Anda di halaman 1dari 15

2.

Gangguan Perkembangan Balita yang


Berhubungan dengan Gangguan Gizi Ibu saat Hamil
Autisme
Pengertian
• Autis adalah suatu gangguan perkembangan
pervasif pada anak yang ditandai dengan
perkembangan fungsi psikologis yang meliputi
gangguan dan keterlambatan dalam bidang
kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan
interaksi sosial. Autis merupakan gangguan
perkembangan kompleks yang muncul tiga tahun
pertama kehidupan akibat gangguan neurologi
yang mempengaruhi fungsi otak dan memerlukan
perawatan yang serius oleh tenaga ahli
(Alexander, K. et al 2007).
Etiologi
• Penyebab autis sangat kompleks, yang telah diketahui sekarang
adalah karena adanya gangguan pada fungsi susunan syaraf
pusat. Gangguan fungsi ini diakibatkan karena kelainan struktur
otak yang mungkin terjadi pada saat janin usia dibawah 3 bulan.
Ibu mungkin mengidap virus TORCH (tokso, rubella, cytomegalic,
herpes), mengkonsumsi makanan yang mengandung zat kimia
yang mengganggu pertumbuhan sel otak, menghirup udara
beracun, mengalami pendarahan hebat. Faktor genetic juga
memegang peran terhadap munculnya autism. Diperkirakan
kehidupan manusia yang terlalu banyak memakai zat kimia
beracun dapat menyebabkan mutase kelainan genetic.
Pencernaan yang buruk juga memegang peran yang penting,
seringkali adanya jamur yang terlalu banyak di usus sehingga
menghambat sekresi enzim. Usus tidak dapat menyerap sari-sari
makanan tetapi berubah menjadi “morfin” yang mempengaruhi
perkembangan anak.
Gejala Gangguan Perkembangan Autism
Beberapa gejala yang dapat diamati dan
perlu diwaspadai menurut usia adalah :
Usia 2-3 tahun
Usia 0-6 bulan • Tidak berminat atau bersosialisasi
• Bayi Nampak terlalu tenang terhadap anak-anak lain
• Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik • Tidak ada kontak mata
• Gerakan tangan dan kaki berlebihan • Tidak pernah focus
terutama bila mandi • Kaku terhadap orang lain
• Tidak pernah terjadi kontak mata atau • Senang digendong dan malas
senyum secara social menggerakkan tubuhnya
• Bila digendong mengepal tangan atau
menegangkan kaki secara berlebihan Usia 4-5 tahun
Usia 6-12 bulan • Suka berteriak-teriak
• Kalau digendong kaku atau tegang • Suka membeo atau menirukan
• Tidak tertarik pada mainan suara orang atau mengeluarkan
• Tidak bereaksi terhadap suara atau suara-suara aneh
• Gampang marah atau emosi
kata
apabila rutinitasnya diganggu dan
• Selalu memandang suatu benda atau
kemauannya tidak dituruti
tangannya sendiri secara lama (akibat
• Agresif dan mudah menyakiti diri
terlambat dalam perkembangan
motoric halus dan kasar) sendiri
Faktor Resiko Autisme
Adapun beberapa resiko autism, dapat dikelompokkan
dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan
atau prenatal, persalinan atau perinatal dan periode
usia bayi atau neonatal (Judarwanto, 2006).
Periode usia bayi atau neonatal
Periode kehamilan atau prenatal Dalam kehidupan awal di usia
Faktor-faktor pada periode ini adalah peningkatan usia bayi, beberapa gangguan yang
ayah dan ibu, primipara (wanita yang telah melahirkan terjadi dapat mengakibatkan
seorang anak), perdarahan antepartum akibat gangguan pada otak yang akhimya
placentae previa dan abruptio placentae, medikasi
dapat beresiko untuk terjadinya
selama kehamilan, pre-eklampsia, infeksi, serta stress
gangguan autisme. Kondisi atau
selama melahirkan (Guinchat dkk, 2012 dan
Judarwanto, 2006) gangguan yang beresiko untuk
terjadinya autisme adalah
prematuritas, alergi makanan,
Periode persalinan atau perinatal
kegagalan kenaikan berat badan,
Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko kelainan bawaan seperti kelainan
terjadinya autisme adalah pemotongan tali pusat
jantung kongenital, kelainan genetik,
terlalu cepat, asfiksia pada bayi (nilai APGAR SCORE
kelainan metabolik, serta gangguan
rendah < 7), komplikasi selama persalinan, lamanya
persalinan, persalinan yang cepat, letak presentasi bayi
neuroiogi seperti trauma kepala,
saat lahir, kelahiran yang diinduksi, kelahiran dengan kejang otot atipikal, kelemahan otot
.seclio cesarea, usia kehamilan dibawah 35 minggu dan (Judarwanto, 2006
berat bayi lahir rendah dibawah 2500 gram (Guinchat
dkk, 2012; Judarwanto, 2006; dan Larsson dkk, 2005).
