Anda di halaman 1dari 13

PAHLAWAN NASIONAL

BAB 5
TUANKU IMAM BONJOL
Nama : Muhamad Shahab

Tanggal Lahir : 1772, Bonjol,


Sumatera Barat, Indonesia

Meninggal : 6 November 1864,


Minahasa

Kebangsaan : Minangkabau
Agama : Islam

Orang tua : Bayanuddin (ayah),


Hamatun (ibu)
PERJUANGAN
• Pertentangan kaum Adat dengan kaum Paderi atau kaum agama
turut melibatkan Tuanku Imam Bonjol. Kaum paderi berusaha
membersihkan ajaran agama islam yang telah banyak
diselewengkan agar dikembalikan kepada ajaran agama islam yang
murni.
• Pada 21 Februari 1821, kaum Adat secara resmi bekerja sama
dengan pemerintah Hindia-Belanda berperang melawan kaum Padri
dalam perjanjian yang ditandatangani di Padang, sebagai
kompensasi Belanda mendapat hak akses dan penguasaan atas
wilayah darek (pedalaman Minangkabau). Perjanjian itu dihadiri
juga oleh sisa keluarga dinasti kerajaan Pagaruyung di bawah
pimpinan Sultan Tangkal Alam Bagagar yang sudah berada di Padang
waktu itu.
• Perlawanan yang dilakukan oleh pasukan padri cukup tangguh
sehingga sangat menyulitkan Belanda untuk mengalahkannya.
Oleh sebab itu Belanda melalui Gubernur Jendral Johannes
van den Bosch mengajak pemimpin Kaum Padri yang waktu
itu telah dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol untuk berdamai
dengan maklumat Perjanjian Masang pada tahun 1824. Tetapi
kemudian perjanjian ini dilanggar sendiri oleh Belanda dengan
menyerang nagari Pandai Sikek.
• Pada tahun 1833 perang berubah menjadi perang antara
kaum Adat dan kaum Paderi melawan Belanda, kedua pihak
bahu-membahu melawan Belanda, Pihak-pihak yang semula
bertentangan akhirnya bersatu melawan Belanda. Diujung
penyesalan muncul kesadaran, mengundang Belanda dalam
konflik justru menyengsarakan masyarakat Minangkabau itu
sendiri.
• Pada bulan Oktober 1837, Tuanku Imam
Bonjol diundang ke Palupuh untuk berunding.
Tiba di tempat tersebut dia langsung
ditangkap dan dibuang ke Cianjur, Jawa Barat.
Kemudian dipindahkan ke Ambon dan
akhirnya ke Lotak, Minahasa, dekat Manado.
Di tempat terakhir itu ia meninggal dunia pada
tanggal 8 November 1864. Tuanku Imam
Bonjol dimakamkan di tempat tersebut.
PATTIMURA
• Nama Lengkap : Kapitan Pattimura
• Alias : Pattimura | Thomas
Matulessy
• Profesi : Pahlawan Nasional
• Agama : Islam
• Tempat Lahir : Hualoy, Hualoy,
Seram Selatan, Maluku
• Tanggal Lahir : Minggu, 8 Juni 1783
• Warga Negara : Indonesia
PERJUANGAN
Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1783 dari ayah Frans Matulesi dengan Ibu
Fransina Silahoi. Munurut M. Sapidja ( penulis buku sejarah pemerintahan pertama)
mengatakan bahwa “pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal
dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari
Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau
merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan"

Ia adalah pahlawan yang berjuang untuk Maluku melawan VOC Belanda. Sebelumnya
Pattimura adalah mantan sersan di militer Inggris. pada tahun 1816 Inggris bertekuk
lutut kepda belanda. Kedatangan kembali kolonial Belanda pada tahun 1817
mendapat tantangan keras dari rakyat. Hal ini disebabkan karena kondisi politik,
ekonomi, dan hubungan kemasyarakatan yang buruk selama dua abad. Rakyat
Maluku akhirnya bangkit mengangkat senjata di bawah pimpinan Kapitan Pattimura.
Sebagai panglima perang, Kapitan Pattimura mengatur strategi perang bersama
pembantunya. Sebagai pemimpin dia berhasil mengoordinir raja-raja dan patih dalam
melaksanakan kegiatan pemerintahan, memimpin rakyat, mengatur pendidikan,
menyediakan pangan dan membangun benteng-benteng pertahanan. Dalam
perjuangan menentang Belanda ia juga menggalang persatuan dengan kerajaan
Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali, Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura hanya dapat
dihentikan dengan politik adu domba, tipu muslihat dan bumi hangus oleh Belanda.

Di Saparua, dia dipilih oleh rakyat untuk memimpin perlawanan. Untuk itu, ia pun
dinobatkan bergelar Kapitan Pattimura. Pada tanggal 16 Mei 1817, suatu pertempuran
yang luar biasa terjadi. Rakyat Saparua di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura
tersebut berhasil merebut benteng Duurstede. Tentara Belanda yang ada dalam
benteng itu semuanya tewas, termasuk Residen Van den Berg.

