Anda di halaman 1dari 8

Kelompok 4

914320095 Putu Ayu Karisma


1914320096 Putu Ayu Pratami
1914320097 Rahma Setyawati Inna Putri
1914320098 Raodatul jannah
1914320099 Ray Rex Pratama Lumenta
1914320100 Rian Fitrah Fadhilah
1914320101 Ryan Ananta Fahrezy
Tarigan1914321914320102 Sapriani Susilawati

1914320103 Sesilia Ines Lete Boro


1914320104 Sri Nurfia
1914320105 Tiffany Patricia Yuniangri Dangga
1914320106 Vindy Stazia Ginal Sambari
18D10109 Saniba Kabes
A. Latar Belakang
Gastroschisis merupakan defek dinding abdomen
yang sering terjadi pada bayi dengan angka insidens mencapai 1: 10.000 setiap 100.000
kelahiran bayi.Pada Pasien neonatus dengan gastroschisis memerlukan operasi urgent
untuk penutupan defek din-ding abdomen agar usus yang terekspose dapat cepat ditutup
sehingga kehilangan cairan dan kehilangan panas tubuh dari organ viscera dapat diatasi.
Selain manajemen cairan, manajemen termoregulasi untuk mencegah terjadinya hipotermi.
Banyak faktor yang menyebabkan hilangnya panas tubuh dan menyebabkan hipotermia
pada neonatus dengan gastroschisis, termasuk lingkungan yang dingin, perbedaan ratio
antara luas permukaan tubuh dengan berat badan, kurangnya lemak subkutan, rendahnya
kemampuan menggigil terhadap respon dingin serta organ viscera yang
terekspos.Hipotermia dapat menyebabkan terlambatnya pemulihan anestesi, koagulopati,
dan terlambatnya penyembuhan luka yang pada akhirnya meningkatkan lamanya
perawatan rumah sakit.
B. Kasus
Neonatus usia 1 hari bayi cukup bulan – sesuai
masa kehamilan (39 minggu) dilahirkan dari ibu
dari P1000 lahir secara spontan per vaginam di
Puskesmas dengan pertolongan bidan nilai Apgar
8/10 dengan gastroschisis akan menjalani oper-
asi siloplasty (gambar 1) . Sebelumnya ibu pasien
tidak melakukan pemeriksaan ANC secara teratur.
Keluhan tekanan darah tinggi, kaki bengkak, nyeri
kepala dan ulu hati tidak pernah dikeluhkan oleh
ibu pasien. Ibu pasien hamil baru pertama kali.
Sewaktu kehamilan ini ibu pasien sering mengkon-
sumsi Paracetamol karena sering mengeluh sakit
kepala. Riwayat penyakit sistemik, alergi dan oper-
asi sebelumnya tidak ada. Pasien mendapat terapi
IVFD D5 ¼ Saline 180ml/24 jam dan Ceftriaxone
150 mg tiap 12 jam. Pasien dengan berat badan
2800 gram, panjang badan 46 cm, FLACC Score 0,
temperatur axilla 36,7°C. Respirasi 60 kali/menit,
nadi 140 kali/menit, kelainan VACTERL gastro-
schisis. Hasil laboratorium dalam batas normal.
C. Penata Laksanaan Anestesi
Penatalaksanaan anestesi yang pertama adalah pasien dilakukan pemasangan infus
dan pemberian cairan untuk melakukan rehidrasi dengan kristaloid 10 ml/kgbb
dengan tujuan untuk mencukupi cairan intravaskular sebelum dimulai proses
induksi. Manajemen termoregulasi dimulai preoperatif dengan mencegah terjadinya
kehilangan panas tubuh dari organ viscera yang terekspose. Pasien dilakukan
pemasangan OGT untuk dekompresi lambung.
- Premedikasi diberikan pemberian sulfas atropin 0,1 mg.
- Induksi dilakukan dengan oksigen: sevoflurane, lalu diberikan analgetik fentanyl 5
mcg dan dilakukan intubasi dengan ETT nomer 3 non cuff setelah sebelumnya
diberikan pelumpuh otot atracurium 2 mg.
- Anestesi dipelihara dengan oksigen: udara: sevoflurane.
- Operasi berlangsung selama 45 menit, durante operasi hemodinamik stabil,
dimana nadi dan saturasi didapatkan dalam rentang normal.
Suhu tubuh dipertahankan normotermia. Terapi cairan menggunakan cairan infus
yang telah dihangatkan. Durante operasi didapatkan hasil urine 1 ml/kgbb/jam.
Setelah operasi selesai pasien dilakukan ekstubasi setelah sadar penuh dengan
pernafasan spontan regular dan pergerakan aktif dari keempat ekstremitas dengan
saturasi oksigen perifer yang baik dan hemodinamik yang stabil.
Manajemen termoregulasi untuk mencegah hipotermi pada pasien
neonatus dengan operasi gastrochisis :
1. Pada preoperatif pasien diberikan cairan kristaloid 10ml/kgbb untuk
rehidrasi.
2. Manajemen awal pada pasien
dengan gastroschisis menutupi usus yang terekspose dengan kassa yang
sudah dibasahi dengan
NaCl 0,9% hangat
3. Pada intra op, Bayi harus
selalu ditutupi termasuk ketika proses operasi
sedang berlangsung. Bagian kepala merupakan
bagian permukaan terbesar untuk kehilangan
panas Tutupi usus dengan kassa yang telah diberi
NaCl 0,9% hangat
4. Suhu ruangan operasi dibuat tidak terlalu rendah
5. Hindari
kontak langsung dengan meja operasi yang tidak
dialasi karena akan membuat kehilangan panas
melalui proses konduksi.
6. Maintenance cairan diberikan cairan yang telah dihangatkan
Hilangnya panas pada neonatus terjadi melalui proses evaporasi,
konduksi, radiasi, konveksi.
1. Secara konduksi, kehilangan panas dapat dicegah dengan
memanaskan cairan
intravena dan larutan irigasi
2. Secara radiasi, Menghangatkan ruangan
operasi akan mengurangi kehilangan panas secara radiasi. Menutupi
tubuh akan mengurangi kehilan-
gan panas melalui konveksi dan radiasi.
3. Secara evaporasi, penanganan hipotermi dilakukan dengan Ada
beberapa metode untuk mempertahankan
suhu tubuh neonatus termasuk menutup bagian
tubuh dengan plastik, menutupi kepala dengan
penutup kepala, meletakan lapisan penghangat dibawah neonatus,
menaikkan suhu ruan-
gan, dan melapisi bayi dengan blanket warmer
4. pemberian asam amino
akan menghasilkan kenaikan sampai lima kali lipat
dalam pembentukan panas sewaktu anestesi umum
D. Kesimpulan

Pada pasien neonatus dengan gastroschisis memerlukan operasi


darurat agar usus yang terekspos dapat cepat ditutup sehingga
kehilangan cairan dan kehilangan panas tubuh dari organ
viscera dapat diatasi. Kehilangan panas dapat terjadi melalui
proses evaporasi, konveksi, konduksi, dan radiasi. Kompensasi
utama untuk neonatus terhadap udara dingin adalah
nonshivering termogenesis. Manajemen termoregulasi untuk
mencegah hipotermia disamping manajemen cairan memegang
peranan penting dalam menentukan outcome pasien
gastroschisis.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai