Anda di halaman 1dari 15

Kelompok 3

Sela Marisa 211202007


Siti Musliha 211202008
Adisty Fitriana 211202009
 

MAKALAH SEMINAR PENDIDIKAN AGAMA


ISLAM
MAKNA NIFAS

 Secara etimologi kata nifas berarti melahirkan. Sedangkan menurut terminologi/syara nifas adalah
darah yang keluar setelah kosongnya rahim dari kandungan karna melahirkan. Pengertian lain dalam kitab
bidayatul mujtahidin mengartiakan nifas adalah darah yang keluar bersamaan dengn lahirnya bayi atau
sesudanya.
 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa darah nifas adalah darah yang keluar dari rahim perempuan
bersamaan pada saat melahirkan bayi atau sesudahnya.
 Menurut Imam Asy-Syafi'i, darah nifas adalah darah yang keluar dari Rahim wanita yang sebelumnya
mengalami kehamilan, meskipun darah yang keluar hanya berwujud segumpal darah.
 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Darah yang dilihat seorang wanita ketika mulai merasa sakit
adalah nifas." Beliau tidak memberikan batasan 2 atau 3 hari. Dan maksudnva yaitu rasa sakit yang
kemudian disertai kelahiran. Jika tidak, maka itu bukan nifas.
Para ulama berbeda pendapat tentang apakah masa nifas itu ada batas minimal dan maksimalnya. Menurut
Syaikh Taqiyuddin dalam risalahnya tentang sebutan yang dijadikan kaitan hukum oleh Pembawa syari’at,
halaman 37 Nifas tidak ada batas minimal maupun maksimalnya. Andaikata ada seorang wanita mendapati
darah lebih dari 40, 60 atau 70 hari dan berhenti, maka itu adalah nifas. Namun jika berlanjut terus maka itu
darah kotor, dan bila demikian yang terjadi maka batasnya 40 hari, karena hal itu merupakan batas umum
sebagaimana dinyatakan oleh banyak hadist.

Atas dasar ini, jika darah nifasnya melebihi 40 hari, padahal menurut kebiasaannya sudah berhenti setelah masa
itu atau tampak tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat, hendaklah si wanita menunggu sampai berhenti.
Jika tidak, maka ia mandi ketika sempurna 40 hari karena selama itulah masa
nifas pada umumnya. Kecuali, kalau bertepatan dengan masa haidnya maka tetap menunggu sampai habis masa haidnya. Jika
berhenti setelah masa (40 hari) itu, maka hendaklah hal tersebut dijadikan sebagai patokan kebiasaannya untuk dia pergunakan
pada masa mendatang.
Namun jika darahnya terus menerus keluar berarti ia mustahadhah. Dalam hal ini,hendaklah ia kembali kepada hukum-hukum
wanita mustahadhah yang telah dijelaskan pada pasal sebelumnya. Adapun jika si wanita telah suci dengan berhentinya darah
berarti ia dalam keadaan suci, meskipun sebelum 40 hari. Untuk itu hendaklah ia mandi, shalat, berpuasa dan boleh digauli oleh
suaminya. Terkecuali, jika berhentinya darah itu kurang dari satu hari maka hal itu tidak dihukumi suci. Demikian disebutkan
dalam kitab Al-Mughni.
Nifas tidak dapat ditetapkan, kecuali jika si wanita melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia. Seandainya ia
mengalami keguguran dan janinnya belum jelas berbentuk manusia maka darah yang keluar itu bukanlah darah nifas, tetapi
dihukumi sebagai darah penyakit. Karena itu yang berlaku baginya adalah hukum wanita mustahadhah.
Minimal masa kehamilan sehingga janin berbentuk manusia adalah 80 hari dihitung dari mulai hamil, dan pada umumnya
90 hari. Menurut Al-Majd Ibnu Taimiyah, sebagaimana dinukil dalam kitab Syarhul Iqna': "Manakala seorang wanita mendapati
darah yang disertai rasa sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak perlu dianggap (sebagai nifas). Namun jika sesudahnya,
maka ia tidak shalat dan tidak puasa. Kemudian, apabila sesudah kelahiran temyata tidak sesuai dengan kenyataan maka ia segera
kembali mengerjakan kewajiban; tetapi kalau tidak teryata demikian, tetap berlaku hukum menurut kenyataan sehingga tidak
pedu kembali mengerjakan kewajiban".
HUKUM HUKUM NIFAS

