RATU ANDINI 181560111095 NIDIA YOLANDA Apa itu ICU?? ICU Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri, dengan staf yang terlatih dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan memberikan terapi untuk pasien-pasien yang menderita penyakit akut, cedera atau penyakit lain yang mengancam nyawa (Kemenkes, 2011). Intensive Care Unit (ICU) adalah ruang rawat rumah sakit dengan staf dan perlengkapan khusus ditunjukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa Diruang Intensive Care Unit (ICU) pasien yang sakit kritis atau kehilangan kesadaran, sehingga segala sesuatu yang terjadi pada diri pasien hanya dapat diketahui melalui monitoring dan rekording yang baik dan teratur. Perubahan yang terjadi harus dianalisis secara cermat untuk mendapatkan tindakan atau pengobatan yang tepat (Musliha, 2012). Pada dasarnya pasien yang dirawat di Intensive Care Unit (ICU) adalah pasien dengan gangguan akut yang diharapkan reversibel (pulih kembali) mengingat Intensive Care Unit (ICU) adalah tempat perawatan yang memerlukan biyaya yang tinggi dilihat dari segi peralatan dan tenaga (yang khusus). Kebutuhan pelayanan pasien di ruang Intensive Care Unit (ICU) adalah tindakan resusitasi jangka panjang yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi- fungsi vital seperti airway (fungsi jalan napas), breathing (fungsi pernapasan), circulation (fungsi sirkulasi), brain (fungsi otak) dan fungsi organ lain, disertai dengan diagnosis dan terapi Uraian tugas perawat yaitu bertindak sebagai anggota tim di semua jenis pelayanan, melaksanakan semua program terapi yang di jadwalkan perawatan sesuai rencana keperawatan, melaksanakan re- evaruasi pasien dengan mengunsurkan program keperawatan selanjutnya bagi pasien, perawat juga bertangggung jawab atas pelaksanaan program perawatan Intensive Care Unit (ICU) kepada koordinator pelayanan Intensive Care Unit (ICU), selain itu, perawat harus benar-benar menjaga pasien dengan baik, karena selain tanggung jawab perawat kepada coordinator,juga merupakan amanah dari keluarga pasien untuk selalu memberikan perawatan terbaik untuk pasien (Kemenkes, 2011). Perlakuan terhadap keluarga pasien di ruang Intensive CareUnit(ICU) tidak sama dengan perlakuan kepada kelurga pasien yang diruang lain, karena pasien tidak dapat ditunggu oleh keluarga didalam ruangIntensive Care(ICU). jadi, diperlukan komunikasi yang baik antara dokter/ perawatIntensive Care Unit(ICU) dengan keluarga secara teratur dan konsisten. Harus dijelaskan secara jelas keadaan sebenarnya dari pasien dengan bahasa sederhana saat masuk atau bilamana ada perubahan keadaan pasien. Bila keadaan pasien dalam sakaratul maut, keluarga dapat dipersilahkan masuk untuk melakukan ritual agama tertentu. Keluarga yang penuh kecemasan takut kehilangan keluarga, penolakan terhadap 122 penyakit yang menimpa, rasa tidak percaya, rasa berdosa, rasa marah ini perlu mendapatkan pendekatan yang baik dari perawat Intensive Care Unit (ICU) (Musliha, 2012). Perawatan pasien di Ruang Intensive Care Unit (ICU) memberikan dampak kepada pasien, selain itu juga dampak terhadap keluarga yang merawatnya (Padilla Fortunatti, 2014). Beberapa literatur menjelaskan bahwa kebutuhan keluarga akan jaminan pelayanan, support, informasi kenyamanan dan kedekatan menjadi meningkat ketika terdapat anggota keluarga yang dirawat di ruang intensif (Haley et al., 2002; Mendonca & Warren, 1998; Molter & Leske, 1983). Kebutuhan ini akan bersifat implisit dan tidak dapat diungkapkan oleh keluarga karena tingkat stressor yang tinggi (Sudore, Casarett, Smith, Richardson, & Ersek, 2014). Sebagai perawat yang merawat pasien dalam segala aspek, seharusnya perawat mampu melihat kebutuhan ini. Sehingga intervensi yang diberikan dapat menyeluruh dan menunjang keberhasilan terapi dari pasien yang sedang dirawat. Family Centered Care (FCC) sebagai pendekatan perawatan berbasis keluarga