PERKAWINAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
KONSEP
HUKUM KELUARGA & PERKAWINAN
HUKUM
1. Sebagai seperangkat kaedah yang mengatur mengenai keluarga dan perkawinan.
2. Sebagai alat Social Control.
3. Sebagai alat Social Engineering.
4. Sebagai alat Social Empowering.
5. Sebagai bentuk Akomodasi sosial.
KELUARGA
Sebagai ruang lingkup materi, dalam pengertian sebagai kesatuan kemasyarakatan yang
organisasinya didasarkan atas perkawinan yang sah, idealnya terdiri dari bapak, ibu dan
anak-anaknya.
PERKAWINAN
Sebagai suatu hubungan hukum antara dua individu lain jenis yang sah dan sebagai dasar
pembentuk keluarga, dan selanjutnya Keluarga sebagai BASIC SOCIAL STRUCTURE
sistim sosial Indonesia.
MOTIF PERKAWINAN
MENGAPA ORANG MESTI KAWIN
ARTI PENTINGNYA PERKAWINAN
PERKAWINAN PERLU DIATUR
PERKAWINAN
BIOLOGIS GENETIS
SOSIOLOGIS POLITIS
RELIGIUS EKONOMIS
PSIKOLOGIS
ARAH POLITIK HUKUM PERKAWINAN
PERKAWINAN
Pembentuk susunan masyarakat beradab
Masyarakat
heterogin
Typologi sosial
Politik Hukum
Tap MPR IV/1973 Perubahan sosial
yang hakiki
Variasi sistem Kesadaran harus dilakukan
kemasyarakatan hukum rakyat Dengan “regeling”
Pluralisme
hukum
Pergolongan
rakyat
Pengertian Perkawinan
• Perkawinan adalah
• Calon suami dan calon • Perkawinan dilakukan tahapan circle of live
steri menyatakan saling menurut ketentuan
menerima satu kepada hukum fikh • Perkawinan merupakan
lainnya sebagai suami/
upacara rite de passage
isteri • Rukun perkawinan (krisisrites)
harus dipenuhi:
• Perkawinan dilakukan Calon Suami-isteri, • Perkawinan harus ada
dihadapan Pegawai Wali nikah, dua orang pengakuan atau
Catatan Sipil saksi dan ijab - kabul penerimaan masyarakat
• Dibuktikan dengan Akta • Perkawinan tidak • Perkawinan tidak
Perkawinan (dicatatkan mengharuskan adanya mengharuskan adanya
di Kantor Catatan Sipil) pencatatan perkawinan pencatatan perkawinan
MITSAQON GHALIZA
Begitu besarnya perubahan ini, sehingga Al Quran menyebut
Akad Nikah sebagai Mitsaqon Ghaliza, atau perjanjian yang
berat. Dalam Al Quran, kata Mitsaqon Ghaliza hanya
disebutkan tiga kali, yaitu ketika Allah SWT membuat
perjanjian dengan para Nabi dan Rasul Ulul Azmi [QS. Al-
Ahzab: 7], ketika Allah SWT mengangkat Bukit Tsur di atas
kepala Bani Israil dan menyuruh mereka bersumpah setia di
hadapan Allah [QS. An-Nisa: 154], dan ketika Allah SWT
menyatakan hubungan pernikahan [QS. An-Nisa: 21].
PENAFSIRAN
PASAL 2 UU NO. 1 TAHUN 1974
Pasal 2 UU No. 1 Tahun 1974
(1). Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu.
(2). Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kumulatif
Alternatif Kumulatif
Alternatif
Membolehkan
Pasal 7 ayat (2) Regeling op de Gemengde Huwelijken (GHR) atau Peraturan Perkawinan Campuran Stb.
1898 No. 158 dinyatakan bahwa “perbedaan agama, bangsa atau asal-usul” itu sama sekali tidak
merupakan penghalang untuk melangsungkan perkawinan, jadi ketentuan ini membuka seluas-
luasnya kemungkinan untuk mengadakan perkawinan antar pemeluk agama yang berbeda,
sekalipun dalam hal tertentu akan mengesampingkan ketentuan hukum agama. (Bandingkan
dengan prinsip yang dikandung dalam Pasal 66 UU No. 1 Tahun 1974).