Hukum hukum nifas pada prinsipnya sama dengan hukum hukum haid, kecuali dalam beberapa hal berikut ini:
1. Iddah. dihitung dengan terjadinya talak, bukan dengan nifas. Sebab, jika talak jatuh sebelum isteri
melahirkan iddahnya akan habis karena melahirkan bukan karena nifas. Sedangkan jika talak jatuh setelah
melahirkan, maka ia menunggu sampai haid lagi, sebagaimana telah dijelaskan.
2. Masa ila'. Masa haid termasuk hitungan masa ila', sedangkan masa nifas tidak. Ila' yaitu jika seorang
suami bersumpah tidak akan menggauli isterinya selama-lamanya, atau selama lebih dari empat bulan. Apabila dia
bersumpah demikian dan si isteri menuntut suami menggaulinya, maka suami diberi masa empat bulan dari
saat bersumpah. Setelah sempurna masa tersebut, suami diharuskan menggauli isterinya, atau menceraikan atas
permintaan isteri. Dalam masa ila' selama empat bulan bila si wanita mengalami nifas, tidak dihitung terhadap
sang suami, dan ditambahkan atas empat bulan tadi suami selama masa nifas. Berbeda halnya dengan haid, masa
haid tetap dihitung terhadap sang suami.
3. Baligh. Masa baligh terjadi dengan haid, bukan dengan nifas. Karena seorang wanita tidakmungkinbisa
hami sebelum haid, maka masa baligh seorang wanita terjadi dengan datangnya haid yang mendahului kehamilan.
Darah haid jika berhenti lain kembali keluar tetapi masih dalam waktu biasanya, maka darah itu diyakini darah haid.
Misalnya, seorang wanita yang biasanya haid delapan hari, tetapi setelah empat hari haidnya berhenti selama
dua hari, kemudian datang lagi pada hari ketujuh dan kedelapan; maka tak diragukan lagi bahwa darah yang kembali
datang itu adalah darah haid. Adapun darah nifas,jika berhenti sebelum empat puluh hari kemudian keluar lagi pada
hari keempat puluh, maka darah itu diragukan. Karena itu wajib bagi si wanita shalat dan puasa fardhu yang tertentu
waktunya pada waktunya dan terlarang baginya apa yang terlarang bagi wanita haid, kecuali hal-hal yang wajib.
Dan setelah suci, ia harus mengqadha' apa yang diperbuatnya selama keluarya darah yang diragukan, yaitu yang
wajib di qadha' wanita haid. Inilah pendapat yang masyhur menunut para fuqaha' dari Madzhab Hanbali.Yang benar,
jika darah itu kembali keluar pada masa yang dimungkinkan masih sebagai nifas maka termasuk nifas. Jika tidak, maka
darah haid. Kecuali jika darah itu keluar terus menerus maka merupakan istihadhah. Pendapat ini mendekati
keterangan yang disebutkan dalam kitab Al-Mughni' bahwa Imam Malik mengatakan: "Apabila seorang wanita
mendapati darah setelah dua atau tiga hari, yakni sejak berhentinya, maka itu termasuk nifas. Jika tidak, berarti
darah haid." Pendapat ini sesuai dengan yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.Menurut kenyataan, tidak ada
sesuatu yang diragukan dalam masalah darah. Namun, keragu-raguan adalah hal yang relatif, masing-masing orang
berbeda dalam hal ini sesuai dengan ilmu dan pemahamannya. Padahal Al-Qur'an dan Sunnah berisi penjelasan atas
segala sesuatu.
Allah tidak pernah mewajibkan seseorang berpuasa ataupun thawaf dua kali, kecuali jika ada kesalahan dalam tindakan pertama yang tidak dapat
diatasi kecuali dengan mengqadha’. Adapun jika seseorang dapat mengerjakan kewajiban sesuai dengan kemampuannya maka ia telah terbebas
dari tanggungannya. Sebagaimana firman Allah:
‫ا‬#‫س َع َه‬ ً ‫ ْف‬# َ‫ َكلِّ ُفهَّللا ُ ن‬##‫اَل ُي‬
ْ ‫اَّل ُو‬# ِ‫سا إ‬
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan.. " [Al-Baqarah/2: 286]
#‫ستَطَ ْعتُ ْم‬ْ #‫اتَّقُوا هَّللا َ َما ا‬###‫َف‬
"Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ..." [At-Taghabun/64: 16]
Dalam haid, jika si wanita suci sebelum masa kebiasaannya, maka suami boleh dan tidak terlarang menggaulinya. Adapun dalam nifas, jika ia
suci sebelum empat puluh hari maka suami tidak boleh menggaulinya, menurut yang masyhur dalam madzhab Hanbali.
Yang benar, menurut pendapat kebanyakan ulama, suami tidak dilarang menggaulinya. Sebab tidak ada dalil syar'i yang menunjukkan bahwa hal
itu dilarang, kecuali riwayat yang disebutkan Imam Ahmad dari Utsman bin Abu Al-Ash bahwa isterinya datang kepadanya sebelum empat puluh
hari, lalu ia berkata: "Jangan kau dekati aku!".
Ucapan Utsman tersebut tidak berarti suami terlarang menggauli isterinya karena hal itu mungkin saja merupakan sikap hati-hati Ustman, yakni
khawatir kalau isterinya belum suci benar, atau takut dapat mengakibatkan pendarahan disebabkan senggama atau a’la sebab lainnya. Wallahu
a'lam.
DALIL NIFAS DALAM HADIS

