Berhubungan dengan Gangguan Gizi Ibu saat Hamil Autisme Pengertian • Autis adalah suatu gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan perkembangan fungsi psikologis yang meliputi gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Autis merupakan gangguan perkembangan kompleks yang muncul tiga tahun pertama kehidupan akibat gangguan neurologi yang mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan perawatan yang serius oleh tenaga ahli (Alexander, K. et al 2007). Etiologi • Penyebab autis sangat kompleks, yang telah diketahui sekarang adalah karena adanya gangguan pada fungsi susunan syaraf pusat. Gangguan fungsi ini diakibatkan karena kelainan struktur otak yang mungkin terjadi pada saat janin usia dibawah 3 bulan. Ibu mungkin mengidap virus TORCH (tokso, rubella, cytomegalic, herpes), mengkonsumsi makanan yang mengandung zat kimia yang mengganggu pertumbuhan sel otak, menghirup udara beracun, mengalami pendarahan hebat. Faktor genetic juga memegang peran terhadap munculnya autism. Diperkirakan kehidupan manusia yang terlalu banyak memakai zat kimia beracun dapat menyebabkan mutase kelainan genetic. Pencernaan yang buruk juga memegang peran yang penting, seringkali adanya jamur yang terlalu banyak di usus sehingga menghambat sekresi enzim. Usus tidak dapat menyerap sari-sari makanan tetapi berubah menjadi “morfin” yang mempengaruhi perkembangan anak. Gejala Gangguan Perkembangan Autism Beberapa gejala yang dapat diamati dan perlu diwaspadai menurut usia adalah : Usia 2-3 tahun Usia 0-6 bulan • Tidak berminat atau bersosialisasi • Bayi Nampak terlalu tenang terhadap anak-anak lain • Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik • Tidak ada kontak mata • Gerakan tangan dan kaki berlebihan • Tidak pernah focus terutama bila mandi • Kaku terhadap orang lain • Tidak pernah terjadi kontak mata atau • Senang digendong dan malas senyum secara social menggerakkan tubuhnya • Bila digendong mengepal tangan atau menegangkan kaki secara berlebihan Usia 4-5 tahun Usia 6-12 bulan • Suka berteriak-teriak • Kalau digendong kaku atau tegang • Suka membeo atau menirukan • Tidak tertarik pada mainan suara orang atau mengeluarkan • Tidak bereaksi terhadap suara atau suara-suara aneh • Gampang marah atau emosi kata apabila rutinitasnya diganggu dan • Selalu memandang suatu benda atau kemauannya tidak dituruti tangannya sendiri secara lama (akibat • Agresif dan mudah menyakiti diri terlambat dalam perkembangan motoric halus dan kasar) sendiri Faktor Resiko Autisme Adapun beberapa resiko autism, dapat dikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan atau prenatal, persalinan atau perinatal dan periode usia bayi atau neonatal (Judarwanto, 2006). Periode usia bayi atau neonatal Periode kehamilan atau prenatal Dalam kehidupan awal di usia Faktor-faktor pada periode ini adalah peningkatan usia bayi, beberapa gangguan yang ayah dan ibu, primipara (wanita yang telah melahirkan terjadi dapat mengakibatkan seorang anak), perdarahan antepartum akibat gangguan pada otak yang akhimya placentae previa dan abruptio placentae, medikasi dapat beresiko untuk terjadinya selama kehamilan, pre-eklampsia, infeksi, serta stress gangguan autisme. Kondisi atau selama melahirkan (Guinchat dkk, 2012 dan Judarwanto, 2006) gangguan yang beresiko untuk terjadinya autisme adalah prematuritas, alergi makanan, Periode persalinan atau perinatal kegagalan kenaikan berat badan, Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko kelainan bawaan seperti kelainan terjadinya autisme adalah pemotongan tali pusat jantung kongenital, kelainan genetik, terlalu cepat, asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE kelainan metabolik, serta gangguan rendah < 7), komplikasi selama persalinan, lamanya persalinan, persalinan yang cepat, letak presentasi bayi neuroiogi seperti trauma kepala, saat lahir, kelahiran yang diinduksi, kelahiran dengan kejang otot atipikal, kelemahan otot .seclio cesarea, usia kehamilan dibawah 35 minggu dan (Judarwanto, 2006 berat bayi lahir rendah dibawah 2500 