telah lama dikembangkan, namun pengembangan ini di Indonesia masih belum tercipta secara optimal (Gerritsen, Hartog, & Curtis, 2017; Hendrawati, Fatimah, Yuyun, Fitri, & Nurhidayah, 2017). Pengkajian Keperawatan Kritis Pengkajian yang vital pada pasien adalah riayat pasien lengkap. Informasi ini memberikan dasar untuk pengkajian fisik. Keduanya, baik riwayat dan pengkajian fisik memberikan dasar bagi proses keperawatan. Ini merupakan langkah awal untuk merumuskan dan mengembangkan suatu diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan. Komponen kunci dan pondasi proses keperawatan adalah pengkajian. Pengkajian membuat data dasar dan merupakan proses dinamis. Suatu pengkajian yang mendalam memungkinkan perawat kritikal untuk mendeteksi perubahan cepat, melakukan intervensi dini dan melakukan asuhan. 3 Fase Dasar untuk Pengkajian 01 Pengkajian 02 Pengkajian dasar awal pengkajian yang dibuat pengkajian lengkap pada dengan cepat selama pasien dimana semua pertemuan pertama dengan sistem dikaji pasien, yang meliputi ABC (Aiway, Breathing, dan 03 Pengkajian terus- Circulation) menerus suatu pengkajian ulang secara terus- menerus yang dibutuhkan pada status perubahan pasien yang sakit kritis. (Talbot and Marquardi, 1997) Pre-arrival Assessment Sebelum pasien dimasukan di ICU, dilakukan pengkajian meliputi identitas pasien, diagnosa, tanda vital, alat bantu invansif yang dipakai, modus ventilasi mekanik yang sedang dipakai bila pasien menggunakan ventilator. Comprehensive Pengkajian riwayat kesehatan lalu, riwayat sosial, riwayat psikososial dan spritual serta pengkajian fisik dari setiap sistem tubuh (sistem kardiovaskuler, respirasi, neurologi, renal, gastrointestinal, endokrin dan immunologi serta integumen). Quick Assessment Pengkajian segera setelah pasien tiba di ICU meliputi ABCDE yaitu Aiway, Breathing, Circulation dan Drugs (obat-obatan saat ini digunakan termasuk apakah pasien ada alergi terhadap obat- obat tertentu ) dan Equipment (adakah alat yang terpasang pada pasien). Perawat yang menerima di ICU segera menilai dan melakukan kajian kondisi saat itu. On-going Assessment Konstinuitas monitoring kondisi pasien 1-2 jam pada saat kritis, selanjutnya sesuai kondisi pasien, yang perlu dikaji tanda-tanda vital, hemodinamik, alat-alat yang terpakai oleh pasien saat masuk ICU (Hipercci pusat, 2011) Keperawatan kritis merupakan area spesialistik dari keperawatan yang Aplikasi dikembangkan untuk menjawab tantangan dan kebutuhan klien dengan masalah kesehatan akut Keperawatan dan mengancam jiwa yang memerlukan Holistik Di Area perawatan secara intensif (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Perkembangan teknologi dan Keperawatan intervensi medis untuk pemulihan pasien-pasien Kritis kritis telah berdampak pada meningkatnya pengakuan akan pentingnya peran keperawatan dalam mengobservasi dan monitoring pasien- pasien kritis. Bahkan, dokter akan sangat tergantung pada perawat dalam mengawasi perubahan-perubahan yang terjadi pada pasien kritis termasuk melakukan penanganan awal ketika dokter tersebut tidak ada di tempat. Praktik keperawatan holistik lebih menekankan pada perawatan mandiri (self-care), itikad kuat (intentionality), keberadaan atau menghadirkan diri secara utuh (presence), kesadaran penuh (mindfulness), dan menggunakan diri sebagai agen terapi, sebagai landasan bagi praktik keperawatan professional (Hess, Bark, & Southhard, 2010). Terdapat lima nilai inti dari keperawatan holistik, yaitu : filosofi holistik dan pendidikan, etika holistik dan riset, perawatan mandiri perawat, komunikasi holistik, lingkungan terapetik dan mampu budaya, dan proses caring holistik (Frisch, 2009). Karakeristik Pasien Di Unit Perawatan Kritis Seseorang yang masuk ke Unit Perawatan Kritis umumnya merupakan hal yang tidak diperkirakan sebelumnya. Situasi lingkungan yang asing, peralatan-peralatan yang kompleks, kondisi