• Deteksi Dini Gangguan Perkenbangan Autism
• Agar dapat melakukan deteksi dini, orang tua perlu mengetahui dan memahami
apa yang menjadi penyebab autism, mengetahui bagaimana perkem-bangan
ikatan emosional yang normal pada anak usia di bawah tiga tahun yang dapat
diamati dari perilaku anak terhadap orang lain, dan mengetahui gejala-gejala
autism pada anak di bawah usia tiga tahun. Dengan mengetahui penyebab
autism, orangtua dapat menelusuri kembali pengalaman-pengalaman ibu pada
saat hamil, melahirkan dan setelah kelahiran anak tersebut. Hal ini dalam rangka
mengetahui apakah anak beresiko tinggi terhadap autism atau tidak. Dengan
mengetahui perkembangan ikatan emosional anak terhadap orang lain, orangtua
dapat memantau perkembangan anak apakah sesuai dengan yang diharapkan
atau tidak. Adapun pengetahuan mengenai gejala autism pada masa bayi (0 – 2
tahun) dan masa toddler (2 – 3 tahun) dapat digunakan orangtua untuk lebih
mempertajam deteksi dini. Setelah orangtua melakukan deteksi dini secara kasar
dan ternyata anak diduga mengalami autism, orangtua dapat membawa anak ke
psikiater/dokter anak agar anak mendapatkan pemeriksaan yang lengkap dan
cermat. Setelah diketahui bahwa ternyata anak mengalami autism,
psikiater/dokter anak mungkin akan merujuk ke psikolog dan ahli terapi guna
dapat menyusun program intervensi dini yang sesuai untuk anak yang
bersangkutan secara terpadu.
Penanganan
Penanganan
• Evidance Based
• Dari hasil penelitian (Sari, D. P., Novitrie, A., & Latifah, L.
(2021)) didapatkan bahwa, terdapat hubungan antara
kontak mata, pemahaman, emosi, bicara dengan
interaksi sosial dari penderita autis. Untuk itu, tenaga
kesehatan perlu melakukan interaksi sosial dengan
penderita autis terutama dengan pendekatan melalui
bicara karena dapat melatih anak autis dalam mengingat
dan meningkatkan kemampuan bahasanya. Interaksi
sosial anak autis dapat di ajarkan secara awal oleh
terapis perilaku yang nantinya di ajarkan oleh terapis
kepada orang tua dan keluarga untuk dilakukan di rumah
kepada anak autis tersebut agar dapat membantu
mempercepat kemajuan perkembangan sosialnya.
Gangguan pemusatan perhatian dan
hiperaktivitas (GPPH)
Pengertian
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) atau
dalam istilah kedokteran lebih dikenal dengan singkatan ADHD
(Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah salah satu
masalah psikiatri utama yang sering ditemukan pada anak.
Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH) adalah
suatu gangguan perkembangan neurobiologis yang ditandai oleh
kekurang-mampuan memusatkan perhatian, dan/ atau
hiperaktivitas-impulsivitas yang lebih berat dibandingkan dengan
anak-anak sebayanya.
Karakteristik ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder)
Menurut DSM IV (dalam Baihaqi & Sugiarman, 2006: 8) kriteria ADHD adalah sebagai berikut :
Kurang Perhatian
Pada kriteria ini, penderita ADHD paling sedikit mengalami enam atau lebih dari gejala-gejala
berikutnya, dan berlangsung selama paling sedikit 6 bulan sampai suatu tingkatan yang maladaptif
dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan.
• Seringkali gagal memerhatikan baik-baik terhadap sesuatu yang detail atau membuat
kesalahan yang sembrono dalam pekerjaan sekolah dan kegiatan-kegiatan lainnya.
• Seringkali mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap tugas-tugas atau
kegiatan bermain.
• Seringkali tidak mendengarkan jika diajak bicara secara langsung
• Seringkali tidak mengikuti baik-baik intruksi dan gagal dalam menyelesaikan pekerjaan
sekolah, pekerjaan, atau tugas ditempat kerja (bukan disebabkan karena perilaku melawan
atau gagal untuk mengerti intruksi).
• Seringkali mengalami kesulitan dalam menjalankan tugas dan kegiatan
• Sering kehilangan barang/benda penting untuk tugas-tugas dan kegiatan, misalnya kehilangan
permainan; kehilangan tugas sekolah; kehilangan pensil, buku, dan alat tulis lainnya.
• Seringkali menghindar, tidak menyukai atau enggan untuk melaksanakan tugas-tugas yang
menyentuh usaha mental yang didukung, seperti menyelesaikan pekerjaan sekolah atau
pekerjaan rumah.
• Seringkali bingung/terganggu oleh rangsangan dari luar, dan
• Sering lekas lupa dan menyelesaikan kegiatan sehari-hari.