gram (Guinchat dkk, 2012; Judarwanto, 2006; dan Larsson dkk, 2005). • Deteksi Dini Gangguan Perkenbangan Autism • Agar dapat melakukan deteksi dini, orang tua perlu mengetahui dan memahami apa yang menjadi penyebab autism, mengetahui bagaimana perkem-bangan ikatan emosional yang normal pada anak usia di bawah tiga tahun yang dapat diamati dari perilaku anak terhadap orang lain, dan mengetahui gejala-gejala autism pada anak di bawah usia tiga tahun. Dengan mengetahui penyebab autism, orangtua dapat menelusuri kembali pengalaman-pengalaman ibu pada saat hamil, melahirkan dan setelah kelahiran anak tersebut. Hal ini dalam rangka mengetahui apakah anak beresiko tinggi terhadap autism atau tidak. Dengan mengetahui perkembangan ikatan emosional anak terhadap orang lain, orangtua dapat memantau perkembangan anak apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak. Adapun pengetahuan mengenai gejala autism pada masa bayi (0 – 2 tahun) dan masa toddler (2 – 3 tahun) dapat digunakan orangtua untuk lebih mempertajam deteksi dini. Setelah orangtua melakukan deteksi dini secara kasar dan ternyata anak diduga mengalami autism, orangtua dapat membawa anak ke psikiater/dokter anak agar anak mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan cermat. Setelah diketahui bahwa ternyata anak mengalami autism, psikiater/dokter anak mungkin akan merujuk ke psikolog dan ahli terapi guna dapat menyusun program intervensi dini yang sesuai untuk anak yang bersangkutan secara terpadu. Penanganan Penanganan • Evidance Based • Dari hasil penelitian (Sari, D. P., Novitrie, A., & Latifah, L. (2021)) didapatkan bahwa, terdapat hubungan antara kontak mata, pemahaman, emosi, bicara dengan interaksi sosial dari penderita autis. Untuk itu, tenaga kesehatan perlu melakukan interaksi sosial dengan penderita autis terutama dengan pendekatan melalui bicara karena dapat melatih anak autis dalam mengingat dan meningkatkan kemampuan bahasanya. Interaksi sosial anak autis dapat di ajarkan secara awal oleh terapis perilaku yang nantinya di ajarkan oleh terapis kepada orang tua dan keluarga untuk dilakukan di rumah kepada anak autis tersebut agar dapat membantu mempercepat kemajuan perkembangan sosialnya. Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) Pengertian Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau dalam istilah kedokteran lebih dikenal dengan singkatan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah salah satu masalah psikiatri utama yang sering ditemukan pada anak. Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu gangguan perkembangan neurobiologis yang ditandai oleh kekurang-mampuan memusatkan perhatian, dan/ atau hiperaktivitas-impulsivitas yang lebih berat dibandingkan dengan anak-anak sebayanya. Karakteristik ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) Menurut DSM IV (dalam Baihaqi & Sugiarman, 2006: 8) kriteria ADHD adalah sebagai berikut : Kurang Perhatian Pada kriteria ini, penderita ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-gejala berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. • Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan kegiatan-kegiatan lainnya. • Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau kegiatan bermain. • Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung • Seringkali tidak mengikuti baik-baik intruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan sekolah, pekerjaan, atau tugas ditempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan atau gagal untuk mengerti intruksi). • Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan • Sering kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan, misalnya kehilangan permainan; kehilangan tugas sekolah; kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lainnya. • Seringkali menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang menyentuh usaha mental yang didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau pekerjaan rumah. • Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan • Sering lekas lupa dan menyelesaikan kegiatan sehari-hari. Hiperaktivitas Impulsifitas Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya bertahan selama paling sedikit 6 sampai dengan tingkat yang maladaptif dan tidak dengan tingkat perkembangan. Hiperaktivitas • Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi • Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya dimana diharapkan anak tetap duduk • Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi dimana hal ini tidak tepat. (pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang subjektif) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan senggang secara tenang • Sering bergerak atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor, dan Sering berbicara berlebihan Impulsifitas • Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai • Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran • Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya memotong pembicaraan atau permainan Faktor-faktor Penyebab ADHD • Faktor genetik (Keturunan), Dari penelitian faktor keturunan pada anak kembar dan anak adopsi, tampak bahwa faktor keturunan membawa peran sekitar 80%. Dengan kata lain bahwa sekitar 80% dari perbedaan antara anak-anak yang mempunyai gejala ADHD di kehidupan bermasyarakat akan ditentukan oleh faktor genetik. Anak dengan orang tua yang menyandang ADHD mempunyai delapan kali kemungkinan mempunyai resiko mendapatkan anak ADHD. Namun, belum diketahui gen mana yang menyebabkan ADHD (Paternotte&Buitelaar, 2010). • Faktor Fungsi otak, pada anak ADHD perkembangan sistem pengereman di otak lebih lambat, dan juga dengan kapasitas yang lebih kecil. Sistem penghambat atau pengereman di otak bekerja kurang kuat atau kurang mencukupi. • Faktor Lingkungan, Saat ini tidak lagi diperdebatkan apakan ADHD disebabkan oleh lingkungan ataukah gen, namun sekarang lebih mengarah pada bagaimana hubungan atau interaksi yang terjadi antara faktor genetik dan lingkungan. Dengan kata lain, ADHD juga bergantung pada kondisi gen tersebut dan efek negatif lingkungan, bila hal ini terjadi secara bersamaan maka dapat dikatakan bahwa lingkungan penuh resiko. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan secara luas, termasuk lingungan psikologis (relasi dengan orang lain, berbagai kejadian dan penanganan yang telah diberikan), lingkungan fisik (makanan, obat-obatan, menyinaran), lingkungan biologis ( cedera otak, radang otak, komplikasi saat melahirkan) (Paternotte&Buitelaar, 2010:18). Penatalaksanaan • ADHD merupakan gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi lainnya di dunia seperti American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (AACAP), penanganan anak dengan ADHD dilakukan dengan pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal. Tujuan utama penanganan anak dengan ADHD ialah: • Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri. • Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai dengan tingkat perkembangan anak. Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini maka terapi yang diberikan dapat berupa obat, diet, latihan, terapi perilaku, terapi kognitif dan latihan keterampilan sosial; Sumber : • Judarwanto W. 2006. Pencegahan Autis Pada Anak. • Kolevzon A, Gross R, Reichenberg A. 2007. Prenatal and Perinatal Risk Factor for Autism. ARCH PEDIATR ADOLESC MED 161 : 326-333 • Gardener H, Spiegelman D, Buka SL. 2009. Prenatal Risk Factors for Autism : Comprehensive Meta-Analysis 195 : 7-14 • Sari, D. P., Novitrie, A., & Latifah, L. (2021). Analisis penatalaksanaan Interaksi Sosial pada Anak Autis dengan Menggunakan Metode Social Story di Klinik Shally Autis Center Palembang Tahun • Eapen V, Mabrouk AA, Zoubeidi T, Sabri S, Yousef S, Al-Ketbi J, et al. Epidemiological study of attention deficit hyperactivity disorder among school children in the United Arab Emirates. Journal of Medical Sciences. 2009; 2(3): 119-27. • Saputro D. ADHD (attention deficit/hyperactivity disorder). Jakarta: Sagung Seto; 2009 • Sugiarmin M. Bahan ajar anak dengan attention defisit hyperactivity disorder. PBL, 2007; p. 1-5.