PERKAWINAN DAN PENCATATAN
BAGI ALIRAN KEPERCAYAAN
Materiil Formil
Hanya berdasarkan penafsiran gramatical Berdasar atas penafsiran Sistematis
terhadap bunyi Pasal 2 ayat 1 UU No. 1 menurut Pasal 2 ayat 1 dan ayat 2 serta
Tahun 1974 saja tanpa memperhatikan syarat-syarat perkawinan, dan juga
syarat-syarat perkawinan dan ketentuan
ketentuan lainnya. PP 9 Tahun 1975.
• Perkawinan dilak-
Perkawinan dilaksanakan Tatacara perkawinan sanakan dihadapan
setelah 10 hari sejak dilakukan menurut Pegawai Pencatat
pengumuman oleh hukum masing- Perkawinan dan
Pegawai Pencatat masing agamanya dihadiri oleh dua
Perkawinan dan kepercayaannya orang saksi
itu (sesuai bunyi • Muslim dilakukan
Kurang dari 10 hari harus
Pasal 2 ayat 1 UU No. oleh Pejabat KUA
ada ijin dari Camat
1 Tahun 1974). • Non Muslim di-
atas nama Bupati
lakukan oleh Peja-
(Walikota).
bat Catatan Sipil.
SKEMA BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN 1974
MONOGAMI POLIGAMI
Pasal 3 ayat 1 UU No. 1 Th. 1974 Pasal 3 ayat 2 UU No. 1 Th. 1974
“seorang suami HANYA BOLEH…… Pengadilan dapat memberi ijin kepada
seorang isteri, ……(sebaliknya) Seorang suami utk beristri lebih dari satu …
Alasan Poligami
• Td dapat jalankan kewajiban suami isteri, cacat badan, td dapat melahirkan
Syarat-syarat Poligami
• persetujuan isteri, mampu ekonomi dan berlaku adil
TAHAPAN PELAKSANAAN PERKAWINAN
MENURUT UU NO. 1 TAHUN 1974
DAN PP.9 TAHUN 1975
TAHAPAN
PELAKSANAAN
PERKAWINAN
TAHAPAN TAHAPAN
PEMBERITAHUAN PENGUMUMAN TAHAPAN
KEHENDAK KEHENDAK PELAKSANAAN
MELANGSUNGKAN MELANGSUNGKAN PERKAWINAN
PERKAWINAN PERKAWINAN
Syarat Syarat
materiil formil
Pemberitahuan Penelitian
Berlaku umum Berlaku khusus syarat
Ke PPP
dan kelengkapan
lainnya
ANTARA ANTARA
KELUARGA ORANG
SEDARAH, SAMA KE-3 KALINYA
GARIS KE ATAS, ANTARA ATAU LEBIH
KE BAWAH, YANG
MENYAMPING, BERHUBUNGAN
HUBUNGAN SUSUAN ANTARA
SEMENDA, YANG MENURUT
DAN SAUDARA AGAMA
ISTERI BILA DILARANG
BERISTERI KAWIN
LEBIH DARI
SATU
KEDUDUKAN SYARAT
WALI WALI
BALIGH ISLAM
WALI MUKALAF
BERAKAL NASAB
SEHAT MUKALAF
MUSLIM
TIDAK KARENA WALI
PAKSAAN HAKIM ADIL
BERAKAL
SEHAT
TIDAK HARAM
DIKAWIN WALI PRIA DUA ORANG
MUHAKAM
ADIL
WALI NASAB
Wali Nasab adalah orang-orang yang terdiri dari keluarga calon mempelai wanita yang berhak
menjadi wali menurut urutan sederhananya sebagai berikut :
TUJUAN KEBENARAN
PENGUMUMAN OBYEKTIF
SOSIAL
KONTROL
URUSAN
UNTUK DITINDAKLANJUTI
KELUARGA
SESUAI KETENTUAN
HUKUM YANG BERLAKU
URUSAN
MASYARAKAT
URUSAN PENCEGAHAN
NEGARA PERKAWINAN
PELAKSANAAN PERKAWINAN
MENURUT PP. NO.9 TAHUN 1975
PELAKSANAAN
PERKAWINAN
10 HARI
SETELAH
PENGUMUMAN
PERGOLONGAN
RAKYAT
UU CATATAN SIPIL NASIONAL BELUM ADA OLEH KARENA ITU MASIH MENGGUNAKAN
STAATSBLAD DAN DITEGASKAN DENGAN S.E. MENDAGRI MENKEH. NO. J.A. 2/2/2/5
Pemdes 51/1/3 tanggal 29 Januari 1967 tentang pelaksanaan keputusan IPK
No. 127/u/Kep/12/1966 dan IPK No. 31/U/IN/12/1966
Isinya:
Di dalam kutipan akta perkawinan perkataan “golongan” pada “kepala” ikhtisar kutipan akta
Catatan sipil, diganti dengan istilah “Warga Negara Indonesia” dan untuk orang asing
Menggunakan “Warga Negara ….” Atau “Tanpa Kewarganegaraan”
TIDAK ADA LAGI PERGOLONGAN RAKYAT
PENCEGAHAN DAN PEMBATALAN PERKAWINAN
PERSAMAAN PERBEDAAN
ORANG-ORANG TATACARA
YANG BERHAK PERMOHONAN
MENGAJUKAN PEMBATALAN
PARA PEMBATALAN PERKAWINAN
KELUARGA PERKAWINAN
GARIS LURUS
KEATAS DARI
SUAMI ATAU
ISTERI DENGAN KE
ACARA PENGADILAN
ISI
ISTILAH PERJANJIAN
KAPAN
PERJANJIAN KAWIN
DIBUAT
PERKAWINAN
DIBUAT BENTUK
OLEH PERJANJIAN
CALON KAWIN
SEBELUM SUAMI
PERKAWINAN DAN
CALON AKTA
PADA SAAT ISTERI DIBAWAH
PERKAWINAN TANGAN
kesimpulan
Akibat persatuan untung dan rugi adalah bahwa
semua keuntungan yang dperoleh dan semua
kerugian yang diderita sepanjang perkawinan, menjadi
bagian dan beban suami-istri menurut perbandingan yang
sama b esarnya. Dengan demikian dalam persatuan
Untung dan rugi ada persatuan yang terbatas, yaitu:
bahwa hanya untung dan rugi (bersama) suami-istri
AKIBAT PERKAWINAN
HUBUNGAN ANTARA
HAK DAN KEWAJIBAN
ORANG TUA
SUAMI ISTERI
DENGAN ANAK
(Pasal 30 – Pasal 34
(Pasal 45-Pasal 49 UU
UU No. 1 Tahun 1974)
HARTA BENDA No. 1 Tahun 1974)
KEDUDUKAN ANAK
PERKAWINAN
(Pasal 43-44 UU
(Pasal 35-Pasal 37
No. 1 Tahun 1974)
UU No. 1 Tahun 1974)
AKIBAT PERKAWINAN
ASPEK MAKRO
KEWAJIBAN LUHUR ASPEK MIKRO
MENEGAKKAN RUMAH KEDUDUKAN
TANGGA YANG MENJADI SUAMI DAN ISTERI
SENDI DASAR DARI DI DALAM KELUARGA
SUSUNAN
MASYARAKAT
(PASAL 30 UU NO. 1
TAHUN 1974)
HUBUNGAN KEDUDUKAN
SUAMI ISTERI SUAMI ISTERI
SUAMI ISTERI
WAJIB SALING
CINTA SUAMI WAJIB JIKA SUAMI
MENCINTAI ISTERI WAJIB
MELINDUNGI SUAMI ISTERI ISTERI
HORMAT MENGATUR
ISTERI DAN HARUS MELALAIKAN
MENGHORMATI URUSAN
MEMBERIKAN MEMPUNYAI KEWAJIBAN
DAN MEMBERI RUMAH TANGGA
SEGALA KEDIAMAN MASING-MASING
BANTUAN DENGAN
KEPERLUAN YANG DAPAT
LAHIR BATIN SEBAIK-
HIDUP TETAP MENGAJUKAN
YANG SATU BAIKNYA
RUMAH TANGGA (Pasal 32 ayat (1) GUGATAN KE
KEPADA (Pasal 34 ayat
(Pasal 34 ayat UU No. 1 PENGADILAN
YANG LAINNYA (2) UU No. 1
(1) UU No. 1 Th. 1974) (Pasal 34 ayat (3)
(Pasal 33 UU Th. 1974)
Th. 1974) UU No.1 Th. 1974)
No. 1 Th. 1974)
CAKUPAN MATERI
HARTA BENDA PERKAWINAN
KELOMPOK WEWENANG
SUAMI ISTERI TANGGUNG JAWAB
HARTA BENDA SUAMI-ISTERI
PERKAWINAN ATAS HARTA BENDA
ATAS HUTANG-
PERKAWINAN
HUTANG DG PIHAK KETIGA
HARTA HARTA
HARTA HUTANG
BERSAMA PRIBADI HARTA HUTANG
SUAMI/ISTERI PRIBADI PRIBADI
Ps. 35(1) BERSAMA BERSAMA
SUAMI/ISTERI SUAMI/ISTERI
Ps. 35(2)
ATAS DASAR PASAL 66 UU NO. 1 TH. 1974 ATAS DASAR PASAL 67 UU NO. 1 TH. 1974
Sejauh sudah diatur Sejauh belum Belum ada Ada P.P nya
Berlaku ketentuan baru diatur P.P nya Berlaku ketentuan baru
BERLAKU
PERATURAN LAMA
KESIMPULAN
UU NO. 1 TH. 1974 SEBAGAI KENYATAAN ADA DAN SUDAH DIBERLAKUKAN SECARA NASIONAL
PENAFSIRAN BERLAKUNYA HUKUM HARTA BENDA
PERKAWINAN
MENURUT UU NO. 1 TH. 1974 DALAM PRAKTEK
Gol. Cina berlaku Gol. Indonesia asli Pts. MARI No. 2690/K/Pdt/’85
K.U.H. Perdata Berlaku Hukum Adat Menyatakan bahwa UU No. 1 Th. 1974 sebagai
Hukum nasional mengikuti sistem Hk. Adat
Pendapat Soebekti
Pts. MARI No. 726/Sip/76 Pts. MARI No. 263/Sip/76 UU No.1 Th. 1974 mendasarkan atas asas
Tgl. 15 Feb ’76 Tgl. 13 Nop. ’78 Hukum Adat, walau peraturan pelaksanaannya
UU No. 1 Th. 1974 belum Penjualan harta bersama Belum ada
Ada PP yang mengganti Harus dengan
KUHPerdata, maka Persetujuan isteri atau Pendapat Tahir Tungadi
Diberlakukannya peraturan Hadir waktu jual beli UU No.1 Th. 1974 dilaksanakan secara terbatas
lama diadakan Hanya bagi mereka yang menikah setelah
Berlakunya UU No.1 Th. 1974
KEDUDUKAN ANAK
STATUS ATAU POSISI ANAK DALAM
KELUARGA
PASAL 42,43 DAN 44 UU NO.1 TH. 1974
PENGERTIAN PEMBUKTIAN
ANAK YANG SAH ASAL-USUL ANAK
Pasal 42 UU No. 1 Pasal 55 (1)-(3)
Th. 1974 UU N. 1 Th. 1974
KEDUDUKAN KEDUDUKAN
ANAK YANG LAHIR HAK ANAK ANGKAT
DILUAR PENYANGKALAN Pasal 66 UU No. 1
PERKAWINAN SUAMI ATAS ANAK Th. 1974
Pasal 43 ayat (1) YANG DILAHIRKAN Berlaku peraturan
UU No. 1 Th. 1974 OLEH ISTRINYA lama
KARENA ZINA
Pasal 44 ayat (1) dan
Ayat (2) UU No. 1
Th. 1974
LOGIKA SISTEMNYA
ANAK SAH PENYANGKALAN SUAMI
ANAK LUAR KAWIN PENGAKUAN ANAK
KEPASTIAN HUKUMNYA DENGAN PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK
SKEMA
LOGIKA SISTEM KEDUDUKAN ANAK
KEDUDUKAN ANAK
ANTARA KONSEP BIOLOGIS DAN KONSEP YURIDIS
ANAK ANGKAT
ANAK YANG ANAK LUAR
Hukum Islam SAH KAWIN
Memandang Anak yang
Hanya Anak kandung Tidak sah
Merupakan
Solidaritas
sosial
PEMBUKTIAN
ASAL-USUL ANAK
PENGERTIAN ANAK YANG SAH
Pasal 42 UU No. 1 Th. 1974
INDIKATOR
SINGLE PARENT
HANYA MEMPUNYAI HUBUNGAN HUKUM KEPERDATAAN
DENGAN IBUNYA DAN KELUARGA IBUNYA SAJA
KUHPerdata
-Pengakuan anak dibolehkan apabila si ibu memberikan persetujuan (Ps. 284)
-Hasil dari overspel tidak dapat diakui (Ps. 283)
HAK PENYANGKALAN SUAMI ATAS SAHNYA ANAK YANG
DILAHIRKAN OLEH ISTERINYA KARENA ZINA
Pasal 44 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 1 Tahun 1974
APABILA ANAK
KEDUDUKAN ANAK TIDAK MEWARIS ANGKATNYA
ANGKAT TIDAK SAMA HARTA ORANG TUA PEREMPUAN
DENGAN ANAK KANDUNG ANGKAT WALINYA TETAP
ORANG TUA
PEMBUKTIAN ASAL-USUL ANAK
Pasal 55 UU No. 1 Tahun 1974
Anak belum berumur 18 th atau belum kawin di bawah kekuasaan orang tua dan orang tua mewakili anak di
dalam dan di luar Pengadilan (Ps. 47 UU No. 1 Th. 1974).
Orang tua menguruskan harta anak-anaknya oleh karena itu mereka dilarang memindahkan hak atau
menggadaikan barang-barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum dewasa, kecuali bila kepentingan
anak itu menghendaki (Ps. 48 UU No. 1 Th. 1974)
Salah satu atau kedua-duanya dari orang tua dapat dicabut kekuasaan orang tuanya, bila ia lalai atau berlaku
buruk sekali, dan walau telah dicabut kekuasaan orang tuanya, tetap wajib memberi nafkah dan
memelihara anak-anaknya.
KEWAJIBAN ORANG TUA
Pasal 45 (1) dan (2) UU No. 1/’74
Kekuasaan orang
Sampai anak
Walau perkawinan kedua tua sebagai suatu
Melangsungkan Sampai anak
orang tuanya putus dan hak
perkawinan Dapat berdiri
sendiri Putusnya perkawinan tidak
Menghentikan kewajiban Kekuasaan orang
Orang tua tua atas diri
Pribadi anak
INDIKATOR DEWASA
UU No. 1 Th. 1974
KUHPerdata,
Hukum Islam,
Hukum Adat
BELUM TELAH
DEWASA DEWASA
KARENA KEMATIAN
KARENA PERCERAIAN
SALAH SATU ATAU ATAS KEPUTUSAN
Pasal 38-41 UU No. 1
KEDUA-DUANYA DARI PENGADILAN
Th. 1974 jo. Pasal 14-38
SUAMI ISTERI Pasal 38 UU No. 1
PP. No. 9 Th. 1975 jo.