pasien kritis lain yang lebih dahulu dirawat, dan personel yang belum dikenal sebelumnya dapat merupakan sumber stress bagi pasien dan keluarganya. Pasien kritis adalah pasien yang beresiko tinggi mengalami masalah kesehatan yang mengancam jiwa baik aktual maupun potensial (Urden, Stacy, & Lough, 2006). Pasien-pasien tersebut memerlukan perawatan yang intensif dan pengawasan yang ketat dari para perawat dan petugas medis. Selain masalah kesehatan fisik yang mendominasi pasien-pasien kritis, masalah psykososial juga bisa terjadi pada pasien-pasien kritis. Masalah ini umumnya muncul akibat stressor tinggi dan kemampuan koping pasien terbatas untuk mengatasi permasalahan tersebut. Walaupun pengalaman pasien bervariasi dari individu ke individu, pasien dengan penyakit kritis minimal harus berhadapan dengan salah satu situasi sebagai berikut (Urden, Stacy, & Lough, 2006): • Ancaman kematian • Ancaman bisa bertahan hidup namun dengan masalah sisa atau keterbatasan akibat penyakit • Nyeri atau ketidaknyamanan • Kurang tidur • Kehilangan kemampuan untuk mengekpresikan diri secara verbal karena terintubasi • Keterpisahan dengan keluarga/orang yang dicintai • Kehilangan autonomy/kemandirian dalam aktivitas hidup sehari-hari • Kehilangan control terhadap lingkungan • Kehilangan peran yang biasa dijalankan • Kehilangan harga diri • Kecemasan • Bosan, frustasi, dan pikiran-pikiran yang negative • Distress spiritual Penerapan perawatan holistik memerlukan pertimbangan dari berbagai faktor baik individu maupun lingkungan yang mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan pasien dan Perawatan kemampuan koping dalam menghadapi situasi krisis seperti kondisi sakit baik akut maupun Holistik Dan kronis. Untuk bisa memenuhi hal tersebut, Model Sinergi Di perawat memerlukan dasar pengetahuan yang handal tentang anatomi fisiologi, proses Unit Perawatan penyakit, regimen tindakan, perilaku, Kritis spiritualitas, dan respon manusia. Perawat kritis tidak hanya mampu bekerja dengan teknologi tinggi, melainkan juga harus “tahu pasien” dalam artian memahami pasien seutuhnya agar bisa memberikan asuhan keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik.. memberikan asuhan keperawatan yang humanistik, individual, dan holistik.. Keterampilan interpersonal sangatlah diperlukan oleh perawat dalam mengaplikasikan perawatan holistik. Wysong dan Driver (2009) melakukan penelitian tentang keterampilan apa saja yang perlu dimiliki oleh perawat di unit kritis menurut persepsi pasien, hasilnya mengungkap beberapa atribut kemampuan interpersonal, yaitu: • Ramah, ceria, • Memiliki senyum,gembir ingatan yang a baik • Perduli, baik, • Rapih kasih sayang penampilan • Percaya diri fisik • Memperlakuka • Baik dalam n pasien bertutur/mengg sebagai unakan bahasa manusia • Pendengar • Mencintai yang baik pekerjaan • Menyenangkan • Berjiwa humor /memberikan • Memiliki waktu kenyamanan untuk pasien • Kontak • Terorganisir emosional DAFTAR PUSTAKA Emma Setiyo Wulan ,Wiwin Nur Rohmah.2019.Gambaran Caring Perawat Dalam Memberikan Asuhan Keperawatan Di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD RAA Soewondo Pati. Cendekia Utama. Vol. 8,No. 2. Indriatie. (2013). Berpikir Kritis dalam Proses Keperawatan. Jurnal Keperawatan, VI(2), 89–93. Hipercci pusat (2011) Modul Pelatihan Keperawatan Intensif Dasar . inmedia. Talbot, L. A. and Marquardi, M. M. (1997) Pengkajian Keperawatan Kritis Edisi 2. Jakarta: EGC. Jiricka M, Ryan P, Carvalho M, Bukvich J. Pressure ulcer risk factors in an ICU population. Am J Crit Care. 1995;4(5): 361–367. Frankel H, Sperry J, Kaplan L. Risk factors for pressure ulcer development in a best practice surgical intensive care unit. Am Surg. 2007;73:1215–1217. Eachempati S, Hydo L, Barie P. Factors influencing the development of decubitus ulcers in critically ill surgical patients. Crit Care Med. 2001;29(9):1678–1682. THANK YOU