaty,
2007).
 Umur
Semakin bertambahnya umur, maka akan semakin besar
pula resiko untuk menderita tekanan darah tinggi. Hal ini juga
berhubungan dengan regulasi hormon yang berbeda
(Sherwood, L, 2010).
Hipertensi dianggap sebagai faktor resiko utama terjadinya
penyakit jantung pada lansia, hal ini disebabkan oleh
kekakuan pada arteri sehingga tekanan darah cenderung
meningkat.
Menurut Departemen Kesehatan tahun 2010 prevalensi
hipertensi pada usia lebih dari 50 tahun berkisar antara 15%-
20% (Depkes RI, 2010). Kondisi yang berkaitan dengan usia
ini adalah produk samping dari keausan arteriosklerosis dari
arteri-arteri utama, terutama aorta, dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri
ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta kehilangan
daya penyesuaian diri. Dinding, yang kini tidak elastis, tidak
dapat lagi mengubah darah yang keluar dari jantung menjadi
aliran yang lancar. Hasilnya adalah gelombang denyut yang
tidak terputus dengan puncak yang tinggi (sistolik) dan
lembah yang dalam (diastolik) (Wolff. Hanns P, 2008).
2. Faktor yang dapat dikontrol (Minor) antara lain:

 Konsumsi garam (Natrium) berlebih


Garam khususnya kandungan sodium di dalamnya
berkontribusi pada peningkatan tekanan darah. Konsumsi
sodium akan mengaktifkan mekanisme vasopresor dalam sistem
saraf pusat dan menstimulasi terjadinya retensi air yang
berakibat pada peningkatan tekanan darah (Dirksen et al.,2000).
Garam secara osmotik mempunyai sifat menahan air, akan
meningkatkan volume darah dan secara jangka panjang
berperan terhadap tekanan darah (Sherwood, L 2010). Konsumsi
garam yang berlebihan mengakibatkan retensi cairan dengan
sendirinya akan menaikkan tekanan darah. Sebaiknya hindari
pemakaian garam yang berlebihan atau makanan yang
diasinkan (Battegay et al., 2007). Makanan asin dan makanan
yang diawetkan adalah makanan dengan kadar natrium tinggi
 Konsumsi Makanan Manis Dan Tinggi Energi
Makanan atau minuman manis mengandung unsur karbohidrat
sederhana yang menghasilkan energi tinggi. Kelebihan konsumsi
energi dan aktivitas fisik yang rendah merupakan faktor penting yang
menyebabkan epidemik obesitas. Menurut penelitian Johnson, dosis
fruktosa yang tinggi (10% air menghasilkan ½ asupan energi,
dibandingkan dengan jumlah fruktosa yang biasa dikonsumsi 60%)
dapat meningkatkan tekanan darah dan perubahan mikrovaskular.
Fruktosa (gula sederhana yang menghasilkan rasa manis), tidak
memberikan efek kepuasan setelah makan.
Seseorang yang mengkonsumsi makanan atau minuman manis
tidak akan merasa puas dan akan makan terus menerus. Konsumsi
yang berlebihan akan meningkatkan asupan energi yang selanjutnya
disimpan tubuh sebagai cadangan lemak. Penumpukan lemak tubuh
pada perut akan menyebabkan obesitas sentral, sedangkan
penumpukan pada pembuluh darah akan menyumbat peredaran
darah dan membentuk plak (aterosklerosis) yang berdampak pada
hipertensi dan jantung koroner (Aisyiyah, 2009).
 Konsumsi Lemak
Kebiasaan mengkonsumsi lemak jenuh erat kaitannya
dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya
hipertensi (BPS, 2015). Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan
kenaikan tekanan darah (Sugiharto, 2007).