Pasukan Belanda yang dikirim kemudian untuk merebut kembali benteng itu juga
dihancurkan pasukan Kapitan Pattimura. Alhasil, selama tiga bulan benteng tersebut
berhasil dikuasai pasukan Kapitan Patimura. Namun, Belanda tidak mau menyerahkan
begitu saja benteng itu. Belanda kemudian melakukan operasi besar-besaran dengan
mengerahkan pasukan yang lebih banyak dilengkapi dengan persenjataan yang lebih
modern. Pasukan Pattimura akhirnya kewalahan dan terpukul mundur.
Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil
ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa
anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana
beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama
dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya.
 
Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan
mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada
tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon. Atas
kegigihannya memperjuangkan kemerdekaan, Kapitan
Pattimura dikukuhkan sebagai “Pahlawan Perjuangan
Kemerdekaan” oleh pemerintah Republik Indonesia.
PANGERAN DIPENEGORO
Bendara Pangeran Harya Dipanegara
adalah salah seorang pahlawan
nasional Republik Indonesia. Pangeran
Diponegoro terkenal karena memimpin
Perang Diponegoro/Perang Jawa
melawan pemerintah Hindia Belanda.
Lahir : 11 November 1785, Yogyakarta
Meninggal : 8 Januari 1855, Makassar
Anak : Bagus Singlon
Pasangan : R.A. Retnodewati , lainnya
Orang tua : R.A. Mangkarawati,
Hamengkubuwana III
Saudara kandung : Hamengkubuwana
IV
PERJUANGAN
Perang Diponegoro berawal saat pihak Belanda memasang patok di tanah
milik Diponegoro di desa Tegalrejo. Beliau muak dengan kelakuan Belanda yang tidak
mau menghargai adat istiadat masyarakat setempat dan juga mengeksploitasi rakyat
dengan pembebanan pajak

Sikap Diponegoro yang menentang Belanda secara terbuka, mendapat simpati dan


dukungan rakyat. Atas saran Pangeran Mangkubumi,
pamannya, Diponegoro menyingkir dari Tegalrejo, dan membuat markas di sebuah
goa yang bernama Goa Selarong. Saat itu, Diponegoro menyatakan bahwa
perlawanannya adalah perang sabil, perlawanan menghadapi kaum kafir. Semangat
"perang sabil" yang dikobarkan Diponegoro membawa pengaruh luas hingga ke wilayah
Pacitan dan Kedu. Salah seorang tokoh agama di Surakarta, Kyai Maja, ikut bergabung
dengan pasukan Diponegoro di Goa Selarong.Perjuangan Pangeran Diponegoro ini
didukung oleh S.I.S.K.S. Pakubuwono VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdaya
Bupati Gagatan.
Pada puncak peperangan, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 orang
serdadu; suatu hal yang belum pernah terjadi ketika itu dimana suatu wilayah
yang tidak terlalu luas seperti Jawa Tengah dan sebagian Jawa timur dijaga
oleh puluhan ribu serdadu. 

Pada tahun 1827, Belanda melakukan penyerangan


terhadap Diponegoro dengan menggunakan sistem benteng
sehingga Pasukan Diponegoro terjepit. Pada tahun 1829, Kyai Maja, pemimpin
spiritual pemberontakan, ditangkap. Menyusul kemudian Pangeran
Mangkubumi dan panglima utamanya Sentot Alibasya menyerah kepada
Belanda. Akhirnya pada tanggal 28 Maret 1830, Jenderal De Kock berhasil
menjepit pasukan Diponegoro di Magelang. Di sana,
Pangeran Diponegoro menyatakan bersedia menyerahkan diri dengan syarat
sisa anggota laskarnya dilepaskan. Maka, Pangeran Diponegoro ditangkap
dan diasingkan ke Manado, kemudian dipindahkan ke Makassar hingga
wafatnya di Benteng Rotterdam tanggal 8 Januari 1855.
Perang melawan penjajah lalu dilanjutkan oleh para putera Pangeran Diponegoro.
Pangeran Alip atau Ki Sodewo atau bagus Singlon, Diponingrat, diponegoro Anom,
Pangeran Joned terus melakukan perlawanan walaupun harus berakhir tragis. Empat
Putera Pangeran Diponegoro dibuang ke Ambon, sementara Pangeran Joned terbunuh
dalam peperangan, begitu juga Ki Sodewo.

Bagus Singlon atau Ki Sodewo adalah Putera Pangeran Diponegoro dengan Raden Ayu


Citrawati. Perjuangan Ki Sadewa untuk mendampingi ayahnya dilandasi rasa dendam
pada kematian eyangnya (Ronggo) dan ibundanya ketika Raden Ronggo dipaksa
menyerah karena memberontak kepada Belanda. Melalui tangan-tangan pangeran
Mataram yang sudah dikendalikan oleh Patih Danurejo, maka Raden Ronggo dapat
ditaklukkan. Ki Sodewo kecil dan Sentot bersama keluarga bupati Madiun lalu
diserahkan ke Keraton sebagai barang bukti suksesnya penyerbuan.

Ki Sodewo yang masih bayi lalu diambil oleh Pangeran Diponegoro lalu dititipkan pada
sahabatnya bernama Ki Tembi. Ki Tembi lalu membawanya pergi dan selalu berpindah-
pindah tempat agar keberadaannya tidak tercium oleh Belanda. Belanda sendiri pada
saat itu sangat membenci anak turun Raden Ronggo yang sejak dulu terkenal sebagai
penentang Belanda. Atas kehendak Pangeran Diponegoro, bayi tersebut diberi nama
Singlon yang artinya penyamaran.

Anda mungkin juga menyukai