Anda di halaman 1dari 22

EPILEPSI

SISTEM PERSYARAFAN
01

02

03
PUTRI LUTFIAH SARI
\ 04

NIM : PO713202191044 05
TINGKAT III.B
06
KONSEP DASAR PENYAKIT
Definisi
 
 
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel (Tarwoto, 2007)

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-


gejala yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang
disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat
reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Lanjutan...

Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam


etiologi dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala
akibat lepas muatan listrik neron-neron otak secara berlebihan
dengan berbagai manifestasi klinik dan laboratorik.
Etiologi
 
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (idiopatik), sering
terjadi pada:
1. Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2. Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3. Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4. Demam ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5. Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah (Tarwoto, 2007).
 
Manifestasi Klinis
 
1. Manifestasi klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau
gangguan penginderaan
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-
bauan tak enak, mendengar suara gemuruh,mengecap sesuatu, sakit kepala
dan sebagainya)
Patofisiologi

Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan


sekaligus merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah
rangkaian berjuta-juta neuron. Pada hakekatnya tugas neuron ialah
menyalurkan dan mengolah aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu
dengan yang lain melalui sinaps. Dalam sinaps terdapat zat yang
dinamakan neurotransmiter. Asetilkolin dan norepinerprine ialah
neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA (gama-amino-
butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik sarafi
dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya
listrik di otak yang dinamakan fokus epileptogen.
Lanjutan...

Dari fokus ini aktivitas listrik akan menyebar melalui sinaps dan dendrit
ke neron-neron di sekitarnya dan demikian seterusnya sehingga seluruh
belahan hemisfer otak dapat mengalami muatan listrik berlebih (depolarisasi).
Pada keadaan demikian akan terlihat kejang yang mula-mula setempat
selanjutnya akan menyebar ke bagian tubuh/anggota gerak yang lain pada
satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran. Dari belahan hemisfer yang
mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat merangsang substansia
retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan menyebarkan impuls-
impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan terlihat
manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
Lanjutan...

Selain itu, epilepsi juga disebabkan oleh instabilitas membran sel


saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan. Hal ini
terjadi karena adanya influx natrium ke intraseluler. Jika natrium
yang seharusnya banyak di luar membrane sel itu masuk ke dalam
membran sel sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ion yang
mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang
mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan
depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Lanjutan...

Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksismal yang berlebihan


dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu
akibat suatu keadaan patologik. Aktivitas kejang sebagian
bergantung pada lokasi muatan yang berlebihan tersebut. Lesi di
otak tengah, talamus, dan korteks serebrum kemungkinan besar
bersifat apileptogenik, sedangkan lesi di serebrum dan batang otak
umumnya tidak memicu kejang. Di tingkat membran sel, sel fokus
kejang memperlihatkan beberapa fenomena biokimiawi, termasuk
yang berikut :
Lanjutan...
1. Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami
pengaktifan.\
2. Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan
menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara
berlebihan.
3. Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu
dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi
asam gama-aminobutirat (GABA).
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau
elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi
kelainan depolarisasi neuron. Gangguan keseimbangan ini menyebabkan
peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi
neurotransmitter inhibitorik.
Lanjutan...

Perubahan-perubahan metabolik yang terjadi selama dan segera setelah


kejang sebagian disebabkan oleh meningkatkannya kebutuhan energi akibat
hiperaktivitas neuron. Selama kejang, kebutuhan metabolik secara drastis
meningkat, lepas muatan listrik sel-sel saraf motorik dapat meningkat menjadi
1000 per detik.

Aliran darah otak meningkat, demikian juga respirasi dan glikolisis


jaringan. Asetilkolin muncul di cairan serebrospinalis (CSS) selama dan
setelah kejang. Asam glutamat mungkin mengalami deplesi (proses
berkurangnya cairan atau darah dalam tubuh terutama karena pendarahan;
kondisi yang diakibatkan oleh kehilangan cairan tubuh berlebihan) selama
aktivitas kejang.
Lanjutan...