 Dalil Nifas dalam Hadis


 ‫ كنت المراة من نساء النبي صلى هللا عليه وسلم تقعد في النفا س اربعين ليلة اليامرها النبي صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن ام سلمة رضي هللا عنها قلث‬
)‫بقضاء صالة النفا س (روه ابو داود‬
 “Dari Ummu Salamah ia berkata: Salah seorang wanita ari istri-istri nabi Saw. mereka duduk (tidak shalat) di
waktu nifas selama 40 malam. Nabi Saw, tidak memerintahkan mengqadha shalat yang di tinggalkannya karena
nifas.” (HR. Abu Dawud)
 Umumnya para ulama mengatakan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk sebuah nifas bagi seorang wanita paling
cepat adalah hanya sekejap atau hanya sekali keluar. bila seorang wanita melahirkan dan darah berhenti begitu bayi
lahir maka selesailah nifasnya. dan dia langsung serta puasa sebagaimana biasanya.
 Menurut as Syafi`iyah biasanya nifas itu empat puluh hari, sedangkan menurut al Malikiyah dan juga as Syafi`iyah
paling lama nifas itu adalah enam puluh hari. menurut al Hanafiyah an al Hanabilah paling lama empat puluh hari.
Bila lebih dari empatpuluh hari maka darah istihadhah.
 Dalilnya adalah hadis berikut ini :
 ‫كانت النفساء على عهد رسول هللا تقعد بعد نفاسها أربعين يوما‬
 “Dari Ummu Slamah r.a berkata: para wanita yang mendapat nifas, dimasa Rasulullah duduk
selama empat puluh hari empat puluh malam (HR. Khamsah kecuali Nasa`i).
 At-Tirmizi berkata setelah menjelaskan hadis ini: Bahwa para ahli ilmu dikalangan sahabat Nabi,
para tabi`in dan orang-orang yang sesudahnya sepakat bahwa wanita yang mendapat nifas harus
meninggalkan salat selama empat puluh hari kecuali darahnya itu berhenti sebelum empat puluh
hari. bila demikian ia harus mandi dan salat. namun bila selama empat puluhhari darah masih
tetap keluar kebanyakan ahli ilmu berkata bahwa dia tidak boleh meninggalkan salatnya.
Hal-Hal yang Dilarang Dilakukan Wanita yang
Sedang Nifas