 Zat Gizi Mikro


Zat gizi mikro yang berperan dalam hipertensi essensial
adalah asupan natrium, kalium, magnesium dan vitamin C.
Konsumsi natrium berlebih dapat meningkatkan tekanan darah.
Magnesium merupakan zat gizi yang memiliki fungsi untuk
membantu relaksasi otot jantung. Menurut US Departement of
Health and Human Service, hipomagnesemia sering ditemukan
pada penderita tekanan darah tinggi (Houston, 2011 & Choi,
2015).
Mikronutrien yang berperan dominan dalam patogenesis
hipertensi essensial adalah kalsium dan magnesium. Penelitian
tahun 2002 yang dimuat dalam American Journal Clinical
Nutrition menyatakan bahwa efek penurunan kadar magnesium
di dalam tubuh terjadi pada wanita yang telah mengalami
menopause (Joffres et al., 2010). Kerja duet dari magnesium
dan kalsium inilah yang berguna untuk mempertahankan irama
jantung tetap normal dengan relaksasi dan kontraksi otot
jantung.Asupan Magnesium dan kalsium dapat juga
berpengaruh terhadap tekanan darah, namun pengaruhnya akan
terlihat jika digabung antara asupan magnesium dan kalsium.
 Obesitas
Obesitas merupakan ciri khas dari populasi hipertensi, telah
dibuktikan pula bahwa faktor obesitas mempunyai kaitan erat
dengan terjadinya hipertensi pada beberapa tahun kedepan
(Triangto, 2014).