 
Secara umum, tidak dijumpai kelainan yang nyata pada autopsi. Bukti
histopatologik menunjang hipotesis bahwa lesi lebih bersifat neurokimiawi
bukan struktural. Belum ada faktor patologik yang secara konsisten
ditemukan. Kelainan fokal pada metabolisme kalium dan asetilkolin dijumpai
di antara kejang. Fokus kejang tampaknya sangat peka terhadap asetikolin,
suatu neurotransmitter fasilitatorik, fokus-fokus tersebut lambat mengikat dan
menyingkirkan asetilkolin
Pemeriksaan penunjang 01

02

1. CT Scan dan Magnetik resonance imaging (MRI) untuk mendeteksi


lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan 03
degeneratif serebral. Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan
jaringan otak yang tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance 04
imaging (MRI) maupun kerusakan otak yang tak jelas tetapi
dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau perinatal dengan defisit
neurologik yang jelas 05

2. Elektroensefalogram(EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu 06


serangan
Lanjutan... 01

02

3. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah. 03


- mengukur kadar gula, kalsium dan natrium dalam darah
  04
- menilai fungsi hati dan ginjal
 
- menghitung jumlah sel darah putih (jumlah yang meningkat 05
menunjukkan adanya infeksi).
  06
- Pungsi lumbal utnuk mengetahui apakah telah terjadi infeksi otak
Penatalaksanaan 01

Manajemen Epilepsi :
02
 
a. Pastikan diagnosa epilepsi dan mengadakan explorasi etiologi dari
03
epilepsi
 
04
b. Melakukan terapi simtomatik
 
05
c. Dalam memberikan terapi anti epilepsi yang perlu diingat sasaran
pengobatan yang dicapai, yakni:
06
Lanjutan.... 01
 - Pengobatan harus di berikan sampai penderita bebas serangan.
02
 - Pengobatan hendaknya tidak mengganggu fungsi susunan
syaraf pusat yang normal. 03
 - Penderita dpat memiliki kualitas hidup yang optimal.
04
Ada empat obat yang ternyata bermanfaat untuk ini: fenitoin
(difenilhidantoin), karbamazepin, fenobarbital, dan asam 05
valproik. Kebanyakan pasien dapat dikontrol dengan salah satu
dari obat tersebut di atas. 06
Cara menanggulangi kejang epilepsi : 01
 
 
1. Selama Kejang 02
 
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang 03
ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan 04
 
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar
05
keras, tajam atau panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya 06
kesamping untuk mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
01
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras
diantara giginya, karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk
mencegah gigi klien melukai lidah, dapat diselipkan kain lunak disela 02
mulut penderita tapi jangan sampai menutupi jalan pernapasannya.
03
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda2 awal munculnya epilepsi
atau yg biasa disebut "aura". Aura ini bisa ditandai dengan sensasi aneh
seperti perasaan bingung, melayang2, tidak fokus pada aktivitas, 04
mengantuk, dan mendengar bunyi yang melengking di telinga. Jika
Penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti melakukan 05
aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
06
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang
terluka berat, bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2. Setelah Kejang
01
 
a. Penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang terjadi.
  02
b. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi.
Yakinkan bahwa jalan napas paten.
03
c. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal
  04
d. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba
setelah kejang
  05
e. Pasien pada saaat bangun, harus diorientasikan terhadap
lingkungan 06
 
f. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yg hilang
selama kejang dan biarkan penderita beristirahat.
01
g. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal),
coba untuk menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan 02
member restrein yang lembut

h. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting 03


untuk pemberian pengobatan oleh dokter.
04
i. Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut
penanganan medikamentosa dan perawatan belaka, namun yang lebih
penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak yang muncul 05
akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah
stigma masyarakat tentang penderita epilepsi 06
01

02

03

TERIMA KASIH 04

05

06

Anda mungkin juga menyukai