Wanita yang sedang nifas sama dengan hal-hal yang diharamkan oleh wanita yang sedang haidh, yaitu :
1. Salat
Seorang wanita yang sedang mendapatkan Nifas diharamkan untuk melakukan salat. Begitu juga mengqada` salat. Sebab seorang wanita
yang sedang mendapat nifas telah gugur kewajibannya untuk melakukan salat. Dalilnya adalah hadis berikut ini:
̀Dari Aisyah r.a berkata: `Dizaman Rasulullah SAW dahulu kami mendapat nifas, lalu kami diperintahkan untuk mengqada` puasa dan tidak
diperintah untuk mengqada` salat (HR. Jama`ah).
Selain itu juga ada hadis lainnya:
‫إذا أقبلت الحيضة فدعي الصالة‬
̀Dari Fatimah binti Abi Khubaisy bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila kamu mendapatkan nifas maka tinggalkan salat`
2.  Berwudhu atau mandi janabah
As Syafi`iyah dan al Hanabilah mengatakan bahwa: `wanita yang sedang mendapatkan haid diharamkan berwudu`dan mandi janabah.
Adapun sekedar mandi biasa yang tujuannya membersihkan badan, tentu saja tidak terlarang. Yang terlarang disini adalah mandi janabah
dengan niat mensucikan diri dan mengangkat hadats besar, padahal dia tahu dirinya masih mengalami nifas atau haidh.
3 Puasa
Wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang menjalankan puasa dan untuk itu ia diwajibkannya untuk menggantikannya dihari yang lain.
4. Tawaf
Seorang wanita yang sedang mendapatkan nifas dilarang melakukan tawaf. Sedangkan semua praktek ibadah haji tetap boleh dilakukan. Sebab tawaf itu
mensyaratkan seseorang suci dari hadas besar.
‫افعلوا ما تفعل الحاج غير أن ال تطوفي حتى تطهري‬
Dari Aisyah r.a berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: `Bila kamu mendapat haid, lakukan semua praktek ibadah haji kecuali bertawaf disekeliling ka`bah
hingga kamu suci (HR. Mutafaqq `Alaih) 
5. Menyentuh Mushaf dan Membawanya
Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem tentang menyentuh Al-Quran :
‫ال يمسه إال المطهرون‬
Dan tidak menyentuhnya kecuali orang yang suci.`(Al-Qariah ayat 79)
Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang nifas dilarang menyentuh mushaf Al-Quran.
6.
 Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran
Kecuali dalam hati atau doa/zikir yang lafaznya diambil dari ayat Al-Quran secara tidak langsung.

‫ال تقرأ الجنب وال الحائض شيئا من القرآن‬

Janganlah orang yang sedang junub atau haidh membaca sesuatu dari Al- Quran. (HR. Abu Daud dan Tirmizy)

Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita nifas membaca Al-Quran dengan catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan

hafalannya bila masa nifasnya terlalu lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik. Demikian
disebutkan dalam Bidayatul Mujtahid jilid 1 hal 133. Hujjah mereka adalah karena hadits di atas dianggap dhaif oleh mereka
 7.Masuk ke Masjid

Dari Aisyah RA. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub dan haidh`. (HR. Bukhori, Abu

Daud dan Ibnu Khuzaemah.)
8. Bersetubuh

Wanita yang sedang mendapat nifas haram bersetubuh dengan suaminya. Keharamannya ditetapkan oleh Al-Quran Al-Kariem berikut ini:

 ُ ‫ط ُه ْرنَ َفإ ِ َذا تَطَهَّ ْرنَ فَأْتُوهُنَّ ِمنْ َح ْي‬
َ‫ث أَ َم َر ُك ُم هّللا ُ إِنَّ هّللا َ يُ ِح ُّب التَّ َّوابِينَ َويُ ِح ُّب ا ْل ُمتَطَ ِّه ِرين‬ ْ َ‫ض َوالَ تَ ْق َربُوهُنَّ َحت ََّى ي‬ َ ِّ‫ض قُ ْل ه َُو أَ ًذى َفا ْعتَ ِزلُو ْا الن‬
ِ ‫ساء فِي ا ْل َم ِحي‬ ِ ‫سأَلُونَكَ َع ِن ا ْل َم ِحي‬
ْ َ‫َوي‬
̀Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: `Haidh itu adalah suatu kotoran`. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang
diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.` (QS. Al-
baqarah :222)
 Yang dimaksud dengan menjauhi mereka adalah tidak menyetubuhinya.
 Sedangkan al Hanabilah membolehkan mencumbu wanita yang sedang nifas pada bagian tubuh selain antara pusar dan lutut atau selama tidak terjadi
persetubuhan. Hal itu didasari oleh sabda Rasulullah SAW ketika beliau ditanya tentang hukum mencumbui wanita yang sedang haid maka beliau
menjawab:
‫اصنعوا كل شيء إال النكاح‬
̀Lakukan segala yang kau mau kecuali hubungan badan (HR. Jama`ah)`.
 Keharaman menyetubuhi wanita yang sedang nifas ini tetap belangsung sampai wanita tersebut selesai dari nifas dan selesai mandinya. Tidak cukup hanya
selesai nifas saja tetapi juga mandinya. Sebab didalam al Baqarah ayat 222 itu Allah menyebutkan bahwa wanita haid itu haram disetubuhi sampai mereka
menjadi suci dan menjadi suci itu bukan sekedar berhentinya darah namun harus dengan mandi janabah, itu adalah pendapat al Malikiyah dan as Syafi`iyah
serta al Hanafiyah.
Kesimpulan

Al-Qur'an membawa sebuah revolusi paling besar dalam pemberian martabat paling terhormat kepada wanita. pada sebuah kesempatan,

Rasulullah pernah bersabda "Wanita-wanita itu adalah sodara sekandung kaum laki-laki.".dalam pandangan islam betapa pentingnya seorang
wanita mengetahui ketentuan-ketentuan hukum islam yang mengatur kodrat wanita. seorang wanita pada masanya pasti mengalami siklus
haid dan nifas dalam hidupnya. Menstruasi atau haid atau datang bulan adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara
berkala dan dipengaruhi oleh hormon reproduksi baik FSH-Estrogen atau LH-Progesteron. Haid menurut bahasa merupakan bentuk
mashdar dari hadha-haidh. Hadhat al-mar'ah haidhan, mahadhan, dan mahidhan berarti "ia haid". Kata al-haidhah menunjukkan bilangan
satu kali haid. Sedangkan al-hidhah adalah kata nama, bentuk jamaknya al-hiyadh. Sedangkan Nifas dari segi bahasa berasal dari kata “na fi
sa” yang bermaksud melahirkan. Nifas adalah darah yang keluar dari rahim yang disebabkan melahirkan atau setelah melahirkan. Darah
nifas merupakan darah yang tertahan dan tidak bisa keluar dari rahim selama hamil. Menurut Imam Asy-Syafi'i, darah nifas adalah darah
yang keluar dari Rahim wanita yang sebelumnya mengalami kehamilan, meskipun darah yang keluar hanya berwujud segumpal darah.
Saran

Sebagai muslimah kita tentunya harus mengetahui ketentuan-ketentuan hukum islam yang mengatur kodrat manusia, salah satunya adalah

tentang haid dan nifas. Setelah membaca makalah ini diharapkan para pembaca khususnya muslimah dapat mengetahui tentang haid dan
nifas secara mendalam menurut pandangan islam
 DAFTAR PUSTAKA
 Jarullah, Syaikh Abdullah bin Ibrahim. (1996). Problem Mendasar Kaum Muslimah. Solo:
Pustaka Mantiq
 Zaki, Syaikh Imad. (2003). Tafsir Wanita. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar
 Shalih, Su'ad Ibrahim. (2011). Fiqh Ibadah Wanita. Jakarta: Amzah
 Al-Jamal, Syekh Ibrahim Muhammad. (2003). 146 Wasiat Nabi untuk Wanita. Jakarta: Gema
Insani
 Sa'dawi, Amru Abdul Karim. (2009). Wanita dalam Fikih Al-Qaradhawi. Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kutsar

Anda mungkin juga menyukai