Menurut Hull, perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan


antara kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu
terjadinya resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf
simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan perubahan fisik pada
ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan insulin
plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya
reabsorpsi natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus
menerus (Sheldon, 2005).
 Olahraga
Olahraga aerobik, seperti bersepeda, jogging, dan berjalan kaki
yang teratur dapat memperlancar peredaran darah sehingga dapat
menurunkan tekanan darah (Triangto, 2014). Pada orang yang tidak
aktif melakukan kegiatan fisik cenderung mempunyai frekuensi
denyut jantung yang lebih tinggi. Hal tersebut mengakibatkan otot
jantung bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras
usaha otot jantung dalam memompa darah, makin besar pula
tekanan yang dibebankan pada dinding arteri sehingga
meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan kenaikkan
tekanan darah (Sugiharto, 2007).
 Merokok Dan Konsumsi Alkohol
Rokok mengandung zat berbahaya yang salah satunya
berdampak pada peningkatan tekanan darah. Kandungan nikotin
dalam rokok dapat meningkatkan denyut jantung dan
menyebabkan vasokonstriksi perifer, yang akan meningkatkan
tekanan darah arteri pada jangka waktu yang pendek, selama
dan setelah merokok (Black J.M, 2005).
 Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui
aktivitas saraf simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah
secara bertahap. Apabila stress menjadi berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal ini secara pasti
belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang
diberikan pemaparan terhadap stress ternyata membuat
binatang tersebut menjadi hipertensi (Ramayulis R, 2010).
Pencegahan
Pencegahan hipertensi juga bisa dilakukan dengan latihan
aerobik karena dapat menurunkan tekanan darah 5-7 mmHg
pada orang dewasa dengan hipertensi. Direkomendasikan agar
berolahraga dengan frekuensi 3-4 hari per minggu selama
minimal 12 minggu pada orang dewasa dengan hipertensi.
Joint National Commite 8 (JNC 8), Lifestyle Work Group dan
American Heart Association (AHA) merekomendasikan pasien
hipertensi untuk terlibat dalam intensitas latihan aerobik moderat
(40% sampai sampai <60% VO2max) sedangkan JNC 7 tidak
menentukan intensitas latihan. Contoh kegiatan aerobik dapat
berupa berjalan, jogging, bersepeda, dan berenang setidaknya
30 menit per hari (Pescatello LS, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
 Agoes, A dkk 2013, Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Faktor Resiko
Hipertensi dengan Kejadian Hipertensi Pada Lansia di Dinoyo RW II Malang.
 Aisyiyah, F.N. (2009). Faktor Risiko Hipertensi pada Empat Kabupaten/Kota
dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi di Jawa dan Sumatera
http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/12249/BAB%20II
%20Tinjauan%20P ustaka_I09fna.pdf
 Armilawaty. 2007. Hipertensi dan Faktor Risikonya dalam Kajian
Epidemiologi. Bagian Epidemiologi FKM UNHAS : Makassar
 Badan Pusat Statistik, 2015. Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014, Jakarta :
Badan Pusat Statistik.
 Baradero, M, et al. (2005). Prinsip dan Praktek Keperawatan Perioperatif.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta
 Battegay, Edouard J. LIP, Gregory L.H. Bakris, George S. 2007. Hypertension
: Principles And Practice : Definition And Classification Hypertension . United
States of America : Taylor & Francis Group pp. 17
 Black, J. M., Hawks, J. H. 2005. Medical Surgical Nursing Clinical Management fo
Positive Outcames ed.7. Winslad: Elseiver Saunders
 Chobanian AV, et al: The Seventh Report of the Joint National Committee on the
Prevention, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7 report, JAMA
289:2560, 2003.
 Dan L. Longo, Dennis L. Kasper, J. Larry Jameson, Anthony S. Fauci, Stephen L.
Hauser, Joseph Loscalzo. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 18 th ed. USA: Mc
Graw Hill; 2012.
 Depkes RI. 2010. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
 Dirksen, S. R., & Lewis, S. M. (2000). Nursing management breast didorders. In Lewis,
S. M., Heitkemper, M. M., Dirksen, S. R (Edt), Medical surgical nursing. USA: Mosby
 Houston, M. 2011. The Role of Magnesium in Hypetension and Cardiovascular Disease.
The Journal of Clinical Hypertension. 13(4): 843-847
 James, P. A., Oapril, S., Carter, B., L., Cushman, W., C., Himmelfarb, C. D., Handler, J.,
et al. 2013, 2014, Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood
Pressure in Adults Report From the Panel Members Appointed to the Eight Joint
National Commite (JNC 8), JAMA, doi: 10.1001.
 Joffres MR, Reed DM, Yano K. Relationship of magnesium intake and other dietary
factors to blood pressure : The Honolulu Heart Study. Am J Clin Nurt [ serial online]
2010; 45:469-75. Available from : URL :http://www.ajcn.org
 Kemenkes RI. 2016. Situasi Lanjut Usia (Lansia) di Indonesia. Infodatin
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
ISSN 2442-7659.
 Kowalski, Robert. 2010. Terapi Hipertensi: Program 8 minggu Menurunkan
Tekanan Darah Tinggi. Alih Bahasa: Rani Ekawati. Bandung: Qanita Mizan
Pustaka
 Marliani dan Tantan, 2007, 100 Question & Answer Hipertensi, PT. Elex
Media Komputindo, Jakarta.
 Ramayulis, R 2010, Menu dan resep untuk penderita hipertensi, Penebar
Plus+ , Jakarta
 Pescatello LS, MacDonald HV, Lamberti L, Johnson BT. Exercise for
hypertension: a prescription update integrating existing recommendations
with emerging research. Curr Hypertens Rep. 2015;17(87):3-6.
 Shanty, Meita. 2011. Penyakit yang Diam-Diam Mematikan. Javalitera:
Jogjakarta
 Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem..Edisi 8. Jakarta:
EGC
 Sheldon, G. S. (2005). Mayo Clinic Hipertension. Jakarta: Intisari
Mediatama
 Sugiharto A. 2007. “Faktor-Faktor Resiko Hipertensi Grade II Pada
Masyarakat”. Tesis. Semarang : Universitas Diponegoro.
 Suparto. 2010. Hubungan Faktor Risiko Penyakit Hipertensi pada
Masyarakat di Kecamatan Jatipuro Kabupaten Karanganyar. [Thesis].
Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
 Triangto, M. (2014). Jalan Sehat dengan Sports Therapy. Jakarta:
Kompas.
 Wolff, Hanns Peter, 2008.Hipertensi, PT Bhuana Ilmu Populer,
Gramedia,

Anda mungkin juga menyukai