Hiperaktivitas Impulsifitas
Paling sedikit enam atau lebih dari gejala-gejala hiperaktivitas impulsifitas berikutnya
bertahan selama paling sedikit 6 sampai dengan tingkat yang maladaptif dan tidak
dengan tingkat perkembangan.
Hiperaktivitas
• Seringkali gelisah dengan tangan atau kaki mereka, dan sering menggeliat di kursi
• Sering meninggalkan tempat duduk di dalam kelas atau dalam situasi lainnya
dimana diharapkan anak tetap duduk
• Sering berlarian atau naik-naik secara berlebihan dalam situasi dimana hal ini tidak
tepat. (pada masa remaja atau dewasa terbatas pada perasaan gelisah yang
subjektif) Sering mengalami kesulitan dalam bermain atau terlibat dalam kegiatan
senggang secara tenang
• Sering bergerak atau bertindak seolah-olah dikendalikan oleh motor, dan Sering
berbicara berlebihan
Impulsifitas
• Mereka sering memberi jawaban sebelum pertanyaan selesai
• Mereka sering mengalami kesulitan menanti giliran
• Mereka sering menginterupsi atau mengganggu orang lain, misalnya memotong
pembicaraan atau permainan
Faktor-faktor Penyebab ADHD
• Faktor genetik (Keturunan), Dari penelitian faktor keturunan pada anak kembar dan
anak adopsi, tampak bahwa faktor keturunan membawa peran sekitar 80%.
Dengan kata lain bahwa sekitar 80% dari perbedaan antara anak-anak yang
mempunyai gejala ADHD di kehidupan bermasyarakat akan ditentukan oleh faktor
genetik. Anak dengan orang tua yang menyandang ADHD mempunyai delapan kali
kemungkinan mempunyai resiko mendapatkan anak ADHD. Namun, belum
diketahui gen mana yang menyebabkan ADHD (Paternotte&Buitelaar, 2010).
• Faktor Fungsi otak, pada anak ADHD perkembangan sistem pengereman di otak
lebih lambat, dan juga dengan kapasitas yang lebih kecil. Sistem penghambat atau
pengereman di otak bekerja kurang kuat atau kurang mencukupi.
• Faktor Lingkungan, Saat ini tidak lagi diperdebatkan apakan ADHD disebabkan oleh
lingkungan ataukah gen, namun sekarang lebih mengarah pada bagaimana
hubungan atau interaksi yang terjadi antara faktor genetik dan lingkungan. Dengan
kata lain, ADHD juga bergantung pada kondisi gen tersebut dan efek negatif
lingkungan, bila hal ini terjadi secara bersamaan maka dapat dikatakan bahwa
lingkungan penuh resiko. Lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan secara luas,
termasuk lingungan psikologis (relasi dengan orang lain, berbagai kejadian dan
penanganan yang telah diberikan), lingkungan fisik (makanan, obat-obatan,
menyinaran), lingkungan biologis ( cedera otak, radang otak, komplikasi saat
melahirkan) (Paternotte&Buitelaar, 2010:18).
Penatalaksanaan
• ADHD merupakan gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi
klinis beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat
diakui untuk menyembuhkan anak dengan ADHD secara total.
Berdasarkan National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi
lainnya di dunia seperti American Academy of Child and Adolescent
Psychiatry (AACAP), penanganan anak dengan ADHD dilakukan dengan
pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang
multidisiplin dan multimodal.
Tujuan utama penanganan anak dengan ADHD ialah:
• Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya
sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri.
• Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga
terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang sesuai
dengan tingkat perkembangan anak.
Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini
maka terapi yang diberikan dapat berupa obat, diet, latihan, terapi
perilaku, terapi kognitif dan latihan keterampilan sosial;
Sumber :
• Judarwanto W. 2006. Pencegahan Autis Pada Anak.
• Kolevzon A, Gross R, Reichenberg A. 2007. Prenatal and Perinatal Risk
Factor for Autism. ARCH PEDIATR ADOLESC MED 161 : 326-333
• Gardener H, Spiegelman D, Buka SL. 2009. Prenatal Risk Factors for
Autism : Comprehensive Meta-Analysis 195 : 7-14
• Sari, D. P., Novitrie, A., & Latifah, L. (2021). Analisis penatalaksanaan
Interaksi Sosial pada Anak Autis dengan Menggunakan Metode Social
Story di Klinik Shally Autis Center Palembang Tahun
• Eapen V, Mabrouk AA, Zoubeidi T, Sabri S, Yousef S, Al-Ketbi J, et al.
Epidemiological study of attention deficit hyperactivity disorder
among school children in the United Arab Emirates. Journal of
Medical Sciences. 2009; 2(3): 119-27.
• Saputro D. ADHD (attention deficit/hyperactivity disorder). Jakarta:
Sagung Seto; 2009
• Sugiarmin M. Bahan ajar anak dengan attention defisit hyperactivity
disorder. PBL, 2007; p. 1-5.

Anda mungkin juga menyukai