Pasal 38 UU No. 1 Th. 1974 Th. 1974 jo. Pasal 113 KHI
Pasal 113-162 KHI
Jo. Pasal 113 KHI
AKIBAT HUKUMNYA
1. TERHADAP HUBUNGAN SUAMI ISTERI
2. TERHADAP HARTA BENDA PERKAWINAN
(Harta bersama)
3. TERHADAP HUBUNGAN ANTARA ORANG TUA
DENGAN ANAK-ANAKNYA (Kekuasaan Orang Tua)
4. TERHADAP HUBUNGAN DENGAN PIHAK KETIGA
Harus diperhatikan ketentuan UU No. 1 Tahun 1974 dan PP. No. 9 Tahun 1975 sebagai
Aturan pelaksanaannya bersifat umum berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia sedangkan
KHI merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus berlaku bagi Warga Negara Indonesia
Sedangkan KHI merupakan ketentuan hukum yang bersifat khusus berlaku bagi
Warga Negara Indonesia yang beragama Islam
PUTUSNYA PERKAWINAN KARENA PERCERAIAN
PASAL 38-PASAL 41 UU NO. 1 TAHUN 1974
Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi
dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan
Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain
alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya
Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau hukuman yang lebih berat
setelah perkawinan berlangsung
Salah satu pihak melakukan kekeaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain
Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat
tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan
akan hdup rukun lagi sebagai suami stri
KHULUK
Talak tebus,perceraian atas dasar persetuajuan suami-istri dg disertai tebusan harta/uang dari istri
SYIQAQ
Perselisihan suami-istri yg diselesaikan dua HAKAM pihak suami/istri
FASAKH
atas permintaan salah satu pihak oleh Hakim karena salah satu pihak ada cela atau tertipu
TAK’LIK TALAK
Janji talak yg digantungkan pd keadaan tertentu dimasa datang
ILA’
Suami bersumpah utk tdk mencampuri istrinya (td. Talak atau cerai)
ZHIHAR
Suami bersumpah bahwa Istrinyaitu baginya sama dg punggung ibunya, dg sumpah itu berarti
Telah menceraikan istrinya
LI’AN
Laknat atau sumpah, suami menuduh istrinya berzina tanpa bukti cukup
MURTAD
KEMATIAN
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
KARENA KEMATIAN
HUBUNGAN TERHADAP
HATA BENDA HUB. ORANG
SUAMI ISTRI PERKAWINAN TUA DG ANAK PIHAK KETIGA
Suami thd istri (biaya • Harta pribadi • Hubungan spt Utang setelah cerai
hidup dan lannya suami/istri tetap tidak terjadi menjadi
psl. 41 UU 1/74): utang pribadi
mut’ah,nafkah, dikuasai masing perceraian
maskan & kiswah masing • KHI: yang berhutang
selama iddah, mahar • Harta bersama Anak yg belum Utang sebelum
yang atau sudah cerai Utang
terutang,nafkah
suami-istri
dibagi mumayiz pribadi
iddah kecuali istri
nusyuz, nafkah masing-masing • Yang berhak atas tanggung
lampau yang hadhanah jawab pribadi
separuh
terutang • Yang wajib atas dan utang
Istri thd suami: td.
bersama
biaya hadhanah tanggung
menerima pinangan dan nafkah
pria lain selama jawab bersama
masa iddah • Kalau ada
Perselisihan
hal diatas dengan
keputusan
pengadilan
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN
ATAS KEPUTUSAN PENGADILAN
TERHADAP ANAK HAK-HAK SUAMI & TERHADAP PIHAK
ISTRI YANG
KETIGA
BERIKTIKAD BAIK
Tetap sbg. Anak sah dan
memiliki hubungan
hukum dengan • Ada iktikad (subyektif) Tidak berlaku surut bagi
bapak dan ibunya. baik ada akibat hukum pihak ketiga dan
persetujuan yang
seperti pada perceraian dibuat tetap sah
(ada harta besama)
• Tidak ada iktikad baik Prinsip aktiva dan pasiva
(Perkawinan rangkap) dalam pelunasan
hutang
tidak ada harta bersama.
• Tidak ada iktikad baik, Hutang pribadi menjadi
maka kerugian yang tanggungjawab pribadi
timbul, jadi tanggung yang berhutang
jawab yang beriktikad
baik
PERWALIAN & PENUNJUKANNYA
TERJADINYA SAAT ORANG TUA MENINGGAL DUNIA ATAU DICABUT KEKUASAAN
ORANG TUA
ATAS ANAK YANG BELUM DEWASA
PASAL 50 - PASAL 54 UU NO. 1 TAHUN 1974
Pencabutan
Wali dan perwalian Penunjukan wali Kewajiban wali
Kekuasaan wali
SYARAT- YG DENGAN
Kewajiban wali Hak wali KEPUTUSAN
SYARAT MENGAJUKAN
PENGADILAN